Big Life chap 1, 2, 3 B. Indonesia

Big Life Chapter 1, 2, 3 No Money And Recognition
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel


(Beeeeep! Beeeeep!)

Telepon di bawah bantalnya menyalurkan getaran pada tubuhnya. Dua mata Jaegun meledak terbuka. Ia dengan cemas menunggu kepala editornya dalam panggilan. Namun, itu bukan sang editor. Melainkan sahabatnya, Park Jungjin.

"....Haaaalllllooo...."

Dirinya menguap.

"Ada apa denganmu?"

"....Barusan bangun tidur. Deadline-nya* hari ini"
[Tenggat waktu/batas waktu]

"Oh, kontrak baru ya"

"Iya, baru saja melakukannya"

"Itu bagus. Datanglah sebelum 7:30. Ingat? Di Sinchon*?"
[Sinchon. Daerah di Seoul Korea Selatan. Daerah ini terkenal sebagai pusat belanja karena terdapat banyak barisan toko restoran dan semacamnya]

Matanya meledak terbuka lagi mendengar kata-kata Jungjin.

"Apa maksudmu? 07:30?"

"Idiot ini lupa lagi? Kau tahu acara reuni perguruan tinggi, kan? "

"Aaaaahhhhh"

Jaegun mendesah. Dia benar-benar lupa. Hari ini adalah hari untuk bertemu sesama lulusan perguruan tinggi sastra.

"Jam berapa sekarang?"

"Apa kau tidak punya jam? Kau lebih baik bergegas karena sekarang masih jam 5. Wow. Hei, aku memiliki pertemuan untuk dituju. Sampai jumpa lagi"

(Beep!)

Dia mengambil tubuhnya yang sakit dan pergi ke kamar mandi. Dia harus buru-buru.

(Whoooshhhh)

"AAAAAHHHH INI SANGAT DINGINNN!!!!"

Air beku menghantam tubuhnya keras.

Dia tidak punya pilihan. Jaegun harus menghemat biaya gas.

Menggapai-gapai seperti ikan, dan segera mengakhiri mandi. Memilih pakaian terbaiknya, ia dengan cepat meninggalkan rumah.

Menuju ke halte bus, ia memeriksa waktu. 15 menit untuk sampai ke stasiun kereta bawah tanah, lalu 40 menit naik kereta bawah tanah. Dia punya beberapa waktu.

"Ini masih sama"

Jaegun tiba di tempat pertemuan, sebuah pub yang nostalgia. Dia ingat saat pertama kali mengunjungi tempat ini. Murah dan lezat. Pemilik tokonya juga benar-benar baik.

(Tap!)

Seseorang menepuk bahunya dari belakang.

Terkejut, ia menengok dan melihat Jungjin sedang tersenyum.

"Hei, jangan lakukan itu. Jantungku sudah lemah baru-baru ini"

"Apa yang kau lakukan di sini. Acaranya bahkan belum dimulai"

"Aku hanya....terisi dengan nostalgia. Aku merasa rindu pada tempat ini"

"Sama. Itu sudah lama ya. Ayo masuk"

Di sudut pub, ada bagian yang cukup besar untuk menampung 20 orang. 18 orang yang lain mengatakan mereka akan datang. Sebagian besar dari mereka sudah ada di sana dan bertukar percakapan.

"Hei. Sudah lama, teman"

"Kalian berdua terlihat selalu menempel sejak kuliah. Kalian berkencan sekarang? "

Mereka bertukar salam.

Jaegun dan Jungjin mengambil tempat mereka dan menjawab.

"Hei, bagaimana semua orang? Wajahmu masih sama, Hyojin"

"Jangan mengejekku, aku berpikir untuk mendapatkan facelift* karena kulitku"
[Bukan Facelift yang buat mobil. Tapi Facelift disini adalah prosedur operasi plastik]

"Konyol, kau sudah 30 tahun dan masih berpikir omong kosong. Jangan merusak wajah cantikmu"

"Sama seperti biasa, aku mengerti. Berbicara tentang cantik, datanglah kesini. Aku akan mengurusmu hari ini"

Hyojin memberi isyarat dengan tangannya untuk duduk di sampingnya. Dengan wajah masam, Jungjin datang ke tengah.

"Hei, hei, hei, jangan menaruh semua perhatian pada dirinya. Lihatlah produser tampan juga miskin ini. Produser ini menghabiskan seminggu dengan hidung berdarah mencoba memikirkan sebuah ide yang baru saja dia lempar ke tempat sampah"

"Ohhh kau melakukannya~"

Gadis itu mengejek.

"Datang ke sini juga. Minumlah"

Sambil tersenyum, Jaegun pergi ke sampingnya membawa cangkir.

Minah, gadis di seberang mereka, berkata dengan mata lebar.

"Kalian sudah mulai berhubungan kuat. Apakah kalian tidak siap untuk berkencan sekarang? Kau setuju kan, Jaegun?"

"Ya. Mendengarkan mereka, aku rasa begitu"

jawabnya serius.

Segera, Jungjin dan Hyojin mengerutkan wajah mereka dan saling menatap. Senyum terbentuk di bibir Jaegun.

(Clomp! Clomp!)

Suara sepatu memukul tanah datang. Semua orang melihat ke arah suara. Seorang pria dalam setelan jas melambai percaya diri kepada banyak orang. Itu lulusan lain, Oh Myunghoon.

"Hei, datanglah ke sini"

"Bagaimana keadaanmu?"

"Apa kabar"

Reaksi berbeda dari ketika mereka sudah di sini.

Ada lebih sorak sorai, terutama dari para gadis.

"Inilah si pria sukses! Aku melihat dirimu bergoyang dengan pakaian mewah"

"Apa maksudmu? Ini hanya awal"

Dia mengatakan tanpa emosi dan duduk langsung di seberang Jaegun.

"Sudah lama tidak berkunjung ya, kan?"

Ia meletakkan tangannya.

"Ya, ya, sudah lama"

Jawab Jaegun canggung. Dia tidak bisa tenang lagi.

Tidak semua orang menjadi seorang penulis ketika mereka lulus dari perguruan tinggi sastra. Alasannya adalah pekerjaan ini seperti memiliki risiko besar, orang sering pergi ke tempat lain untuk mencari pekerjaan. Mereka mungkin pergi ke sebuah perusahaan game dan menulis skenario seperti Jungjin. Dalam lulusannya, hampir tidak ada penulis. Dalam reuni ini, hanya ada dua orang.

Salah satunya adalah Jaegun, yang lain adalah orang tepat di seberang dari dirinya, Myunghoon.

Myunghoon baru-baru ini melesat dan telah mencapai kesuksesan besar dengan tiga novel roman. Salah satunya bahkan telah mendapat penghargaan besar. Itu cukup besar sampai dipertimbangkan untuk diadaptasi menjadi sebuah drama.

Myunghoon terkenal di kalangan penulis, dan gajinya dikatakan sudah dalam jutaan.

"Apa yang kau lakukan baru-baru ini?"

Tanya Myunghoon.

Rasanya mengejek. Ejekan untuk dimintai pertanyaan yang dia sudah tahu jawabannya. Membaca pikiran Jaegun, Jungjin menjawab untuknya.

"Apa yang kau pikirkan? Tentu saja dia telah menulis. "

"Aku mengerti, masih menulis?"

Dia menempatkan penekanan aneh di kata 'masih'.

"Ya. Ya, aku masih menulis. Kau ingin minum?"

Ia menjawab kembali dengan senyum palsu.

"Ah, terima kasih."

"Aku pernah mendengar. Kau sudah terkenal. Selamat"

"Nah, itu bukan apa-apa. Hanya cukup bagus untuk dipertimbangan sebagai drama"

Tangan Jaegun bergetar saat ia menuangkan minuman. Mencoba untuk menyembunyikan itu, ia dengan cepat menuangkan minuman dan meletakkan botol ke bawah.

"Apa yang kau tulis?"

Tanya Myunghoon.

"Aku? Aku sudah, aku sudah menulis sebuah novel seni bela diri untuk kontrak sekarang"

"Ah, seni bela diri? Apakah sudah dibayar? Apakah itu bahkan memberikan 1.000.000 Won untuk sebuah buku?"

"Meskipun genrenya sudah mati, penulis yang baik masih bisa menjualnya"

Jaegun buru-buru mengatakan.

Dia tidak ingin berbicara tentang hidupnya di depan teman-teman sekelasnya. Namun, Myunghoon tidak mengubah topik.

"Tidak, ini bukan tentang penulis lain, ini tentangmu. Apakah kau pikir tulisanmu akan laku?"

Ia bertanya.

"Aku belum yakin. Aku akan tahu setelah itu akan diterbitkan"

"Apakah kau memiliki gagasan tentang berapa banyak salinan yang akan dicetak? Ini bukan pembayaran per bab, kan? Kau akan harus menulis sebuah buku setiap hari. Tidak, bahkan kemudian dirimu akan mengalami kesulitan mendapatkan uang"

"..."

"Seorang penulis yang sudah mendapatkan uang dianggap telah menjadi penulis. Itu sebabnya orang-orang hanya menertawakan penulis yang miskin"

(MEMBANTING!)

Jungjin minum secangkir dan membanting itu di atas meja.

"Hei! Oh Myunghoon, aku sudah mendengarkan, dan kata-katamu tampaknya memiliki makna tersembunyi disana"

"Apa? Apanya yang makna tersembunyi?"

Ia menggelengkan kepalanya seolah-olah bingung. Mata Jungjin memancar dengan kemarahan.

"Jangan mencoba untuk mengatakan kau tidak tahu. Aku memperingatkanmu sebelum aku minum. Jangan merusak suasana hati yang baik ini kita miliki sekarang"

Jungjin tampaknya geram padanya.

kepribadian Myunghoon tidak berubah sedikitpun dari hari-hari kuliah. Dia masih suka pamer dan masih oportunistik. Para gadis memiliki waktu yang sulit mencoba untuk mengajaknya.

Jungjin juga tahu kenapa Myunghoon menyerang Jaegun hari ini. Dia bisa menjamin bahwa itu karena rekannya absen, Lee Suhee.

"Oke, oke, aku hanya mencoba untuk memeriksa seorang rekan. Tidak perlu untuk emosi seperti itu"

Myunghoon dengan sinis menyelesaikan kata-katanya.

Menyadari suasana membeku, Hyojin mengganti topik.

"Apakah semua orang sudah di sini?"

"Aku pikir Suhee belum datang"

Telinga Jaegun ini ceria. Senyumnya yang indah lalu muncul di pikirannya.

"Oh ya, aku harus pergi meneleponnya"

Minah mengeluarkan telepon keluar tapi Myunghoon menghentikannya.

"Tidak ada gunanya"

"Kenapa?"

"Dia memiliki pertemuan hari ini jadi dia harus bekerja lembur"

"Bagaimana kau tahu itu? Kalian berdua kencan?"

Minah bertanya dengan mata terbuka lebar.

Myunghoon tertawa keras dan menggeleng.

"Tidak. Kau tahu perusahaan game tempatnya bekerja? The Nexon Team Mobile"

"Iya?"

"Rupanya, ada game balap yang akan segera dirilis. Ini memiliki banyak elemen romantis disana, jadi dia memintaku untuk menulis skenarionya. Apa yang dapat aku lakukan? Hanya kebaikan rekan, jadi aku menerimanya"

Mata gadis-gadis menatapnya seperti dirinya berlian cerah dan mengkilap.

"Itu luar biasa! Sekarang kau juga seorang penulis skenario game? "

"Berapa banyak uang yang mereka akan berikan padamu? Nexon adalah tempat terbaik. Jika orang yang keras kepala seperti Suhee memintamu, kau benar-benar harusnya berada di atas"

Myunghoon santai duduk di sofa, menikmati semua perhatian yang dia dapatkan.

"Hahaha, aku agak merasa sedikit buruk sekarang. Dia tidak ada di sini karena diriku. Aku tidak bisa membiarkan itu. Aku akan melakukan ini, tuangkan padaku. Aku akan membeli segala sesuatunya, dapatkan apa pun yang kalian inginkan"

"Benarkah? Kau begitu keren, Myunghoon. "

"Teman-teman, penulis sukses akan mentraktir kita minuman. Semua orang bersiap-siap"

Dalam suasana yang keras ini, Jaegun mengambil botol bir. Sebelum dia bisa menuangkan, sebuah tangan menghentikannya.

"Jangan menuangkan itu pada cangkirmu, idiot"

"Apa yang salah?"

Jaegun dan Jungjin hanya menyentuh minuman yang sekarang. Dengan perasaan bir dingin dituangkan ke tenggorokannya masih tersisa dari awal, ia diam-diam berterima kasih pada Jungjin. Dia tidak akan mampu bertahan di hidup ini tanpa dirinya.

....

Mereka berdua memisahkan diri dari kerumunan setelah pesta.

Itu ide Jungjin. Mereka pergi ke sebuah pub yang tenang dan menuangkan minuman.

"Rasanya nikmat minum di tempat yang tenang"

"....Maaf"

"Untuk apa?"

"Aku tahu itu karena kau berpikir tentangku"

"Berhenti bicara omong kosong. Ini semua karena si bodoh Myunghoon"

"Kata-katanya tidaklah salah. Seorang penulis harus mendapatkan uang untuk menjadi penulis"

"Hei, berhenti disana. Sialan itu. Ketika aku melihat si bodoh tertawa dengan mulutnya, aku merasa jijik. Ini lebih buruk untukmu karena persoalan tentang Lee Suhee"

Jaegun tersenyum bersama suka dukanya.

Lee Suhee.

Salah seorang gadis yang mendapat perhatian dari semua lelaki. Dia bahkan memiliki kepribadian yang baik memungkinkan dirinya dilirik oleh gadis-gadis lain. Jaegun juga memiliki perasaan untuknya.

Selama kuliah, Myunghoon mengajaknya keluar dan ditolak. Dia tidak datang ke sekolah selama seminggu karena insiden itu.

Melaju ke masa depan, beberapa bulan kemudian.

Mendekati kelulusan, Suhee meminta seseorang untuk keluar. Orang itu adalah Jaegun. Alasannya karena dia menulis begitu rajin.

Jaegun tidak bisa menerimanya.

Jawaban yang jelas. Dia tidak punya uang. Jaegun hampir tidak dapat bertahan di perguruan tinggi dengan hanya hasil pekerjaan paruh waktunya. Begitulah, dia tidak memiliki waktu dan uang untuk digunakan pada cinta.

Jaegun minum secangkir sambil memikirkan kenangan itu.

Mengecewakan, tapi dia tidak menyesalinya.

Itu tidaklah penting. Jika yang dulu terjadi, dia mungkin sudah akan putus dengan Lee Suhee. Jaegun hanya seorang penulis miskin yang khawatir tentang biaya sewa dan menghemat tagihan gas.

(Beeeeeep!)

Telepon bergetar di tubuh Jungjin. Saat ia menatap layar, temannya membuat wajah seperti menelan serangga.

"Wow"

Itu adalah pesan dari Hyojin. Isinya adalah foto dengan pesan. Di potretnya terdapat orang-orang, termasuk Myunghoon dan Mina. Semuanya tersenyum dan mengangkat secangkir anggur.

"Anggur sialan"

"Anggur?"

"Myunghoon mengatakan ia tahu bar anggur bagus. Dia membayarkan untuk mereka. Lihatlah wanita-wanita ini yang mencintai barang gratis dan mengejarnya ke mana-mana"

Jungjin mendorong telepon ke wajah orang di hadapannya.

Jaegun menuangkan minuman ke botol kosong dan bertanya.

"Kau sedang memikiran Hyojin, kan?"

"Terlalu jelas ya?"

Jungjin langsung setuju. Pastinya hubungan mereka dekat.

Jaegun tersenyum dan bertanya.

"Sejak kapan?"

"Hmm. Seperti terakhir kali kami bertemu. Di perguruan tinggi, dia gadis yang biasa-biasa saja. Tapi sekarang, dia sudah semakin baik. Dia kuat dan energik. Aku bisa ditarik ke tipe tersebut"

"Dia memang memiliki kepribadian sejenis itu. Wajahnya juga cantik"

"Siapa peduli. Katakan padanya untuk bersenang-senang dengan Myunghoon. Benar-benar kehilangan perasaan senang sekarang. Ayo minum, minumlah"

(Beeeep!)

Sekarang giliran telepon Jaegun.

Itu kepala editor dalam panggilan. Dengan wajah serius, dia mengatakan pada temannya.

"Aku akan kembali setelah selesai panggilan ini"

"Yah, kembalilah dengan cepat"

Jaegun pergi keluar dari pub. Dia mengangkat telepon ke telinganya dan menjawab.

"Halo?"

"Halo, Pak Ha. Saya membaca pratinjau Anda. Apakah Anda punya waktu untuk panggilan?"

"I-Iya, tidak ada masalah. Silahkan dan bicarakan langsung"

Pada kepala editor, dia sedikit goyah tapi masih bisa melanjutkan perkataanya.

-Sebenarnya, Kami khawatir tentang proyek Anda saat ini.

"Apakah begitu…"

-Tema dari master seni bela diri tiada taranya diangkut ke dunia fantasi itu bagus, tapi fokus sebagian besar pada plot fantasi sedikit....Dan di atas semua, itu bukan seolah-olah karakter utamanya seorang yang cerdas dan benar-benar kuat. Pengembangan plot harus tentang pertemuan dengan orang kuat dan juga musuh yang kuat lalu tumbuh, tetapi pekerjaannya sebagai seorang pandai besi sedikit terlalu membosankan.

Jaegun memasang mulutnya untuk menghentikan diri dari terengah. Saat ia menoleh dan melihat ke depan, ia melihat jumlah tak terhitung orang yang menunjukkan senyum bahagia dan berjalan melewatinya. Tampak seolah-olah semua orang menjalani kehidupan sehari-hari bahagia kecuali dirinya.

Kata-kata dari editor itu diteruskan.

-Pak. Ha, Anda tampaknya seorang penulis rajin. Saya tahu itu, tapi karena tulisan Anda sangat berfokus pada tidak meninggalkan lubang di plot, Anda kehilangan banyak kesempatan untuk membawa keluar lebih banyak hiburan dalam cerita Anda.

"....Iya.…"

-Jika Anda bersikeras melepaskan pekerjaan Anda seperti ini, kita bisa melakukannya. Namun, kompensasi Anda dijamin akan berkurang sedikit dan Anda seharusnya tidak mengharapkan banyak pada penjualannya. Juga, pekerjaan Anda mungkin mendapatkan pemberhentian lebih dini. Alih-alih buku kertas, penerbitan e-book tampaknya menjadi pilihan yang lebih baik untuk Anda.

Jaegun menjatuhkan diri untuk berjongkok. Dia bisa merasakan kegelapan mengaburkan matanya.

Kepala editor menambahkan dengan ketegasan mutlak.

-Anda Mungkin tidak akan mampu melewati kinerja sebelumnya, Bahkan mungkin lebih buruk.

Untuk mengatakan bahwa aku tidak akan mampu melakukan lebih baik dari masa sebelumnya. Hati Jaegun tampak seolah-olah akan robek meskipun dia tahu kepala editor berbicara dengan kata yang berisikan apa adanya.

-Harap Berpikir tentang hal itu dan hubungi saya. Masih ada waktu yang tersisa sampai deadline sehingga Anda memiliki beberapa ruang untuk bernapas.

"....Iya, kepala editor. Terima kasih banyak, saya akan kembali menghubungi Anda!"

Jaegun menyembunyikan perasaan sakit hati dan sengaja menjawab dengan suara yang kuat dan mengakhiri panggilan. Kemudian, ia membuka paket rokok dengan desahan dan sedikit parasaan sesak.

'Ini sangat menyebalkan, benar-benar....!'

Pekerjaan sebelumnya yang kepala editor maksud adalah novel fantasi Jaegun yang diterbitkan tahun lalu. Pada akhirnya, kinerja proyek itu tidak diterima dengan sangat baik.

Seri ini selesai dengan total 5 buku dan jumlah pendapatan keseluruhan yang ia terima adalah kurang dari 1.800.000 Won. Kau bisa katakan bahwa setiap buku membawa kurang dari 360.000 Won. Dia harus menghabiskan berbulan-bulan menulis non-stop untuk menyelesaikan sebuah buku sehingga pendapatannya teramat rendah.

Dikatakan bahwa karena peningkatan popularitas untuk e-book, situasi untuk para penulis menjadi lebih baik. Namun, itu adalah ranah yang jauh bagi Jaegun. Pendapatan bulanan yang dirinya terima dari e-book terlalu memalukan untuk disebut. Ada banyak kali ketika pendapatannya bahkan tidak pergi lebih dari 10.000 Won.

-Apakah Itu sudah dibayar? Apakah itu bahkan memberikan 1.000.000 Won untuk sebuah buku?

Wajah mengejek dari Myunghoon berlama-lama di pikirannya. Jaegun membungkus kepala dengan kedua tangan sambil menggigit rokok. Tampak seolah-olah setiap buku bahkan tidak akan menghasilkan 300.000 Won, apalagi 1.000.000 Won. Tebakan dari editor itu benar di sebagian besar waktu.

'....Haruskah aku berhenti sekarang....'

Dia tidak bisa hidup dengan penghasilan 300.000 Won per bulan. Termasuk sewa satu ruangan apartemen ditambah berbagai tagihan saat ini, tidak ada jawaban yang bisa didapat.

Dia hanya punya dua pilihan. Untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu di sebuah toko seperti tahun lalu sambil terus menulis, atau berhenti sama sekali.

Usianya sudah 27. Tidak ada uang yang disimpan di rekening bank-nya, kehidupan yang menyedihkan. Tanpa sadar, aliran air jatuh dari kedua matanya. Dia merasa seakan tidak akan pernah ada waktu di mana dirinya bisa tertawa lagi. Jaegun bahkan tidak bisa menghapus air mata yang jatuh dari wajahnya saat ia dengan kosong masih berdiri.

....


"Pulanglah dengan selamat"

Jaegun berkata sambil turun dari taksi. Temannya di kursi belakang linglung dengan rasa mabuk.

"Yahh, (cegukan). Ayoh ngobrol lage bhesok~. Pah supir~, berangkattt~. (cegukan)"

Taksi melaju bersamaaan dengan pembicaraan tak jelas Jungjin.

Jaegun meletakkan tangan di saku dan lemas berjalan menuju kediamannya. Dia sengaja turun di tempat yang jauh dari sana. Itu karena apartemennya adalah sesuatu yang mobil atau kendaraan roda empat lain sulit untuk tuju.

Di sebelah kiri jalan sepi itu sungai kecil dan ke kanan adalah gunung yang nampak suram. Jalanannya selalu memiliki kekurangan orang, contohnya sekarang dimana Jaegun berjalan sendirian disana dengan perasaan depresi.

"Hmm?"

Dan ketika itu, jejak Jaegun tiba-tiba berhenti. Sesuatu yang tidak wajar datang ke garis pandangnya. Dia kembali menatap jalan yang ia pijaki sementara menebak-nebak sendiri karena keadaan mabuk.

Visinya datang ke fokus di antara lereng bukit. Itu adalah tempat di mana batu nisan seseorang tertancap. Seolah-olah keluarga yang ditinggalkan tidak mengurus itu untuk waktu yang lama, gulma tumbuh di sekitar sekop dan kuburan, memberi aura yang mengerikan.

Namun, hal yang menarik perhatian Jaegun adalah sesuatu yang lain. Batu nisan yang harusnya masih berdiri telah jatuh ke tanah.

"Apakah seseorang yang menjatuhkannya?"

Mungkin perasaan itu datang karena pengaruh alkohol. Dia merasakan simpati pada pemilik kuburan yang sepi. Di sisi lain, ia menjadi penasaran. Kehidupan semacam apa yang pemiliknya semasa hidup miliki sehingga dia ditinggalkan oleh keluarganya tanpa kunjungan bahkan sebentar. Dia melihat makamnya setiap hari, tapi ini adalah pertama kalinya Jaegun merasakan simpati.

Apapun masalahnya, itu tidak penting bagi Jaegun. Seolah-olah ia ditarik ke makam, dirinya berjalan menaiki bukit di mana tidak ada jalan dan mendekati kuburan.

"Wow, ini....lebih besar dari yang aku harapkan"

Batu nisan yang tampak kecil dari jauh itu ternyata besar. Dia menarik kedua lengan ke atas dan menyambar ke batu nisan.

(Grunt)

Saat ia mengerahkan kekuatan dan menggerutu, batu nisan yang jatuh perlahan terangkat kembali. Vena mulai menunjukkan darah merah di wajah saat dirinya berjuang keras.

"Rurrggggh...!"

(Kroom!)

Nisan besar itu dikembalikan ke posisi semula. Selesai melakukannya, Jaegun membungkuk dengan tangan yang mendukung lutut saat dia terengah-engah.

"Haa! Ha! Ha! Blu, bluurrgggh...! "

Suara berat keluar setelah ia mengerahkan kekuatannya dengan sisa rasa alkohol yang masih ada. Jaegun muntah seteguk ludah dan kemudian menyumbat tenggorokannya. Jika dia muntah lagi, semua yang dia makan pada makan malam sepertinya akan keluar.

"Hheu....Hheu...."

Jaegun mengumpulkan napas dan menatap pakaian yang ia kenakan. Kedua lengan dan tangannya ditutupi dengan tanah yang tertempel dari batu nisan.

'Aku sudah terlanjur kotor'

Dengan keputusan itu, Jaegun berjalan menuju kuburan dan mulai menarik gulma yang tumbuh terlalu banyak. Mereka lebih membumi daripada kelihatannya jadi butuh sedikit kekuatan. Akan bagus jika ada pemotong rumput tergeletak di sekitar. Tapi tentu saja, tidak ada hal seperti itu.

Ketika ia dengan kesulitan selesai membersihkan bagian depan kuburan dan berbalik untuk pergi....

"Meee ~ oowww"

"Wow! Ya Tuhan!"

Jaegun jatuh ke belakang pada pantatnya. Seekor kucing duduk di sana dengan ekornya menunjuk ke atas. Itu adalah kucing yang memiliki lapisan pendek rambut berwarna biru.

"Apakah kau, kau kucing rumahan?"

Jaegun bertanya pada kucing itu. Pada lehernya adalah kerah merah. Di atasnya, karakter Korea tertulis 'Rika'.

"Rika? Namamu adalah Rika? "

"Meong~"

"Kenapa kau di tempat seperti ini? Apa kau tersesat? "

"Meong~"

Anak kucing itu menatap Jaegun dan terus mengeong. Dia merasa seolah-olah tingkat mata anak kucing itu tinggi. Saat ia melihat ke bawah, anak kucing itu sedang duduk di atas beberapa kotak. Itu adalah kotak ramen ditutupi lakban.

"Apa sekarang? Ini aneh"

Mungkin karena ini adalah dunia di mana itu dipenuhi dengan berita buruk, pikiran menakutkan muncul dalam benaknya pertama. Jaegun menelan ludah, mengumpulkan keberanian dan mengulurkan tangannya ke arah kotak. Dia menguatkan tekad dan memutuskan bahwa ia akan menyelidikinya bahkan jika itu terkait dengan kejahatan. Anak kucing turun dari kotak dan berdiri di samping Jaegun.

"Mmm? Sebuah buku catatan?"

Setelah membuka kotak, Jaegun bergumam dengan ekspresi tertegun. Sebuah notebook berada di dalamnya. Kau bisa mengatakan itu adalah notebook tua juga usang. Selain notebook, ada pulpen, mug dan sepasang bingkai coklat pada kacamata tertata rapi di dalam kotak.

"Ini, apakah barang-barang ini kepunyaan pemilikmu?"

"Meong meong~"

Seolah-olah anak kucing itu paham, mengangkat kepala dan berteriak. Jaegun hati-hati mengulurkan tangan dan menggaruk lehernya. Anak kucing itu harusnya menyukai sensasi pertama kalinya bertemu dengan tangan Jaegun dan terjebak lebih dekat kepadanya.

Tepat pada saat itu..

"Wuh-apa?!"



Ke Halaman utama Big Life
Ke Chapter selanjutnya

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]