World Teacher chap 16 B. Indonesia
Chapter 16 Ingin mengatakan kebenaran
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Bagian 1
---Sudut pandang Reus---*
[Jangan heran kalau kata-katanya terkesan plin-plan dan kurang kosakata, atau bahkan 'Terlalu pintar'. Ini merupakan sudut pandang Reus, yang adalah seorang anak kecil]
Kakak menjadi aneh akhir-akhir ini.
Meskipun aku menyebutnya aneh, dia masih baik untukku dan tidak benar-benar terlihat berbeda. Tapi, aku tahu kalau dia terus melihat 'orang itu'.
'Orang itu'....Sirius, adalah manusia yang menolongku dan kakak.
Para manusia hanya mengganggu kami, memukul sambil mengejek bahkan jika kami menangis kepada mereka untuk berhenti, orang-orang itu menjijikkan yang tidak memberi apa-apa ketika kami lapar. Namun, dia berbeda. Dia tidak dengan sinis memukuli kami, dia membuat kami makan banyak hal lezat, dan segera melakukan sesuatu ketika kami terluka. Sama seperti ayah---Tidak!!.
Ayah jauh lebih baik!! Dia akan selalu mengawasiku, tahu segalanya, orang kuat dan dibanggakan yang akan memarahiku ketika aku melakukan sesuatu yang buruk. Dia mungkin agak mirip dengan orang itu. Mungkinkah ayah dan orang itu memang mirip?
Kenapa kakak selalu melihat orang itu? Setiap kali dia melakukan sesuatu, kakakku memujinya dengan wajah memerah. Dan setiap kali aku melihat kakak seperti itu....sesuatu dalam diriku terasa sakit.
Aku suka pelayannya, Erina-san, meskipun dia seorang manusia.
Dia selalu tersenyum, menepuk-nepuk lembut kepalaku, dan berbau seperti ibu ketika memelukku. Selama waktu pendidikan, dia keras tapi akan memuji ketika aku melakukannya dengan baik.
Kakak Noel lucu dan aku menyukainya.
Dia sangat menjengkelkan tapi menyenangkan untuk mengawasinya, kami sering bermain bersama. Aku senang bisa berteman dengan orang lain yang mirip dengan kakakku.
Kakak Dee seperti kakak dan aku menyukainya juga.
Meskipun dia manusia yang sedikit menakutkan, dia orang yang mengagumkan karena membuat banyak hal lezat. Ketika aku lapar di tengah malam, dia diam-diam akan memberiku beberapa roti. Dia baik sekali.
Dikelilingi oleh orang-orang yang aku cintai, rasanya seperti kembali ke rumah.
Walaupun begitu, semua orang yang aku suka mengatakan bahwa 'orang itu'lah yang menakjubkan. Dan aku berpikir kalau dia memang menakjubkan. Dia hampir mirip denganku, namun aku---yang tidak pernah kalah melawan siapa pun di desa---tidak pernah bisa memenangkan perlombaan melawan dia. Ayah sering mengatakan bahwa ras serigala perak harus menghormati lawan yang kuat, tapi aku benci orang itu. Aku benci dia meskipun aku tidak tahu alasannya.
Apa ini? Tidak hanya kakakku, bahkan aku aneh.
Selama beberapa hari aku tinggal di rumah ini dengan bantuan orang itu, aku tidak melakukan apapun kecuali berlari.
Aku bangun di pagi hari dan dibuat untuk berlari, aku makan sarapan dan disuruh berlari, aku tidur siang, belajar dan diperintahkan untuk berlari. Kakakku melakukannya tanpa mengeluh, tapi aku sudah cukup bosan. Oleh karena itu aku mengatakan bahwa aku ingin mengubah kebiasaan ini. Dia lalu mengusulkan untuk mempertimbangkannya jika aku bisa menang dalam perlombaan melawan dia. Dan kemudian, aku berlari sambil berharap untuk tidak dikalahkan olehnya. Tapi, sialan! Aku kalah kali ini juga. Sial, aku tidak akan kalah di waktu berikutnya, pasti. Aku akan meniru cara orang itu berlari dan mengejutkannya.
Aku menikmati makan siang lezat sampai waktu pendidikan. Namun, makanan hari ini juga hebat. Ini menyenangkan padahal dibuat oleh orang itu, aku mengakui bahwa makanan yang ia buat baik, hm.
Setelah itu, aku belajar pendidikan petugas dari Erina-san.
Meskipun dia tersenyum seperti biasanya, Erina-san terlihat sangat keren saat ini. Dia menempatkan piring tanpa membuat suara, aku bertanya-tanya bagaimana dia tahu kapan harus mempersiapkan meja? Erina-san mengatakan bahwa aku secara alami akan mengerti ketika menemukan master yang aku ingin layani, tapi aku seorang pria, aku tidak mau melayani orang itu.
Kakakku berusaha dengan serius. Aku juga bersungguh-sungguh karena ingin menunjukkan Erina-san apa yang bisa aku lakukan. Selain itu, Erina-san akan memuji jika aku melakukannya dengan benar, jadi aku mencoba yang terbaik.
Mengikuti pelajaran yang disebut aritma-tika atau sesuatu seperti itu.
Ini adalah pelajaran di mana jawaban ditemukan dengan menambahkan dan mengurangkan jumlah. Biar kujelaskan, itu sangat sulit dan membuatku sakit kepala. Namun, orang itu mengatakan bahwa aku tidak akan tertipu oleh orang-orang dewasa kalau aku bisa menguasai hal ini, jadi aku akan melakukannya.
Setelah kami menjawab beberapa pertanyaan dan mencatat di buku, orang itu memberikan kami uang untuk membeli sesuatu sebagai praktek. Hari ini, puding manis tercinta kakak Noel. Aku mungkin mendapatkannya kalau aku menjawab dengan benar, jadi aku harus mencoba yang terbaik.
"Ini cukup sulit. Satu unit puding harganya 1 koin besi dan 10 koin batu, jika kita membeli 4 unit dengan 1 koin tembaga, berapa kembaliannya?"
"Ya~~!!! Yaaaaa~~!!! 5 koin besi dan 10 koin batu~!!!"
Kakak Noel, yang tiba-tiba datang, menyumpal puding ke dalam mulutnya lalu diusir. Dia sangat bersemangat hari ini juga, ya.
"Lupakan dia. Bagaimana jika satu unit puding berharga 1 koin besi dan 20 koin batu, berapa banyak yang dibutuhkan untuk membeli lima?"
Hah? Bukankah itu sedikit berbeda? Bagaimanapun, aku menghitung sambil melihat grafik uang yang orang itu berikan padaku. Disana tertulis 1 koin tembaga sama dengan 10 koin besi jadi....hmmm?
"Sirius-sama, bagaimana dengan ini?"
"Bagus, itu benar. Ini puding-mu"
Seperti yang diharapkan dari kakak, ia segera mengerti dan menuliskan jawaban yang tepat. Bahkan kalau aku sendiri tidak paham, kakakku bisa melakukannya. Bagaimanapun, aku tidak ingin kalah dari kakak dan membuatku seperti pengecut.
"Aku memang senang tentang puding, tapi aku lebih suka ditepuk"
"Astaga, baiklah"
"Hehehe"
....Ini lagi, rasa sakit dalam diriku. Kenapa aku punya perasaan seperti itu?
"Reus. Berusahalah"
Aku tenang saat Erina-san membelai kepalaku. Itu benar, Jika aku tidak menjawab dan mendapatkan puding segera, aku tidak akan bisa makan dengan kakak. Hmmm....1 koin besi adalah 50 koin batu, kemudian....
"....Kembaliannya tiga koin besi!!"
"Benar. Kau mampu menjawab dengan baik tanpa kebingungan dengan koin batu"
Akhirnya, aku bisa menjawab dengan benar setelah mengitungnya. Walaupun aku bisa mendapatkan puding, aku merasa sedikit tidak nyaman karena orang itu mulai menepuk kepalaku. Hanya saja, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku tidak merasa ingin menyingkirkan tangannya.
"Sangat lezat. Benarkan, Reus~?"
"Iya!!"
Puding benar-benar lezat.
Seperti yang kakak Noel katakan, hal yang lezat adalah keadilan.
....
Hari itu, aku tidak bisa tidur karena beberapa alasan.
Aku tidak bisa tidur tidak peduli berapa kali aku menutup mata, bagian dalam dadaku bersuara 'Boom-Boom'. Aku tidak mengantuk sedikit pun, dan tenggorokanku kering. Aku pergi keluar dari kamar, berusaha agar tidak membangunkan kakak yang sedang tidur di kasur yang sama, dan ketika aku minum air di dapur, bunyi 'Boom-Boom' sedikit mereda. Saat aku mencoba kembali ke kamar, perhatianku bergeser ke lorong pintu masuk dan merasa ingin pergi keluar. Karena masih gelisah, aku memutuskan untuk ke luar diam-diam.
Itu luar biasa cerah saat aku dihalaman. Mungkin karena bulan yang mengambang di langit, bersinar terang. Meskipun aku sering melihatnya ketika masih di desa, itu tampak sangat indah hari ini.
Ketika melihat bulan, 'Boom-Boom' menjadi kencang, tapi aku tidak bisa mengalihkan mataku.
Tubuhku memanas....diriku mendidih....
....Hah?
Apa....kenapa?
Kakak....aku....
Aku....
....Benci....ini.
☆☆☆☆
Bagian 2
---Sudut pandang Sirius ---
"Reus terlihat aneh"
Kata Emilia di malam hari. Dia menghampiri kamarku ketika aku hendak berbaring setelah selesai membaca.
"Hmm, ia memang tampak aneh saat latihan hari ini"
Dia biasanya berlari agar tidak dikalahkan olehku tanpa menyembunyikan insting berkelahi. Tapi hari ini, rasanya seperti, dia hanya ingin menggunakan segenap tenaganya.
"Ada sesuatu yang tidak biasa tentang dia kemarin malam, sepertinya dia sangat gelisah"
"Apa sesuatu terjadi di malam itu? Katakan padaku apa yang kau ingat"
"Kemarin malam, aku melihat Reus keluar dari kamar, kelihatannya tidak bisa tidur. Ketika aku berpikir akan mencarinya, ia kembali setelah beberapa saat dan langsung berbaring sambil terburu-buru bersembunyi di bawah selimut"
"Itu mencurigakan. Lalu?"
"Dia muncul pagi ini seperti hal yang wajar, jadi aku sangat lega. Aku bahkan bertanya apa yang terjadi, dan mendapat balasan"
"(hanya masalah kecil, jadi kakak tidak perlu memperdulikannya)"
"Begitu ya? Aku lebih suka kau melaporkan itu di pagi hari jika mungkin"
"M-Maaf. Tapi Reus terlihat tidak ingin merepotkan, sehingga...."
Apa boleh buat. Mereka sudah terbiasa memanjakan satu sama lain karena hubungan persaudaraan. Bagaimanapun, ia tampaknya cemas. Aku akan mulai dengan interogasi.
"Panggil Erina dan Reus. Dia mungkin berbicara sepenuhnya kalau berhadapan dengan Erina"
"Mengerti"
Setelah memastikan bahwa Emilia keluar dari ruangan untuk memanggil keduanya, aku mengingat-ingat kondisi Reus sekali lagi.
Nafsu makannya besar dan makan lebih banyak daripada biasanya. Lalu, bagaimana kalau anak yang suka bersaing secara mendadak mengesampingkan kemenangan atau kekalahan, dan tampak takut akan sesuatu? Memikirkan penyebab di balik perilaku Reus, aku memiliki suatu firasat buruk dan langsung mengaktifkan {Search}.
"Sirius-sama!!"
Emilia menyentak ke dalam kamar dengan wajah berlinangan air mata. Dia mencengkeram secarik kertas dan membawanya padaku.
"Reus....Reus!....dia pergi dari sini!!"
---Para penghuni rumah melakukan pertemuan di ruang tamu.
Tampaknya, ketika Emilia kembali ke kamarnya sendiri di waktu itu, dia menemukan secarik surat yang ditulis dengan buruk tertinggal di tempat tidur.
"(Aku memiliki hal-hal untuk dilakukan jadi aku pergi. Sirius-sama, tolong rawat kakakku)"
Itulah isi dari catatan yang aku tunjukkan kepada para petugas untuk meminta pendapat mereka.
"Ini terlalu tiba-tiba. Apa dia sudah lelah pada pelatihan atau hal lain? Aku kira Reus bukan anak yang akan lari karena hal semacam itu"
"Benar sekali! Dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini!"
"Aku sependapat"
"Yah, begitupun diriku"
Semua orang tampaknya memahami bahwa dia tidak akan lari.
Selanjutnya, aku mencoba bertanya pada Emilia, yang paling tahu tentang Reus. Namun, aku merasa agak enggan saat menyaksikan dia sedang putus asa menangis sambil berpegangan pada bahu Noel.
"....Emilia, kau dapat menangis setelah ini, jadi tolong tahanlah untuk sekarang dan beritahu aku. Apa Reus benci tinggal di sini?"
"Itu tidak mungkin. Semua orang mengurus kami dengan....perlakuan yang baik....baginya untuk kabur sendirian....itu benar-benar tidak mungkin!!"
"Begitu kah? Terima kasih. Maka, aku kira ada alasan lain....itu terkait dengan kemarin malam, ya kan?"
"Apa sesuatu terjadi di waktu itu?"
"Hmm, sebenarnya...."
Aku memberitahu mereka tentang perilaku Reus yang Emilia sebutkan sebelumnya. Tapi pada akhirnya, tak satupun dari mereka memahami itu dan hanya keheranan. Sesuai dugaan.
"Aku harus mendengar langsung dari dirinya, ya...."
"....Apakah....Sirius-sama akan menjemputnya?"
"Tidak, takkan berguna untuk membawanya kembali dengan paksaan. Aku hanya akan meminta alasan tindakan Reus. Lokasinya sudah ku identifikasi, dia berada pada jarak yang dapat dikejar dengan terbang"
Posisi keberadaan Reus sudah didapatkan menggunakan {Search}. Aku tidak bergegas pergi karena ingin menghormati pilihannya.
Bagaimanapun, diriku pernah melatih sekumpulan siswa di masa lalu. Kalau mereka mempunyai tujuan atau cita-cita lain, prinsipku adalah untuk menghormatinya. Dulu, aku mempertimbangkan mengangkat Dee sebagai siswa juga. Hanya saja karena orang tersebut berkata bahwa dia ingin menjadi juru masak, aku cuma bisa mendukungnya.
Oleh karena itu, aku tidak akan menghentikan Reus seandainya dia pergi secara sukarela. Namun yang tidak kusukai sekaligus keterlaluan adalah....dia meninggalkan kakaknya, Emilia tanpa satu patah katapun. Setidaknya, aku ingin mendengar motifnya.
"Lingkungan luar, terutama hutan akan menjadi berbahaya ketika gelap seperti sekarang....Aku satu-satunya yang cocok untuk menyusulnya karena bisa terbang"
"Kalau begitu, Sirius-sama, senjatamu"
Erina telah mempersiapkan peralatanku. Dia melengkapiku dengan ikat pinggang berisi pisau dan pedang yang melekat. Aku memang tidak berencana untuk bertarung, ini hanya untuk berjaga-jaga.
Ketika Erina menegaskan bahwa senjata-senjata itu sudah siap, Emilia berdiri di depan dan bersujud.
"Aku mohon!! Aku mohon bawa diriku juga!!!"
"Erina"
"Mengerti. Emilia, bergantilah dengan ini"
"....Hah?"
Dia mungkin berpikir bahwa permintaannya akan ditolak. Gadis itu lalu tercengang saat menerima setelan atas dan bawah.
"Ada apa? Cepat dan gantilah pakaianmu"
"Hm....Hmm, Apa ini benar-benar boleh?"
"Wajar saja, kan? Bukankah Reus adikmu? Bahkan jika kau tidak mengerti keputusan sewenang-wenangnya, kau bisa menolak jalan yang dia pilih"
"....Terima kasih! Terima kasih banyak!!"
Dia membungkuk dengan mata lembab.
Ini masih jauh dari selesai. Aku memberi sinyal mata untuk Noel, memintanya untuk membantu Emilia dengan mengubah pakaiannya.
"Baiklah. Emi-chan, menangislah nanti. Sekarang cepat dan pakai ini"
"....Iya!"
Dia mundur ke kamarnya. Sambil menunggu sampai mereka selesai, aku berkonsultasi dengan Erina dan Dee.
"Ada kemungkinkan diserang oleh monster, jadi aku ingin kalian mempersiapkan obat-obatan dan semacamnya"
"Silakan tinggalkan bagian itu kepada Erina ini. Kami akan menunggu kalian bertiga untuk pulang"
"Aku akan mempersiapkan sesuatu yang hangat"
"Kalau begitu, aku akan menggunakan {Call} jika terjadi sesuatu"
""Dimengerti""
Emilia keluar segera setelah aku meninggalkan lorong pintu masuk. Dia mengenakan suatu pakaian, mantel tebal agak kuat dan celana panjang. Sejenis setelan dengan tujuan utama kebebasan bergerak. itu merupakan pakaian umum untuk seorang petualang.
"....Maaf telah membuat menunggu"
"Tidak apa-apa, ayo kita cepat pergi. Berpeganganlah pada punggungku"
"Y-Ya! Kemudian, permisi"
Saat aku berbalik padanya dan berjongkok, Emilia naik meskipun sedikit bingung. Untuk amannya, aku mengikatkan diri menggunakan {String}.
Kami menjadi lebih dekat, membuat gadis ini menggeliat-geliat.
"Ahaah! Si-Sirius-sama?!"
"Kau dapat tetap aman dengan sihir, jadi jangan khawatir tentang jatuh. Lalu, semua orang, kami akan pergi"
"Ka-Kami pergi!"
"""Semoga aman~!!"""
Dengan suara para petugas di punggung, Emilia dan aku mulai terbang di naungi lautan bintang.
"Apa kau takut?"
"A-Aku baik-baik saja!"
Melintasi langit malam untuk pertama kali mungkin terasa mendebarkan, karena itulah aku menahan kecepatan dan ketinggian lebih dari biasanya. Walaupun dia melingkari lengan di leherku dengan kekuatan yang cukup, aku sendiri bisa menahannya.
"Pada saat seperti ini, kau harus melihat ke atas. Di sana, cobalah untuk melihat bulan"
"Y-Ya!....menakjubkan...."
Emilia semakin dekat saat dia menatap bulan dan lengannya pun merenggang. Sedangkan aku terus terbang diam-diam. Gadis yang terpaku pada pemandangan ini, tiba-tiba bergumam.
"Apa Reus....sedang melihat bulan itu juga...."
"Yah. Mungkin saja, tanpa diduga dia menatap bulan sementara terisak kesepian"
"Hehe, itu sangat mungkin. Benar-benar....adik yang bodoh"
"Tepat sekali, dia memang bodoh. Aku akan memberinya pukulan keras jika alasannya terlalu bodoh"
"Aku akan menampar pipinya juga"
"Itulah semangat. Kita akan sedikit meningkatkan kecepatan"
"Ya!"
Walaupun aku memeriksa dengan {Search}, reaksi dari Reus cukup stagnan. Mengingat kemungkinan dia berada di situasi di mana ia tidak bisa bergerak, aku terus menaikkan kecepatan terbungkus kekhawatiran hingga Emilia mulai terbiasa.
Pada akhirnya mendapat respon, kami lalu sampai di danau yang merupakan tempat diriku mengumpulkan rumput Kelpie dulunya.
Tak ada tanda-tanda goblin di sekitar. Akupun memutuskan berpijak diiringi perasaan lega karena tidak menemukan monster berbahaya. Melepas Emilia dari punggung, kami mulai berjalan sambil mencari adiknya.
"Reuuss!! Di mana kau?!"
"Ssstt. Jangan berteriak"
Melakukan sesuatu yang mencolok seperti menimbulkan bunyi nyaring dapat mengundang para monster di lingkungan. Untungnya, tidak ada respon dari wilayah ini, namun tetap saja tindakan berlebihan harus dihindari. Selain itu....
"Tapi!---"
"Tidak apa-apa, Reus ada di sana"
Ujung jariku menunjuk ke depan, tepat di tepian danau dimana sosok punggung Reus terlihat sedang duduk meringkuk. Emilia mencoba mendekatinya, namun....
"Reus!"
"Jangan datang!!"
Dia ditolak oleh suara mengancam yang tidak sepatutnya digunakan pada kakaknya sendiri. Keheranan dengan tindakan tak disangka-sangka, Emilia tanpa sengaja tertegun di tempat.
"Reus? Apa yang kau katakan? Kau akan pulang dengan kakak, kan?"
"Aku bilang jangan datang!!"
Penolakan tidak berhenti. Tapi, Emilia masih bersikeras sambil menggertakkan gigi dan memanggil lagi untuk adiknya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kita sudah mengatakan bahwa kita akan bekerja keras bersama, kan? Apa gunanya kalau kau melakukannya sendiri, terpisah dari setiap orang?!"
"Aku baik-baik saja sekarang. Aku punya kekuatan fisik dengan berlari, aku memperoleh pengetahuan dengan belajar. Aku dapat mengurusnya sendiri!"
"Jangan bercanda! Sebanyak itu tidak akan membuatmu menjadi kuat!!"
"Aku menjadi kuat! Aku....aku sudah menjadi kuat!!"
Argumen itu saling bertentangan. Aku lalu memutuskan untuk ikut campur karena waktu akan terbuang jika terus membiarkan mereka seperti ini. Ketika menepuk bahu Emilia, dia berbalik dan mendongak sambil terisak padaku.
"Maaf, a-aku akan membujuknya segera, jadi---"
"Mundurlah dari percakapan. Kalian hanya akan membuat kacau satu sama lain. Biarkan aku yang menangani ini"
"....Hiks....iya...."
Melewati Emilia yang melangkah kebelakang dengan sedih, aku mendekati Reus.
Nah sekarang, kenapa dia lari dari rumah?
"Hei, Reus. Apa yang kau lakukan di tempat semacam ini?"
"....Bukan urusanmu"
"Ini urusanku. Aku wali sekaligus gurumu. Bukankah alami bagiku untuk khawatir ketika siswaku lari?"
"Aku tidak ingat menjadi siswamu!"
"Kau menjadi siswaku saat diajarkan olehku. Selain itu, aku menawarkanmu makanan dan tempat tinggal, aku pantas untuk disebut begitu, kan?"
"...."
"Diam, ya? Lagipula, jawablah. Kenapa kau meninggalkan rumah? Menyisakan catatan tidak akan membenarkan tindakanmu"
"....Aku sudah menjadi lebih kuat"
"Kau menjadi lebih kuat dengan sejumlah pelatihan itu? Kesalahpahaman yang besar, jangan terlalu percaya diri"
Dengan penolakan provokatif-ku, Reus berdiri, menoleh, lalu berteriak.
"Aku sudah menjadi lebih kuat darimu!! Ambil kakakku dan kembalilah!!!"
"Meskipun kau kalah di lomba hari ini juga? Kau berkata telah menjadi kuat, itu hanya omong kosong dari seorang anak nakal"
"Diam!!!! Diam dan tutup mulutmu!!!!"
Ia meronta-ronta sambil menginjak-injak tanah dalam kemarahan. Meskipun mentalnya tidak stabil dari awal, itu harusnya agak mereda berkat Erina. Kurasa memang tidak mungkin untuk Reus memuntahkan semua perasaannya hanya dalam satu hari.
"Kau hanya mengoceh, tapi kau tidak mengerti!....Lihatlah ini!!!"
"....---?! R-Reus....itu tidak mungkin....kan?"
Aku menengok ke Emilia yang terpaku di sana dengan wajah menunjukkan ketidak percayaan. Ketika mengembalikan pandanganku ke Reus sekali lagi....rambut peraknya yang mencerminkan cahaya bulan telah berubah menjadi emas.
"Apa itu?"
"....Reus....adalah anak kutukan....?"
Gadis ini sedang tercengang sendiri, hanya saja aku tidak menangkap artinya sama sekali. Reaksi Emilia terlalu berlebihan, ada sedikit kesan sifat rasial disana.
"Apa? Beritahu aku jika kau tahu sesuatu"
"Itu....Kami, suku serigala perak, memiliki hal yang disebut 'anak kutukan' sebagai keturunan"
Anak kutukan? Pertama kalinya aku mendengar istilah itu.
Ini tidak muncul di buku {Catatan Perjalanan Albert}, entah kenapa tidak terdengar bagus.
"Ugh, grrrrAAAAAAH!!!!"
Sebuah fenomena aneh mulai terjadi pada tubuh Reus. Rambut yang semula pendek, memanjang. Otot-otot membengkak, hidung meluas, bulu tumbuh di sekujur tubuh dan....sosoknya berubah menjadi serigala berkaki dua.
Pakaian yang tersisa di tubuhnya hanya nyaris membuat kami mengenali kalau itu sebelumnya seorang anak bernama Reus. Ooh, inikah manusia serigala?
"Seluruh tubuh anak kutukan berubah menjadi serigala. Dikatakan bahwa orang yang bersangkutan akan memanggil bencana dan kemalangan....Sesuai dengan hukum ras perak serigala, dia akan....dibuang...."
"Dibuang? Cerita yang terlalu kejam"
"....Dua tahun lalu, satu orang dewasa di desa kami tiba-tiba menjadi seorang anak kutukan. Orang itu kebingungan dan mulai melakukan kekasaran. Ketika ia mencoba untuk menyerang kami, ayahku....membunuhnya"
"Apa dia dibunuh tepat di depan mata kalian?"
"Ya...."
Entah bagaimana aku mulai memahami maksud dari perilaku Reus.
Dia tahu bahwa dirinya sendiri adalah anak kutukan. Setelah menyaksikan bagaimana akhir dari pemegang julukan ini, dia sangat gelisah karena memikirkan akan menuju takdir yang sama. Keinginan untuk tidak mau mati sekaligus tidak bisa tinggal dengan kakaknya berbentrokan, jadi dia memilih lari....atau begitulah.
"Lihat, Aku anak kutukan! Seorang anak kutukan yang akan terbunuh seperti orang dewasa itu! Aku tidak menginginkannya, jadi aku akan menjauh!! Ambil kakakku dan kembalilah!!!"
"....Reus....itu tidak boleh. Kau....kau tidak boleh pergi"
"Kakak....tetaplah sehat, ya? Aku sangat kuat dalam bentuk ini jadi, aku akan aman. Aku bisa hidup sendiri karena itulah---"
"Kau tidak boleh!!....Reus. Jangan....Jangan tinggalkan aku sendirian...."
Emilia juga tahu hukum ras serigala perak, jadi dia mengerti tindakan adiknya.
Mereka terikat pada rantai yang disebut 'hukum', tak ada kekuatan di suara gadis yang menderita ini. Meski begitu, kenyataannya dia mungkin ingin menghentikan Reus dan menangkapnya dengan paksa, namun kakinya tidak mampu bergerak dan hanya bisa menitikkan air mata.
Bagian dalam tubuhnya terselimuti ketidakberdayaan dan keputusasaan....
"Haaa, bodoh"
....Situasi penuh haru itu pecah karena satu orang. Diriku lalu tertawa mengejek.
"Eeeeh?! Si....rius-sama?"
"Apa?! Coba dan katakan itu lagi!!"
"Aku akan mengatakannya sebanyak apapun yang kau mau. Betapa bodohnya, sungguh, benar-benar bodoh"
Emilia terkejut dengan kata-kataku, sedangkan Reus disisi lain marah. Namun aku mengacuhkannya dan mengangkat jari.
"Hei, ayo kita bertanding. Jika kau bisa menang melawanku, kau dapat pergi ke mana pun. Hanya saja, kalau aku yang menang, kau harus menuruti satu hal yang aku katakan"
"Apa? Kau tadi berkata kau akan membiarkanku melakukan apa yang aku suka. Tapi, sekarang ketika aku melakukan apa yang aku inginkan, kau menghentikanku, pembohong!!"
"Aku tidak mau disebut pembohong oleh orang yang membohongi dirinya sendiri. Selain itu, 'ini' adalah apa yang ingin kau lakukan? Lucu"
Aku memang menghormati keputusan seseorang, itu hanya jika kami dapat saling menyetujuinya.
Misalkan aku berhubungan dekat dengan seorang wanita yang ingin kulindungi namun dia memutuskan untuk berpisah. Seandainya dia menipu siswa-siswaku, aku masih akan menghentikan dan menghajarnya, bahkan kalau orang bersangkutan adalah seorang wanita.
"Kau telah menjadi kuat, kan? Jika kau yakin dengan kemampuanmu, cepat dan datanglah padaku"
Sementara mengundangnya dengan lambaian kelima jari, aku melepas sabuk senjata dimana pisau dan pedang tergantung. Dihadapanku, Reus mulai mengeluarkan lolongan bagai serigala, cukup keras hingga bisa didengar oleh Emilia.
"Dengar Emilia!"
"---!! I-Iya!"
"Aku akan mendidik anak ini sekarang. Apa itu boleh?"
"....Silakan....lakukan"
Aku membuang sabuk senjata ke arahnya, dan bersiap dengan sikap tangan kosong. Memposisikan kakiku dalam bentuk L sambil meregangkan lengan.
"Selalu, selalu bertindak sombong!! Aku akan menunjukkan kekuatanku!!!"
Sementara melotot dengan segenap intensitasnya, Reus yang menjadi manusia serigala, menerjang.
"Makan iniiiiii!!!!!"
Tangan kanan Reus terdorong lurus dalam pukulan bangsal lokomotif*, aku memutuskan untuk membalas tinjunya yang datang dari samping....tapi buru-buru beralih untuk menghindari itu. Ketika menyadari tekanan angin dari tinju lewat dipipi kananku, aku menjatuhkan tubuh untuk mengelak.
[Setahuku, adanya tendangan bangsal lokomotif (Mawashi-Geri), yaitu tendangan yg dilakukan dengan cara mengayunkan kaki dalam bentuk setengah lingkaran dari samping. Tapi yg dimaksud disini, tinju Reus berasal dari samping dan menuju pipi Sirius]
Karena perut telanjangnya tampak di depan mata, aku melesatkan tinju hook kiri* ke arah sana tanpa keragu-raguan....
[Hook kiri ya kayak gini . Tapi dengan tangan kiri. Jangan salah loh ya, pukulan hook kiri itu juga mematikan dan sering membuat KO lawan dalam olahraga tinju]
"....Tidak sakit!!"
Mungkin memang sungguh tidak efektif, ia mengungkapkan senyum ganas saat bertahan jadi aku melangkah mundur dan mengambil jarak....Ini lebih dari yang diharapkan.
"Cepat dan kuat juga, ya"
"Bagaimana? Aku sudah menjadi kuat, kan?!"
"Ya, tentu"
"Aku tidak akan memungkinkanmu untuk meminta maaf!!"
Reus, yang mendekat sekali lagi, menerjang dalam amukan. Aku menghindari hook kanan, mengelak pukulan uppercut kiri* dengan membelokkan leher, dan, menahan tendangan kiri ke depan dengan kedua lengan, diriku terpaksa mundur.
[Nah, uppercut itu serangan dari bawah keatas yg berawal dari siku lengan petinju membentuk huruf V]
Karena terus-terusan melangkah kebelakang, punggungku menabrak pohon. Untuk memanfaatkan kesempatan itu, Reus menyodorkan sebuah pukulan kanan lurus, jadi aku melompat jauh ke samping untuk menghindarinya. Saat tinjunya sampai, pohon itu patah dengan suara derakan keras.
Kekuatan penghancur yang sangat hebat untuk anak berusia lima tahun. Walaupun aku mengelek pukulannya, ini membuatku agak kaku.
"Apa itu? Kau tidak mampu melakukan apapun kecuali menghindar?!"
"Katakan saja apa yang kau mau"
Dalam lompatan jarak menengah, ia menerjunkan tendangan ke bawah. Akupun menggeser setengah tubuh ke samping untuk mengelak dan membalas dengan mendorong kepalan kanan ke perutnya. Hanya saja, seolah-olah memukul dinding kokoh, tak ada kerusakan atau reaksi apapun.
"Hahaha!! Itu tidak menyakitkan sama sekali!! Aku sudah menjadi kuat!!"
Reus merentangkan lengannya dengan cemoohan dalam upaya untuk menangkapku. Aku lalu bertujuan pada saat ketika tangannya mendekat dan melepaskan tendangan kanan menuju panggulnya untuk menghancurkan keseimbangan.
Dia jatuh kebelakang di jarak beberapa langkah dari dampak, dan kembali tegap seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Itu tidak akan bekerja! Ini kemenanganku jadi menyerahlah!!"
Dia menarik tinjunya dan menyerang dengan pukulan telepon* sarat dengan tenaga sekaligus momentum. Kakiku bersiap lalu melompat pergi, ini akan selesai jika aku memblokir kepalan yang melesat itu.
[Jujur, ini yg paling gak kutahu. Mungkin begini, dia menarik tinju sampai dekat telinga (kayak orang lagi nelpon) lalu melepaskannya secara lurus]
Hanya saja---
"....Kau bertarung masih seperti anak kecil"
Sebuah pukulan telepon adalah pukulan yang lurus dan mudah diprediksi.
Aku menghindari serangan yang penuh dengan celah, melangkah ke arah dada Reus, merebut kerah bajunya dan menarik dirinya ke arahku sambil menendang kakinya keras, membuatnya terjegal. Setelah itu, Reus berputar tiga kali di udara, dari depan ke belakang, dan tanpa pertahanan terhempas ke tanah.
"Ughhh!?....Bagaimana....mungkin?!"
Ini adalah teknik yang mengacaukan kanalis semisirkularis*, memutar lawan dengan cara yang dia tidak duga. Meskipun itu sangat berbahaya untuk melakukannya pada seorang amatir, aku cukup mengerti untuk menahan. Paling buruk, melumpuhkan rasa keseimbangan sementara. Buktinya adalah Reus tidak bisa berdiri dan hanya berlutut, ia melihat ke sini dengan ekspresi terkejut.
[Ini merupakan struktur organ yg mengatur keseimbangan tubuh. Kayak gini, coba kamu memutar tubuhmu kearah manapun beberapa kali. Lalu berhentilah, nah kamu merasa sangat 'pusing' bukan? Itu karena cairan di rumah siput pada telinga (kalo gak salah) juga masih berputar/berguncang. Cairan itulah yg mengatur keseimbangan]
"Tidak peduli seberapa cepat dan kuatnya dirimu, jangan berpikir bahwa teknik-teknik permainan anak kecil belaka itu dapat mencapaiku"
Maksudku, dari awal dengan mudah menghindari serangan bangsal lokomotif, melakukan tendangan ke bawah tanpa trik apapun, dan menyelesaikannya dengan pukulan telepon? Apakah dia menganggap remeh pertarungan ini? Aku beberapa kali ingin memukulnya dengan serius di jalan.
"S-Sialaaaannn...."
Namun, itu tidak benar-benar berakhir atau belum. Dia berdiri meskipun ini mengejutkan, dan pergi untuk menyerangku.
Aku mengakui keberanian dan kecepatan pemulihannya, tapi aku akan memberikan sebuah kekurangan karena bertujuan kepala target yang lebih kecil. Aku menghindar dengan gerakan leher belaka, dan bergantian mendorong tinju pada perut Reus.
"Aggh---UUUGH!!!"
Dengan pukulan yang tak terduga, Reus mengambil dua atau tiga langkah, membungkuk, dan memuntahkan isi perutnya.
Dia pikir dirinya bisa bertahan, sayangnya seranganku sampai sekarang dilakukan tanpa menggunakan {Boost}. Tujuannya adalah untuk menyelidiki kekuatan pertahanan lawan, tapi karena aku sudah tahu batasnya, aku hanya memukul tanpa berlebihan agar tidak sampai membunuh.
"Guuuh, aaaah....itu-itu hanya kebetulan!!!"
Kau berpikir ada hal seperti itu di medan perang? Bagaimanapun, efek setelah seranganku mereda, aku kira seseorang pasti pulih sekaligus saat menerima serangan frontal sejelas itu dan dapat diprediksi.
Atau begitulah yang aku pikir tapi itu merupakan perkiraan tak berdasar, dan ketika tendangan kanan berputar ditujukan pada sisiku, aku menjatuhkan tubuh untuk mengelak. Karena menyikat dengan segala kekuatan dimasukkan ke dalam kaki.
Selain itu, aku langsung mencengkeram kaki goyah Reus, dan membuatnya berputar beberapa kali sebelum membuangnya ke tanah lagi.
"Bagaimana, Reus? Dapatkah kau benar-benar hidup sendiri dengan kekuatan setingkat itu?"
"Tidak....Aku masih....belum....kalah"
Semangat juangnya belum layu, ia menampilkan tinjunya yang terangkat. Oh, sekarang setumpuk serangan kecil, ya? Bagus.
Aku menghindari serangannya berturut-turut, sesekali pukulan bangsal lokomotif menyatu, aku juga menyerangnya kembali. Namun, Reus terus maju tanpa berkedip. Lebih dari 30 balasan, melihat wajahnya, ia menangis sambil terus meninju.
"Kenapa....kenapa....tidak sampai? Kenapa....tidak jatuh?!"
"Tidak mungkin aku akan jatuh dengan permainan anak-anak"
"....Jatuhlah....biarkan aku menang....biarkan aku pergi...."
"Benarkah? Kau ingin pergi?"
"Aku ingin pergi....Aku harus....pergi. Seorang anak kutukan....tidak boleh tinggal"
Ayunan pukulanku terisi dengan kekuatan menuju pipi kirinya, membuat dia terpelanting, jatuh dan mencungkil daratan kasar. Sementara menumpahkan darah, Reus masih bersikeras berdiri.
Namun hanya itu yang mampu dia lakukan.
Aku mendekati sosok tak bergeraknya. Ketika tepat di depan, aku menatap ke kedalaman mata anak itu, yang ketakutan akan dirinya sendiri.
"Sekali lagi. Apa kau benar-benar ingin berpisah dari kami?"
"....Iya. Jika aku tidak....pergi, kakakku....dia tidak akan bahagia!!"
Dia meluncurkan pukulan yang meremas setiap tetes terakhir tenaganya. Aku hanya menangkap kepalan itu dengan satu tangan, dan mencengkram kerahnya sekali lagi.
"Reus, lihat aku"
"....Apa?...."
Kami menutup jarak. Pada kedua bola mata tajam serigalanya, diriku tercermin disana.
"Aku ini apa? Apa aku terlihat seperti ras serigala perak untukmu?"
"....Tidak"
"Benar sekali, aku manusia. Oleh karena itu, aku tidak tahu dan tidak peduli tentang hal-hal anak kutukan ini. Aku hanya menganggap dirimu anak normal yang bisa berubah menjadi serigala. Sebaliknya, aku akan senang untuk meningkatkan dirimu menjadi lebih kuat"
"....Hah....ah?"
"Hukum ras serigala perak? Omong kosong! Hukum-hukum itu tidak berhubungan denganmu, siswaku. Meski begitu, jika orang bodoh mengerahkan keluhan, aku akan menghajarnya"
"....Aku....siswamu....?"
"Emilia, datanglah!!"
"....I-Iya!!"
Aku memanggil kakaknya yang sedang mengawasi situasi dengan linglung. Menunjukkan Reus padanya dan melontarkan pertanyaan.
"Apa yang ingin kau lakukan? Apa kau ingin membunuh anak kutukan karena hukum ras serigala perak?"
Anak itu gemetar dengan kata-kata 'membunuh'. Untuk membantah pertanyaanku, Emilia langsung menggeleng.
"Lalu, apa kau ingin berpisah dan melupakan dia? Apa yang ingin kau lakukan?! Muntahkan isi hatimu!!!"
"....Aku....Aku....tidak....Entah itu membunuh Reus atau berpisah dari dia, aku tidak ingin semua itu!! Jika bisa dengan Reus, aku takkan peduli tentang hukum!!!!"
....Dan sang kakak pun meneriakkan apa yang berada dalam benaknya, mematahkan rantai yang disebut 'hukum'.
Aku melihat ke dalam mata Reus, untuk terakhir kalinya.
"Seperti yang kau dengar, kakakmu maupun aku tidak peduli tentang hal anak kutukan....Apa kau masih ingin pergi?"
"....Ti....Tidak...."
Tubuhnya pun berubah kembali lagi, membatalkan transformasinya. Aku tidak mengerti prinsip di balik itu. Hanya saja, aku pikir wajah Reus, yang kembali ke asalnya sambil ditutupi dengan air mata dan ingus dengan wajah Emilia sama-sama berantakannya. Mereka memang benar-benar terikat oleh darah.
Anak ini meneteskan air mata seperti wastafel yang bocor lalu berteriak sekencang mungkin.
"Tidak tidak tidak tidak!!!!! Aku tidak ingin sendirian!!!! Aku tidak ingin menjadi kesepian!!!! Aku tidak ingin lepas dari kakakku!!! Aku ingin Erina-san menepukku!!! Aku ingin bermain lebih banyak dengan kakak Noel!! Aku ingin memakan berbagai makanan kakak besar Dee!! Aku tidak ingin pergi! Aku ingin....kembali pulang...."
Menangis dan menjerit, Reus melepaskan isi hatinya, yang telah mati-matian di pendam.
Itu bagus. Dia masihlah seorang anak yang memiliki setumpuk hal.
Dia harus mengatakan apa yang ingin ia katakan tanpa menahan diri.
Ketika aku menyerahkan adiknya ke Emilia yang mendekat, gadis itu memeluk dia erat tanpa khawatir tentang tubuhnya yang kotor.
"....Reus....aku lega....Reus"
"Kakak....Maaf....Aku sangat menyesal...."
Di balik kedua saudara yang saling berpelukan sambil berurai air mata, aku mengambil dan melengkapi sabuk senjata saat ingat untuk memakainya.
"Reus, kalau dipikir-pikir, kita menyetujui bahwa kau akan menuruti satu hal yang aku katakan jika aku memenangkan pertandingan, kan?"
Ini tentu kemenanganku tidak peduli bagaimana orang melihatnya. Meskipun ia menggigil dari ucapanku, sebuah pertandingan adalah pertandingan. Ayo kita berasumsi bahwa aku diizinkan untuk memerintahkannya tanpa ampun.
"Sirius-sama, aku akan melakukannya sebagai pengganti Reus....Oleh karena itu, dia...."
"....Kakak, kau tidak bisa"
"Benar. Ini pertandingan kami jadi akan salah bagimu untuk ikut campur, Emilia. Reus, dengarkan aku baik-baik"
Menatap wajahnya, aku memberi perintah sementara mengangkat kedua sisi bibirku.
"Pulanglah"
"....ya...."
Berpikir kembali sampai sekarang, ini sudah berakhir. Membuatku malu telah bertindak begitu hebat.
Namun, aku berhasil mengembalilan Reus ke rumah dengan benar. Kesimpulannya, semua berakhir dengan baik.
Menjadi agak nekat saat masih anak-anak bukanlah masalah, kan?
Dengan demikian, gejolak dari pelarian diri Reus berakhir.
☆☆☆Chapter 16 berakhir disini☆☆☆
Catatan penerjemah= Banyak reverensi tentang beladiri disini ya. Membuatku sempat pusing -_- yah, apapun. Syukurlah bisa selesai.
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Bagian 1
---Sudut pandang Reus---*
[Jangan heran kalau kata-katanya terkesan plin-plan dan kurang kosakata, atau bahkan 'Terlalu pintar'. Ini merupakan sudut pandang Reus, yang adalah seorang anak kecil]
Kakak menjadi aneh akhir-akhir ini.
Meskipun aku menyebutnya aneh, dia masih baik untukku dan tidak benar-benar terlihat berbeda. Tapi, aku tahu kalau dia terus melihat 'orang itu'.
'Orang itu'....Sirius, adalah manusia yang menolongku dan kakak.
Para manusia hanya mengganggu kami, memukul sambil mengejek bahkan jika kami menangis kepada mereka untuk berhenti, orang-orang itu menjijikkan yang tidak memberi apa-apa ketika kami lapar. Namun, dia berbeda. Dia tidak dengan sinis memukuli kami, dia membuat kami makan banyak hal lezat, dan segera melakukan sesuatu ketika kami terluka. Sama seperti ayah---Tidak!!.
Ayah jauh lebih baik!! Dia akan selalu mengawasiku, tahu segalanya, orang kuat dan dibanggakan yang akan memarahiku ketika aku melakukan sesuatu yang buruk. Dia mungkin agak mirip dengan orang itu. Mungkinkah ayah dan orang itu memang mirip?
Kenapa kakak selalu melihat orang itu? Setiap kali dia melakukan sesuatu, kakakku memujinya dengan wajah memerah. Dan setiap kali aku melihat kakak seperti itu....sesuatu dalam diriku terasa sakit.
Aku suka pelayannya, Erina-san, meskipun dia seorang manusia.
Dia selalu tersenyum, menepuk-nepuk lembut kepalaku, dan berbau seperti ibu ketika memelukku. Selama waktu pendidikan, dia keras tapi akan memuji ketika aku melakukannya dengan baik.
Kakak Noel lucu dan aku menyukainya.
Dia sangat menjengkelkan tapi menyenangkan untuk mengawasinya, kami sering bermain bersama. Aku senang bisa berteman dengan orang lain yang mirip dengan kakakku.
Kakak Dee seperti kakak dan aku menyukainya juga.
Meskipun dia manusia yang sedikit menakutkan, dia orang yang mengagumkan karena membuat banyak hal lezat. Ketika aku lapar di tengah malam, dia diam-diam akan memberiku beberapa roti. Dia baik sekali.
Dikelilingi oleh orang-orang yang aku cintai, rasanya seperti kembali ke rumah.
Walaupun begitu, semua orang yang aku suka mengatakan bahwa 'orang itu'lah yang menakjubkan. Dan aku berpikir kalau dia memang menakjubkan. Dia hampir mirip denganku, namun aku---yang tidak pernah kalah melawan siapa pun di desa---tidak pernah bisa memenangkan perlombaan melawan dia. Ayah sering mengatakan bahwa ras serigala perak harus menghormati lawan yang kuat, tapi aku benci orang itu. Aku benci dia meskipun aku tidak tahu alasannya.
Apa ini? Tidak hanya kakakku, bahkan aku aneh.
Selama beberapa hari aku tinggal di rumah ini dengan bantuan orang itu, aku tidak melakukan apapun kecuali berlari.
Aku bangun di pagi hari dan dibuat untuk berlari, aku makan sarapan dan disuruh berlari, aku tidur siang, belajar dan diperintahkan untuk berlari. Kakakku melakukannya tanpa mengeluh, tapi aku sudah cukup bosan. Oleh karena itu aku mengatakan bahwa aku ingin mengubah kebiasaan ini. Dia lalu mengusulkan untuk mempertimbangkannya jika aku bisa menang dalam perlombaan melawan dia. Dan kemudian, aku berlari sambil berharap untuk tidak dikalahkan olehnya. Tapi, sialan! Aku kalah kali ini juga. Sial, aku tidak akan kalah di waktu berikutnya, pasti. Aku akan meniru cara orang itu berlari dan mengejutkannya.
Aku menikmati makan siang lezat sampai waktu pendidikan. Namun, makanan hari ini juga hebat. Ini menyenangkan padahal dibuat oleh orang itu, aku mengakui bahwa makanan yang ia buat baik, hm.
Setelah itu, aku belajar pendidikan petugas dari Erina-san.
Meskipun dia tersenyum seperti biasanya, Erina-san terlihat sangat keren saat ini. Dia menempatkan piring tanpa membuat suara, aku bertanya-tanya bagaimana dia tahu kapan harus mempersiapkan meja? Erina-san mengatakan bahwa aku secara alami akan mengerti ketika menemukan master yang aku ingin layani, tapi aku seorang pria, aku tidak mau melayani orang itu.
Kakakku berusaha dengan serius. Aku juga bersungguh-sungguh karena ingin menunjukkan Erina-san apa yang bisa aku lakukan. Selain itu, Erina-san akan memuji jika aku melakukannya dengan benar, jadi aku mencoba yang terbaik.
Mengikuti pelajaran yang disebut aritma-tika atau sesuatu seperti itu.
Ini adalah pelajaran di mana jawaban ditemukan dengan menambahkan dan mengurangkan jumlah. Biar kujelaskan, itu sangat sulit dan membuatku sakit kepala. Namun, orang itu mengatakan bahwa aku tidak akan tertipu oleh orang-orang dewasa kalau aku bisa menguasai hal ini, jadi aku akan melakukannya.
Setelah kami menjawab beberapa pertanyaan dan mencatat di buku, orang itu memberikan kami uang untuk membeli sesuatu sebagai praktek. Hari ini, puding manis tercinta kakak Noel. Aku mungkin mendapatkannya kalau aku menjawab dengan benar, jadi aku harus mencoba yang terbaik.
"Ini cukup sulit. Satu unit puding harganya 1 koin besi dan 10 koin batu, jika kita membeli 4 unit dengan 1 koin tembaga, berapa kembaliannya?"
"Ya~~!!! Yaaaaa~~!!! 5 koin besi dan 10 koin batu~!!!"
Kakak Noel, yang tiba-tiba datang, menyumpal puding ke dalam mulutnya lalu diusir. Dia sangat bersemangat hari ini juga, ya.
"Lupakan dia. Bagaimana jika satu unit puding berharga 1 koin besi dan 20 koin batu, berapa banyak yang dibutuhkan untuk membeli lima?"
Hah? Bukankah itu sedikit berbeda? Bagaimanapun, aku menghitung sambil melihat grafik uang yang orang itu berikan padaku. Disana tertulis 1 koin tembaga sama dengan 10 koin besi jadi....hmmm?
"Sirius-sama, bagaimana dengan ini?"
"Bagus, itu benar. Ini puding-mu"
Seperti yang diharapkan dari kakak, ia segera mengerti dan menuliskan jawaban yang tepat. Bahkan kalau aku sendiri tidak paham, kakakku bisa melakukannya. Bagaimanapun, aku tidak ingin kalah dari kakak dan membuatku seperti pengecut.
"Aku memang senang tentang puding, tapi aku lebih suka ditepuk"
"Astaga, baiklah"
"Hehehe"
....Ini lagi, rasa sakit dalam diriku. Kenapa aku punya perasaan seperti itu?
"Reus. Berusahalah"
Aku tenang saat Erina-san membelai kepalaku. Itu benar, Jika aku tidak menjawab dan mendapatkan puding segera, aku tidak akan bisa makan dengan kakak. Hmmm....1 koin besi adalah 50 koin batu, kemudian....
"....Kembaliannya tiga koin besi!!"
"Benar. Kau mampu menjawab dengan baik tanpa kebingungan dengan koin batu"
Akhirnya, aku bisa menjawab dengan benar setelah mengitungnya. Walaupun aku bisa mendapatkan puding, aku merasa sedikit tidak nyaman karena orang itu mulai menepuk kepalaku. Hanya saja, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku tidak merasa ingin menyingkirkan tangannya.
"Sangat lezat. Benarkan, Reus~?"
"Iya!!"
Puding benar-benar lezat.
Seperti yang kakak Noel katakan, hal yang lezat adalah keadilan.
....
Hari itu, aku tidak bisa tidur karena beberapa alasan.
Aku tidak bisa tidur tidak peduli berapa kali aku menutup mata, bagian dalam dadaku bersuara 'Boom-Boom'. Aku tidak mengantuk sedikit pun, dan tenggorokanku kering. Aku pergi keluar dari kamar, berusaha agar tidak membangunkan kakak yang sedang tidur di kasur yang sama, dan ketika aku minum air di dapur, bunyi 'Boom-Boom' sedikit mereda. Saat aku mencoba kembali ke kamar, perhatianku bergeser ke lorong pintu masuk dan merasa ingin pergi keluar. Karena masih gelisah, aku memutuskan untuk ke luar diam-diam.
Itu luar biasa cerah saat aku dihalaman. Mungkin karena bulan yang mengambang di langit, bersinar terang. Meskipun aku sering melihatnya ketika masih di desa, itu tampak sangat indah hari ini.
Ketika melihat bulan, 'Boom-Boom' menjadi kencang, tapi aku tidak bisa mengalihkan mataku.
Tubuhku memanas....diriku mendidih....
....Hah?
Apa....kenapa?
Kakak....aku....
Aku....
....Benci....ini.
☆☆☆☆
Bagian 2
---Sudut pandang Sirius ---
"Reus terlihat aneh"
Kata Emilia di malam hari. Dia menghampiri kamarku ketika aku hendak berbaring setelah selesai membaca.
"Hmm, ia memang tampak aneh saat latihan hari ini"
Dia biasanya berlari agar tidak dikalahkan olehku tanpa menyembunyikan insting berkelahi. Tapi hari ini, rasanya seperti, dia hanya ingin menggunakan segenap tenaganya.
"Ada sesuatu yang tidak biasa tentang dia kemarin malam, sepertinya dia sangat gelisah"
"Apa sesuatu terjadi di malam itu? Katakan padaku apa yang kau ingat"
"Kemarin malam, aku melihat Reus keluar dari kamar, kelihatannya tidak bisa tidur. Ketika aku berpikir akan mencarinya, ia kembali setelah beberapa saat dan langsung berbaring sambil terburu-buru bersembunyi di bawah selimut"
"Itu mencurigakan. Lalu?"
"Dia muncul pagi ini seperti hal yang wajar, jadi aku sangat lega. Aku bahkan bertanya apa yang terjadi, dan mendapat balasan"
"(hanya masalah kecil, jadi kakak tidak perlu memperdulikannya)"
"Begitu ya? Aku lebih suka kau melaporkan itu di pagi hari jika mungkin"
"M-Maaf. Tapi Reus terlihat tidak ingin merepotkan, sehingga...."
Apa boleh buat. Mereka sudah terbiasa memanjakan satu sama lain karena hubungan persaudaraan. Bagaimanapun, ia tampaknya cemas. Aku akan mulai dengan interogasi.
"Panggil Erina dan Reus. Dia mungkin berbicara sepenuhnya kalau berhadapan dengan Erina"
"Mengerti"
Setelah memastikan bahwa Emilia keluar dari ruangan untuk memanggil keduanya, aku mengingat-ingat kondisi Reus sekali lagi.
Nafsu makannya besar dan makan lebih banyak daripada biasanya. Lalu, bagaimana kalau anak yang suka bersaing secara mendadak mengesampingkan kemenangan atau kekalahan, dan tampak takut akan sesuatu? Memikirkan penyebab di balik perilaku Reus, aku memiliki suatu firasat buruk dan langsung mengaktifkan {Search}.
"Sirius-sama!!"
Emilia menyentak ke dalam kamar dengan wajah berlinangan air mata. Dia mencengkeram secarik kertas dan membawanya padaku.
"Reus....Reus!....dia pergi dari sini!!"
---Para penghuni rumah melakukan pertemuan di ruang tamu.
Tampaknya, ketika Emilia kembali ke kamarnya sendiri di waktu itu, dia menemukan secarik surat yang ditulis dengan buruk tertinggal di tempat tidur.
"(Aku memiliki hal-hal untuk dilakukan jadi aku pergi. Sirius-sama, tolong rawat kakakku)"
Itulah isi dari catatan yang aku tunjukkan kepada para petugas untuk meminta pendapat mereka.
"Ini terlalu tiba-tiba. Apa dia sudah lelah pada pelatihan atau hal lain? Aku kira Reus bukan anak yang akan lari karena hal semacam itu"
"Benar sekali! Dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini!"
"Aku sependapat"
"Yah, begitupun diriku"
Semua orang tampaknya memahami bahwa dia tidak akan lari.
Selanjutnya, aku mencoba bertanya pada Emilia, yang paling tahu tentang Reus. Namun, aku merasa agak enggan saat menyaksikan dia sedang putus asa menangis sambil berpegangan pada bahu Noel.
"....Emilia, kau dapat menangis setelah ini, jadi tolong tahanlah untuk sekarang dan beritahu aku. Apa Reus benci tinggal di sini?"
"Itu tidak mungkin. Semua orang mengurus kami dengan....perlakuan yang baik....baginya untuk kabur sendirian....itu benar-benar tidak mungkin!!"
"Begitu kah? Terima kasih. Maka, aku kira ada alasan lain....itu terkait dengan kemarin malam, ya kan?"
"Apa sesuatu terjadi di waktu itu?"
"Hmm, sebenarnya...."
Aku memberitahu mereka tentang perilaku Reus yang Emilia sebutkan sebelumnya. Tapi pada akhirnya, tak satupun dari mereka memahami itu dan hanya keheranan. Sesuai dugaan.
"Aku harus mendengar langsung dari dirinya, ya...."
"....Apakah....Sirius-sama akan menjemputnya?"
"Tidak, takkan berguna untuk membawanya kembali dengan paksaan. Aku hanya akan meminta alasan tindakan Reus. Lokasinya sudah ku identifikasi, dia berada pada jarak yang dapat dikejar dengan terbang"
Posisi keberadaan Reus sudah didapatkan menggunakan {Search}. Aku tidak bergegas pergi karena ingin menghormati pilihannya.
Bagaimanapun, diriku pernah melatih sekumpulan siswa di masa lalu. Kalau mereka mempunyai tujuan atau cita-cita lain, prinsipku adalah untuk menghormatinya. Dulu, aku mempertimbangkan mengangkat Dee sebagai siswa juga. Hanya saja karena orang tersebut berkata bahwa dia ingin menjadi juru masak, aku cuma bisa mendukungnya.
Oleh karena itu, aku tidak akan menghentikan Reus seandainya dia pergi secara sukarela. Namun yang tidak kusukai sekaligus keterlaluan adalah....dia meninggalkan kakaknya, Emilia tanpa satu patah katapun. Setidaknya, aku ingin mendengar motifnya.
"Lingkungan luar, terutama hutan akan menjadi berbahaya ketika gelap seperti sekarang....Aku satu-satunya yang cocok untuk menyusulnya karena bisa terbang"
"Kalau begitu, Sirius-sama, senjatamu"
Erina telah mempersiapkan peralatanku. Dia melengkapiku dengan ikat pinggang berisi pisau dan pedang yang melekat. Aku memang tidak berencana untuk bertarung, ini hanya untuk berjaga-jaga.
Ketika Erina menegaskan bahwa senjata-senjata itu sudah siap, Emilia berdiri di depan dan bersujud.
"Aku mohon!! Aku mohon bawa diriku juga!!!"
"Erina"
"Mengerti. Emilia, bergantilah dengan ini"
"....Hah?"
Dia mungkin berpikir bahwa permintaannya akan ditolak. Gadis itu lalu tercengang saat menerima setelan atas dan bawah.
"Ada apa? Cepat dan gantilah pakaianmu"
"Hm....Hmm, Apa ini benar-benar boleh?"
"Wajar saja, kan? Bukankah Reus adikmu? Bahkan jika kau tidak mengerti keputusan sewenang-wenangnya, kau bisa menolak jalan yang dia pilih"
"....Terima kasih! Terima kasih banyak!!"
Dia membungkuk dengan mata lembab.
Ini masih jauh dari selesai. Aku memberi sinyal mata untuk Noel, memintanya untuk membantu Emilia dengan mengubah pakaiannya.
"Baiklah. Emi-chan, menangislah nanti. Sekarang cepat dan pakai ini"
"....Iya!"
Dia mundur ke kamarnya. Sambil menunggu sampai mereka selesai, aku berkonsultasi dengan Erina dan Dee.
"Ada kemungkinkan diserang oleh monster, jadi aku ingin kalian mempersiapkan obat-obatan dan semacamnya"
"Silakan tinggalkan bagian itu kepada Erina ini. Kami akan menunggu kalian bertiga untuk pulang"
"Aku akan mempersiapkan sesuatu yang hangat"
"Kalau begitu, aku akan menggunakan {Call} jika terjadi sesuatu"
""Dimengerti""
Emilia keluar segera setelah aku meninggalkan lorong pintu masuk. Dia mengenakan suatu pakaian, mantel tebal agak kuat dan celana panjang. Sejenis setelan dengan tujuan utama kebebasan bergerak. itu merupakan pakaian umum untuk seorang petualang.
"....Maaf telah membuat menunggu"
"Tidak apa-apa, ayo kita cepat pergi. Berpeganganlah pada punggungku"
"Y-Ya! Kemudian, permisi"
Saat aku berbalik padanya dan berjongkok, Emilia naik meskipun sedikit bingung. Untuk amannya, aku mengikatkan diri menggunakan {String}.
Kami menjadi lebih dekat, membuat gadis ini menggeliat-geliat.
"Ahaah! Si-Sirius-sama?!"
"Kau dapat tetap aman dengan sihir, jadi jangan khawatir tentang jatuh. Lalu, semua orang, kami akan pergi"
"Ka-Kami pergi!"
"""Semoga aman~!!"""
Dengan suara para petugas di punggung, Emilia dan aku mulai terbang di naungi lautan bintang.
"Apa kau takut?"
"A-Aku baik-baik saja!"
Melintasi langit malam untuk pertama kali mungkin terasa mendebarkan, karena itulah aku menahan kecepatan dan ketinggian lebih dari biasanya. Walaupun dia melingkari lengan di leherku dengan kekuatan yang cukup, aku sendiri bisa menahannya.
"Pada saat seperti ini, kau harus melihat ke atas. Di sana, cobalah untuk melihat bulan"
"Y-Ya!....menakjubkan...."
Emilia semakin dekat saat dia menatap bulan dan lengannya pun merenggang. Sedangkan aku terus terbang diam-diam. Gadis yang terpaku pada pemandangan ini, tiba-tiba bergumam.
"Apa Reus....sedang melihat bulan itu juga...."
"Yah. Mungkin saja, tanpa diduga dia menatap bulan sementara terisak kesepian"
"Hehe, itu sangat mungkin. Benar-benar....adik yang bodoh"
"Tepat sekali, dia memang bodoh. Aku akan memberinya pukulan keras jika alasannya terlalu bodoh"
"Aku akan menampar pipinya juga"
"Itulah semangat. Kita akan sedikit meningkatkan kecepatan"
"Ya!"
Walaupun aku memeriksa dengan {Search}, reaksi dari Reus cukup stagnan. Mengingat kemungkinan dia berada di situasi di mana ia tidak bisa bergerak, aku terus menaikkan kecepatan terbungkus kekhawatiran hingga Emilia mulai terbiasa.
Pada akhirnya mendapat respon, kami lalu sampai di danau yang merupakan tempat diriku mengumpulkan rumput Kelpie dulunya.
Tak ada tanda-tanda goblin di sekitar. Akupun memutuskan berpijak diiringi perasaan lega karena tidak menemukan monster berbahaya. Melepas Emilia dari punggung, kami mulai berjalan sambil mencari adiknya.
"Reuuss!! Di mana kau?!"
"Ssstt. Jangan berteriak"
Melakukan sesuatu yang mencolok seperti menimbulkan bunyi nyaring dapat mengundang para monster di lingkungan. Untungnya, tidak ada respon dari wilayah ini, namun tetap saja tindakan berlebihan harus dihindari. Selain itu....
"Tapi!---"
"Tidak apa-apa, Reus ada di sana"
Ujung jariku menunjuk ke depan, tepat di tepian danau dimana sosok punggung Reus terlihat sedang duduk meringkuk. Emilia mencoba mendekatinya, namun....
"Reus!"
"Jangan datang!!"
Dia ditolak oleh suara mengancam yang tidak sepatutnya digunakan pada kakaknya sendiri. Keheranan dengan tindakan tak disangka-sangka, Emilia tanpa sengaja tertegun di tempat.
"Reus? Apa yang kau katakan? Kau akan pulang dengan kakak, kan?"
"Aku bilang jangan datang!!"
Penolakan tidak berhenti. Tapi, Emilia masih bersikeras sambil menggertakkan gigi dan memanggil lagi untuk adiknya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kita sudah mengatakan bahwa kita akan bekerja keras bersama, kan? Apa gunanya kalau kau melakukannya sendiri, terpisah dari setiap orang?!"
"Aku baik-baik saja sekarang. Aku punya kekuatan fisik dengan berlari, aku memperoleh pengetahuan dengan belajar. Aku dapat mengurusnya sendiri!"
"Jangan bercanda! Sebanyak itu tidak akan membuatmu menjadi kuat!!"
"Aku menjadi kuat! Aku....aku sudah menjadi kuat!!"
Argumen itu saling bertentangan. Aku lalu memutuskan untuk ikut campur karena waktu akan terbuang jika terus membiarkan mereka seperti ini. Ketika menepuk bahu Emilia, dia berbalik dan mendongak sambil terisak padaku.
"Maaf, a-aku akan membujuknya segera, jadi---"
"Mundurlah dari percakapan. Kalian hanya akan membuat kacau satu sama lain. Biarkan aku yang menangani ini"
"....Hiks....iya...."
Melewati Emilia yang melangkah kebelakang dengan sedih, aku mendekati Reus.
Nah sekarang, kenapa dia lari dari rumah?
"Hei, Reus. Apa yang kau lakukan di tempat semacam ini?"
"....Bukan urusanmu"
"Ini urusanku. Aku wali sekaligus gurumu. Bukankah alami bagiku untuk khawatir ketika siswaku lari?"
"Aku tidak ingat menjadi siswamu!"
"Kau menjadi siswaku saat diajarkan olehku. Selain itu, aku menawarkanmu makanan dan tempat tinggal, aku pantas untuk disebut begitu, kan?"
"...."
"Diam, ya? Lagipula, jawablah. Kenapa kau meninggalkan rumah? Menyisakan catatan tidak akan membenarkan tindakanmu"
"....Aku sudah menjadi lebih kuat"
"Kau menjadi lebih kuat dengan sejumlah pelatihan itu? Kesalahpahaman yang besar, jangan terlalu percaya diri"
Dengan penolakan provokatif-ku, Reus berdiri, menoleh, lalu berteriak.
"Aku sudah menjadi lebih kuat darimu!! Ambil kakakku dan kembalilah!!!"
"Meskipun kau kalah di lomba hari ini juga? Kau berkata telah menjadi kuat, itu hanya omong kosong dari seorang anak nakal"
"Diam!!!! Diam dan tutup mulutmu!!!!"
Ia meronta-ronta sambil menginjak-injak tanah dalam kemarahan. Meskipun mentalnya tidak stabil dari awal, itu harusnya agak mereda berkat Erina. Kurasa memang tidak mungkin untuk Reus memuntahkan semua perasaannya hanya dalam satu hari.
"Kau hanya mengoceh, tapi kau tidak mengerti!....Lihatlah ini!!!"
"....---?! R-Reus....itu tidak mungkin....kan?"
Aku menengok ke Emilia yang terpaku di sana dengan wajah menunjukkan ketidak percayaan. Ketika mengembalikan pandanganku ke Reus sekali lagi....rambut peraknya yang mencerminkan cahaya bulan telah berubah menjadi emas.
"Apa itu?"
"....Reus....adalah anak kutukan....?"
Gadis ini sedang tercengang sendiri, hanya saja aku tidak menangkap artinya sama sekali. Reaksi Emilia terlalu berlebihan, ada sedikit kesan sifat rasial disana.
"Apa? Beritahu aku jika kau tahu sesuatu"
"Itu....Kami, suku serigala perak, memiliki hal yang disebut 'anak kutukan' sebagai keturunan"
Anak kutukan? Pertama kalinya aku mendengar istilah itu.
Ini tidak muncul di buku {Catatan Perjalanan Albert}, entah kenapa tidak terdengar bagus.
"Ugh, grrrrAAAAAAH!!!!"
Sebuah fenomena aneh mulai terjadi pada tubuh Reus. Rambut yang semula pendek, memanjang. Otot-otot membengkak, hidung meluas, bulu tumbuh di sekujur tubuh dan....sosoknya berubah menjadi serigala berkaki dua.
Pakaian yang tersisa di tubuhnya hanya nyaris membuat kami mengenali kalau itu sebelumnya seorang anak bernama Reus. Ooh, inikah manusia serigala?
"Seluruh tubuh anak kutukan berubah menjadi serigala. Dikatakan bahwa orang yang bersangkutan akan memanggil bencana dan kemalangan....Sesuai dengan hukum ras perak serigala, dia akan....dibuang...."
"Dibuang? Cerita yang terlalu kejam"
"....Dua tahun lalu, satu orang dewasa di desa kami tiba-tiba menjadi seorang anak kutukan. Orang itu kebingungan dan mulai melakukan kekasaran. Ketika ia mencoba untuk menyerang kami, ayahku....membunuhnya"
"Apa dia dibunuh tepat di depan mata kalian?"
"Ya...."
Entah bagaimana aku mulai memahami maksud dari perilaku Reus.
Dia tahu bahwa dirinya sendiri adalah anak kutukan. Setelah menyaksikan bagaimana akhir dari pemegang julukan ini, dia sangat gelisah karena memikirkan akan menuju takdir yang sama. Keinginan untuk tidak mau mati sekaligus tidak bisa tinggal dengan kakaknya berbentrokan, jadi dia memilih lari....atau begitulah.
"Lihat, Aku anak kutukan! Seorang anak kutukan yang akan terbunuh seperti orang dewasa itu! Aku tidak menginginkannya, jadi aku akan menjauh!! Ambil kakakku dan kembalilah!!!"
"....Reus....itu tidak boleh. Kau....kau tidak boleh pergi"
"Kakak....tetaplah sehat, ya? Aku sangat kuat dalam bentuk ini jadi, aku akan aman. Aku bisa hidup sendiri karena itulah---"
"Kau tidak boleh!!....Reus. Jangan....Jangan tinggalkan aku sendirian...."
Emilia juga tahu hukum ras serigala perak, jadi dia mengerti tindakan adiknya.
Mereka terikat pada rantai yang disebut 'hukum', tak ada kekuatan di suara gadis yang menderita ini. Meski begitu, kenyataannya dia mungkin ingin menghentikan Reus dan menangkapnya dengan paksa, namun kakinya tidak mampu bergerak dan hanya bisa menitikkan air mata.
Bagian dalam tubuhnya terselimuti ketidakberdayaan dan keputusasaan....
"Haaa, bodoh"
....Situasi penuh haru itu pecah karena satu orang. Diriku lalu tertawa mengejek.
"Eeeeh?! Si....rius-sama?"
"Apa?! Coba dan katakan itu lagi!!"
"Aku akan mengatakannya sebanyak apapun yang kau mau. Betapa bodohnya, sungguh, benar-benar bodoh"
Emilia terkejut dengan kata-kataku, sedangkan Reus disisi lain marah. Namun aku mengacuhkannya dan mengangkat jari.
"Hei, ayo kita bertanding. Jika kau bisa menang melawanku, kau dapat pergi ke mana pun. Hanya saja, kalau aku yang menang, kau harus menuruti satu hal yang aku katakan"
"Apa? Kau tadi berkata kau akan membiarkanku melakukan apa yang aku suka. Tapi, sekarang ketika aku melakukan apa yang aku inginkan, kau menghentikanku, pembohong!!"
"Aku tidak mau disebut pembohong oleh orang yang membohongi dirinya sendiri. Selain itu, 'ini' adalah apa yang ingin kau lakukan? Lucu"
Aku memang menghormati keputusan seseorang, itu hanya jika kami dapat saling menyetujuinya.
Misalkan aku berhubungan dekat dengan seorang wanita yang ingin kulindungi namun dia memutuskan untuk berpisah. Seandainya dia menipu siswa-siswaku, aku masih akan menghentikan dan menghajarnya, bahkan kalau orang bersangkutan adalah seorang wanita.
"Kau telah menjadi kuat, kan? Jika kau yakin dengan kemampuanmu, cepat dan datanglah padaku"
Sementara mengundangnya dengan lambaian kelima jari, aku melepas sabuk senjata dimana pisau dan pedang tergantung. Dihadapanku, Reus mulai mengeluarkan lolongan bagai serigala, cukup keras hingga bisa didengar oleh Emilia.
"Dengar Emilia!"
"---!! I-Iya!"
"Aku akan mendidik anak ini sekarang. Apa itu boleh?"
"....Silakan....lakukan"
Aku membuang sabuk senjata ke arahnya, dan bersiap dengan sikap tangan kosong. Memposisikan kakiku dalam bentuk L sambil meregangkan lengan.
"Selalu, selalu bertindak sombong!! Aku akan menunjukkan kekuatanku!!!"
Sementara melotot dengan segenap intensitasnya, Reus yang menjadi manusia serigala, menerjang.
"Makan iniiiiii!!!!!"
Tangan kanan Reus terdorong lurus dalam pukulan bangsal lokomotif*, aku memutuskan untuk membalas tinjunya yang datang dari samping....tapi buru-buru beralih untuk menghindari itu. Ketika menyadari tekanan angin dari tinju lewat dipipi kananku, aku menjatuhkan tubuh untuk mengelak.
[Setahuku, adanya tendangan bangsal lokomotif (Mawashi-Geri), yaitu tendangan yg dilakukan dengan cara mengayunkan kaki dalam bentuk setengah lingkaran dari samping. Tapi yg dimaksud disini, tinju Reus berasal dari samping dan menuju pipi Sirius]
Karena perut telanjangnya tampak di depan mata, aku melesatkan tinju hook kiri* ke arah sana tanpa keragu-raguan....
[Hook kiri ya kayak gini . Tapi dengan tangan kiri. Jangan salah loh ya, pukulan hook kiri itu juga mematikan dan sering membuat KO lawan dalam olahraga tinju]
"....Tidak sakit!!"
Mungkin memang sungguh tidak efektif, ia mengungkapkan senyum ganas saat bertahan jadi aku melangkah mundur dan mengambil jarak....Ini lebih dari yang diharapkan.
"Cepat dan kuat juga, ya"
"Bagaimana? Aku sudah menjadi kuat, kan?!"
"Ya, tentu"
"Aku tidak akan memungkinkanmu untuk meminta maaf!!"
Reus, yang mendekat sekali lagi, menerjang dalam amukan. Aku menghindari hook kanan, mengelak pukulan uppercut kiri* dengan membelokkan leher, dan, menahan tendangan kiri ke depan dengan kedua lengan, diriku terpaksa mundur.
[Nah, uppercut itu serangan dari bawah keatas yg berawal dari siku lengan petinju membentuk huruf V]
Karena terus-terusan melangkah kebelakang, punggungku menabrak pohon. Untuk memanfaatkan kesempatan itu, Reus menyodorkan sebuah pukulan kanan lurus, jadi aku melompat jauh ke samping untuk menghindarinya. Saat tinjunya sampai, pohon itu patah dengan suara derakan keras.
Kekuatan penghancur yang sangat hebat untuk anak berusia lima tahun. Walaupun aku mengelek pukulannya, ini membuatku agak kaku.
"Apa itu? Kau tidak mampu melakukan apapun kecuali menghindar?!"
"Katakan saja apa yang kau mau"
Dalam lompatan jarak menengah, ia menerjunkan tendangan ke bawah. Akupun menggeser setengah tubuh ke samping untuk mengelak dan membalas dengan mendorong kepalan kanan ke perutnya. Hanya saja, seolah-olah memukul dinding kokoh, tak ada kerusakan atau reaksi apapun.
"Hahaha!! Itu tidak menyakitkan sama sekali!! Aku sudah menjadi kuat!!"
Reus merentangkan lengannya dengan cemoohan dalam upaya untuk menangkapku. Aku lalu bertujuan pada saat ketika tangannya mendekat dan melepaskan tendangan kanan menuju panggulnya untuk menghancurkan keseimbangan.
Dia jatuh kebelakang di jarak beberapa langkah dari dampak, dan kembali tegap seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Itu tidak akan bekerja! Ini kemenanganku jadi menyerahlah!!"
Dia menarik tinjunya dan menyerang dengan pukulan telepon* sarat dengan tenaga sekaligus momentum. Kakiku bersiap lalu melompat pergi, ini akan selesai jika aku memblokir kepalan yang melesat itu.
[Jujur, ini yg paling gak kutahu. Mungkin begini, dia menarik tinju sampai dekat telinga (kayak orang lagi nelpon) lalu melepaskannya secara lurus]
Hanya saja---
"....Kau bertarung masih seperti anak kecil"
Sebuah pukulan telepon adalah pukulan yang lurus dan mudah diprediksi.
Aku menghindari serangan yang penuh dengan celah, melangkah ke arah dada Reus, merebut kerah bajunya dan menarik dirinya ke arahku sambil menendang kakinya keras, membuatnya terjegal. Setelah itu, Reus berputar tiga kali di udara, dari depan ke belakang, dan tanpa pertahanan terhempas ke tanah.
"Ughhh!?....Bagaimana....mungkin?!"
Ini adalah teknik yang mengacaukan kanalis semisirkularis*, memutar lawan dengan cara yang dia tidak duga. Meskipun itu sangat berbahaya untuk melakukannya pada seorang amatir, aku cukup mengerti untuk menahan. Paling buruk, melumpuhkan rasa keseimbangan sementara. Buktinya adalah Reus tidak bisa berdiri dan hanya berlutut, ia melihat ke sini dengan ekspresi terkejut.
[Ini merupakan struktur organ yg mengatur keseimbangan tubuh. Kayak gini, coba kamu memutar tubuhmu kearah manapun beberapa kali. Lalu berhentilah, nah kamu merasa sangat 'pusing' bukan? Itu karena cairan di rumah siput pada telinga (kalo gak salah) juga masih berputar/berguncang. Cairan itulah yg mengatur keseimbangan]
"Tidak peduli seberapa cepat dan kuatnya dirimu, jangan berpikir bahwa teknik-teknik permainan anak kecil belaka itu dapat mencapaiku"
Maksudku, dari awal dengan mudah menghindari serangan bangsal lokomotif, melakukan tendangan ke bawah tanpa trik apapun, dan menyelesaikannya dengan pukulan telepon? Apakah dia menganggap remeh pertarungan ini? Aku beberapa kali ingin memukulnya dengan serius di jalan.
"S-Sialaaaannn...."
Namun, itu tidak benar-benar berakhir atau belum. Dia berdiri meskipun ini mengejutkan, dan pergi untuk menyerangku.
Aku mengakui keberanian dan kecepatan pemulihannya, tapi aku akan memberikan sebuah kekurangan karena bertujuan kepala target yang lebih kecil. Aku menghindar dengan gerakan leher belaka, dan bergantian mendorong tinju pada perut Reus.
"Aggh---UUUGH!!!"
Dengan pukulan yang tak terduga, Reus mengambil dua atau tiga langkah, membungkuk, dan memuntahkan isi perutnya.
Dia pikir dirinya bisa bertahan, sayangnya seranganku sampai sekarang dilakukan tanpa menggunakan {Boost}. Tujuannya adalah untuk menyelidiki kekuatan pertahanan lawan, tapi karena aku sudah tahu batasnya, aku hanya memukul tanpa berlebihan agar tidak sampai membunuh.
"Guuuh, aaaah....itu-itu hanya kebetulan!!!"
Kau berpikir ada hal seperti itu di medan perang? Bagaimanapun, efek setelah seranganku mereda, aku kira seseorang pasti pulih sekaligus saat menerima serangan frontal sejelas itu dan dapat diprediksi.
Atau begitulah yang aku pikir tapi itu merupakan perkiraan tak berdasar, dan ketika tendangan kanan berputar ditujukan pada sisiku, aku menjatuhkan tubuh untuk mengelak. Karena menyikat dengan segala kekuatan dimasukkan ke dalam kaki.
Selain itu, aku langsung mencengkeram kaki goyah Reus, dan membuatnya berputar beberapa kali sebelum membuangnya ke tanah lagi.
"Bagaimana, Reus? Dapatkah kau benar-benar hidup sendiri dengan kekuatan setingkat itu?"
"Tidak....Aku masih....belum....kalah"
Semangat juangnya belum layu, ia menampilkan tinjunya yang terangkat. Oh, sekarang setumpuk serangan kecil, ya? Bagus.
Aku menghindari serangannya berturut-turut, sesekali pukulan bangsal lokomotif menyatu, aku juga menyerangnya kembali. Namun, Reus terus maju tanpa berkedip. Lebih dari 30 balasan, melihat wajahnya, ia menangis sambil terus meninju.
"Kenapa....kenapa....tidak sampai? Kenapa....tidak jatuh?!"
"Tidak mungkin aku akan jatuh dengan permainan anak-anak"
"....Jatuhlah....biarkan aku menang....biarkan aku pergi...."
"Benarkah? Kau ingin pergi?"
"Aku ingin pergi....Aku harus....pergi. Seorang anak kutukan....tidak boleh tinggal"
Ayunan pukulanku terisi dengan kekuatan menuju pipi kirinya, membuat dia terpelanting, jatuh dan mencungkil daratan kasar. Sementara menumpahkan darah, Reus masih bersikeras berdiri.
Namun hanya itu yang mampu dia lakukan.
Aku mendekati sosok tak bergeraknya. Ketika tepat di depan, aku menatap ke kedalaman mata anak itu, yang ketakutan akan dirinya sendiri.
"Sekali lagi. Apa kau benar-benar ingin berpisah dari kami?"
"....Iya. Jika aku tidak....pergi, kakakku....dia tidak akan bahagia!!"
Dia meluncurkan pukulan yang meremas setiap tetes terakhir tenaganya. Aku hanya menangkap kepalan itu dengan satu tangan, dan mencengkram kerahnya sekali lagi.
"Reus, lihat aku"
"....Apa?...."
Kami menutup jarak. Pada kedua bola mata tajam serigalanya, diriku tercermin disana.
"Aku ini apa? Apa aku terlihat seperti ras serigala perak untukmu?"
"....Tidak"
"Benar sekali, aku manusia. Oleh karena itu, aku tidak tahu dan tidak peduli tentang hal-hal anak kutukan ini. Aku hanya menganggap dirimu anak normal yang bisa berubah menjadi serigala. Sebaliknya, aku akan senang untuk meningkatkan dirimu menjadi lebih kuat"
"....Hah....ah?"
"Hukum ras serigala perak? Omong kosong! Hukum-hukum itu tidak berhubungan denganmu, siswaku. Meski begitu, jika orang bodoh mengerahkan keluhan, aku akan menghajarnya"
"....Aku....siswamu....?"
"Emilia, datanglah!!"
"....I-Iya!!"
Aku memanggil kakaknya yang sedang mengawasi situasi dengan linglung. Menunjukkan Reus padanya dan melontarkan pertanyaan.
"Apa yang ingin kau lakukan? Apa kau ingin membunuh anak kutukan karena hukum ras serigala perak?"
Anak itu gemetar dengan kata-kata 'membunuh'. Untuk membantah pertanyaanku, Emilia langsung menggeleng.
"Lalu, apa kau ingin berpisah dan melupakan dia? Apa yang ingin kau lakukan?! Muntahkan isi hatimu!!!"
"....Aku....Aku....tidak....Entah itu membunuh Reus atau berpisah dari dia, aku tidak ingin semua itu!! Jika bisa dengan Reus, aku takkan peduli tentang hukum!!!!"
....Dan sang kakak pun meneriakkan apa yang berada dalam benaknya, mematahkan rantai yang disebut 'hukum'.
Aku melihat ke dalam mata Reus, untuk terakhir kalinya.
"Seperti yang kau dengar, kakakmu maupun aku tidak peduli tentang hal anak kutukan....Apa kau masih ingin pergi?"
"....Ti....Tidak...."
Tubuhnya pun berubah kembali lagi, membatalkan transformasinya. Aku tidak mengerti prinsip di balik itu. Hanya saja, aku pikir wajah Reus, yang kembali ke asalnya sambil ditutupi dengan air mata dan ingus dengan wajah Emilia sama-sama berantakannya. Mereka memang benar-benar terikat oleh darah.
Anak ini meneteskan air mata seperti wastafel yang bocor lalu berteriak sekencang mungkin.
"Tidak tidak tidak tidak!!!!! Aku tidak ingin sendirian!!!! Aku tidak ingin menjadi kesepian!!!! Aku tidak ingin lepas dari kakakku!!! Aku ingin Erina-san menepukku!!! Aku ingin bermain lebih banyak dengan kakak Noel!! Aku ingin memakan berbagai makanan kakak besar Dee!! Aku tidak ingin pergi! Aku ingin....kembali pulang...."
Menangis dan menjerit, Reus melepaskan isi hatinya, yang telah mati-matian di pendam.
Itu bagus. Dia masihlah seorang anak yang memiliki setumpuk hal.
Dia harus mengatakan apa yang ingin ia katakan tanpa menahan diri.
Ketika aku menyerahkan adiknya ke Emilia yang mendekat, gadis itu memeluk dia erat tanpa khawatir tentang tubuhnya yang kotor.
"....Reus....aku lega....Reus"
"Kakak....Maaf....Aku sangat menyesal...."
Di balik kedua saudara yang saling berpelukan sambil berurai air mata, aku mengambil dan melengkapi sabuk senjata saat ingat untuk memakainya.
"Reus, kalau dipikir-pikir, kita menyetujui bahwa kau akan menuruti satu hal yang aku katakan jika aku memenangkan pertandingan, kan?"
Ini tentu kemenanganku tidak peduli bagaimana orang melihatnya. Meskipun ia menggigil dari ucapanku, sebuah pertandingan adalah pertandingan. Ayo kita berasumsi bahwa aku diizinkan untuk memerintahkannya tanpa ampun.
"Sirius-sama, aku akan melakukannya sebagai pengganti Reus....Oleh karena itu, dia...."
"....Kakak, kau tidak bisa"
"Benar. Ini pertandingan kami jadi akan salah bagimu untuk ikut campur, Emilia. Reus, dengarkan aku baik-baik"
Menatap wajahnya, aku memberi perintah sementara mengangkat kedua sisi bibirku.
"Pulanglah"
"....ya...."
Berpikir kembali sampai sekarang, ini sudah berakhir. Membuatku malu telah bertindak begitu hebat.
Namun, aku berhasil mengembalilan Reus ke rumah dengan benar. Kesimpulannya, semua berakhir dengan baik.
Menjadi agak nekat saat masih anak-anak bukanlah masalah, kan?
Dengan demikian, gejolak dari pelarian diri Reus berakhir.
☆☆☆Chapter 16 berakhir disini☆☆☆
Catatan penerjemah= Banyak reverensi tentang beladiri disini ya. Membuatku sempat pusing -_- yah, apapun. Syukurlah bisa selesai.
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
wah... akhir yg lumayan, tapi dah tau dari manganya '-'
ReplyDeleteHook itu pukulan yang melengkung,digambar bukannya jab?
ReplyDeleteWadoo. Salah reverensi. Entar kubetulin XD Gomen gomen~~
Delete