World Teacher chap 17 B. Indonesia

Chapter 17 Sumpah bulan perak
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel




Bagian 1

Pagi hari setelah gejolak dari pelarian diri Reus, diriku berlatih sendirian di puncak gunung.

Aku memang telah berlarian di halaman bersama kedua siswa akhir-akhir ini. Namun, akan menjadi kejam untuk melakukan pelatihan tepat setelah insiden kemarin. Dengan kata lain, jadwal pengembangan fisik untuk mereka akan ditunda. Itu karena aku berlebihan hingga membuat Reus babak belur, dia bahkan belum bisa berjalan secara normal. Aku hanya bisa tersenyum masam ketika mengingatnya.

Tadi malam, kami yang telah membawa kembali anak itu, disambut oleh para petugas yang menunggu di depan rumah.

"Selamat datang, Sirius-sama~. Emilia dan Reus juga~"

"Ah, aku kembali semua orang. Tolong rawat Reus"

"Serahkan padaku"

"Woow, dia penuh luka~. Apa salep cukup, ya~?"

Aku menyerahkan anak yang sedang kewalahan dan pingsan pada Dee, ia lalu menghilang dibalik pintu masuk bersama Noel.

Setelah melepas Emilia dari punggungku, kedua lubang hidungku akhirnya menghela nafas dalam-dalam.

"....Yah, kurasa aku memang berlebihan"

"Tapi itu diperlukan. Ini hanya hasil dari kalian berdua yang saling berhadapan dengan sungguh-sungguh. Sirius-sama tidak perlu khawatir"

"Aku bukannya khawatir. Hanya saja situasi mungkin berubah lebih baik andaikan aku tidak terlalu keras. Aku membiarkan emosi mengambil alih tanpa menahannya"

"Tidak apa-apa, itu juga merupakan salah satu bentuk cinta. Dengan begini, dia akan menahan diri dari berbagai jenis tindakan egois, kan?"

"Kau malah terkesan tak berperasaan, Erina....Nah, memang bisa dikatakan begitu"

Di saat aku merasa aneh dari pemikiran sepenuhnya positif Erina, mataku menangkap Emilia yang berdiri di belakang dengan tenang. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun sampai kami kembali ke rumah.

Apa dia marah karena aku menghajar Reus? Gadis itu tampak sedang mengumpulkan tekad.

"Ada apa? Apa kau tidak ingin menghampiri Reus?"

"Ah iya! A-Aku akan segera pergi!!"

Emilia melewati sisiku dengan terburu-buru....namun segera berhenti di tengah jalan. Dia mulai menelusuri kembali langkah-langkahnya lalu membungkuk di hadapanku.

"....Sirius-sama, sejujurnya....Terima kasih banyak!! Kami bersaudara bisa bersama-sama, dan itu berkat kau, Sirius-sama!!!"

"Ah, yah....Jika tidak ada yang lain, ini giliranku berkata. Aku senang bahwa kau aman"

"Iya! Dan, mulai sekarang, aku juga akan terus mengikuti kemanapun Sirius-sama pergi!!"

Emilia menatap diriku dalam ekspresi dibanjiri kegembiraan. Hingga dia tampak seolah-olah dilanda demam.

....Hah....mungkinkah ini....?

"....M-Maaf!!!"

Dia tiba-tiba meminta maaf, dan memelukku. Bersamaan dengan diriku yang keheranan dari tindakan mendadaknya....

"---Aduh!!"

Bahuku digigit. Walaupun aku membocorkan jeritan singkat secara reflek, itu sebagian besar akibat terkejut. Rasa sakitnya hanya sedikit, bahkan hampir tidak terasa sama sekali.

Sebelum sempat mempertanyakan perilakunya itu, dia bergumam sesuatu, berpisah dariku, dan melarikan diri sambil tersipu menuju ke dalam rumah.

Ketika diriku tertinggal dengan tercengang disini, Erina memancarkan aura gelap.

"Menaruh taringnya pada Master....dia perlu hukuman dengan nama pelatihan"

"Tahan! Tunggu sebentar!! Itu tadi kebiasaan dari ras serigala perak, aku bukannya diserang!!"

Membujuk Erina, yang berada di ambang mengambil langkah berbahaya, aku memberinya penjelasan tentang kebiasaan ras serigala perak yang pernah kudengar dari Emilia.

Bagi mereka, menggigit bahu adalah bukti kasih sayang. Adapun perkataan yang gadis itu gumamkan saat pergi....

"(Aku....menyukaimu)"

....Ini tentu adalah tahap lebih lanjut dari yang terakhir kali. Sudah mencapai....tingkat itu, ya....

"....Jika diriku Noel, aku akan mengatakan bahwa dia seorang---"

"Tolong jangan lanjutkan itu"

Ya, ini jelas bagi siapa pun yang melihatnya----Dia seorang gadis yang telah sungguh-sungguh jatuh cinta, ya kan~?

Aku menyelamatkan adiknya dari keputusasaan anak kutukan, membuat kekagumannya padaku bertambah sangat tinggi, lalu berevolusi menjadi rasa cinta terhadap lawan jenis. Tidak bagus, ini akan berkembang menjadi situasi yang si pelayan bertelinga kucing pernah ceritakan.

Walaupun aku tidak terlalu suka gadis itu, kami masih muda dan akan berubah buruk kalau tidak membahasnya bersama-sama dengan benar sebelum menjadi situasi aneh sekaligus rumit.

Pada kekhawatiranku, Erina menegaskan sesuatu sambil menepuk dadanya seakan berucap 'Percayakan kepadaku'.

"Sirius-sama, tinggalkan pengurusan Emilia untukku"

"Apa ini baik-baik saja? Jika kau malah membuat dia tertekan, itu akan menjadi masalah"

"Tidak apa-apa. Aku memiliki ide bagus agar kami dapat mengurus perasaannya hingga mencapai suatu kesimpulan"

"....Agak mencemaskan, tapi baiklah, aku akan mempercayakan masalah perempuan kepada perempuan"

....Aku percaya, namun hanya kali ini saja. Ada kegelisahan aneh yang tak bisa kulenyapkan.

Dan setelah itu, pengobatan Reus berakhir. Hanya saja, dia belum bisa bangun sampai matahari terbit.

Aku bekerja keras dalam pelatihan di puncak gunung, dan menuju rumah dengan terbang.

Tiba lalu disambut oleh Erina, dia membawakan handuk dan minuman untuk menyegarkan tubuhku.

"Apa kedua anak itu sudah bangun?"

"Belum. Mereka tidak terlihat ingin pergi keluar, jadi aku berpikir untuk memanggil keduanya segera"

"Melewati berbagai adegan yang aku sebabkan kemarin, ini bisa dipahami kenapa mereka enggan untuk bertatap muka denganku"

Tapi tetap saja, kami masih akan saling bertemu cepat atau lambat karena tinggal di tempat yang sama. Emilia juga tidak muncul, mungkin dia ingin menemani Reus dulu.

"Paling buruk, bolehkah aku menempatkan makanan di depan kamar mereka agar keduanya keluar?"

"Jangan sekarang. Pokoknya, sarapan sudah siap jadi ayo kita pergi. Dee tampaknya antusias hari ini"

Ini tidak seperti aku mengadakan festival untuk memancing keluar Amaterasu dari Ama no iwato*, tapi bukankah menyedihkan untuk memperlakukan mereka seperti binatang dengan memikat keduanya menggunakan makanan?....Yah, anak-anak itu memang seperti hewan peliharaan sehingga....aku mendadak berpikir tidak akan bersalah bahkan jika melakukannya, aku cukup kejam, ya kan?
[Sejarahnya, Susano'o pernah berulah dan membuat Amaterasu sangat marah, hingga dia ngambek dan bersembunyi didalam gua bernama Ama-no-Iwato, menyebabkan matahari tidak muncul untuk waktu yg lama. Jagad raya-pun meredup. Agar dirinya bisa keluar, para dewa mengadakan semacam 'Festival' didepan gua, rasa penasaran lalu membuat Amaterasu membuka pintu gua. Begitulah singkatnya]

""Selamat pagi, Sirius-sama""

Walaupun Noel dan Dee berdiri di depan meja sarapan yang telah diatur sedemikian rupa, masih belum ada tanda-tanda kehadiran dari dua bersaudara.

Semua anggota lalu duduk, dan ketika Noel hendak meninggalkan ruangan untuk memanggil mereka....

"Ah, heh~? Kalian sudah bangun?"

""---?!""

Keduanya yang sedang mengintip ke sini melalui celah pintu ditemukan.

Mereka sempat panik, tapi Noel bergegas menghampiri, membuka pintu dan menarik anak-anak itu kedalam tanpa diskusi apapun.

"....Selamat....pagi"

"....hiks...."

Mata mereka tampak membengkak juga merah. Disatu sisi, Emilia terlihat sangat gugup dan malu. Sedangkan disisi lain, sambil terisak Reus menunduk seakan menghindari tatapannya agar tidak dilihat oleh orang lain.

"Reus, bagaimana dengan ucapan salam?"

"Uh....Se---....Selamat....Pagi...."

"Ya, sangat bagus. Kemudian, ambillah kursi. Sarapan akan menjadi dingin jika terus dibiarkan"

"Di sini di sini~, kalian berdua silakan dan duduklah~"

Dengan punggung mereka didorong oleh Noel, keduanya walaupun terlihat enggan menaruh pantat di kursi masing-masing.

Roti dan daging berbaris indah di atas meja. Hanya saja, Reus belum menyentuh apapun. Dia jelas masih sedih dengan semua fakta yang mengarah ke dirinya.

"Kau, makanlah ini"

Meski sedikit terlambat, Dee menyendoki semangkuk sup hangat. Dia lalu menyodorkan hidangan menuju anak itu sambil memasang wajah tanpa ekspresi seperti biasa. Tapi dapat terlihat kalau sudut mulutnya agak naik.

"Kau akan baik-baik saja dengan memakan ini walaupun bagian dalam mulutmu terluka"

Memperjelas itu, Dee juga mengambil kursi. Disaat keduanya masih tercengang memandang perlakuan ini, kami pun menepukkan kedua tangan.

"Lalu, semua orang, Itadakimasu"

"""Itadakimasu"""

"....Itadakimasu"

Sarapan dimulai dengan sinyal dari Erina. Ngomong-ngomong, meskipun ada praktek umum berdoa kepada dewa sebelum makan, tidak ada ucapan 'Itadakimasu' jadi aku sendiri menjadikan itu sebuah kebiasan.

Meskipun sempat linglung, kedua bersaudara mengambil peralatan makan dan mengais hidangan dihadapan mereka. Saat ia meneguk sup, Reus memunculkan ekspresi kesakitan. Itu mungkin mencapai luka intraoral*.
[Luka dlm rongga mulut]

"Hmm? Haruskah aku membuat itu agak mendingin? Tampaknya terlalu panas untukmu"

"....Hal-hal hangat sangat lezat, jadi...."

"Benar~. Lagipula, itu sup pertamamu. Apa kau memahami rasanya, Reus-kun?"

"Apakah itu enak?"

Mungkin dari khawatir tentang kualitas sup yang aku ajari, Dee menunggu reaksi anak ini sambil tampak mengantisipasi jawabannya.

....Dan Reus dengan air mata berkumpul lagi, akhirnya mengangkat kepala. Pandangan berkaca-kaca itu mencerminkan kami semua.

"Y-Ya....enak....sangat enak...."

Tanpa memperdulikan tetesan-tetesan yang mengalir dari pipi lalu jatuh ke dalam sup, sendok Reus tidak berhenti bergerak. Dia selesai makan lebih cepat dari biasanya dan langsung membungkuk penuh semangat.

"Maafkan aku!! Aku minta maaf karena berbuat sesuatu yang egois. Aku tidak akan melakukan hal-hal seperti itu lagi, jadi....tolong biarkan aku tinggal dengan kakakku!!!"

Tangan semua orang berhenti dalam teriakan penyesalannya yang tiba-tiba, Erina meletakkan peralatan makan sambil menyeka mulut.

"Reus, aku bertanya-tanya, apakah kau mengingat perkataan yang Sirius-sama berikan agar kau datang kembali?"

"....'Pulanglah'...."

"Kalau begitu, semuanya telah berakhir baik....Selamat datang di rumah, Reus"

"""Selamat datang di rumah!!"""

"....Uuu....Uaaa....aaaaa!!"

Air mata meluap dengan aliran deras hingga terasa percuma untuk menyekanya lagi dan lagi.

Hari ini, aku pikir itu adalah pertama kalinya Reus tersadar....dari lubuk hatinya, bahwa dia sudah menjadi anggota rumah sederhana ini.

"Kau harusnya masih lapar, kan~? Kau dapat menelan roti meskipun sakit?"

"Makanlah daging juga. Ini akan membuatmu semakin kuat"

"Reus, ayo kita berbagi telur milik kakak"

"....Ya....Aku akan....memakan semuanya...."

Dimanjakan oleh saudaranya, Noel dan yang lain, waktu sarapan pun berubah menjadi momen kebisingan.

Setelah makan, Reus menghampiriku saat aku sedang menikmati teh. Pandangan iri dan cemburu dari sebelumnya sudah benar-benar menghilang. Sekarang, dia hanya seorang anak yang kebingungan ingin memulai percakapan. Akan kukesampingkan seluruh hal dan berfokus padanya dulu.

"Ada apa? Kau memiliki urusan denganku?"

"Hmm....Sirius-sama....aku minta maaf. Dan....terima kasih"

"Ya, baiklah. Namun, walaupun aku orang yang memukulmu, aku akan membiarkan cedera mu sembuh sendiri. Itu untuk mengukir kesalahanmu dengan tegas"

"....Ya!"

Dia akhirnya mencapai titik tersenyum padaku? Aku lalu mencoba menepuk kepalanya, tapi dia tidak tampak seperti tidak menyukai itu dan perlahan-lahan mengayunkan ekornya.

Apa-apaan ini?....Aku ingin melakukan Doya-gao* sekarang.
[Istilah yg maksudnya menggambarkan suatu ekspresi sombong. Kayak 'Weh, gua punya ini']

"Ini mengingatkanku tentang anak kutukan. Bagaimana dengan itu? Meskipun kau normal sekarang, apa tanpa sadar dapat berubah lagi ketika malam datang?"

"Tidak, asalkan aku yakin tidak ingin menjadi itu. Memang membuat dadaku berbunyi pelan 'boom-boom' ketika melihat bulan, tapi aku masih bisa menahannya"

Perubahan wujud tampaknya terkendali. Dia berkata itu akan berefek disaat menatap bulan. Yah, syukurlah transformasi paksa ini bukan disebabkan karena datangnya malam. Hanya saja, kami tidak tahu kapan dia akan benar-benar berubah, aku harus menyelidikinya dengan berbagai eksperimen.

Selain membuatnya berjanji untuk memberi kabar segera jika terjadi sesuatu, aku juga menyuruh Reus agar tidak secara gegabah bertindak. Karena pribadinya yang dari awal memang patuh, seluruh ucapanku disetujui dengan lancar tanpa keberatan apapun.

"Sirius-sama, aku ingin menjadi kuat. Lalu, aku dapat melindungi kakak dan tidak kalah melawan hal-hal seperti anak kutukan. Aku ingin menjadi kuat sepertimu, Sirius-sama"

"Sepertiku, ya....Nah, jalan untuk mencapainya sangat sulit. Kalau kau masih mau, ikutilah aku dengan benar dari sekarang"

"Iya!"

Emilia dan Reus telah terguncang menghadapi berbagai keadaan, namun itu kini hanya terukir sebagai masa lalu. 'Garis start' dimana mereka memijaki takdir baru akhirnya muncul.

Dari sini, keterampilanku akan diuji. Aku juga akan mengembangkan diri sebagai guru bersamaan dengan melatih keduanya. Meski jalan yang membentang begitu panjang dan penuh rintangan, itu layak untuk diambil.

Hari ini, pelatihan keduanya dibatalkan. Aku mengatakan kepada Reus untuk tidak berlebihan dan membuatnya beristirahat, sedangkan Emilia diarahkan ke kamarnya sendiri oleh Erina. Maksudku, dia belum sempat bertatap muka denganku sejak pagi. Tapi dengan kemampuan Erina, masalah-masalah dari kemarin harusnya akan mereda.

Karena tak ada yang dapat dilakukan, aku berniat menuju ke rumah Lior. Sekarang adalah giliran Dee untuk membuatkanku bekal makan siang. Dia mengatakan persiapannya akan memakan waktu satu jam, jadi aku membunuh waktu dengan mengayunkan pedang kayu di halaman.

'Gaya Tsuyoshi Yabu Itto' Teknik Pertama: Kekuatan Surga. Setelah penelusuran gerakan yang aku amati dari berbagai pertarungan, aku menggerakkan tubuh sesuai dengan imajinasi yang muncul. Ini adalah gaya membunuh tanpa gagal dengan satu tebasan pedang, dan karena sangat diperlukan kemampuan untuk mendapat pukulan menentukan, melatihnya berulang kali sangatlah penting. Aku lalu mencoba meniru Chiyabu, melepaskan delapan garis tebasan miring dalam satu tarikan napas, tapi aku berhenti hanya di enam, bahkan ketika memakai {Boost}. Ini adalah hasil dari kurangnya kekuatan dan keterampilan, sedangkan pria tua itu dapat melakukannya dengan pedang besi berat. Aku memahami sekali lagi bahwa dia merupakan monster sungguhan.

Saat sedang mengayunkan dengan kasar dan agak berkeringat, aku berhenti sejenak. Menyadari suatu siluet bersembunyi dan mengintip ke arah sini. Tak perlu dikatakan siapa itu. Walaupun aku menyuruhnya untuk beristirahat, anak ini cukup energik.

Aku menyeretnya keluar dari semak-semak di mana dia bersembunyi, ingin mendengar dan memutuskan dari apa alasannya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau baik-baik saja dengan tidak mengambil istirahat?"

"Aku berencana untuk melakukan apa yang kau lakukan, Sirius-sama. Selain itu, tubuhku tidak sakit lagi!"

Pemulihan yang cepat. Apa ini pengaruh anak kutukan juga? Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya Reus menyaksikan diriku menggunakan pedang, kan? Hmm....Bagaimana kalau membuat dia mengalami berbagai hal? Tidak, itu harus.

"....Itu tadi gerakan pedang yang aku pelajari dengan meniru orang lain, bagaimana menurutmu?"

"Menakjubkan! Ayunan-ayunannya mendesis-desis di udara, sangat keren!!"

"Begitu kah? Ingin mencobanya?"

Ketika aku menyerahkannya pedang kayu dan membiarkan dia membawa itu, wajahnya tercerahkan seakan telah menerima mainan baru.

"Apa boleh?"

"Jangan mengayunkannyan ke arah yang tidak masuk akal. Berhentilah kalau tubuhmu mulai sakit"

Dia sejenis individu yang menganggap pengalaman adalah segalanya. Aku tidak tahu bagaimana gaya bertarung Reus akan berkembang, hanya saja mempelajari pedang tidak bisa di ulur-ulur lagi.

Dengan gembira menggunakan senjata palsu, suara praktek ayunannya tercipta tanpa pemahaman apapun, agak menyedihkan. Penampilannya lucu saat dia kebingungan dengan perbedaan suara tebasan, seolah-olah ada setumpuk tanda tanya melayang di atas kepalanya.

"Hmmm. Kenapa?"

"Peganganmu terlalu lembut, wajar saja jika kau mengayunkan itu hanya dengan tenaga lengan"

Aku mengambil pedang kayunya. Secara jujur, mungkin aku harus menunjukkan tiruan dari gerakan Lior. Walaupun sebenarnya berpedang bukanlah bidang keahlianku, aku akan mencoba menguraikan poin-poin yang mampu kuberitahu.

"Ketika memegang pedang menggunakan kedua tangan, tangan kirilah yang terpenting. Juga, saat menggenggam, jangan menggunakan semua jari. Kau hanya harus mengencangkan jari kelingking dan jari manis, lalu meluruskan jari telunjuk"

Setelah menunjukkan teknik itu di depannya, aku menyerahkan lagi pedang kayu pada Reus. Walaupun apa yang di ajarkan adalah cara memegang katana, aku pikir itu akan bekerja tanpa masalah dengan pedang semacam ini juga. Aku akan memastikannya pada Lior hanya untuk berjaga-jaga.

Suara praktek tebasannya membaik, meski hanya sedikit. Dia mempelajarinya dengan cepat.

"Sirius-sama, aku minta maaf telah membuat menunggu....Oh, Reus menggunakan pedang?"

"Ini hanya percobaan kecil. Ketangkasannya cukup bagus"

Dee datang membawa sebuah kantong besar beirisi bekal. Menangkap sosok Reus yang sedang mengayunkan pedang, dia berhenti sejenak. Setelah memberi penjelasan kecil tentang situasi, aku menerima bekal makan siang, dan menyimpannya didalam tas bahu.

"Dee, ajari dia di waktu luangmu. Baiklah, aku akan pergi"

"Miliki hari yang baik"

"Miliki hari yang baik!!"

Sambil dilambaikan pergi oleh keduanya, aku mengaktifkan sihir untuk maju ke arah tempat Lior.

Memuskan untuk berhenti sebentar di tengah langit dan menoleh kebelakang. Aku menemukan suatu pemandangan dimana Dee berbicara kepada Reus, mungkin dia sedang memberikan beberapa saran.

Lakukan yang terbaik, anak muda.

☆☆☆☆

Bagian 2

"---Aaagh!!"

Aku tidak dapat menepis serangan mendadak Lior, dan terpental oleh pukulan langsungnya. Meskipun tubuhku memantul beberapa kali di tanah, aku berhasil mengembalikan keseimbangan di udara dan mendarat dengan lancar. Serangan barusan membuat tangan kananku benar-benar mati rasa. Mungkin pertandingan ini sudah akan lama selesai andaikan senjata kami adalah hal sungguhan, bukannya pedang kayu.

....Sudah dibatas, ya.

"....Aku menyerah"

"Haa....haa....sama...."

Lior tampak kewalahan juga. Dia terduduk, dan tersenyum menandakan hati yang puas. Sialan, aku kalah setelah sekian lama.

Bagaimanapun, serangan terakhir itu sempurna. Untuk Lior yang dipanggil Goutsurugi, satu tebasan saja sangatlah menentukan. Bahkan jika gaya bertarungnya tidak mempunyai trik kejutan, dia masih memiliki berbagai variasi teknik serangan.

Itulah asumsi penyebab dari kekalahanku. Memang bukan suatu hal besar, tapi ini membawa kembali semangat dari kehidupan masa laluku yang telah lama meredup.

"Benar-benar, kau ternyata memiliki teknik seperti itu....Aku yang kalah"

"....Hmm, teknik ini belum memiliki nama. Tapi, cukup melegakan karena berhasil mencapai dirimu"

"Hah? Kau belum menamainya?"

"Itu tadi adalah teknik yang baru diciptakan untukmu. Teknik yang dikhususkan untuk menyerang lawan bertipe kecepatan ketika dia lengah. Fokusnya berbeda dari gayaku, jadi merepotkan untuk mengembangkannya"

....Hanya ada satu orang yang membuat teknik baru untuk satu tujuan....yaitu mengalahkanku.

Pria tua ini tentunya keterlaluan. Jika itu untuk kemenangan atau untuk semakin kuat, dia rela menggunakan suatu teknik yang bertentangan dengan kebiasaan bertarungnya sendiri.

"Yah, lain kali hasilnya tidak akan sama, kan? Adaptasimu terlalu cepat, mungkin aku harus mengubah sedikit teknik ini nanti"

Seperti yang dia katakan, aku yakin dapat menghindar di pertarungan selanjutnya. Oleh karena itu, tergantung pada keadaan, ia mungkin berhenti menggunakan teknik ini.

Latih tanding hari demi hari terus mengasah diri kami, berlanjut sampai salah satu pihak tidak mampu lagi bertarung. Aku dan Lior menikmati itu tanpa masalah walau sering berujung babak belur.

"Apa lenganmu baik-baik saja? Meski kau memblokir itu tepat waktu, serangan barusan cukup serius"

"Memang menyakitkan, tapi tidak apa-apa. Yah, lebih dari ini akan sulit disembuhkan"

Kurasa ada tulang yang retak, tapi akan pulih sepenuhnya sampai beberapa jam jika aku mengaktifkan Kontrol Regenerasi.

"Hmm begitu, ya. Lagipula, tidak terasa siang hari sudah terlewat. Sekarang agak terlambat namun masih sempat untuk waktu makan siang"

"Benar juga, aku membawa bekal yang dibuatkan oleh salah seorang dari petugasku. Isinya terlalu banyak, jadi harusnya cukup bahkan kalau berbagi denganmu"

"Hohou!! Aku akan dengan senang hati menikmatinya!!"

Pria tua ini sering diam-diam mencuri sedikit bekalku, ternyata dia merupakan penggemar masakan Dee. Aku mengikutinya sambil menyaksikan sosok besar Lior yang memasuki rumah log dan tersenyum seperti anak kecil.

"Cara memegang pedang?"

Ditengah waktu makan siang, aku melemparkan pertanyaan dari pagi ini. Ngomong-ngomong, isi bekalku adalah hidangan warna-warni, yang merupakan 'tantangan pertama' dari ajaranku kepada Dee, sandwich potongan daging. Aku mencicipinya, dan itu enak, bahkan agak lebih baik daripada buatanku. Dia sungguh seorang koki.

"Hmm, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku hanya mengayunkan itu dengan tenaga belaka, sehingga....lagipula, aku kira kau hanya harus menggenggamnya dengan kekuatan penuh untuk memperoleh tebasan yang bagus"

Jujur saja, kenapa pria tua ini begitu kuat? Untuk sekarang, aku akan mencoba mengajarkan kepadanya bagaimana cara memegang pedang.

"Hoouu. Aku mengerti....tidak buruk. Tergantung pada tekniknya, mungkin efektif"

Dia memiliki keserakahan untuk mencoba dan mengadopsi pendapat orang lain, kurasa itu juga satu dari sekian banyak rahasia dirinya bisa sampai memperoleh gelar terkuat. Seseorang biasanya tidak akan mencoba untuk mengubah teknik yang telah di asah selama bertahun-tahun, benar kan?

"Ini mengingatkanku. Siswaku, Reus tertarik pada ilmu pedang"

"Itu hal yang bagus. Aku memahami ilmu pedang di sekitar usia yang sama denganmu juga"

"Jadi, kau kira-kira memiliki 50 tahun lebih pengalaman dengan senjata, pria tua? Sekarangpun masih sama"

"Aku melakukannya selama 50 tahun dan kalah dengan anak berusia 6 tahun....Hei, ingin mempelajari ilmu pedangku? Bagaimana? Jika itu kau, kau pasti akan melampauiku"

Meski kami sudah bertanding tak terhitung jumlahnya, baru kali ini ia mengutarakan saran agar aku mewarisi pengetahuan tentang gaya bertarungnya.

Hanya saja....

"Aku menghargai idemu, tapi itu sangat berbeda dari caraku bertarung. Aku sudah melihat teknikmu dan pernah menirunya. Setelah mengadopsi gaya pedangmu, mungkin aku hanya akan memperlemah dari yang asli. Maaf"

"Begitu kah? Aku tidak memaksa. Ini bukan berarti aku benar-benar ingin pewaris, tapi teknik-teknik itu akan menjadi sia-sia jika hanya diriku yang menggunakannya"

"Lalu, apa kau ingin mengambil alih siswaku?"

"Hoh, jadi apa yang kau katakan sebelumnya bukan lelucon?"*
[Dari chapter 14]

"Itu tergantung pada kehendak orangnya sendiri"

Di tempat pertama, keterampilan dan metode pertempuranku sebagian besar didasarkan pada pengetahuan dari kehidupan sebelumnya. Ditambahkan teknik unik guruku, hampir tidak mungkin untuk mengajarkan ini kepada orang-orang dari dunia lain.

Oleh karena itu, rencana pelatihan dua siswaku mula-mula adalah untuk melatih dasar-dasar daya tahan, mendorong kemampuan kesadaran akan situasi dan sejenisnya. Membesarkan mereka hingga dapat memakai senjata sekaligus mengembangkan gaya individual sesuai dengan diri masing-masing.

Selama ini aku memikirkan semua itu dengan kepala yang berkutat. Dan ketika Lior menyampaikan kalau dirinya ingin seseorang untuk meneruskan teknik-tekniknya, itu sesuatu yang tak terduga sekaligus menggembirakan.

"Aku akan menerapkan pendidikan dasar mengenai pelajaran-pelajaran dan berlatih ringan selama setidaknya setengah tahun. Kemudian, akan mencoba untuk memperkenalkanmu padanya jika anak itu mengatakan kalau dia mau"

"Kalau ini darimu, aku akan menerima siswa yang menakjubkan, ya kan? Hal-hal akan menjadi semakin menyenangkan dari sekarang dan seterusnya!"

"Berharaplah untuk itu. Kau tidak memiliki masalah dengan mengekspos beberapa keahlianmu?"

"Tidak. Aku ingin seorang siswa yang mampu memotong batu dengan pedang besi dan melakukan empat irisan {Chiyabu}"

"Jangan konyol. Terutama bagian terakhir, bahkan bagiku batasnya hanya enam kali, kau tahu?"

"Bagimu untuk dapat menggunakannya sampai segitu tanpa diajarkan, kau terlalu abnormal!! Apa artinya 50 tahunku selama ini?!"

"Aku tidak tahu!!"

Dengan demikian, aku terus berargumen remeh dengan si pria tua sampai cederaku benar-benar sembuh.

Namun, suatu kesimpulan tak terduga menunggu disaat diriku kembali.

"Ah, Selamat sore, Sirius-sama!"

Ketika akhirnya sampai di rumah, aku masih melihat Reus menebas udara dengan pedang kayu. Namun, mungkin dia tidak memaksakan diri, luka-lukanya sudah pulih. Anak itu mengayunkan senjata palsu dengan senang hati.

Disampingnya, aku menemukan Dee yang membuat wajah tanpa ekspresi. Hanya saja, terasa kesan rumit dimatanya.

"....Sirius-sama, meskipun kau memiliki bakat yang luar biasa, anak ini tidak kalah denganmu juga"

"Sirius-sama!! Aku mencoba gerakan di mana kau mengayunkan pedang enam kali dalam satu helaan napas, tapi aku hanya mampu melakukannya tiga kali! Tolong ajari aku trik untuk itu!!!"

....Apa? Dia menerapkannya hanya dengan melihat teknik yang dilakukan sekali? Walaupun itu hanya setengah berhasil, dia benar-benar mampu mencapainya?!.

Disamping itu, dia juga memiliki ketajaman visual. Mampu merasakan dan mengingat sejumlah tebasan miring yang hampir seperti efek kerdipan cahaya.

....Mungkinkah anak ini orang berbakat yang tak terpikirkan?

Ada juga tambahan kesimpulan tak terduga yang lain.

"Ah, hmmm....Selamat datang di rumah"

Wajah Emilia memerah saat menghampiri kami, matanya segaris denganku dan berbicara.

Seperti yang diharapkan dari Erina, ia tampaknya telah menjelaskan pada gadis ini dengan baik.

"Hmm....tentang apa yang terjadi kemarin, aku diliputi dengan emosi dan....bisa dikatakan bahwa aku pergi terlalu jauh"

"Tidak juga. Aku senang dengan niat baikmu, Emilia"

Memang sempat agak panik oleh pengakuan mendadaknya, namun aku menerima seluruh sifat-sifat mereka karena ini sudah diputuskan disaat diriku membawa keduanya. Wajah Emilia berbinar gembira pada jawabanku.

"Syukurlah. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu setelah ini, Sirius-sama. Dan ketika menjadi dewasa, aku akan melakukan yang terbaik bahkan di tempat tidur! Tolong tunggu aku!!"

....hhhhmmmMMMMM?!?!?! TUNGGU SEBENTAR!!!!! Ada beberapa frasa aneh yang bercampur disana, ya kan?!?!?!

Tanpa menperdulikan diriku yang tertindih kejutan berat, Emilia menghadap dapur dan mengambil secangkir susu dari Erina.

"Para pria menyukai dada besar....benar kan? Jika aku tidak bekerja keras dari sekarang...."

"Itulah semangat. Kau harus bersungguh-sungguh untuk memenuhi harapan Sirius-sama di masa depan"

Erina....-san?! Apa apaan ini?!?! Apa yang kau perbuat sehingga dia terinspirasi dengan suatu hal yang sungguh jauh melenceng?!?!?!

☆☆☆☆

Bagian 3

Pada malam harinya, tiga petugas dan aku berdiri di halaman yang disirami sinar redup dari rembulan.

Bulan di dunia ini tidak pernah berubah ukurannya*, malahan, itu adalah bulan yang selalu bulat dan terlihat hanya memiliki bayangan tipis.
[Kukira ini maksudnya adalah, bulan tidak pernah menjadi bulan sabit atau apapun dan hanya bulat. Bukannya bulan menjadi Supermoon atau semacamnya yg ukurannya berubah. Katakan kalau terjemahanku salah]

Petang ini adalah bulan purnama yang terang, malam baik untuk dimandikan dengan sinarnya. Namun, kami tidak berdiri di sini karena suatu hal aneh, melainkan berkumpul oleh undangan Emilia.

"(Semua orang, aku punya permintaan. Malam ini, aku ingin kita semua berkumpul di halaman pada saat bulan bersinar paling terang)"

Adalah apa yang dia ucapkan terlepas dari situasi setelah makan malam. Kami tiba di sini, namun dua orang bersangkutan tak bisa ditemukan dan tampaknya masih melakukan sesuatu di dalam rumah.

"Hari ini bulannya cukup indah sekaligus waktu ketika bersinar paling terang....dengan kata lain, sekarang, apa yang kita akan lakukan~?"

"Sebelum datang kemari, aku mendengar bahwa mereka sedang mencari anggur"

"Anggur? Lalu, kita di sini untuk minum? Ini malam yang bagus, tidak akan buruk bagi setiap orang untuk menikmati alkohol sambil memandangi bulan, ya kan~?"

"Sirius-sama dan keduanya belum dewasa, kita tidak bisa membuat anak-anak untuk meminumnya. Aku tidak tahu tujuan mereka, tapi mungkin sesuatu yang penting karena tampaknya serius"

"Benar, ayo kita menunggu dan---oh, itu mereka"

Keduanya muncul dari pintu masuk sambil memegang masing-masing sebuah kotak kayu kecil sekaligus meja. Mereka datang berlari membawa barang-barang itu ke arah sini.

"Aku minta maaf karena membuat kalian semua menunggu"

Aku tidak merasa telah menunggu selama itu sampai keduanya harus membungkuk dengan pernapasan kuyu.

Kami hanya memberikan senyuman pada permohonan maaf yang terlanjur diberikan.

"Jangan khawatir karena kami tidak keberatan. Lagipula, kita disini untuk apa?"

"Oh, benar juga. Ada sesuatu yang aku ingin kalian lihat. Reus"

"Baiklah, itu harusnya bagus di titik ini"

Emilia mengambil jus dan anggur keluar dari kotak kayu dan menempatkan itu di atas meja yang Reus taruh di tanah. Seluruh situasi ini terlihat seolah-olah suatu persembahan ke bulan.

"Semua orang, pertama-tama, terima kasih karena menerima pertemuan ini"

"Terima kasih"

Berdiri di depan kami, keduanya mengucapkan rasa syukur mereka. Entah bagaimana, 'pidato pertama' serasa menghangatkan hati.

"Izinkan aku untuk menjelaskan. Pada acara-acara besar seperti pernikahan atau festival, kami ras serigala perak mengadakan upacara yang disebut {Sumpah Bulan Perak}. Ini adalah upacara penting di mana satu sumpah diutarakan dihadapan bulan. Setelah sumpah diucapkan, seseorang tidak boleh mematahkannya"

Seusai menjelaskan itu, Reus menuangkan jus apu kedalam cangkir lalu diletakkan di atas meja.

"Tidak boleh melanggarnya, kau katakan? Ras serigala perak menakjubkan, ya~"

"Menurut ayahku, 'Itu hanya sebuah keperluan'. Namun, aku belum pernah melihat orang yang melanggar sumpahnya"

"Ini adalah upacara yang diadakan untuk acara-acara besar, kan? Serigala perak adalah ras yang dikatakan menghargai kekerabatan, tidak ada satupun di antara mereka yang akan melanggar sumpah itu"

"Memang. Seperti yang diharapkan darimu, Sirius-sama, kau memiliki banyak pengetahuan"

"Ini hanya pengetahuan dari buku. Aku tidak berpikir bahwa aku akan dapat benar-benar melihatnya secara langsung"

"Aku mengumpulkan semua orang agar memastikan bahwa kalian menyaksikan sumpah kami. Sirius-sama, bisa kau berdiri di sini?"

Di bawah arahan Emilia, aku dibuat untuk berdiri di belakang meja yang telah di siapkan.

Hah? Ini terlihat seperti aku berpartisipasi ke dalamnya, ya kan?

"Apa kau siap?"

"Iya, kakak"

Dua anak menekuk lutut lalu menaruh tangan di depan dada mereka dalam bentuk silang, gerakan yang mengisyaratkan seakan berdoa kepada dewa.

Upacara pun dimulai.



"O, bulan perak. Ibu kami. Tolong penuhi sumpah baru yang akan kami untaikan"

Dalam suasana khidmat di mana semuanya menjadi sunyi, Emilia merangkai kata-kata yang diperuntukkan kepada sang rembulan.

"Aku, Emilia Silverlion"

"Aku, Reus Silverlion"

""Mengantarkan pada bulan sebuah janji. Untuk mengikuti engkau dan menyerahkan pusat umurku sendiri dari sekarang dan sampai diri ini layu""

Telingaku sempat menangkap suara napas seseorang berhenti sejenak di tengah sumpah itu.

Biarkan aku jujur, kalian hanya mengidolakanku. Kalian berdua masihlah anak-anak, kalian akan menemukan orang-orang dari lawan jenis yang kalian akan hargai lebih dari diriku di masa depan, kalian akan menikah dan memiliki anak dengan mereka....Pada saat itu tiba, sumpah hari ini pasti akan menjadi halangan. Karena itulah, tidak perlu perlu untuk melakukannya, perasaan kalian sudah cukup.

....Itulah yang aku ingin sampaikan.

Sayangnya....tak ada yang keluar dari mulutku.

Keduanya mempunyai ekspresi bersungguh-sungguh, mereka menatapku tanpa mengalihkan pandangan sama sekali.

Mereka anak-anak yang memiliki tekad baja untuk melepaskan suatu sumpah dalam sebuah upacara. Oleh karena itu, aku harus membalas ketetapan hati keduanya. Bukan sebagai guru kepada siswa, melainkan semata-mata sebagai manusia.

"Kami sudah membahas tentang ini dan memutuskannya....Kami bersaudara ingin bersamamu selamanya, Sirius-sama"

"Aku memang masih anak-anak dan belum berguna, tapi suatu hari manti aku ingin menjadi kuat dan membantumu, Sirius-sama!"

"Kami tidak akan pernah menyesali pilihan ini. Maukah kau menerima Sumpah Bulan Perak kami?"

"....Aku menerimanya"

Keduanya gembira dengan balasanku dan memeluk satu sama lain, tiga petugas memberi tumpahan murah hati tepuk tangan.

Seusai malu dan menggaruk kepalanya, Emilia menyerahkan sebuah cangkir dari atas meja.

"Upacara ini belum berakhir, jadi tolong tunggu sebentar lagi"

Sementara bergumam 'itu benar-benar harus alkohol, tapi kurasa tidak apa-apa', Emilia menggigit jarinya dan menempatkan satu tetes darah yang mengalir kedalam cangkir. Mengikutinya adalah Reus, darah dari dua bersaudara bercampur dengan jus.

"Silahkan diminum. Dikatakan bahwa....artinya adalah darah kami didedikasikan untukmu. Tapi, jika kau menganggapnya kotor, tidak perlu memaksakan diri untuk meminum---"

"Tidak....Aku akan meminumnya. Dan, aku juga akan mengucapkan sumpah....Bagiku kalian sudah kuat, janji ini akan didengar juga oleh bulan. Aku tidak akan pernah membuat kalian menyesal telah mengikuti diriku"

Itulah yang telah aku putuskan dari awal, tapi aku mengatakan kepada keduanya dan seluruh petugas sekali lagi. Karena dalam situasi saat ini, apa yang diucapkan lebih berbobot dan dapat dipercaya.

"Sirius-sama, ini adalah sumpah sepihak kami, kau tidak perlu mengucapkan sumpah sendiri"

"Benar. Lagipula, kami melakukan ini tanpa izin"

Aku minum dengan cepat, bertentangan dari harapan keduanya. Seteguk demi seteguk, jus ditambah darah, menyebar melalui setiap bagian dari tubuhku.

"Walaupun hanya jus apu normal, aku berpikir bahwa perasaan kalian telah disalurkan dengan ini....Nah, kalau begitu, apa sudah selesai?"

Keduanya sempat terkejut, namun segera mengangkat sunggingan lebar dan menerima semua perlakuanku.

"Iya. Salamku di masa depan"

"Aku juga akan bekerja keras untukmu, Sirius-sama!!"

Tiga petugas mendekati diri kami sambil tersenyum dan masing-masing menawarkan ucapan selamat.

"Selamat kalian berdua. Aku sangat terhormat untuk menjadi saksi suatu upacara suci"

"Singkatnya, dari hari ini, kalian petugas seperti kami~! Ayo kita bekerja keras bersama-sama di masa depan~~!!"

"Jika kau bermasalah dengan apa pun, datanglah bertanya padaku"

""Terima kasih!!""

Keduanya bersuka cita pada sikap formalitas Emilia dan lainnya. Dengan ini, ikatan mereka akan menjadi lebih diperdalam. Itu sangat baik.

Yang mengingatkanku. Selain jus, anggur disiapkan juga, kan?

"Katakanlah, Emilia. Apa anggur ini untuk semua orang?"

"Benar. Kami awalnya berencana untuk mempersiapkan banyak makanan dan membuat pesta, tapi itu tidak mungkin. Jadi hal terbaik yang bisa kami lakukan adalah membawa alkohol dan jus"

"Kalian tidak perlu memaksa melakukannya. Itu hanya akan terkesan berlebihan untuk upacara suci, bukan~?"

"Aku akan mempersiapkan banyak makanan yang kalian inginkan"

"Maaf, tapi ini adalah upacara kami sehingga kami ingin mengurus itu sendiri"

"Ah-hah? Begitukah? Kalian tidak harus bekerja terlalu keras~"

"Di sini, berhenti berbicara dan ambillah"

Sementara Noel dan Emilia berbincang-bincang, Erina segera bergerak. Dia menuangkan anggur ke beberapa cangkir, dan menyerahkannya kepada kami. Tentu saja, anak-anak hanya mendapatkan jus.

"Kemudian, kita harus bersulang di perayaan kan? Orang yang akan memimpin tos adalah....Noel, aku akan menyerahkannya kepadamu"

"Aku? Baiklah~! Aku ingin tahu apa yang harus dikatakan~~"

"Buang dulu perilaku anehmu dan lakukan itu secara normal"

"Haaah~?! Kalau begitu apa boleh buat, aku akan melakukan hal yang biasa. Jadi...."

Kami berkumpul mengelilingi meja, dan sedikit mengangkat cangkir. Lalu, bersamaan dengan suara Noel....

"Untuk memperingati sumpah Emilia dan Reus, juga pengangkatan petugas baru Sirius-sama....bersulang~~~!!!!"

"""""Bersulang!!!!!"""""

Di bawah pancaran sinar rembulan, suara cangkir saling bertubrukan bergema ke sekitar.

☆☆☆Chapter 17 berakhir disini

Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]