World Teacher chap 20 B. Indonesia

Chapter 20 Innocent Love
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel




Bagian 1


Tersisa setengah tahun sampai pergi ke sekolah.

Musim sekarang disebut {Bulan dari Bunga Salju}*, dalam hidupku sebelumnya inilah musim dingin. Hari-hari bersuhu rendah-pun berlanjut, waktu dimana alat sihir pemanas terus-terusan digunakan.
[Yang dimaksud bukannya bulan dilangit malam. Melainkan, bulan di tanggalan]

Aku memang masih memiliki permata dari Jewel Turtle, namun sempat mengkonsultasikannya dengan Dee dan Erina tentang menjualnya segera.
Tak ada permasalahan dengan keuangan karena terdapat penghasilan yang sudah ditabung selama 5 tahun

Pelatihan juga berjalan lancar, mengetahui bahwa mereka bisa bersekolah bersama membuat kedua siswa berusaha lebih keras. Awalnya aku membuat jadwal jangka pendek karena berpikir kami akan berpisah, tapi itu tidak lagi diperlukan jadi durasinya kuubah dan diperpanjang.

Memang akan sulit, hanya saja keduanya akan bertahan dan meningkat.

Tujuan dari para petugas juga telah diputuskan.

Yang pertama adalah Noel, sepertinya dia akan kembali ke kampung halamannya.

Orang tua dan saudara-saudaranya tinggal di sebuah desa miskin, dia pergi dari tempat itu dengan dalih menjadi pekerja migran hanya agar dapat mengurangi 'mulut yang harus diberi makan'. Tapi, saat bertukar surat, dia mengetahui bahwa penguasa saat ini cukuplah mampu mengurus wilayahnya dan dapat mengurangi kemiskinan disana. Sekarang juga sudah sedikit berkembang, dan karena merupakan desa yang toleran terhadap ras binatang, Noel memutuskan pulang kampung sambil berpikir bahwa dia pasti bisa menemukan minimal satu pekerjaan.

Dee juga akan pergi menuju desa Noel.

Dia memiliki kelebihan sebagai bekas seorang petualang dan pandai dalam hal memasak. Mereka takkan pernah bisa meragukan kedatangan Dee jika Noel menyajikan hidangan buatannya kepada para penduduk. Dia akan mampu menghidupi diri sebagai koki.

Setengah tahun telah berlalu, tapi dia masih belum meyatakan perasaannya kepada Noel. Ini membuat kesal, aku berencana untuk mendorongnya agar melakukan yobai*.
[Istilah untuk seorang lelaki muda yg blum menikah datang menyelinap ke rumah si gadis yg juga blum menikah sampai ke kamarnya. Nanti, si lelaki akan menyatakan niatnya. Jika si gadis setuju, mereka berdua akan 'tidur bersama' sampai pagi menjelang. Ini adalah cara kuno yg dilakukan untuk menentukan pasangan suami-istri yg cocok]

Sedangkan Erina....





Hari itu aku berlatih tanding dengan Reus.

Noel dan Dee sibuk dengan pekerjaan rumah. Emilia menerima pendidikan dari Erina. Dilain sisi, kami berdua saling menarikan pedang kayu ke masing-masing pihak. Sekarang aku di tengah-tengah memperbaiki kebiasaan Reus.

"Anikiiiii!!! Menyerah, menyerah!!!"

"Berapa kali kau perlu diberitahu agar paham? Itu karena kau tidak menarik pedang ke arah sini, akibatnya kau terkena serangan"

Karena ia memiliki terlalu banyak celah, aku mencakar besi dirinya dan membuatnya belajar secara fisik.

"Baiklah, ayo kita coba lagi. Yang berikutnya---"

"Sirius-samaa!!! Tolong....Tolong datanglah segera!!!!"

Teriakan Emilia lebih mirip sebuah jeritan dengan wajah menyembul keluar dari jendela. Mengakhiri hukuman di sana, diriku kembali ke rumah dan menyadari semuanya begitu sampai di kamar Erina.

"Erina-san....Erina-san runtuh....dia berhenti bergerak...."

Sambil bernafas tersengal-sengal, wajah Erina memucat seakan telah kehilangan banyak darah ketika dipeluk diantara lengan Emilia. Gadis itu hampir tumpah dalam tangisan sementara memanggil-manggil namanya.

"Erina-san! Erina-san!"

"Aku....baik-baik....saja. Jika sedikit....beristirahat...."

"Jangan bicara lagi! Segera pindahkan dia ke kasur!"

"Tolong bertahanlah, Erina-san!"

"Emilia!!!"

"---?!"

Aku merasa malu karena mengikuti emosi. Dia pun tenang seusai diriku berbicara perlahan dengannya. Itu benar, aku tidak boleh tak sabaran disini. Prioritas pertama adalah membaringkan Erina ke tempat tidur.

"Terlebih dahulu, gendong dia ke kasur. Jika tidak, aku takkan bisa memeriksanya. Kau mengerti?"

"I...ya...."

Setelah diberikan instruksi, Emilia pun membawa Erina dengan sangat berhati-hati ke tempat tidur seakan sedang mengangkat hal yang mudah pecah. Meskipun sulit, teknik menggendong sementara tidak memberi beban pada seseorang yang sedang dibawa merupakan hadiah dari pendidikan petugasnya.

Ketika aku berdiri di samping tempat tidur sambil mengkonsentrasikan Mana, Noel dan Dee hadir, berdiri di belakang. Mereka tampak cemas, namun masih terdiam membisu untuk menunggu hasil pemeriksaanku. Sedangkan kedua bersaudara terus terisak saat memegangi tangan Erina.

Menggunakan {Search}, aku memeriksa tubuhnya. Dari kepala sampai perut, dari pinggul hingga kaki, menghabiskan waktu perlahan dengan memindai keseluruhan badan.

Dan....suatu kesimpulan pun muncul

"Akhirnya....tiba, ya"

Ini bukanlah penyakit, atau luka. Melainkan hanya umur.

Aku pernah mendengar ini sebelumnya. Di masa muda, dia tidak bisa mengkonsumsi makanan dengan benar. Tanpa dapat memperoleh gizi secara memuaskan, ditambah berada dilingkungan yang membuatnya terus bekerja terlalu keras. Mengakibatkan organ-organ dalam tak dapat berkembang selama fase pertumbuhan.

Harga untuk membayarnya pun adalah persis sekarang. Di kehidupanku dulu, usia setiap orang bisa sampai hampir seratus tahun. Namun di dunia di mana pengetahuan medis tidak dikembangkan, umur Erina mungkin takkan lama lagi. Sihir pemulihan juga tidak memiliki kemampuan untuk memanjangkan rentang hidup.

Hanya satu hal yang dapat dikatakan dengan pasti. Dirinya....tidak mempunyai banyak waktu tersisa.

Dari awal, tubuhnya memang telah mencapai batas. Durasi duduk telah meningkat sejak setengah tahun terakhir, lalu secara bertahap semakin kesulitan hanya untuk bergerak. Bahkan akhir-akhir ini dia sering menghabiskan hari-hari dengan terbaring lemah di tempat tidur.

Meski begitu, ketika jadwal pendidikan Emilia tiba, dia akan berdiri dan menunjukkan contoh dari dirinya sendiri sambil memberitahu poin-poin yang salah. Menahan rasa sakit yang menjalar ke sekujur tubuh, memeras setiap tetes kekuatan, untuk menyampaikan kemampuannya pada gadis itu, bahkan jika hanya sedikit.

"Sirius-sama! Erina-san baik-baik saja, kan?!"

"Aniki, Aniki dapat menyembuhnya, ya kan?!"

Noel dan Dee tampaknya telah paham, tapi kakak beradik ini masih terjebak pada harapan, yaitu diriku. Sayangnya, aku bukan orang yang akan percaya pada keajaiban yang tak mampu kuciptakan. Bahkan dari awal aku tidak ingin lari ke ilusi yang disebut 'keajaiban'. Diriku merasa hina kepada keduanya, tapi aku memang bukanlah dewa. Melakukan sesuatu tentang umur seseorang adalah mustahil.

"....Tidak mungkin....jangan katakan...."

"Erina-san!!"

Erina tersadar kembali, namun wajahnya masih pucat dengan gejala yang tidak membaik. Dia membelai kepala dua bersaudara yang menangis, lalu menghadapkan wajahnya kemari.

"Sirius-sama, pemeriksaanku telah selesai, benar kan?"

"Ya, aku sudah memastikannya"

"Kalau begitu, aku ingin hasilnya didengar semua orang"

"....Kau tidak keberatan?"

"Aku siap karena ini tentang diriku sendiri. Setiap orang berhak mengetahuinya"

Walaupun berada di situasi sulit, ia masih tersenyum lembut. Aku mengerti....dia telah memantapkan hatinya.

"Erina, kau memiliki dua....tidak, satu bulan tersisa"

Para saudara menjatuhkan diri mendengar pengumumanku, sementara Dee dan Noel dengan sedih menundukkan pandangan mereka.

"Kalian dengar? Waktuku tidak akan lama lagi. Oleh karena itu...."

Dia memandang semua orang sekali, dan menyatakan suatu hal dengan ekspresi serius.

"Buat diri kalian siap"

☆☆☆☆

Bagian 2

Beberapa hari berlalu sejak saat itu, akan tetapi gejalanya semakin buruk.

Tanpa bisa keluar dari tempat tidur, dia berdiam disana sambil dirawat oleh Noel dan Emilia. Ketika setiap satu dari penghuni rumah memiliki waktu luang, mereka akan tinggal di sisinya. Hanya saja, Erina hanya akan membalas dengan anggukan atau sedikit berucap, penampilan berkesan orang yang akan pergi ke ajalnya itu sangat sulit untuk dilihat. Namun, hal ini merupakan pertimbangannya, yang dengan usaha keras menunjukkan kepada kami. Inilah yang dia ingin katakan.

"(Saat waktunya tiba, relakan diriku)"

Beberapa hari yang lalu ketika ia mengatakan untuk mempersiapkan diri, itulah maksudnya. Memang hanya akan menampilkan hantaman keras lagi kepada kedua bersaudara yang sudah mulai sembuh dari kematian orang tua mereka, sayangnya hal ini tak dapat dihindari. Itu sebabnya, dia menguatkan hati dan menunjukkan sosoknya yang akan pergi, agar Reus dan Emilia dapat menahannya walaupun hanya sedikit.

Dalan situasi begini, pelatihan masih terus berlangsung. Walaupun keduanya sering kehilangan konsentrasi, mungkin perasaan sedih itu bisa sedikit dialihkan ketika menggerakkan tubuh*. Sambil berhati-hati agar tidak melukai diri, hari pun berlalu.
[Mungkin maksudnya kayak orang yg ngelampiasin emosi dengan cara meninju tembok]



Setengah bulan terlewati.

Erina tak lagi bisa mengkonsumsi makanan padat, sekarang itu hanya terdiri dari meminum suplemen gizi khusus.

Mungkin dikarenakan telah jatuh ke dalam jurang keputus-asaan sekali, kedua bersaudara telah mengukuhkan hati masing-masing. Mereka mulai berbincang dengan Erina sambil tersenyum, seolah berkata 'kami baik-baik saja'. Itu jelas mengisyaratkan kekhawatiran dan berusaha untuk memberikan dia ketenangan pikiran.

Ini mungkin disekitar tengah hari.

'Apa yang bisa aku lakukan?'

Aku merenungkan itu sambil membaca berbagai buku dan menemukan suatu hal tertentu. Ketika sebuah saran kusampaikan pada Erina, dia menyetujuinya.

Apa yang akan aku lakukan bukan sesuatu yang harus dipuji, tergantung dari sudut pandangnya itu bahkan menjadi suatu tindakan kejam. Meski begitu, tinggal diam tanpa melakukan apapun bukanlah pilihan, aku ingin dirinya puas.

Setelah memperoleh izin, kakiku berlari mengitari langit untuk mengumpulkan bahan-bahan.

Persiapannya lalu selesai dalam beberapa hari.

Hal itu kemudian berpindah tangan kepada Erina, satu-satunya yang tersisa adalah menunggu keputusannya.

Dan....hari itupun tiba.

☆☆☆☆

Bagian 3

Satu bulan setelah Erina runtuh.

Pagi hari dimulai dengan suara berisik.

"Selamat pagi, semua orang"

""""Erina-san?!?!"""""

Semua penghuni rumah selain diriku berteriak. Tidak mengherankan, Erina yang seharusnya terbaring di tempat tidur, saat ini sedang berdiri di dapur dan memasak. Dia mempersiapkan sarapan sambil bersenandung, mengabaikan mereka yang berdiri bodoh tanpa tahu apapun.

"Erina-san....kau sudah sembuh?"

"Aku akan menjelaskan itu nanti. Ayo mulai dengan sarapan terlebih dahulu"

Hidangan yang berbaris di meja, seluruhnya adalah menu klasik yang sudah umum disiapkan oleh Erina. Hatiku merasakan kegembiraan dari masakannya, entah itu daging, telur sup ataupun sandwich.

Hanya saja, itu berbeda untuk Erina. Yang ada didepannya sendiri bukanlah makanan, melainkan cuma segelas air putih

"Apakah Erina-san tidak akan makan?"

"Iya, sedikit. Lagipula, Jangan pedulikan aku dan makanlah"

Sambil bertanya-tanya, semua orang memutuskan untuk memberikan prioritas pada masakan buatanya, yang sudah cukup lama tidak dirasakan.

"Bagaimana? Aku berharap itu tidak menjadi aneh"

"Ini tidak berubah"

"Ah, syukurlah. Sebenarnya, aku agak cemas"

"Ya. sandwich favoritku juga masih sama seperti sebelumnya"

"Aku menyukainya juga!"

Momen sarapan yang damai berakhir. Kebenaran mengejutkanpun terucap setelah Erina mengambil teh.

"Aku akan mati hari ini"

Semua gerakan berhenti. Aku yang mengetahui keadaan, hanya menatapnya yang mengumumkan itu dengan santai. Di lain sisi, setelah tersadar kembali, Noel mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan.

"Itu....Tolong beri aku penjelasan. Ini sesuatu yang terlalu mendadak"

"Tentu saja. Aku yang bisa berdiri dan memasak ini adalah berkat obat tertentu"

"Obat....tidakkah memang karena obat?"

"Bukan begitu. Ini merupakan obat tabu, yang mengurangi rentang kehidupan pemakainya sebagai ganti meningkatkan kemampuan fisik. Efeknya akan berlangsung hingga malam hari ini, jadi sampai saat itu aku bisa beraktivitas seperti biasa"

{Pil Peningkat Kehidupan}

Itulah obat yang dia minum.

Efeknya seperti yang Erina baru saja jelaskan, tampaknya sering digunakan selama perang. Pada umumnya, pengaruh obat seharusnya lenyap setelah beberapa jam, seseorang lalu berbaring di tempat tidur selama berhari-hari agar bisa pulih. Namun aku sudah menyesuaikan itu, menahan efek sekaligus memperpanjang durasi. Hanya saja, beban yang akan muncul jauh lebih parah. Ketika saat itu datang, dia akan 'berakhir'.

"Kenapa kau meminum obat yang seperti itu....Erina-san....Kenapa?"

"Bahkan jika tidak dilakukan, hanya ada beberapa hari tersisa, aku tidak ingin menghabiskan waktu dengan berbaring. Jadi, aku lebih memilih menjalani hidup normal, walaupun hanya untuk hari ini"

""""Haahhh....""""

Semua dari mereka kagum atas pernyataan lugas itu. Aku juga berpikir demikian. Karena sangat jarang baginya untuk mengajukan suatu keegoisan, aku ingin bertindak seperti yang dia inginkan. Garis pandang Erina lalu terkonsentrasi padaku tanpa memperdulikan tatapan sekitar, seolah berucap 'Apa yang harus dilakukan?'.

"Seperti katanya. Aku tidak akan berlatih hari ini dan hanya bersantai di rumah. Sehingga, kau dapat melakukan apa yang kau inginkan, Erina"

"Terima kasih banyak. Kemudian, Noel, Emilia, kita akan membersihkan rumah setelah ini, jadi datanglah denganku"

"Y-Ya!"

Diapun menangani pekerjaan rumah seperti sebelumnya.

Dimulai dengan bersih-bersih, mencuci, menyiapkan makan siang---terus bekerja sambil tampak senang dari lubuk hati. Pada awalnya semua orang kebingungan, namun menyerah karena melihat perilakunya yang terlalu normal dan ikut membantu dalam pekerjaan rumah tangga.

Dari permulaan, dia menghabiskan sepanjang waktu dengan tersenyum. Sering menepuk kepala Reus dan Emilia, minum teh sambil bercanda bersama Noel dan Dee, juga memberiku bantal pangkuan.

Lalu....seusai makan malam, dia mengajak semua orang ke kamarnya.

Mengabaikan siapapun, dia mulai berbaring di tempat tidur. Memandangi kami yang berbaris mengelilinginya, Erina mulai membuka mulut.

"Hari ini memang menyenangkan. Waktunya sudah tiba, jadi untuk yang terakhir, aku ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian semua"

Sambil tersenyum lembut, dia berbicara dan memanggil nama kami satu per satu.

Berkata kepada Noel bahwa dia akan baik-baik saja selama tidak melupakan dasar-dasarnya. Mengingatkan Dee untuk memperbaiki caranya berbicara. Lembut menegur Reus agar selalu ingat berkata hormat dan sopan. Juga, menyampaikan ke Emilia untuk terus mendukungku sambil memanfaatkan seluruh keterampilan yang diajarkan kepadanya.

Setiap orang mendengarkan sambil membocorkan aliran air mata, tapi disaat terus menyimak cerita ini....Aku mulai marah. Jika ditanya apa yang membuatku marah, itu adalah sikap Erina.

"Kenapa kau...."

"Apakah ada masalah, Sirius-sama?"

Dia bertanya, masih tersenyum. Tapi aku tidak menyukai senyuman itu. Apa-apaan dia? Ini hanyalah pembicaraan sederhana, namun dia membuatnya seolah-olah menjadi  sebuah acara untuk pengambil alihan pekerjaan.

Apa ini perasaan sejatimu? Aku repot-repot menyiapkan obat, dan kau sudah puas hanya dengan begini?.

"Erina....apa ini saja tidak apa-apa?"

"Maaf, apa kau keberatan dengan sesuatu?"

Lingkungan mulai mengalami perubahan karena suasana disekitar diriku. Dia lalu mencoba untuk menenangkanku sebagai seorang petugas, namun kemarahan itu takkan menghilang.

'Apa kau keberatan?'.

Memang tidak.

Kau....berapa lama kau akan bertindak sebagai petugas?! Hubungan kita memang master dan bawahannya, tapi untuk yang terakhir bicaralah padaku layaknya keluarga!! Seperti seorang ibu yang menepuk kepala anaknya!!!....---


"(Erina sangat cocok sebagai ibu. Aku juga berpikir seperti itu)"

"(---?! A-Apakah begitu? Terima kasih banyak!)"

"(Kalian berdua agak seperti seorang ibu dan ayah~)"

"(Hei hei, tidak mungkin dalam hal usia. Jadikan aku setidaknya sebagai seorang adik)"

"(Dengan kata lain, aku ibu Sirius-sama? Itu sangat bagus)"*
[Itu semua dialog ketika Sirius selesai menyembuhkan bekas luka Emilia]


---Oh, jadi begitu.

Erina bertindak sebagai petugas bukan hanya karena dirinya sendiri, itu juga terjadi karena diriku.

Aku tidak harus terus bertindak seperti orang dewasa. Sepatutnya seorang anak, diriku akan membiarkan cintanya sampai kepadaku dan patuh untuk dimanjakan.

"Sirius-sama, aku minta maaf jika suasana hatimu buruk karena ucapanku. Jadi, tolong dengarkan...."

"Aku akan mendengarnya. Tapi aku ingin kau mengutarakan perasaan sejatimu....kaa-san*"
[Ibu. Lebih informal]

Erina sempat terkejut mendengar ucapanku dengan matanya yang melebar, namun segera menggeleng dan tersenyum masam.

"Tolong berhenti bercanda. Ibumu semata-mata adalah Aria-sama, aku hanyalah seorang pelayan yang bekerja untukmu"

"Itu berbeda. Aku memiliki seorang ibu yang melahirkanku, dan ibu yang membesarkanku. Ibu yang membesarkanku, yaitu kau....Erina"

"Aku....Ibu...."

"Aku pikir diriku sangat beruntung karena memiliki dua ibu. Jadi aku ingin kau memberitahu semua orang bukan sebagai petugas, melainkan sebagai seorang ibu dan anggota keluarga. Tolong, kaa-san"

"....Apa kau yakin akan hal itu?"

"Aku sudah terlanjur menganggap Erina begitu. Jadi tolong katakan, kalau tidak aku akan membenci dirimu"

Butiran air jernih mulai meluap dari sudut matanya. Itu adalah air mata kebahagiaan yang murni. Dia menatapku lurus tanpa menyeka satupun tetesannya.

"Sirius-sama....tidak, Sirius. Aku tidak ingin dibenci jadi aku akan melakukan apa yang kau inginkan"

Noel dan yang lain kebingungan pada Erina dimana nada suaranya berubah menjadi tidak formal terhadapku, tapi diriku sangat puas. Benar, seharusnya aku memanggilnya ibu lebih dini dan menerima segala hal seperti ini. Aku terlambat menyadari itu....sialan.

"....Maaf untuk semua orang....Apa kalian tidak keberatan aku mengatakannya lagi?"

Kali ini, disaat dimana hati sesungguhnya dari Erina menyampaikan untaian kata.



"Reus, kau harus mengunyah makanan dengan benar. Aku telah memberitahu itu berkali-kali, tapi akan tidak sopan bagi mereka yang memakannya secara kasar"

"H-Hal semacam itu....tidak harus dibilang sekarang....kan...."

"Tidak, justru karena sekaranglah aku mengatakan ini. Juga, belajarlah untuk berbicara dengan sopan. Jika pribadimu mencurigakan, itu hanya akan menyebabkan ketidak nyamanan untuk dirimu juga, jadi berhati-hatilah, mengerti?"

"U-Un....Ya....!!"





"Berikutnya adalah Dee. Kau adalah yang tertua, tapi bagaimana kalau aku menyampaikan beberapa kata untukmu?"

"....Silakan...."

"Berhati-hati itu bagus, tapi kalau keterlaluan kau hanya akan menjadi seorang pengecut. Lebih beranilah. Tunda pembicaraanmu dan bertindaklah sebelum terlambat"

"....Aku....akan terus mengingat itu...."




"Noel....adikku yang lucu sekaligus ceroboh. Kau membuatku benar-benar berjuang"

"Apa....kau sedang....memuji~....?"

"Ya, ya, sebagaimana yang mereka katakan, adik kecil yang bodoh itu manis"

"....Itu mengerikan"

"Bukankah bagus? Kau orang bodoh dan polos yang paling aku sukai. Jadi tetaplah seperti itu"

"Un....aku akan melakukan yang terbaik~"




"Emilia, manfaatkan sepenuh mungkin apa yang telah aku ajarkan. Aku memang sudah mendengarnya berulang-ulang, namun tekadmu tidak berubah, kan?"

"Ini masih sama....Tempatku harus berada adalah di samping Sirius-sama"

"Kalau begitu, jangan sampai memaksakan diri. Karena Sirius lah yang akan paling sedih jika kau terluka. Jadi, berhati-hatilah"

"Aku sering diberitahu seperti itu"

"....Mungkin ini sudah agak terlambat. Tapi....hargailah dirimu sendiri dengan benar. Karena mulai dari sekarang kau akan mendukung Sirius"

"Un....Aku....Aku akan....mendukungnya...."





"Dan....Sirius....aku tidak punya sesuatu untuk disampaikan kepadamu"

"Apa-apaan itu?"

"Karena kau bisa melakukan apa saja sendirian, kan?"

"Tunggu....'apa saja' itu mustahil"

"Aku tidak benar-benar menyangkalnya. Tapi kau memang bisa melakukan apapun. Karena Kaa-san yang akan menjaminnya"

"Terdengar menjanjikan"

"Seperti yang Aria-sama katakan, lakukan apapun yang kau ingin dan jalani hidup dengan maju kedepan tanpa terikat oleh siapapun"

"Serahkan padaku, aku pandai dalam hal semacam itu"

"Agak menggembirakan. Ngomong-ngomong, aku punya permintaan....bolehkah?"

"Apa itu?"

"Boleh aku....dipanggil kaa-san lagi?"

"Berapa kalipun, kaa-san"

"Lagi"

"Kaa-san!"

"Lebih keras!"

"Kaa-san!!!"

"Aku ingin kau memanggilku mama"

"Ya ya, mama!"

"Sudah kuduga, kaa-san lebih baik"

"....Baiklah, kaa-san"

"Fufu, ini pertama kalinya aku melihat air matamu....Kau menangis untukku?"

"....Sudah jelas....kan...."

"....Hei, Sirius, aku sangat bahagia sekarang"

"....Baguslah...."



"Satu-satunya penyesalan diriku yang tersisa....adalah tak mampu menyaksikan pertumbuhanmu lagi"


"Bukankah itu berarti....kau tidak bahagia....?"



"....Mungkin. Tapi, aku senang. Ada banyak hal yang menyakitkan, namun hidupku tetap memuaskan. Disaat terakhir diriku diantar pergi oleh keluarga yang mencintaiku....sangat membahagiakan...."





"....Aku juga....merasa bahagia....bisa bersamamu, kaa-san"





"Sirius-ku.....Aku mencintaimu"





"....Aku juga mencintaimu, kaa-san...."






"Aah....ucapan itu sudah cukup, Sirius....---"







"---Terima kasih"


☆☆☆☆

Bagian 4



---Sudut pandang Erina---

Aku tersadar di suatu ruangan putih tanpa ujung.

Aneh, beberapa saat yang lalu diriku berada di tempat tidur sambil diawasi oleh Sirius....apa artinya ini?

"Mou, masih terlalu dini untuk datang!"

Itu....Aria-sama?!

"Benar. Lama tidak bertemu, Erina"

....Memang, sudah lama. Putramu telah tumbuh dengan luar biasa.

"Un un. Selama ini aku juga telah mengawasinya, jadi aku tahu. Juga kau keliru. Dia bukan hanya putraku, dia merupakan putra kita....ya kan?"

....Ah, ya, itu benar.

"Kesampingkan itu, caramu bicara terlalu kaku. Kita bukan lagi master dan petugasnya....kita berdua hanyalah ibu"

Kata-kata itu membuatku senang, tapi ini sudah menjadi kebiasaan. Lagipula, disini tempat apa?

"Hmmm....bagaimana cara mengatakannya, ya. Kukira ini seperti....mimpi"

Mimpi? Menurut apa yang Aria-sama ucapkan, situasi Sirius dapat dilihat dari sini?.

"Bukankah kau beradaptasi terlalu cepat? Aku pikir ini akan sedikit mengejutkan...."

Kau akan terbiasa jika tinggal didekat anak itu. Ini hanyalah masalah sepele kalau diriku bisa menyaksikan keadaan Sirius.

"Aku mengerti. Duduklah karena tempat disebelahku kosong"

Walaupun disuruh duduk, dimana kursinya?.

"Jangan pedulikan itu. Lihat, Sirius dapat disaksikan disini"

....Benar. Aa....menggemaskan tidak peduli berapa kalipun aku melihatnya.

"Hoouuhh....anakku memanglah pembunuh wanita. Dia seorang yang berdosa karena sudah membuat Erina menjadi seperti ini"

Aku telah jatuh hati sejak ia lahir dan kugendong.

"Jika berbicara tentang itu, aku bahkan sudah jatuh hati sebelum ia lahir. Kedalaman cintaku tidak akan kalah dengan siapapun!"

Apa yang kau katakan? Aku lebih mencintainya!.

"Aku yang lebih mencintainya!!"

Tidak, itu aku!!....

"....Ini sia-sia. Mungkin cinta kita sebegitu dalamnya hingga dasarnya tak dapat dilihat"

....Benar, aku setuju dengan itu. Tapi, aku akan tetap mengukur seberapa besarnya perasaanku.

"Hei, keras kepalamu pada hal yang aneh tidak pernah berubah, ya"

Aria-sama juga tidak berubah.

"Yah begitulah....Erina, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan sekarang adalah mengawasinya, namun aku juga memiliki hal yang ingin kusampaikan kepadamu"

Aku akan mendengarkannya.

"....Terima kasih. Dan....kerja bagus"

....Iya.




....Diriku bahagia karena telah menjalani kehidupan.

☆☆☆☆

Bagian 5

---Sudut pandang Sirius---

Keesokan harinya, kami sampai di taman bunga tempat piknik sebelumnya.

Adapun kenapa kami repot-repot datang adalah karena aku berencana untuk membuat makam di dasar pohon pada pusat kebun pelangi.

Di dunia ini, pemakaman dilakukan diam-diam diantara keluarga kecuali untuk para bangsawan. Mengkremasi sampai ke tulang dan menghancur leburkan tulangnya menjadi beberapa bagian. Karena ada kasus sisa-sisa tubuh menyerap Mana dan berubah menjadi zombie.

Kami pun mulai menggali lubang untuk memasukkan kotak kayu berisi tulang bubuk Erina.

Semua orang tak mengucapkan sesuatu, bahkan satu kata. Hanya dengan sunyi menggali dan menguburkannya.

"Aniki, ini"

Menyiapkan batu nisan yang dibawa Reus, aku mengukir sebuah nama disana menggunakan pisau mithril. Hanya sebuah nama akan terkesan monoton, haruskah sesuatu ditambahkan?.

"Semua orang, aku ingin mengukir hal yang lain, apakah ada saran?"

"Uuuun, aku tak punya ide~"

"Begitupun diriku"

"Aku ingin mengukir namaku atau sesuatu seperti 'Untuk favoritku, Erina-san...."

"Tidak adil untuk mengukir namamu sendiri dimakam seseorang, Reus. Walaupun aku juga setuju tentang memfavoritkannya"

"Hmmm....kalau begitu, bagaimana kalau begini?"

Semua orang lalu yakin sambil menganggukkan kepala atas rangkaian huruf yang terukir disana. Dan akhirnya mengheningkan diri menghantarkan doa bersama.

Dengan demikian pemakaman Erina berakhir.





Aku tidak tahu ibu kandungku di kehidupan sebelumnya, orang yang mengangkat dan membesarkanku, hanya wali daripada orangtua.

Meskipun dilahirkan kembali, aku masih tidak bisa melihat wajah ibuku, namun Erina tentunya adalah orang yang mengajariku tentang kasih sayang seorang ibu.

Aku berpikir bahwa diriku telah berulang kali mengalami penderitaan di kehidupan sebelumnya, aku berpikir bahwa air mataku telah habis....namun, ternyata tangisan masih bisa keluar ketika memikirkan dirinya.

Ini adalah sensasi yang nostalgia. Aku sungguh-sungguh berpikir, bahwa cinta ibu yang menyebabkan diriku mengingat kesedihan, benar-benar menakjubkan.

Erina, yang menuangkan limpahan cinta murni dan polosnya.

Erina, yang terus mendukung dari belakang demi diriku, demi keluarga.

....Selamat tinggal. Orang tersayang, yang mengajari kehangatan seorang ibu untuk pertama kalinya....

Sekarang tidurlah....dalam damai.






---Untaian kata yang tertera pada batu nisan---

{Erina tercinta dan setia kepada keluarganya....beristirahat disini}



☆☆☆Chapter 20 berakhir disini☆☆☆

>Catatan penulis = Inilah Ujung dari Volume 3.

Aku akan menulis sedikit lagi tentang kisah seperti ini di jadwalku, jadi silakan lihat jika kau tidak keberatan. Akhirnya, di volume selanjutnya mereka akan pergi ke sekolah.

Aku akan mencoba mengarahkan sebuah cerita berat disekitar sana.

Terima kasih sudah membaca.

>Catatan penerjemah = .........................................(mohon maaf. Kami tidak bisa menampilkan sang penerjemah karena sekarang dia sedang menangis di pojokan)................

Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya

Comments

  1. Ga tahan,, asli bikin mewek bacanya,,,
    Awal-awal sih bisa nahan, pas bagian Sirius manggil Erina ibu bikin mata ku mulai basah,,,

    ReplyDelete
  2. Ah..... meski ini memalukan, tapi air mataku tak berhenti mengalir

    ReplyDelete
  3. *Hiks... hiks... Hiks...
    Sedih, lalu kulihat ada secercah harapan, tapi ternyata tak ada sesuatu yang sebaik itu di dunia ini.
    Itulah yang kurasakan dalam membaca ini.
    Njir kena kombo aku baca ni chapter, terlalu berat kalau orang tua kita yang ..... Huhuhuaaa....
    *Hiks... Aku juga dipojokan min ;__;

    ReplyDelete
  4. Siapa nih yang taro bawang dimari (T-T)

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. baca chap ini di tambah dengerin soundtrack nya clannad- the palm of tiny hand.... air mata, ingus, ama dada nyesek gk mw brenti T.T

    thx 4 chap min

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku malah ngira cocoknya sama lagu Azu feat Spontania_Onaji sora mitsumeteru. Awal2nya kayak ada adegan dimana pohon tempat Erina dimakamkan daunnya berguguran.

      Delete
  7. Sialan kau ninja manaruh bawang disini T_T

    ReplyDelete
  8. sangat disayangkan erina gak bisa disembuhkan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]