World Teacher chap 10 B. Indonesia

Chapter 10 Kegembiraan si Pria Tua Pensiunan
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel




Bagian 1


Beberapa hari setelah pertemuan dengan si gadis Elf, aku mendatangi benua Aldrod lagi.

Aku kembali karena tidak bisa melakukan penjelajahan pada waktu terakhir kali disebabkan permasalahan dengan Fia. Nah, meskipun begitu, aku kira telah mempelajari beberapa hal berguna darinya. Jika kami bertemu lagi, aku akan menganggap dirinya sebagai kekasih yang pernah kutinggalkan atau semacamnya. Akan terkesan konyol untuk khawatir tentang masa depan yang tidak pasti.

Karena aku ke pergi timur sebelumnya, kali ini akan kucoba melaju ke barat. Lebih baik kalau ada sebuah desa biasa diarah sana, bukannya desa elf.

Sementara sisi timur hanyalah hutan datar, disini berupa daerah pegunungan. Tampaknya terdapat banyak monster, sehingga mungkin takkan ada pemukiman yang dihuni manusia. Namun, aku tidak melihat apapun ketika terbang disekitar. Mungkin aku melewati sesuatu?.

Agar tindakan ini tidak menjadi sia-sia, aku harus melakukan pemetaan saat istirahat. Sementara sedang mencorat-coret di peta sambil berpikir kemana harus pergi berikutnya, telingaku tiba-tiba menangkap sebuah bunyi. Aku mengangkat wajah dan mengkonfirmasi bahwa benar-benar ada sesuatu. Sayangnya, menengok ke sekeliling, asal suara itu tidak tampak. Sepertinya terdengar datang dari sisi lain gunung dan memiliki irama tertentu. Ini tak boleh diabaikan.

Bergegas, aku menutup peta dan terbang menuju sumber bunyi.

Setelah membuat jalan memutar di sekitar gunung, diriku menemukan sebuah rumah terpencil.

Cukup jauh, hanya saja mataku bisa menangkap kepulan, berasal dari sesuatu yang tampak seperti cerobong asap. Tempat ini pasti berpenghuni. Meski begitu, bagi seseorang untuk tinggal di sebuah rumah pribadi ditengah-tengah hutan....dia mungkin eksentrik.

Aku bisa saja mengabaikan tempat ini dengan terbang melewatinya namun karena ditekan rasa penasaran, aku memilih turun di tanah terdekat dan beralih untuk berjalan kaki. Perlahan melalui hutan lebat kemudian tiba di rumah pada jalan yang dipenuhi jejak hewan.

Seorang pria dua kali tinggiku memotong gelondongan pohon di sana. Asal-usul bunyi itu tampaknya dari suara kayu yang terbelah.

Mengenakan kemeja hitam sederhana dan celana panjang, dia memiliki rambut pendek berwarna abu-abu ditambah bekas luka melintang pada mata kirinya. Dia mungkin cukup tua, tapi otot-otot terlatih sekaligus mata tajam itu membuatnya tampak bagaikan seorang prajurit veteran.

Dia mengayunkan kapaknya ke bawah dengan cara yang stabil. Meskipun hanya sekedar membelah kayu, aku berpikir bahwa gerakan halusnya itu indah. Akan terlihat lebih baik kalau dia mengayunkan pedang di medan perang bukan malah memotong gelondongan pohon.

"....Siapa disana? Berhenti bersembunyi dan keluarlah"

Dia sadar meskipun kehadiranku sudah tersembunyi? Otot-otot itu bukan hanya untuk dipamerkan.

Saat aku keluar dengan patuh karena tidak benar-benar mempunyai alasan untuk tetap memata-matai, tampilan mengancamnya sedikit berkurang.

"Hmm? Kau tersesat?"

"Senang bertemu dengan Anda, aku Sirius. Maaf mengganggu, aku hanya tidak sengaja menemukan tempat ini saat berjalan-jalan*"
[Sirius memang sedang berbicara formal]

"....Apa yang kau katakan? Apa kau dari ras monster? Aku tidak akan menahan jika kau mencari masalah"

Dia mengangkat kapaknya ke arahku seakan siap untuk menyerang kapan saja, keganasan darinya bisa terasa. Tunggu sebentar, tidak peduli seberapa mencurigakannya diriku, dia kehilangan kesabaran agak terlalu cepat, kan? Aku hanya bicara.

"Tidak tidak tidak, aku orang biasa....baiklah, tidak juga, tapi aku seorang anak dari ras manusia. Aku bukan musuh sama sekali"

Sambil mengangkat kedua tangan sebagai bukti yang menunjukkan bahwa aku tidak bermusuhan, dia dengan perlahan menurunkan kapaknya. Lalu, tanpa mengatakan apapun dia melanjutkan memotong kayu, mengabaikan diriku. Agak menyegarkan untuk bertemu seseorang sekasar ini.

Namun, datang kemari akan menjadi tak berguna kalau aku diabaikan.

Haruskah aku yang memulai percakapan?

"Maaf, tapi kenapa Anda tinggal di tempat seperti ini?"

"Aku tidak tahu bagaimana kau menemukanku, tapi aku tidak punya apapun untuk dibicarakan dengan seorang bangsawan. Cepatlah pergi dan bawa pengawalmu"

Dia meludah. Aku sangat ditolak, kan? Bukankah pria tua ini salah paham tentang sesuatu? Aku mengerti bahwa ia membenci bangsawan, tapi aku bahkan tidak tahu siapa dirinya. Pertama-tama, sesuatu harus diperjelas.

"Sepertinya Anda salah paham, aku hanya datang ke sini secara kebetulan, bukan untuk mencari Anda. Dan aku bukan bangsawan, tanpa satupun pengawal. Indra tajam Anda mungkin telah memperhatikan bahwa tidak ada orang lain selain diriku"

"....Tidak ada orang lain, memang. Bocah, bagaimana kau bisa sampai ke sini? Ini bukan tempat dimana seorang anak mampu datangi sendirian"

"Karena aku memiliki beberapa sihir khusus. Akan kukatakan lagi, aku menemukan Anda secara tidak sengaja"

"Bocah, kau mengetahui diriku?"

"Tidak, tapi aku berpikir bahwa Anda memiliki banyak keterampilan"

Suasana pria tua ini berbeda dari Dee. Para bandit kemarin bahkan seperti sampah jika dibandingkan. Apa jawabanku tepat? Dia akhirnya berhenti mewaspadai diriku.

"Hmm, kau tampaknya berbeda dari para bangsawan bodoh itu, bocah"

"Tolong jangan bandingkan aku dengan mereka. Itu tidak menyenangkan"

"Hoho, begitu ya. Nah, karena ada seorang tamu, aku akan melayani teh. Masuklah"

Berbicara tentang bangsawan, satu-satunya yang aku tahu adalah ayah. Itulah kenapa aku tidak ingin dianggap sebagai salah satu dari mereka. Apakah dia puas dengan ini? Pria tua itu meletakkan kapak dan mengajakku ke rumahnya.


Bagian 2.


Ini adalah rumah log* buatan sendiri.
[Rumah dari gelondongan kayu]

Terbuat dari kayu olahan rapi, sesuatu yang mirip dengan hal-hal di duniaku sebelumnya. Ada meja dan kursi di tengah ruangan, karpet termasuk kasurnya terbuat dari bulu monster, juga terdapat oven batu. Cukup mengejutkan karena si pria tua yang membuat semua ini sendirian.

"Meskipun amatir, aku mencoba menggunakan kekuatan dan waktu ekstra dalam berbagai cara"

"Tidak, tidak, apa yang Anda lakukan di sini bukanlah sesuatu yang seorang amatir dapat lakukan. Sebenarnya, Anda memiliki bakat, kan?"

"Aku tidak suka menyebutnya sebagai bakat. Oh yah, lagipula aku senang dipuji"

Aku tidak sedang menyanjung dirinya. Untuk berpikir bahwa dia memang membuat segala hal disini meskipun mengasingkan diri....Tempat ini berjarak sangat jauh dari pemukiman atau kota. Apa alasannya memilih tinggal di sini?

Saat duduk di kursi sambil merenungkan pertanyaanku, si pria tua mempersiapkan teh dan duduk di kursi yang menghadapku.

"Sayangnya, tak ada minuman untuk anak-anak. Berhentilah minum jika ini tidak sesuai dengan seleramu"

"Aku tidak keberatan"

Dia menuangkan cairan hijau ke dalam cangkir kayu. Aku tidak merasakan sesuatu yang mencurigakan bahkan setelah mencium aromanya tapi....bau ini tampak akrab. Pria tua itu minum sambil berdeguk, akupun mengambil napas dan bertindak sama walaupun minuman masih beruap.

"Mmm....nikmat"

"Hah? Kau memahami rasanya?"

"Tentu. Kepahitan yang tetap di tenggorokan dan panasnya membuat lidah kaku. Bukankah ini paling cocok setelah makan?"

Rasanya agak berat, tapi tanpa diragukan lagi. Ini adalah teh Jepang. Karena meminumnya dengan cepat, aku hampir membakar diri dari perasaan nostalgia. Pria tua itu menjadi semakin ceria melihat reaksiku.

"Umu, kau mengerti, bocah? Bagi seorang anak untuk memahami kelezatannya, kau orang yang cukup cerdas"

"Bisakah Anda mengizinkanku untuk membawa beberapa? Kalau tidak keberatan, aku juga ingin tahu bahan-bahan mentahnya"

"Baiklah, aku akan memberikan sebagian"

Dia murah hati. Datang kesini ternyata cukup bermanfaat.

"Tidak ada orang lain di negeri ini yang mengerti. Tak memahami sesuatu seperti ini....mereka hanya orang-orang memalukan"

"Tepat....Ngomong-ngomong, bolehkah aku meminta nama Anda?"

Dia tinggal sendirian di tempat semacam ini. Bisa saja merupakan penjahat, namun setidaknya aku tahu bahwa pria tua ini bukanlah orang yang akan mencoba untuk meracuniku. Aku hanya seseorang yang ingin belajar berbagai hal, tak pernah mengubah sikap entah siapapun yang bicara denganku.

"Lior. Apa kau akrab dengan nama ini?"

"Lior? Aku memang pernah mendengarnya....hmm?"

Diingat-ingat dengan benar, nama itu muncul dalam sebuah buku. Sumber : {Catatan Perjalanan Albert}.

Pendekar pedang hebat yang mampu memotong segala hal dan mengubahnya menjadi abu menggunakan pedang besar api miliknya, dikatakan berasal dari keluarga terkuat.

Menurut rumor, dia menghancurkan batu hanya dengan satu pukulan, bahkan memakai pedang besarnya untuk menghabisi naga.

Semua orang memanggilnya dengan nama yang sama....

"Mungkinkah, Anda Goutsurugi Lior*?"
[Kalo disebut dalam bahasa Inggris : Lior, The Strong Sword]

"Itu kisah lama. Aku hanya seorang pria tua pensiunan sekarang"

Aku pikir dia tampak kuat, tapi tak pernah berpikir ia berada di tingkat sangat tinggi. Entah bagaimana, aku ingin melawannya.

Namun, sekuat apapun dia, keinginan untuk bertarungnya tak terasa. Pria tua ini melepas niat membunuh ketika berpikir aku adalah orang yang mencurigakan, namun kembali menjadi seorang pensiunan sederhana begitu tahu bahwa aku tidak berbahaya. Mungkin ada alasan untuk itu yang melibatkan kebenciannya kepada para bangsawan.

"Anda tidak terlihat seperti seseorang di hari pensiun bagiku. Kalau itu baik-baik saja, bisakah aku mendengar alasan di balik situasi Anda?"

"Hmph, kau bocah kurang sopan. Yah, tak ada apapun lagi yang bisa dilakukan jadi akan kuberitahu. Namun, ini cerita lama"

Dia menuangkan teh kedua ke dalam cangkir kami masing-masing dan secara bertahap mulai berbicara.

"Aku selalu menyukai pelatihan. Berlatih dan terus berlatih, lalu mengalahkan berbagai lawan. Sebelum menyadarinya, label 'Yang Terkuat' mengikutiku. Ada juga 'Master Pedang' dan 'Api yang Kuat' tapi aku sungguh tidak peduli pada gelar-gelar murahan itu. Sayangnya, lawanpun berkurang hingga aku tidak bisa menemukan yang seimbang....Kemudian sebuah ide datang seperti kilat, memahami bagaimana hal ini terjadi, aku hanya harus melatih seseorang dan mengubahnya agar mampu menghadapiku, karena itulah aku mengangkat siswa dan berhasil mengumpulkan banyak di tengah negeri setelah menyatakannya secara terbuka 'Lior sedang mencari seorang siswa'"

Dia yang terkuat. Kemungkinan akan dapat mengumpulkan murid sebanyak yang ia inginkan bahkan setelah mengumumkannya untuk sesaat.

"Namun, aku akan mengatakan ini pada sebagian besar proposal, berasal dari para bangsawan yang hanya ingin pamer sebagai siswaku"

('Meskipun para bangsawan itu lapar akan kekuatan, mereka hanya penakut sekaligus idiot. Setiap kali situasi berubah semakin sulit, orang-orang ini malah melarikan diri. Dalam pengajaran biasa saja, mereka merasa tidak diterima dan mulai merengek meminta untuk di gampangkan'.)

"Hal ini bahkan telah kulaporkan beberapa kali kepada raja, tak ada ujung untuk proposal para idiot itu....Akupun memutuskan untuk mencari sendiri siswa yang cocok"

Dia lalu Menemukan beberapa yang pas, walaupun seluruhnya merupakan penduduk asli daerah kumuh dan jelata hingga membuat para bangsawan ribut.

Dari sudut pandang para bangsawan, pria tua ini mengabaikan bangsawan meskipun posisi mereka lebih baik, sehingga orang-orang itu mulai merengek lagi.

"Buruknya, beberapa dari para bangsawan merasa cemburu dan iri....Menanti waktu yang tepat ketika diriku tidak hadir untuk mengelilingi dan menyerang siswa-siswaku, mencegah mereka untuk mengayunkan pedang. Meskipun para siswa memiliki keterampilan yang bagus, salah satu dari mereka akhirnya mati. Dalam kemarahan, aku mencari para bangsawan, memotong lengan orang-orang bodoh itu dan mempermalukan mereka di depan raja. Selanjutnya, hal-hal konyol terjadi begitu saja. Aku pensiun di sini, tanpa ingin terlibat dengan mereka lagi"

Setelah menyelesaikan penjelasan panjangnya, orang tua ini memuaskan rasa haus dengan teh.

Sekarang aku mengerti dengan baik alasan di balik kebenciannya dan kurangnya semangat.

Namun. Untuk saat ini, aku hanya akan memberinya sebuah gagasan.

"Setengah hati!"

"....Katakan lagi?"

"Balas dendam terhadap para bangsawan terlalu setengah hati! Apa yang Anda lakukan hanya terhalang oleh negeri, Anda harusnya menghancurkan nama keluarga mereka!"

"....Hmm"

"Anda melaporkan kepada raja berkali-kali sebelumnya, kan? Semua itu hanyalah sebuah konsekuensi dari ini. Anda tidak mencoba untuk membenarkan diri sendiri dan malah sembarangan mengambil risiko. Bukankah Anda terlalu mudah naik darah?"

"Tentu saja begitu. Namun, akan sia-sia untuk membenarkan diri sendiri karena ada terlalu banyak bangsawan yang menyalahkanku. Ini pertama kali aku diberitahu telah bertindak setengah hati"

"Seorang siswa seharusnya tidak mati sebelum gurunya. Itu sebabnya Ini sangat penting untuk memperbaiki lingkungan para siswa dan membuatnya cocok"

Aku berpikir bahwa menciptakan lingkungan belajar yang sesuai juga tugas guru. Bangsawan tentunya buruk, tapi pria tua ini yang mengabaikan dan meremehkan mereka tidaklah berbeda. Seorang pendidik bukan hanya harus membimbing para siswanya, dia juga harus mengawasi punggung mereka saat mereka masih belum berpengalaman. Itu bahkan lebih berlaku ketika siswanya hanya berjumlah beberapa.

Sebagai seorang mantan guru, boleh-boleh saja bagiku untuk membuat satu atau dua ceramah, kan?

"Hmph, itu sulit diterima. Kau hanya bocah laki-laki, bagaimana kau dapat mengerti?"

"Tentu saja aku seorang bocah. Namun, aku bertujuan untuk menjadi guru. Anda harus mengakui kesalahan sebagai seseorang yang berdiri di atas"

"Ingin menjadi guru di usiamu? Meskipun kau memiliki ambisi yang bagus, kau tidak mungkin bisa dengan pemikiran setengah matang itu"

"Lalu, kenapa Anda tidak mencobanya sendiri?"

Aku memprovokasinya sementara membiarkan keluar sedikit perasaan kuat. Bahkan aku berpikir bahwa diriku terlalu berterus-terang. Tapi, pria tua ini hanya mengerdipkan mata dan mulut seolah agak terganggu.

"Baiklah, aku tahu bahwa dirimu bukanlah manusia biasa. Kau akhirnya menunjukkan warna sejatimu"

Entah bagaimana, ada suasana bagai pertempuran. Si pria tua bersemangat sekarang, sangat bagus.

Akan kubuat dia menunjukkan kemampuannya yang pernah disebut 'Yang Terkuat'.

Setelah meninggalkan rumah, kami sekarang saling berhadapan dengan senjata berupa pedang kayu digenggaman.

Mengesampingkan senjata si pria tua, yang lain cocok untuk anak-anak dan mungkin milik muridnya yang meninggal.

Meskipun pedang kayu ini terlihat seperti tidak digunakan dalam waktu lama, dia mungkin merawatnya dengan rasa kepedulian yang besar. Aku kira ini takkan patah jika digunakan ketika pertarungan serius, itu karena bahannya sangat kuat dan cocok untuk pelatihan. Si pria tua berseri-seri dengan keyakinan tanpa kekhawatiran sama sekali.

Walaupun seorang manula, Dia dengan senang hati melakukan ayunan untuk pemanasan. Lawan yang kuhadapi bagai monster ganas dan kuat, membuatku senang bisa bertarung dengan orang semacam itu. Takkan kubiarkan pria tua ini pensiun.

"Jika kau memukulku bahkan sekali, itu kemenanganmu, bocah. Tapi jangan khawatir, aku akan menahan diri"

"Wah, Terima kasih. Aku baru saja memperoleh kesempatan untuk menjatuhkan Anda"

"Hentikan omong kosongmu, bocah. Tunjukkan dengan tindakan, bukan kata-kata"

Nah, rencanaku sukses. Aku tidak perlu mengejek untuk memprovokasi lagi. Namun, aku tidak ingin melewatkan ini.

Seusai berpikir apa yang harus dilakukan, aku akan mencoba melangkah pertama.

Aku perlahan-lahan berjalan ke arahnya. Ketika memperoleh dua langkah dari si pria tua, semua kekuatanku terfokus pada tubuh bagian atas sampai kaki dan mulai berlari.

Dari gerakan lambat sampai menjadi cepat, meskipun dia terkejut, pria tua ini merespon serangan tak terduga. Seperti yang diharapkan dari seseorang bergelar terkuat, ia dengan mudah membaca dan menghindari lintasan seranganku.

Sementara ia berkelit, aku menebaskan pedang kayu turun menuju bahunya di genggaman tangan kanan, kemudian pergi kesamping. Aku berniat mengambil jarak dan saat kami berpapasan satu sama lain disisi, tangan kiriku memukulnya.

"....Katakanlah, bagaimana kalau aku benar-benar menggenggam sebuah pisau?"

"Akan menimbulkan luka fatal di medan perang. Lamanya waktu pensiun membuat diriku tumpul, sungguh memalukan"

Dia akhirnya menyadari kecerobohannya dan tersenyum masam sambil menggelengkan kepala. Pasti ini dapat mengubah keadaan menjadi serius. Melihat si pria tua, senyuman ganas muncul di wajahnya, otot-otot itu juga mulai menggembung.

"Aku minta maaf sekaligus berterima kasih juga, bocah! Hatiku hampir saja membusuk!! WUUOOOAAAHHHH!!!!"

Gelombang kejut yang dibuat oleh aumannya menggetarkan pepohonan di sekitar.

Hei, tunggu dulu. Bukankah perubahannya terlalu drastis? Dia hanya seorang manula malas beberapa menit yang lalu. Namun sekarang, tekanan yang kuat terpancarkan. Hanya dengan berdiri di sana, semua monster dan hewan lari tunggang langgang ke segala arah.

Ketegangan ini mengingatkanku pada pelatihan dengan guruku. Aku ingin menangis setiap kali mengingat kumite* neraka itu.
[Salah satu dari tiga bagian latihan dasar dari Karate, latihan tanding melawan musuh]

Namun, aku akan menyampingkannya untuk saat ini. Persiapan telah selesai. Pria tua itu akhirnya serius, dari sini pertarungan nyata kami dimulai.

"Aku belum pernah melihat sikap itu. Dari sekolah mana kau mempelajarinya?"

Si pria tua memegang pedang secara vertikal menunjuk tegak, itu cukup mirip dengan gaya yang disebut Jigen-ryu dari kehidupanku sebelumnya.

Gaya Jigen-ryu dikatakan memungkinkan seseorang untuk memotong apapun hanya dengan satu tebasan. Aku berpikir bahwa itu benar-benar cocok untuk pria tua ini.

"Ini bukan dari sekolah manapun, melainkan otodidak"

Sedangakan diriku menyembunyikan satu tangan di belakang punggung dan memegang pedang dengan tangan yang lain, sikap khusus melindungi tubuh.

Aku dilatih oleh guruku, dia adalah orang yang tidak mengikuti sekolah manapun. Tapi masih bersinar dengan pengalaman dan mengubah dirinya bergerak sesuai arah peristiwa. Sebuah gaya yang berubah-ubah tergantung pada situasi. Ini adalah gaya yang cukup nyaman bagiku.

"Begitukah? Dari sini, ayo kita mulai, bocah!!"

Pria tua melesat ke arahku hanya dengan melangkah menggunakan urat tumitnya di tanah. Aku mengaktifkan {Boost} untuk menyeimbangkan kecepatan si Guotsurugi.

Jadi....saklar sudah tekan.


Bagian 3


---Sudut Pandang Lior---


Membosankan.

Aku selalu menyukai pelatihan dan bertarung, terus semakin kuat hanya karena suka, dan akhirnya menjadi yang terkuat.

Namun, aku juga mengalami kekosongan.

Meskipun tak ada akhir untuk orang-orang yang menantang demi mendapatkan gelarku, mereka semua tenggelam hanya dengan satu atau dua pukulan.

Terlalu lemah.

Berapa lama sejak rasa haus akan pertempuranku memudar?

Sangat membosankan.

Api tidak akan menyala tanpa kayu bakar.

Dan seperti kayu bakar, aku terus menunggu pertemuan dengan lawan yang layak.

Kemudian disuatu hari, aku menyadari bahwa daripada menunggu, lebih baik memilih untuk mewujudkannya sendiri.

Melatih siswa dan membesarkan mereka untuk melawanku. Walaupun beberapa calon segera ditemukan, aku hanya mengumpulkan anak nakal bangsawan pecundang yang bahkan tidak tahu bagaimana cara mengayunkan pedang. Ketika ada siswa yang berkembang sedikit lebih baik, dia akan terhapus oleh pengaruh bangsawan lain. Beberapa orang bahkan mencoba menyuapku untuk memberi mereka gelar 'Siswa Lior' tapi aku menutup omong kosong itu dengan satu jotosan.

Aku memutuskan untuk tidak menunggu siswa bagus dan mencari sendiri. Diriku melalui perjalanan ke seluruh dunia dan terus menyeleksi individu yang haus akan kekuatan. Sangat menggembirakan saat akhirnya terkumpul cukup siswa. Mereka semakin kuat setiap harinya. Itulah pertama kali diriku merasa bahagia selain ketika bertarung.

Namun....para bangsawan menghancurkan semua itu.

Aku memotong lengan kanan dari penyebab utamanya untuk membalas dendam, tapi pikiranku tidak terjernihkan sama sekali. Bahkan hanya melihat bangsawan terasa buruk.

Aku lalu meninggalkan negeri dalam perasaan kehilangan harapan dan pensiun di lautan pohon terpencil. Membangun rumah, bertarung melawan monster, dan menghabiskan kehidupan sehari-hari dengan cara yang tenang dan damai. Tapi tetap saja, lubang kosong di hatiku tidak bisa terisi.

Ketika pikiran melemah, tubuhpun melemah juga. Bahkan pedang favoritku secara bertahap mulai terasa berat, diriku semakin melembek tanpa adanya kekhawatiran.

Dan, hari-hari kekosongan berlanjut.

....Kemudian, aku bertemu bocah ini.

Bocah membingungkan dan tidak masuk akal.

Bahkan petualang berpengalaman jarang menginjakkan kaki di hutan ini, namun ia dengan santai lewat menggunakan pakaian ringan seakan bepergian ke kota tetangga. Pada awalnya aku mengira dia varietas baru monster. Begitu diriku melepaskan niat membunuh, kepalaku berpikir dia bagian dari bangsawan idiot yang datang untuk mengunjungiku.

Sangat jarang untuk bertemu seseorang yang tidak tahu diriku di benua ini. Aku cukup tertarik karena anak itu tidak mengenaliku bahkan setelah melihat, meskipun dia mengerti setelah aku mengungkapkan nama kepadanya.

Bocah laki-laki ini cukup berpikiran dewasa untuk usianya dan memiliki selera yang baik dalam teh juga. Itu pertemuan pertama kali diriku dengan seseorang setelah begitu lama, jadi aku menjadi cukup banyak bicara.

Namun, aku benar-benar berakhir di ajari. Melihat bahwa ia memprovokasiku, aku akan menjawabnya dalam rangka untuk mendidik bocah kurang ajar ini.

Awalnya, taktikku adalah menunggu serangan, mengelak dan menjitak ringan kepalanya. Namun, ia hanya berjalan tanpa tergesa-gesa untuk beberapa alasan. Aku belum pernah melihat tindakan seperti itu.

Sementara melamun melihat bocah itu dengan santainya mendekat, dia kemudian mendadak muncul di hadapanku dan masuk ke jangkauan serangan. Aku hampir jatuh tersungkur akibat kejutan dengan jantung berdebar kencang. Kalau ini diriku yang dulu, aku tidak akan pernah seceroboh ini. Terkejut oleh kelemahan sendiri, aku hanya nyaris berhasil menjauh sambil menghindari serangannya. Tapi anak itu memukulku tepat di samping dan kemudian mengambil jarak.

"....Katakanlah, bagaimana jika ini pisau sungguhan?"

Kata-katanya membuatku marah. Bukan kepada anak itu, tetapi terhadap diriku sendiri.

Apa yang aku lakukan? Arogansi ini, sama dengan orang-orang bodoh dari masa lalu. Meskipun ia tidak benar-benar menusuk, pukulan itu membangunkanku. Dia bukan anak biasa, dia orang yang kuat dan layak menjadi lawanku, sekarang aku mengerti. Api mulai menyala menguasai diriku. Tubuhku mulai memanas diiringi detakan hebat.

Sensasi ini....yang aku rindukan.

Aku minta maaf kepadanya, mengucapkan terima kasih dan kami kemudian mengambil sebuah permulaan baru. Anak ini....bukan, pria ini, seseorang yang bisa membuatku serius. Dia tidak belajar dari sekolah manapun dan memegang sikap yang aku belum pernah saksikan sebelumnya.

Dia harus bergabung dengan sekolahku {Tsuyoshi Yabu Itto-Ryu}.

"'Gaya Tsuyoshi Yabu Itto' Teknik Pertama: Kekuatan Surga!!"



Ini adalah teknik dasar yang terdiri dari mengangkat pedang dan kemudian mengayunkannya turun dengan segenap kekuatan.

Bukan apa-apa kecuali untaian tebasan sederhana, namun dapat dengan mudah mengiris dan memotong baja sekali dipelajari secara menyeluruh. Meskipun lintasannya mudah dibaca, sulit untuk dihindari karena kecepatan dan hempasan kuat yang dilepaskan oleh pukulan penuh tenaga.

Dengan kata lain, hal ini tak dapat dihindari karena kesederhanaannya.

Bahkan, sebagian besar lawanku tersingkir oleh teknik ini. Hanya saja, bagaimana dengannya? Aku melangkah hati-hati karena ada retakan di tanah dan menggunakan Kekuatan Surga....dia mengelak.

Selain itu, dia mengelaknya pada saat-saat terakhir hanya dengan menggeser setengah bagian tubuh ke samping. Aku membocorkan senyum atas kemampuan pria ini karena mampu secara pasti menghindari serangan sejenis itu menggunakan refleks.

Segera setelah itu, aku bertujuan pada lawan dan mengiris padanya dengan ayunan ke bawah, menggunakan 'Ninoken Tsuyoshi-Sho'.

Dia meliukkan tubuhnya dan menghindari ini juga. Meskipun dia mencoba untuk menggunakan momentum menghindar sebagai sarana menyerang, aku mengangkat lagi pedang dan menggunakannya untuk membela diri.

Bukan hanya ia menghindari kedua seranganku, sekarang kemungkinan diriku kalah lebih besar karena harus berhati-hati untuk serangan balik.

Darahku semakin mendidih. Lawan pastinya membuatku serius. Orang yang menggunakan sihir {Boost} untuk mengkompensasi perbedaan dalam kekuatan fisik. Meskipun aku berjumpa dengan banyak lawan di masa lalu, inilah penggunaan sesungguhnya dari {Boost}. Tidak, itu bukan masalahnya sekarang.

Aku harus mengerahkan semuanya dan memberikan yang terbaik semampuku.

"'Delapan Tebasan Nafas' Rannoken-Chiyabu!!!"

Dia menepis seranganku dengan senjatanya dan berkelit, menghindari semua tebasan.

Aku mencelupkan Mana pada pedang milikku dan menciptakan gelombang kejut luas, 'Yabuno-kenshoha'.

Menggunakan kesempatan ini untuk melewatinya di samping, aku mencoba untuk menyerang tapi dia bergerak menjauh ke luar jangkauan dampak. Aku menebas ke bawah dengan dorongan dan ia masih berkelit, melompat mundur.

Oh....tidak mencapainya, tidak ada teknikku yang mencapainya.

Haha, bagus sekali!! Aku tidak bisa menghentikan hatiku dari menari!! INI SANGAT MENYENANGKAN!!!!

Sebuah kompetisi menggunakan kekuatan dan keterampilan, pertarungan ekstrim dimana kedua belah pihak bentrok dengan kemampuan penuh!!

Kekuatan kembali ke tubuh lemahku, mampu mempertajam indra sekaligus menggunakan teknik, begitu menggembirakan. Orang kuat yang sejak lama aku ingin temui, telah muncul pada akhirnya.

Apanya yang Goutsurugi?

Apanya yang terkuat?

Apakah tidak ada seseorang yang jelas lebih unggul dengan diriku di sini?!

Aku ingin bertarung dengan pedang tercintaku, bukan menggunakan kayu!!

Aku tidak ingin kami mundur setelah satu pukulan! Aku ingin kami bertarung sampai mencapai kemenangan atau kekalahan yang jelas!!

Aku ingin memakai armor! Aku ingin bertarung sungguh-sungguh dengan hidup dan mati yang dipertaruhkan!!

Aku ingin terus bertarung selamanya!!!

Hatiku hidup kembali, memuntahkan keinginan satu demi satu. Namun tubuh tua ini sudah sampai di batasnya.

Nafasku kasar, diriku jelas berada di sisi bertahan. Badan ini jauh melewati masa primanya, tapi karena aku tidak mengabaikan latihan harian, aku harusnya bisa melawan sedikit lebih lama. Ini tampaknya menjadi harga yang harus dibayar untuk waktu yang aku habiskan dengan membusuk.

Andai saja aku bertemu pria ini lebih awal....Tidak, itu terlalu terlambat untuk mengatakannya.

Dia mencoba serangan kuat yang menargetkan leherku namun berhenti, melompat ke belakang dan menempatkan banyak jarak diantara kami. Aneh, dia bisa saja memukulku dengan pedangnya menggunakan momentum itu, lalu kenapa?

Saat aku memperbaiki aliran pernapasan sementara mempertanyakan tindakannya, dia juga hanya berdiri di sana, menghela dalam-dalam dan mengangkat satu jari.

"Kita berdua sudah sampai dibatas. Ayo berhenti dengan serangan terakhir ini"

"....Apa....?"

....Begitu, ya. Pria ini juga mencapai batas-nya?

Meskipun penampilannya tidak berubah, aku dapat melihat bahwa napasnya semakin tak beraturan dengan lengan yang gemetar ringan, menunjukkan bahwa dia memang sangat kewalahan. Dan aku baru menyadari itu sekarang, keterampilan untuk menyembunyikan kelelahannya juga cukup hebat.

Masalahnya adalah, jika pertarungan terus dilanjutkan, aku akan kelelahan dan dia akan menang hanya dari kegigihan. Walaupun demikian, dia mengambil jarak dan menyatakan bahwa kami harus mengakhiri ini. Aku benar-benar bersyukur. Kemudian, akan kuhormati gerakan anggunnya itu.

Menghirup udara, aku mengambil sikap Kekuatan Surga lagi dan memeras pegangan pedangku. Baiklah, ini dia! Aku akan menunjukkan pukulan terkuat yang mampu kukeluarkan sekarang!!

Pria itu berakselerasi dengan terjangan dalam cara frontal tanpa berusaha untuk menciptakan trik kecil. Meskipun kekuatanku melampauinya, aku tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap lawan yang gerakannya tidak gampang terbaca. Dia menggunakan sentakan dari berlari dan mengayunkan pedangnya seakan menciduk sesuatu. Di lain sisi, aku hanya secara naif mengayunkan pedangku dari atas ke bawah.

Bunyi sesuatu yang hancur bergema melingkupi daerah luas. Masing-masing pedang kayu hancur berkeping-keping.

Mungkin tidak bisa menahan dampak serangan lagi? Entah benar atau tidak, aku hanya membocorkan desahan dan menikmati waktu kebahagiaan tertinggi ini.

....Sayangnya, diriku terlalu bodoh. Pertarungan ini....belum berakhir.

Saat mataku menyaksikan potongan-potongan kayu terbang melambai, kaki pria itu menerjang rahangku.

....Ha ha.

Rusaknya senjata bukanlah alasan untuk mengakhiri pertarungan.

Aku melirik kakiku yang bergerak sedikit dan pada saat itu, kesadaranku memudar.

☆☆☆Chapter 10 berakhir disini☆☆☆

Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]