World Teacher chap 33 B. Indonesia

Chapter 33 Mereka yang Menantang Labirin
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel




Bagian 1


Setengah bulan telah berlalu sejak pembukaan labirin.

Hampir setiap hari para bangsawan mengumpulkan rekan dan mempekerjakan petualang untuk menantangnya, namun belum ada yang menyelesaikannya sampai sekarang.

Labirin kali ini benar-benar berbeda dalam segala hal dibandingkan dengan waktu lalu.

Golem yang bergerak otomatis memanfaatkan lingkaran sihir tampaknya muncul dalam jumlah banyak disaat jumlah jebakan menurun.

Dikatakan bahwa ukuran golem cukup mampu untuk menghalangi jalan. Selain itu, berdasarkan besarnya, jumlah sumber material yang digunakan bervariasi.

Di sekitar waktu ini, karena para bangsawan sudah menyerah menjelajahi labirin, jelata dan lainnya pun mulai menantangnya.

Gelombang penantang labirin yang pertama adalah bangsawan, dan sekarang kelompok penantang kedua berkumpul hari ini dimana kami berada di kelompok itu.

"Meski sudah setengah bulan berlalu, masih banyak orang di sini"

"Benar juga. Apa kalian ingin mencobanya setelah hanya tersisa lebih sedikit orang?"

"Kita sudah sampai sejauh ini. Setidaknya aku ingin memasuki labirin"

"Yah....pengalaman itu penting"

Meski sudah sore*, sekilas aku masih bisa melihat sosok-sosok yang tidak kurang dari dua puluh party. Banyak juga yang dipimpin oleh petualang, di sekitar labirin memang masih ramai.
['Sore' disini maksudnya adalah waktu dimana 'Siang hari baru saja lewat'.]

"Hei Aniki, jika ada begitu banyak orang seperti ini, bukannya di dalam sudah penuh?"

"Sepertinya kita akan jarang bertemu dengan party lain. Coba lihat pintu masuk disana"

Aku menunjuk ke pintu masuk labirin. Tidak hanya ada satu tapi juga banyak lubang pada dinding tanah tempat orang bisa memasukinya.

"Labirin ini begitu luas dengan pintu masuk yang sangat banyak. Karena itulah, kita takkan berjumpa dengan orang lain. Jika bertemu pun, mungkin saat sampai di lantai bawah?"

Tampaknya tantangan dari labirin ini berbeda-beda tergantung pintu masuk mana yang dilalui. Misalnya, tantangan utama dari pintu masuk pertama dan kelima adalah jebakan, di pintu keenam dan kesembilan itu tipikal dari sebuah labirin dimana strukturnya terpisah-pisah dengan sedikit jebakan. Kau bisa menikmati sensasi penjelajahannya jika terus mengganti pintu masuknya setiap kali mencoba.

Hanya saja, karena semua jalan menjadi satu di lantai kesembilan, itu akan menjadi waktu ketika kami bertemu party lain. Jadi, seandainya kami mampu menerobos hingga lantai sepuluh dan melewati tantangan terakhir, bisa dibilang kami sudah menyelesaikannya.

"Misalkan bertemu party lain, tindakan bekerja sama atau menghalangi itu dilarang. Jika mereka adalah bangsawan, proritaskan agar mereka bisa segera pergi untuk menghindari masalah"

"Aku mengerti. Reus khususnya, perhatikan tingkahmu"

"Baiklah! Tapi, aku tidak mungkin diam saja jika Aniki diejek, kan?"

"Yah. Aku juga tidak yakin bisa tetap tenang"

"....Aku akan bernegosiasi pada saat itu"

"....Aku memintamu menahan keduanya"

Sambil mendesah pada kedua bersaudara yang menyatakan untuk membalas tergantung situasinya, kami menunggu antrean.

Sebuah pos dibangun di depan pintu masuk labirin. Resepsionis nya mengirimkan party yang telah menyelesaikan prosedur satu demi satu. Kupikir ini akan memakan waktu, tapi ternyata prosesnya lebih cepat dari perkiraan. Sepertinya kami bisa masuk labirin tanpa menunggu terlalu lama.

"Baiklah, ayo kita periksa peralatan dulu sambil menunggu. Setiap orang harus memastikannya"

"""Ya!"""

Di sabukku ada pisau lempar, pisau mithril, dan pedang biasa. Apa yang ku pakai adalah jubah sekolah yang dibaliknya terpasang armor dada, mengenakan celana panjang ketat, siku dan lutut yang diperkuat oleh kain kulit kokoh. Berbicara tentang celana panjang ketat ini, aku menjahitnya sendiri dari jubah sekolah yang sudah kekecilan. Jubah itu memang harus dikembalikan kalau ukurannya sudah tidak pas, namun aku mengambilnya lewat cara damai, yaitu dengan memberikan dua kue.

Ini merupakan alat pelindung yang menekankan kebebasan bergerak dan lebih tahan lama daripada produk kulit yang paling bagus.

Memakainya setiap hari akan membuatku menonjol karena garis tubuh yang lurus*. Aku juga memakai jubah sekolah agar itu tidak ketahuan.
[Singkatnya, Sirius memakai celana pensil]

Selain ransel kecil di punggung yang berisi makanan dan air, beberapa barang berguna juga disertakan.

"Aku siap pergi kapanpun"

Emilia menyisipkan dua pisau di pinggang dan pisau lempar yang disembunyikan di beberapa bagian tubuh. Karena mengutamakan serangan cepat, dia mengenakan pakaian yang mudah untuk bergerak ditambah penutup dada dan pelindung, namun hanya pada titik-titik vitalnya.

"Aku juga siap, Aniki!"

Reus memanggul pedang besar setinggi badannya yang dibuat oleh kurcaci Grant. Dia dilengkapi dengan armor dada besi dan sarung tangan. Reus memiliki pertahanan tertinggi di party kami, namun karena tidak suka dengan hal-hal yang menghalangi pergerakan, terdapat banyak celah pada apa yang dia kenakan. Sebenarnya ada teknik untuk mengatasinya, tapi aku masih ingin membelikannya perlengkapan pelindung.

"Ya, aku baik-baik saja"

Sedangkan Reese memakai peralatan paling sederhana, yaitu sebilah pisau dan jubah sekolah. Sebagaj gantinya, gadis ini membawa ransel berisi berbagai barang. Lagipula, peran utamanya adalah pemberi dukungan sihir karena bukan penyerang garis depan.

Saat pengecekan selesai, giliran kamipun tiba. Tampaknya di waktu ini, party kami adalah yang terakhir.

Si pria resepsionis terguncang saat aku menunjukkan medali yang diperoleh dari kepala sekolah. Kami lalu diberi liontin dan penjelasan selama beberapa menit.

"Pegang liontinnya erat-erar saat kalian berada dalam labirin. Perangkap disana akan berhenti saat kau mengalirkan Mana ke dalam liontin, itu memiliki fungsi memberi tahu kami lokasi pemakainya"

Apa benda ini sesuatu seperti pemancar yang hanya terbatas pada labirin? Ini akan berguna bila menyangkut situasi buruk seperti menyentuh atau tertangkap oleh perangkap.

Ada banyak liontin serupa yang tergantung di dalam kantor, salah satunya berkedip merah dan sebuah tanda panah muncul. Si resepsionis lalu mendekatinya, melihat nomor liontin itu lalu membandingkan dengan dokumen ditangannya.

"Kami telah mengkonfirmasi sinyal dari party No. 18. Semua orang dari {Wind of Hope}*, tolong selamatkan mereka"
[Kibou no Kaze]

"Mengerti. Oi, ayo pergi! Kalian semua!!"

Beberapa petualang di usia dua puluhan menanggapi dengan suara nyaring. Mereka adalah petualang yang dipekerjakan untuk menyelamatkan para penantang. Setelah diserahkan liontin dan medali yang masih berkedip dari resepsionis, orang-orang itupun menyerbu labirin.

"Saat-saat untuk menjelaskan ini begitu sempurna. Bila kalian mengalirkan Mana ke liontin, maka liontin di sini akan berkedip seperti barusan. Para petualang lalu akan pergi mendatangi si pengirim tanda untuk menyelamatkannya"

"Bukannya petualang yang masuk untuk penyelamatan ini juga punya kemungkinan untuk terbunuh di dalam labirin?"

"Pertama-tama, medali yang para petualang bawa memiliki efek menghentikan aktifitas jebakan dalam labirin. Mereka yang membawa medali ini juga tidak akan diserang oleh Golem"

"Kalau begitu, pemegang medali itu bisa saja menjadi yang pertama menyelesaikan labirin, kan?"

Si resepsionis tersenyum masam saat mendengar pendapat wajar Emilia. Dia lalu menjawab.

"Sebenarnya, beberapa bangsawan ingin aku menjualnya pada mereka. Namun orang-orang itu menyerah setelah mendengar deskripsi medali tersebut. Ketika mereka sampai di lantai kesembilan sambil membawa medali ini, saklar untuk pintu menuju lantai kesepuluh takkan berfungsi sehingga labirin mustahil untuk diselesaikan. Intinya, kecurangan tidak diijinkan. Maaf"

"Jangan khawatir. Tapi, apa medali yang dimiliki Aniki berbeda dari itu?"

"Aku akan menjelaskannya sekarang. Ini sebenarnya merupakan kunci untuk menantang tingkat kesulitan tertinggi yang hanya diserahkan kepada orang yang diakui kepala sekolah"

Magna-sensei berkata bahwa aku bisa melewati labirin tanpa berhenti, tapi sekarang berbeda? Aku sudah dipermainkan oleh kedua pecandu kue itu.

"Jadi, apa yang akan kalian lakukan? Aku bisa paham kalau kalian bukanlah orang biasa saat menerima medali itu, namun kalian masih diperbolehkan menantang tingkat kesulitan yang normal"

Aku mempertombangkan kembali kata-kata itu, lalu menoleh untuk menegaskan keadaan para siswa.

Emilia mempercayakan masalah ini sepenuhnya kepadaku, Reus dipenuhi antusiasme dan Reese yang mengangkat kedua tinju seolah termotivasi sekali lagi. Sepertinya, tak ada yang keberatan.

"Kami akan menantangnya"

Dengan begini, kami menantang tingkat kesulitan tertinggi.

☆☆☆☆

Bagian 2

Di dalam labirin itu tidak seperti gua dengan batuan yang kasar tapi dindingnya seolah batu bata yang menyebar dan datar. Memang agak redup, tapi cukup terang sampai bisa melihat bahkan tanpa membawa obor.

"Baiklah, ayo segera berangkat!!"

"Tunggu"

Aku menghentikan Reus yang hendak mengambil satu langkah ke labirin dengan meraih bagian belakang kerah pakaiannya. Kaki yang dia ayunkan mengambang di udara, Reus hanya menoleh kebelakang diiringi tampang ketidakpuasan.

"Kenapa, Aniki?"

"Jangan lupakan kalau ini adalah tingkat kesulitan tertinggi"

Labirin ini telah disesuaikan oleh kepala sekolah. Aku telah berhubungan dengannya selama dua tahun dan memahami bagian dari pria itu yang secara tak terduga menyenangkan sekaligus sadis. Ketika tahu bahwa orang seperti dia yang menyesuaikan kesulitannya hingga ke tingkat tertinggi, aku memiliki firasat buruk.

Setelah menyingkirkan firasat itu, aku kemudian melepaskan Reus sehingga dia bisa menyesuaikan postur tubuhnya. Disaat Reus keheranan tentang tingkahku dan mengambil satu langkah maju....sosoknya tiba-tiba menghilang.

"Reus?!"

"Reus-kun?!"

"A-Aku di siniiii....Nee-chan!!"

Tepatnya, lantai runtuh saat dia menginjaknya, membuat anak ini jatuh ke sebuah lubang. Air mulai mengalir masuk dari dasar lubang, mungkin ini bertujuan agar kemaunnya untuk memanjat lenyap jika dia sampai tenggelam. Namun, Reus tergantung dengan aman di udara karena aku sempat mengikat pinggangnya dulu menggunakan {String}.

Ketika aku mengangkat tubuhnya keluar dari perangkap, lubang itu pun berhenti mengalirkan air dan menutup sendiri yang diikuti kemunculan suatu lingkaran sihir. Lingkaran sihir ini secara bertahap menjadi transparan. Tak ada yang terjadi meski aku mencoba menginjak tempat yang sama.

"K-Kau menyelamatkanku, Aniki. Tapi, kenapa lubangnya lenyap?"

"Karena ini adalah suatu mekanisme yang takkan berfungsi untuk sementara setelah diaktifkan. Mungkin ini akan aktif lagi setelah secara perlahan menyerap Mana di atmosfer"

Aku menyimpulkannya berdasarkan pengetahuan dari buku sambil mengamati lingkaran sihir ini. Menggambar pola lingkaran sihir tingkat tinggi semacam itu untuk menciptakan jebakan semacam ini....pemanfaatan teknik yang tidak berguna! Jujur saja, aku tidak menyukainya.

"Tiba-tiba tempat ini menjadi mengerikan. Pada langkah pertama bahkan sudah jatuh ke lubang air"

"Terkesan mengerikan karena kita biasanya tidak membawa baju ganti"

"Hei, bergeraklah dengan---"

""Eh?""

Sudah terlambat untuk berkata 'hati-hati'.

Ketika Emilia melangkah maju untuk mendekati Reus, lantai yang dia injak merosot. Lingkaran sihirpun naik ke permukaan sambil melepaskan cahaya. Ketika kedua bersaudara saling bertukar pandang, aku bisa mendengar bunyi lecutan dari bagian dalam lorong.

"Haa!!!"

Itu adalah panah yang melesat tanpa ujung yang lancip, namun Reus menjatuhkannya dengan mudah.

"Apa kau baik-baik saja?!"

Ketika Reese mendekat diiringi rasa cemas, sekali lagi lingkaran sihir muncul di bawah kakinya. Gadis inipun ditargetkan oleh suatu serangan angin. Ngomong-ngomong, angin itu berhembus dari bawah ke atas.

"Eee?? Kyaaa?!?!"

Ini kedua kalinya aku mengatakan ini, tapi apa yang dia pakai hanyalah seragam sekaligus jubah sekolah. Tentu saja, bagian bawahnya tergulung karena dorongan angin....

"Takkan kubiarkan!"

Tanpa menunda, aku melepaskan {String} dan mengikatkannya dengan kuat di area paha gadis itu. Secara jujur, aku memang ingin melihatnya, tapi melihat tanpa izin hanya akan menyakiti martabatku.

Meskipun angin segera mereda, dia jatuh di tempat seolah kehilangan semangat dan hendak menangis.

"Ahhh.....Si-Sirius-san....kau menyelamatkanku"

"Tidak, jangan terlalu dipikirkan. Hanya saja....kalian, berbarislah disini sebentar!"

"""Y-Ya!!"""

Para siswa ini tidak terlalu memperhatikan masalah jebakan. Mungkin apa boleh buat karena perangkapnya tidaklah normal, tapi ini agak mengerikan.

Aku menyuruh mereka berbaris pada lantai yang sudah kuperiksa tak memiliki perangkap lalu memberi teguran.

"Nah, kalian tahu kenapa disuruh berbaris?"

"....Karena kita terkena perangkap"

"Benar. Aku tidak marah, tapi ternyata ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Aku akan memberikan penjelasan sambil kita maju, jadi cobalah hentikan perilaku yang egois"

"Mengerti"

Kamipun melanjutkan perjalanan dari sana diiringi pendidikan dariku. Aku menjelaskan secara rinci apa yang membuat jebakan muncul dan membiarkan para siswa memahaminya lewat cara terkena perangkap dengan sengaja.

"Ada banyak jenisnya, tak hanya pada lantai, jebakan juga bisa terpasang pada dinding. Jangan pernah menyentuh dinding kecuali memang perlu. Karena, ada seorang yang bisa memicunya tanpa sadar"

"---Bahaya!! Aku hampir saja menyentuhnya!"

"Kalian mungkin perlu melihat lebih dekat lantai ini. Ada sedikit tanah yang menutupinya kan? Mungkin saja terdapat suatu lingkaran sihir yang tersembunyi"

"Ini....aku bisa melihatnya. Sulit untuk disadari"

"Bagi Sirius-sama, ini wajar"

"Jebakan pada tempat ini benar-benar tersembunyi, jadi kalian takkan menyadari itu jika hanya melihatnya sekilas. Masing-masing dari kalian bertiga, cobalah berjalan sendiri ke arah yang menurut kalian tak memiliki jebakan"

"Entah kenapa jalur kiri menimbulkan firasat yang tidak nyaman....kalau begitu, aku ambil jalur kanan!!....Uwaaa?!?!"

"Sirius-sama! Reus terkena perangkap!"

"Jawaban yang benar adalah di tengah. Aku tidak berkata kalau hanya ada satu jebakan. Jangan asal memutuskan hanya berdasarkan informasi yang diberikan"

Ngomong-ngomong, aku belum pernah terjebak dalam perangkap setelah memasuki labirin ini. Ketika ditanya 'bagaimana bisa?', itu karena perangkap dipicu oleh lingkaran sihir, jadi jika aku memeriksa respon Mana menggunakan [Search], aku bisa mengidentifikasi semua lokasi perangkap.

Yah, walaupun terkesan curang tapi aku tidak segan menggunakannya. Labirin dengan tingkat kesulitan tertinggi ini merupakan tempat yang pas sebagai bahan pembelajaran mereka. Aku akan memanfaatkan momen ini dengan tepat.

Masalah tentang Golem belum muncul. Kami terus maju sambil mempelajari jalur yang penuh jebakan hingga akhirnya sampai di tangga menuju lantai keempat.

Dan pada saat para siswa mengerti sebagian besar dari perangkap....

"Sepertinya aku mulai membenci kepala sekolah"

"Yah, kurasa aku mengerti kenapa dia tidak populer"

"Musuh bagi semua perempuan!"

....Evaluasi pria itu terus berlanjut seiring dengan penyesuaian diri masing-masing pada labirin.

Ini karena labirin dipenuhi dengan perangkap menjengkelkan. Sebut saja, jebakan yang ditempatkan secara gigih, rok yang hampir tersingkap karena hembusan angin kencang, serangan sihir yang tak terhitung banyaknya dari atribut dasar masing-masing, dan sebagainya.

Lain kali, aku akan membuat para siswa mengatakan kesan mereka tentang labirin di depan Vile-sensei. Seperti apa wajah yang akan dia buat ya?

Menuruni tangga, kamipun sampai di lantai keempat dan berhenti karena merasakan firasat aneh.

"Tampaknya, jumlah perangkap berkurang di lantai ini. Tapi...."

"Aniki! Ada sesuatu yang datang!"

Ketika aku menggunakan {Search}, reaksi muncul dari pergerakan lingkaran sihir. Namun, itu bukan berasal dari lantai ataupun dinding. Sambil mengamati lorong, golem dengan tubuh terbuat dari pasir menampakkan dirinya.

Melihat lebih teliti, anggota badan termasuk kepala memiliki bentuk yang sederhana. Tingginya juga hampir tak berbeda dengan diriku. Gerakannya lambat, mungkin karena sendi-sendi yang terlalu kecil. Dia mendekat dengan pelan.

"Dari sini, kita akan menghadapi kelompok golem, ya"

"Baguslah! Aku bisa melampiaskan kemarahan yang menumpuk ini!"

Reus mulai berlari, dia melepaskan pedang yang berada di panggulnya dan mengayunkan itu ke ubun-ubun si golem. Gema suara 'Dopaa!!' diikuti tanah yang bergetar, mahkluk itupun terbelah menjadi dua. Reus lalu menengok ke belakang sambil mengangkat jempolnya.

"Mengurusi hal seperti tanah itu mudah!"

"Reus! Di belakangmu!!"

"Dibelakang? Uwaa?!"

Tumpukan tanah dari golem yang telah dibelah Reus menyatu lagi seolah merupakan film yang dimainkan secara terbalik, dengan cepat kembali ke bentuk aslinya. Mahkluk itupun menoleh dan mencoba memukulnya, namun berhasil dihindari karena peringatan dari Emilia.

"Apa-apaan mahkluk ini? Aku yakin tadi sudah membelahnya jadi dua!"

"Reus, potong pergelangan tangan kanannya!"

"Mengerti, Aniki!!"

Walaupun sempat terkejut karena regenerasinya, gerakan golem ini masih terlalu lambat. Reus yang menghindari pukulannya kemudian menebas pada titik yang aku sarankan. Tubuh si golem mulai runtuh, menjadi pasir halus lalu diserap oleh lantai dan menghilang.

"....Apa yang terjadi?"

"Bagian yang kau potong itu adalah letak dari lingkaran sihirnya. Karena tenaganya berasal dari sana, dia takkan bisa terbentuk lagi dan hancur"

Terdapat lingkaran sihir beratribut bumi yang bisa dipakai untuk menciptakan golem. Mungkin ini versi yang lebih rendah dan mudah dihancurkan karena terbuat dari tanah. Selain itu, ada seseorang memegang keunggulan melawan hal-hal dari tanah di party kami.

"Sirius-sama, ada tiga golem lagi kali ini!"

"Reese! Sekarang giliranmu!"

"Ya!....Wahai air, kumohon. {Aqua Shot}!"

Ketika Reese mengangkat tangannya, beberapa bola kecil air terwujud di sekelilingnya dan langsung meluncur bersamaan kearah para golem yang mendekat.

Bola-bola air itu menembus tubuh tanah para golem hingga mereka runtuh. Sayangnya, hanya dua yang berhasil dikalahkan, sisanya masih utuh.

"Menargetkan dengan tepat lingkaran sihir itu cukup sulit"

"Bukan begitu, Reese. Indra para roh untuk merasakan mana lebih tajam, kan? Serahkan saja masalah membidik sasaran pada mereka. Coba lakukan lagi"

"Baiklah. Semuanya*....tolong bantu aku, {Aqua Shot}!"
[Maksudnya, para roh]

Hanya satu bola air yang muncul kali ini. Tapi saat dia menembakkannya, itu menembus sisi kanan golem, membuat tubuhnya hancur dan lenyap.

"Menakjubkan....aku bisa mengalahkannya hanya dengan satu serangan! Terima kasih, semuanya!"

Reese mengucap rasa syukurnya kepada para roh. Dilain sisi, Emilia dan Reus masih tetap waspada. Aku juga berhati-hati dan memfokuskan mata ke lorong yang redup di depan. Mungkin karena merasakan suasana yang tegang, Reese menghentikan suka citanya dan memiringkan kepala.

"Ada apa?....Jangan-jangan...."

"Benar sekali. Kita kedatangan tiga puluh lagi"

Yang terlihat jelas kemudian adalah sejumlah besar golem. Bagaikan suatu pasukan, mereka berkelompok dan membentuk formasi tiga barisan sambil menghentakkan kaki kesini dengan sejajar. Akan sulit menerobos jika hanya mengandalkan kekuatan satu individu.

"Semua orang sekarang akan bertarung. Apa kalian siap?"

"Tidak masalah karena aku akan menerjang langsung dari depan!!"

"Aku bisa pergi kapan saja"

"Aku akan melakukan yang terbaik!"

"Baiklah! Targetkan titik lemah mereka dan jangan sampai di kepung!! Pertempuran dimulai!!!*"
[Kalimat aslinya disini adalah 戦闘開始
オープンコンバット ( 'Sento Kaishi/Open Combat!')]

Kamipun maju dengan semangat tinggi.

Reus sesekali menghantamkan tubuhnya untuk menghancurkan lingkaran sihir. Emilia akan mengakhirinya dengan memotong titik lemah menggunakan pisau dan mengkhiri mereka. Sedangkan Reese terus menembakkan {Aqua Shot} dan mengurangi jumlah golem.

Kedua bersaudara sudah terbiasa bertarung karena pernah berkali-kali menghadapi sekelompok goblin. Namun, ini berbeda untuk Reese. Gerakannya kaku karena dia tak memiliki pengalaman bertempur. Aku melanjutkan berlari sambil memperhatikan gadis itu, lalu akhirnya menemukan tangga pada area dimana angka yang kami basmi mencapai 100.

Saat aku menarik napas lega dan mencoba menuruni tangga....langkahku terhenti.

Para siswa yang melihat ini seolah mempunyai tanda tanya yang mengambang.

"Ada apa, Aniki? Ayo cepat pergi!"

"Hari ini, penjelajahan berakhir disini. Akan terlambat kalau kita tidak secepatnya kembali"

"Disini masih lantai tiga, kan? Tak terasa sudah selama itu"

"Memperkirakan waktu ketika berada dalam gua itu sulit. Kalian mungkin mengira masih siang, tapi kenyataannya sekarang sudah menjelang malam"

Takkan ada perubahan gelap terang di dalam gua karena sinar matahari tak mampu mencapainya, suhu juga terus konstan, membuat seseorang tak mampu memperkirakan waktu diluar. Ini merupakan pertama kali mereka bertiga menantang labirin, jadi wajar saja jika sampai tidak tahu. Sebelum malam sempat tiba, kupingku mendengar bunyi yang berasal dari perut Reus.

"Benar juga!! Aku sudah kelaparan!!"

"Meski kita masuk sebelum tengah hari, waktu berlalu dengan sangat cepat ya"

Mengajari para siswa tentang perangkap ternyata membutuhkan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Namun, ini bukan momen yang buruk karena perangkap-perangkap itu bisa menjadi bahan motivasi baru bagi mereka. Jika ada yang buruk, itu adalah ketidakpuasan terhadap kepala sekolah.

"Reese juga sudah kelelahan, kan? Kukira memang sudah saatnya  pulang"

"Maaf. Aku belum bisa mengimbangi pergerakan kalian"

"Jangan khawatir. Pengalaman bertarung di labirin ini tidaklah banyak, jadi apa boleh buat. Kesampingkan itu, apa yang akan kalian inginkan untuk makan malam?"

Tak ada alat yang berfungsi memindahkan seseorang seperti yang ada di game ataupun dongeng disini, jadi untuk kembali, kau harus berjalan kaki. Walau agak merepotkan, jika kau mengalirkan Mana pada lingkaran sihir di depan tangga yang menuju ke lantai atas, metode ini akan bereaksi pada perangkap maupun golem di lantai itu dan membuatnya tak berfungsi untuk sementara. Singkat kata, keamanan hanya terjamin dalam perjalanan pulang.

Disaat aku menanyakan tentang hidangan makan malam, para siswa dengan riangnya menyampaikan keinginan mereka.

"Daging!!"

"Jangan hanya daging. Sayuran juga harus. Bagaimana dengan rebusan?"

"Kalau begitu, nasi kari yang kita makan tempo hari. Itu sangat lezat"

""Itu saja!!!""

Sambil tersenyum masam pada kekompakan kedua bersaudara, aku mengingat saat dimana bahan-bahan masakan kami yang ternyata tidak cukup.

Selama dua tahun, aku meminta bantuan perusahaan Galgan untuk mengirimkan bumbu dan rempah-rempah untuk menciptakan hidangan baru. Pada akhirnya, aku berhasil membuat sesuatu menjadi bubuk kari. Diingat-ingat lagi, itu bisa disebut sebagai pertarungan panjang. Untuk menemukan kesamaan cita rasa, aku terus mencoba mengkombinasikan bahan yang ada dan gagal. Bahkan terkadang Reus yang mencicipinya menangis hingga kabur.

Pada ujung dari kerja kerasku, muncullah bumbu yang bukan berwarna coklat, melainkan hijau. Kupikir asal dari warnanya karena suatu bahannya tidak menggunakan kunyit. Yah, yang penting rasanya sudah mirip kari. Aku mencoba menikmati itu dengan roti, tapi masih tetap ingin memakannya dengan nasi.

Dan selagi masa-masa penderitaan seperti itu terus berlanjut, suatu kabar datang dihari lain yang mengatakan bahwa perusahaan Galgan telah menemukan hal yang serupa dengan beras. Bentuknya yang panjang dan tipis terkesan aneh, tapi ketika sudah ditanak dalam panci, dari rasanya tak diragukan lagi. Nasi.

Tampilannya memang berbeda tapi begitulah nasi kari selesai. Pemandangan dimana siswa-siswaku serakah layaknya binatang buas masih segar dalam ingatanku.

Setelah itu, tak ada yang terjadi saat kami keluar dari labirin. Aku memasak nasi kari dan haripun usai.

☆☆☆☆

Esoknya, kami berangkat ke sekolah diiringi jadwal rutin pagi. Namun, hari ini aku melihat situasi yang agak berbeda.

"Hei! Kalian pergi ke labirin kemarin kan? Bagaimana?"

"Apa kalian menyelesaikannya....kukira tidak. Kali ini sulit seperti yang diperkirakan, ya kan?"

"Apa tidak mungkin menyelesaikannya bahkan untuk Aniki dan Oya-bun?"

Sepertinya informasi tentang party kami yang menantang labirin kemarin sudah tersebar luas, teman-teman sekelas dengan suara bulat ingin tahu hasilnya.

Aku hanya melihat ini dengan perasaan tak tertarik.

"Kami hanya memeriksa keadaan kemarin dan tidak pergi terlalu dalam"

"Membedakan perangkap dan cara menghindarinya, ada banyak yang bisa dipelajari"

"Heee....Apa itu diajari oleh Sirius-kun?"

"Tentu saja. Karena tidak ada yang Sirius-sama tidak ketahui"

Emilia menjulurkan dadanya saat menjawab, perhatian teman sekelaspun berpusat padaku, aku ingin mengangkat tangan dan mencoba membalas. Kemudian, seorang ras binatang mendekatiku dengan suara membujuk.

"Hei, Sirius-kun. Beri tahu kami cara mengidentifikasi perangkap"

"Benar. Emilia dan yang lainnya tidak adil"

"Aniki! Beri aku izin untuk berbicara pada Oya-bun!"

"Hmm? Aku tidak begitu mengerti, tapi baiklah"

"Oya-bun! Tolong, kami juga ingin tahu!!

Entah bagaimana ini menjadi aneh. Aku hendak menolak ketika pintu kelas terbuka dengan kencang. Ketika memikirkan sesuatu dan mengarahkan pandangan kesana, siswa-siswa dari kelas Aion mulai masuk.

Sementara lingkungan menjadi bingung, siswa kelas Aion yang juga membawa petugas mereka mendekat lalu berdiri di depan Reus dan Emilia.

"Reus Silvarion! Aku, Hart Arcade*, mengajukan sebuah pertandingan melawanmu!"
[Kalo di eja, namanya Haruto ākādo]

"Hah?"

Reus memberikan jawaban bodoh karena tiba-tiba ditantang. Dan ini juga terjadi pada orang di sebelahnya.

"Emilia Silvarion! Aku, Melruza Misteria*, mengajukan sebuah pertandingan melawanmu!"
[Merurūsa Misutoria]

"Hah?"

Emilia juga memberikan jawaban bodoh karena tak mengerti situasinya. Seperti yang diharapkan dari saudara kandung, tindakan mereka saat merespon sama persis.

Sementara kakak beradik ini kebingungan, kedua siswa didepan mereka, laki-laki dan perempuan yang mungkin bergelar bangsawan masing-masing menunjuk lawan mereka kemudian berseru.

"Aku takkan membiarkanmu berkata bahwa kau lupa tentang latih tanding dua hari yang lalu! Kau pengecut yang meraih kemenangan lewat serangan mendadak!"

"Pengecut? Aku hanya bertempur dengan normal dan menang, kan?"

"Kau juga sama, Emilia! Aku tidak bisa memaafkanmu karena menyelesaikannya dengan menembakkan sihir tanpa melihat sihirku yang indah!"

"Kupikir wajar saja untuk melepaskan sihir bagi orang yang menyelesaikan mantra duluan?"

Tampaknya kedua orang ini sudah bertarung dengan mereka selama jam pelajaran bidang keahlian pada sore hari dan kalah, namun orang-orang ini sendiri tidak memahaminya. Situasi sudah menjadi merepotkan lagi.

"Bagaimanapun, sebagai seorang bangsawan, kami tidak bisa kalah dari orang biasa seperti kalian. Karena itulah kami mengajukan pertandingan!"

"Bertarung dengan pedang lagi?"

"Kau salah! Kita akan menjelajahi labirin! Kelompok yang menyelasaikannya lebih dulu akan menang!"

"Kami berencana menantang labirin sore ini. Terimalah tantangan kami!"

Pada tantangan sepihak itu, Emilia dan Reus saling melirik lalu menoleh ke arahku. Wajah mereka seolah berkata 'Apa yang harus aku lakukan?'.

"Petugas yang memalukan karena hanya mengandalkan tuannya!"

"Memang. Aku merasa kasihan pada tuannya yang memiliki petugas yang memalukan"

""Eh?!""

Meski di provokasi, kedua bersaudara tidak membalas dan hanya mampu menunduk sedih. Tapi ini juga bukan berarti para bangsawan bisa berbuat seenaknya.

Mereka tampaknya mengira sudah berhasil, namun sampai mempermainkan kedua siswaku seperti ini....haruskah aku mendidik kedua bangsawan itu hingga mereka menangis? Tapi karena yang ditantang adalah kakak beradik ini, aku hanya akan membaca suasananya.

Mereka yang sempat menunduk, mengangkat kepala dan saling memandang kemudian berucap kepada para bangsawan dengan lantang.

"....Neechan!!"

"Iya! Baiklah, kami menerima tantangan kalian!!"

Orang-orang di sekitar yang awalnya tegang segera beralih untuk bertepuk tangan. Sorak soraipun terdengar keras, berkata kepada kedua bersaudara agar jangan sampai kalah. Aku bangga karena siswa-siswaku sangat populer.

"Baiklah, kalau begitu sampai jumpa di depan labirin sore hari ini!"

"Aku takkan memaafkanmu lagi jika sampai melarikan diri!"

Apa mereka merasa baikan saat berhasil memprovokasi kedua bersaudara?

Para bangsawan itu terlihat seperti orang yang menang ketika meninggalkan kelas kami. Kupikir perasaan tegang mereka akan lenyap, namun keduanya berbalik menghadapku dan malah berlutut dengan momentum yang hebat*.
[Dogeza]

"Untuk menerima pertandingan tanpa meminta izin, aku sangat meminta maaf, Sirius-sama!"

"Maaf Aniki! Tapi Aniki, aku tidak bisa memaafkan perkataan mereka yang menyebut kami sebagai petugas yang memalukan...."

Mereka melihat ke arahku setiap kali terjadi sesuatu, keduanya takkan melakukan apapun jika tidak kuizinkan. Dimata orang lain mungkin kesannya seolah mereka terlalu bergantung padaku.

Bagi Emilia dan Reus, orang yang ingin melayaniku sebaik mungkin, pernyataan provokasi tadi bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan.

"....Angkat wajah kalian"

"Tapi---"

"Sudahlah, angkat wajah kalian dan lihatlah ke sini"

Kedua bersaudarapun mengangkat wajah dengan enggan, ekspresi mereka tampak seolah akan menangis. Apa-apaan ini? Apa kalian berniat bertanding dengan ekspresi menyedihkan seperti itu?

"Ada satu hal yang ingin kutanyakan, apa kalian sudah mengkonfirmasi peraturannya sebelum bertanding?"

"Itu...."

"....Tidak"

"Kukira begitu. Pihak lain juga tidak mengatakan apapun tentang kondisi kemenangan maupun kekalahan"

Daripada berpusat pada pertandingannya, pembahasan mereka tadi malah mengarah ke siapa yang akan menyelesaikan penjelajahan labirin lebih dulu.

Terdapat sejumlah orang dalam sebuah party, pertandingan ini juga tidak memerlukan wasit. Siapa pun bisa berbuat curang dalam kasus menyelesaikan labirin.

Itu sebabnya aku merasa harus menghentikan mereka, namun aku tidak melakukannya karena berpikir para bangsawan tadi tidak akan menimbulkan masalah.

Bangsawan-bangsawan itu tidak seperti Gregory maupun Alstro. Mata mereka tidaklah berisi kesombongan, hanya menunjukkan bahwa mereka benci kekalahan. Intinya, keduanya tidak terima dan meminta bertanding ulang. Inilah yang membuatku mengira takkan ada kecurangan seperti kejadian dua tahun yang lalu.

Bahkan jika sampai terjadi, itu bukanlah masalah besar dan malah akan menjadi pengalaman bagi siswa-siswaku.

"Aku tidak marah karena kalian terbawa provokasi mereka. Hanya saja....tetaplah angkat kepala dan menataplah ke depan. Kalian bisa melakukannya karena kalian adalah para siswaku"

"....Mengerti"

"Dan, untuk meringkas omelanku ini, kalian akan menantang labirin tanpa diriku nanti kan....apa kalian setuju dengan itu?"

"....Iya"

"Aku sangat menyesal, Aniki! Orang-orang itu benar, tidak baik kalau harus terus bergantung pada Aniki"

"Begitukah? Lalu, bisakah kalian menang?"

Aku mengatakannya untuk memprovokasi mereka dengan sengaja. Karena tidak mengira bahwa diriku akan mengucapkan hal seperti itu, kedua bersaudara sempat terkejut. Mereka kemudian berbicara lagi sambil memasang tampang serius.

"Ya! Sebagai petugas Sirius-sama, kami akan mengalahkan mereka sepenuhnya"

"Aku ingin menang melawan orang-orang itu tanpa mengandalkan Aniki!! Menang dengan pasti lalu menunjukkannya padamu!!"

"Bagus! Kalau begitu, tunjukkan kekuatan kalian pada mereka!"

""Ya!!!""

Jika keduanya bisa mendapatkan kembali keyakinan itu, bangsawan-bangsawan yang tadi takkan menjadi tandingan mereka. Di hadapan Emilia dan Reus yang dipenuhi motivasi, Reese juga menampilkan motivasinya.

"Aku juga akan berusaha keras, jadi ayo kita lalukan yang terbaik!"

"Reese....Tapi kau tidak ada hubungannya. Aku tidak ingin melibatkanmu karena ini merupakan pertandingan kami"

"Hubungan tentu saja ada! Aku adalah temanmu. Lagi pula, karena aku bukan tuan kalian, tak ada salahnya jika kita pergi bersama ya kan?"

"....Terima kasih, Reese. Boleh aku meminta....bantuanmu?"

"Ya, kau bisa mengandalkanku!"

"Terima kasih, Reese-Ane!!"

Dengan begini, pertandingan antara bangsawan melawan siswaku, tanpa diriku, dimulai.

☆☆☆☆

Bagian 3

Lalu pada jam istirahat.

Setelah menyaksikan siswa-siswaku pergi ke labirin, sekarang aku sedang minum teh di ruangan Magna-sensei.

Aku ingin menceritakan pertandingan itu pada Vile-sensei. Dan, pas sekali, aku dipanggil ke sini lagi.

"....Aku mengerti. Jadi begitu ya"

Vile-sensei mengangguk setelah aku selesai menjelaskan situasinya, namun dia tidak terlihat khawatir sedikitpun.

"Para bangsawan yang menantang mereka, Hart dan Merluza memang hebat. Hanya saja, anak-anak yang juga merupakan siswa Sirius-kun takkan memiliki masalah"

"Aku juga berpikir begitu"

Siswa-siswaku berkata bahwa mereka akan menantang labirin di tingkat kesulitan normal kali ini. Yah, bahkan jika mereka ingin menjelajah di tingkat kesulitan tertinggi, itu takkan diperbolehkan karena aku yang memegang medalinya.

"Aku tidak meragukan kemenangan Emilia dan yang lain. Ngomong-ngomong, bagaimana pendapatmu tentang labirin yang kalian coba kemarin?"

'Apakah itu sulit?' Aku hanya merasa jengkel pada tawa Vile-sensei, dia seperti anak kecil yang berhasil membodohiku.

"Dari jumlah perangkapnya saja, labirin sudah bisa disebut berada di tingkat kesulitan tertinggi. Terutama perangkap yang menghembuskan angin, para gadis sungguh membencinya. Bisakah kau secepatnya mengubah bagian itu? Reese terus-terusan mengatakan kalau kau adalah musuh semua perempuan"

"Perangkap itu adalah hal terbaik untuk para lelaki. Tapi jika kau menjelaskan sampai segitunya, apa boleh buat"

Sesuai dugaan, dia mempertimbangkannya lagi setelah aku bilang dia bisa menjadi musuh semua perempuan. Aku akan menambahkan satu topik menarik yang lain.

"Kenapa sampai hari ini labirin belum selesai dijelajahi? Kesampingkan kami yang menantangnya di tingkat kesulitan tertinggi, jika saja ada dua petualang veteran yang ikut dalam satu party, mereka sudah cukup untuk menyelesaikan labirin di tingkat kesulitan normal"

Kami menyerah di lantai ketiga kemarin karena masalah waktu. Tapi aku bisa saja memilih melanjutkan jika ingin. Lucunya, party lain masih belum mampu menyelesaikan labirin bahkan di tingkat normal meski sudah menyewa petualang.

"Baiklah, aku akan membocorkan ini karena tak ada hubungannya dengan party-mu. Sejujurnya, tantangan terakhir pada lantai kesembilan memiliki metode untuk mencegah ikut campurnya para petualang. Bahkan jika mereka menyewa petualang yang hebat, itu takkan berguna kalau orangnya sendiri tidak mempunyai kemampuan"

"Begitu ya. Ngomong-ngomong tentang golem, apa keamanannya tidak bermasalah? Kekuatannya sudah cukup, seandainya ada orang yang tidak bisa bergerak dan bertemu dengan mereka, bukankah itu akan berbahaya?"

"Ada perintah yang membuat golem berhenti menyerang lawan yang tidak bergerak. Oh, aku mengalami kesulitan ketika membuat lingkaran sihir semacam itu"

"Aku mengerti. Boleh aku menganalisanya lain kali?"

"Silakan....aku ingin mengatakan itu, tapi Sirius-kun mungkin bisa mempelajarinya dengan mudah. Jika sudah begitu, kerja kerasku akan---"

"Ini adalah kue baru"

"---Apa boleh buat, aku yakin kau takkan menggunakannya untuk hal yang buruk. Jadi, izin untuk menganalisanya diberikan"

Setelahnya, ketika aku melaporkan hal-hal yang party kami temukan, Magna-sensei menerjang masuk dengan semangat yang bisa menghancurkan pintunya.

"Kepala seko---....Vile-sensei! Aku ingin melaporkan sesuatu!"

"Apa itu? Laporkan dengan tenang"

"Ya. Ini merupakan informasi tentang orang-orang mencurigakan yang baru-baru ini terlihat, sampai-sampai Serikat petualang mengirimkan permintaan...."

Heee, permintaan macam apa itu? Mengamankan atau menjaga sesuatu? Seperti yang diduga dari kepala sekolah. Sambil merasa terkesan, aku melihat keduanya. Magna-sensei tampak terganggu ketika pandangannya beralih ke arahku. Mungkinkah ini sesuatu yang tak seharusnya kudengar?.

"Kelihatannya kalian sedang sibuk. Kalau begitu, aku permisi dulu"

"Tidak, tidak apa-apa. Aku menghargai rasa sensitifmu, tapi jangan keberatan. Magna-sensei, silakan lanjutkan"

"Baiklah. Orang-orang yang mencurigakan ini. Ada kemungkinan yang besar kalau mereka adalah {Dragon of Fresh Blood}*"
[Senketsu no Doragon 鮮血のドラゴン]

"Apa?!"

Jarang sekali aku melihat Vile-sensei yang langsung berdiri dan tampak panik. Maksudku, apa ini masalah yang besar?

"Beritahukan segera pada semua guru! Jika menemukan orang yang mencurigakan, jangan mendekat dan secepatnya laporkan padaku!"

"Aku mengerti!"

"Vile-sensei, apa itu {Dragon of Fresh Blood}?"

"Benar juga. Aku harus menjelaskannya padamu. Mereka merupakan party terkenal yang melakukan kejahatan dimana-mana dan sedang di cari oleh Serikat. Pemimpinnya berasal dari anggota ras naga yang memiliki kemampuan tempur tinggi, para anggotanya memiliki ciri khas, yaitu tato naga merah terang di punggung tangan mereka"

Begitu aku mendengar penjelasannya....ingatanku berputar ulang.

Ketika mengantar siswa-siswaku pergi setelah jam istirahat makan siang, ada juga sosok bangsawan, Hart dan lainnya bergerak menuju labirin dengan cara yang sama.

Di sebelah bangsawan-bangsawan itu, terlihat dua petualang yang sepertinya telah di sewa. Mereka mengenakan jubah panjang menutupi seluruh tubuh. Selain itu, tangan yang mencuat keluar dari lubang kain lengan dililit oleh perban, aku mengamatinya karena terkesan agak mencurigakan.

Kedua sosok yang memakai jubah ini berjalan di belakang para bangsawan. Hanya saja, salah satu perban mereka terlepas karena terlalu banyak bergerak, merekapun memasangnya lagi dengan terburu-buru.

Pada saat itu, aku yakin.

Ada tato naga merah di punggung tangannya....

"{Dragon of Fresh Blood} adalah kelompok pembunuh murni"


☆☆☆Chapter 33 berakhir disini☆☆☆

>Catatan penulis : Akibat beragam hal yang terjadi di dunia nyata, akhir-akhir ini kecepatan menulisku menurun.
Karena beberapa masalah sudah selesai, aku akan menaikkan kecepatan menulisku segera.

>Catatan penerjemah : Arc inilah yg paling kusukai. Kenapa?? Karena....aku tidak ingin memberi spoiler. XD


Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya


Comments

  1. Wo ho ho..... Sogok2 an trus dah.... Ane sampe bisa mbayangin wajahnya sirius dlm mode chibi yg lagi nyogok & ekspresinya tuh vile-sensei

    ReplyDelete
  2. Ak juga suka arc ini... Kenapa? Aku tudak tahu..... 😀😀😀😀

    ReplyDelete
  3. Wah, makin menarik lagi nih apalagi saat bagian sogokan hehehe ,bikin ketawa :v

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]