World Teacher chap 41 B. Indonesia
Chapter 41 Pangeranku
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Bagian 1
---Sudut pandang Reese---
"Haha-sama, ceritakan padaku kisah tentang pangeran naga"
"Reese sangat menyukai cerita ini, ya. Dahulu kala, ada seorang putri yang sangat cantik dan seorang pangeran yang dipilih oleh pedang legendaris di tempat tertentu"
Ketika diriku masih kecil....ibu sering menceritakan sebuah kisah yang kusukai.
Judulnya adalah 'Sang Pangeran Naga', dongeng yang umum dibaca untuk anak-anak.
Seorang putri sebuah kerajaan menerima kutukan dari seekor naga jahat dan seorang pangeran pergi mencari pedang legendaris untuk mengalahkan naga tersebut demi menghancurkan kutukan itu.
Sang pangeran melanjutkan perjalanan menyakitkan dan keras, hingga akhirnya dia bisa mengalahkan sang naga.
Tapi saat naga itu dikalahkan dan kutukannya terlepas, pangeran lain dari negara tetangga telah merebut dan memaksa sang putri untuk menikah.
Upacara pernikahan pun diadakan ketika sang putri berduka. Sementara itu, sang pangeran menaiki naga dan masuk ke dalam upacara pernikahan.
Naga itu berubah setelah dikalahkan oleh pangeran dan menjadi sekutunya.
Sementara orang-orang di tempat upacara ketakutan oleh kemunculan naga, sang pangeran menyelamatkan putri dari pangeran jahat, menaiki punggung naga dan pergi.
Keduanya pun hidup bahagia selamanya di tanah jauh dan terpencil....seperti itulah ceritanya.
Isinya memang untuk anak-anak tapi aku tetap menyukainya, bahkan sampai hari ini.
Setiap kali mendengar kisah itu, aku membayangkan seorang pangeran dengan pedang legendarisnya muncul menunggangi naga....aku selalu memimpikannya.
Bahkan setelah tahu bahwa itu hanya sekedar dongeng, aku....
∆∆∆∆
Saat terlahir, aku belum mengetahui siapa itu 'ayah'. Ibu berkata bahwa dia pergi ke tempat yang jauh, tapi aku sendiri menganggap bahwa dia sudah meninggal dan menyerah untuk mengungkitnya.
Bagiku, semua sudah cukup jika ibu ada disisi.
Aku dibesarkan oleh ibu, yang merupakan mantan petualang. Dilimpahi oleh cinta dan kasih sayangnya yang murah hati, membuatku tak pernah kesepian sekalipun tanpa ayah.
Hingga akhirnya....ibu meninggal ketika diriku berusia delapan tahun.
Diwaktu aku membaik setelah menghabiskan banyak hari untuk berduka....seorang pria mendatangiku.
Dia menyerahkan sepucuk surat.
Pengirimnya tertulis sebagai Cardeas, ayahku dan juga seorang Raja. Surat itu sendiri dikirim sebelum ibuku meninggal dan berisi catatan tentang dirinya yang menginginkan hak asuhku. Kupikir, ibu mengirim surat itu karena sadar akan waktunya yang tersisa sedikit dan uang kami yang menipis. Diapun memutuskan untuk mengirim diriku ke tempat ayah.
Dengan bimbingan pria itu, aku datang ke Elysion. Tiba di sebuah istana dan bertemu dengan ayahku untuk pertama kalinya.
Tapi mata ayah tampak dingin. Dia terus berbicara tentang situasiku dengan tatapan yang terkesan tidak peduli, seperti hal-hal tentang aku yang adalah anak haram tanpa hak mewarisi takhta, atau tidak boleh menonjol saat tinggal di istana. Dia terus menatapku dengan minat nol seolah melihat batu dipinggir jalan.
Aku pernah mendengar teman-teman di kampung halamanku berbicara tentang ayah mereka yang sangat mengenal anaknya sekaligus seseorang yang dapat dipercaya, tapi....ilusi itu hancur dalam sekejap.
Banyak orang yang tidak kukenal disini. Semua mata yang memandangku seolah berucap bahwa diriku mengganggu.
Aku tidak mau lagi. Sekalipun miskin, aku ingin kembali ke kampung halamanku. Daripada menjadi bangsawan, malah menjadi seorang anggota keluarga kerajaan. Apa yang akan terjadi padaku setelah ini? Ketika aku putus asa sambil dipandu ke kamarku, seorang wanita kemudian masuk bersamaan dengan suara ketukan pintu.
"Jadi, kau adalah Felice. Namaku Lifell, Onee-san mu"
Itu adalah pertemuanku dengan kakak perempuanku.
Dia berbicara menggunakan senyum ramah. Ketika sadar, aku telah menceritakan semua kegelisahan dan perasaanku padanya. Aku bertemu orang pertama yang dapat diriku andalkan setelah datang ke sini, tertangkap oleh pelukan erat nan hangatnya, akupun menangis dengan keras.
Tanpa pelu berjam-jam untuk menjadi teman. Ane-sama kemudian memanggil dua orang yang sedang menunggu di luar pintu.
"Senang bertemu dengan anda, Felice-sama. Namaku Senia, petugas pribadi Lifell-sama. Tolong jangan ragu untuk memanggilku Senia"
"Aku Melt, Pengawal keluarga kerajaan khusus untuk Putri"
Senia merupakan ras kelinci yang sangat lembut, sedangkan Melt adalah ksatria manusia yang melindungi ane-sama meski agak sulit didekati. Sambil dibimbing oleh mereka bertiga, akupun mulai terbiasa tinggal di istana.
Namun, seperti yang diduga. Aku awalnya adalah warga sipil yang harus berjuang dengan hal-hal seperti etika di meja dan sopan santun untuk keluarga kerajaan. Aku terus mengganggu ane-sama dan Senia. Meski keduanya membantuku sepenuhnya, hatiku perlahan-lahan murung. Ane-sama, yang tak bisa melihatku seperti itu, memutuskan.
Karena aku diberkati dengan sihir dan memiliki bakat tinggi untuk sihir air, ane-sama menyarankan agar diriku mendaftar ke sekolah. Memang tak seperti istana, tapi ada banyak bangsawan dimana aku bisa ikut belajar etika dan bahkan berteman dengan banyak rakyat jelata....setelah itu, ane-sama langsung berbicara pada ayah dan mendapat izin dengan syarat harus menyembunyikan status sosialku.
Aku juga mengatakan kepada ane-sama bahwa diriku bisa melihat roh untuk pertama kalinya. Tapi dia memutuskan untuk tidak bertanya apapun dan dengan lembut memperingatkan untuk menyembunyikan fakta tersebut.
"Aku tidak peduli dengan roh. Yang kupedulikan hanyalah kau yang adalah adik perempuanku. Terima kasih telah memberitahuku ini"
Itu merupakan kenangan indah dimana diriku terharu oleh ucapannya dan dipeluk.
"Pelajarilah berbagai hal di sekolah. Dan jika kau punya teman, walaupun mungkin sulit, kenalkan mereka kapan-kapan"
Alasanku memutuskan masuk sekolah adalah karena ane-sama mendorong punggungku.
∆∆∆∆
Setelah ujian masuk sekolah, aku masuk ke kamarku diasrama sambil bertanya-tanya seperti apa teman sekamarku nantinya. Tapi, tidak ada orang di ruangan itu. Setelah beberapa saat, ketika berpikir apa yang akan kulakukan jika teman sekamarku tidak muncul bahkan sampai makan malam berakhir, pintupun terbuka dan seorang anak perempuan ras serigala berambut perak yang indah masuk.
"Apa kau adalah teman sekamarku?"
"Ah, itu benar. Namaku Fe---....Reese. Dan kau?"
"Namaku Emilia. Seperti yang bisa kau lihat, aku dari ras serigala"
Karena panik, aku hampir saja memberitahunya namaku yang asli, tapi untungnya masih sempat diganti. Meskipun tidak ditanya, aku juga mengatakan kepadanya bahwa diriku adalah anak seorang bangsawan tertentu yang mendaftarkan diri ke sekolah karena tidak ingin bergantung pada orang tuaku.
Ketika aku melihat Emilia untuk pertama kalinya, pandanganku terpesona oleh rambut peraknya yang indah. Dia pasti putri bangsawan tertentu, melebihiku yang anggota keluarga kerajaan sebatas nama saja.
"Reese-chan datang ke sekolah untuk berlatih, ya. Aku ke sini dengan tuanku, Sirius-sama. Karena aku adalah petugasnya"
Petugas?! Bersama masternya?! Gadis secantik ini adalah pelayan?!
Setelah itu, dia berbicara banyak tentang kehebatan tuannya, seseorang bernama Sirius. Matanya berkilau, aku sangat mengerti kalau dia mempercayai tuannya sampai ke lubuk hati. Rasnya sama seperti Senia, yang melayani ane-sama.
Mungkin karena mirip dengan Senia, aku jadi mudah berbicara dengannya dan menjadi teman setelah mengobrol sampai larut malam. Kehidupan sekolahku terlihat baik karena bisa menemukan teman pada hari pertama sekolah....itulah yang kupikirkan, tapi aku kemudian dipanggil ke istana saat upacara masuk sekolah.
Alasan aku dipanggil adalah untuk mengenalkan diriku ke anggota keluarga Bardfeld.
Sebelumnya semua anggota keluarga tak bisa berkumpul karena masing-masing punya kesibukan sendiri. Namun, ketika sekarang mereka berkumpul....ketiga kakak laki-lakiku menatapku dengan rasa kasihan.
Mereka mungkin bingung dengan bagaimana memperlakukanku, yang merupakan anak haram, tapi....aku tidak menginginkan rasa kasihan itu. Memang lebih baik daripada menjadi musuh, namun aku mungkin akan kabur jika ane-sama tidak disana.
Para saudara laki-lakiku bersifat lembut, tapi ayah masih tetap dingin.
Ibu....Ayah mungkin orang yang hebat dan luar biasa, tapi aku tidak suka caranya menatapku. Apakah lebih baik aku tidak dilahirkan?
Perasaan sedih yang ikut terbawa ketika kembali ke sekolahpun berkurang disaat bertemu Emilia. Benar, tempatku bukanlah istana, melainkan di sini dimana diriku punya teman. Aku akan melakukan yang terbaik di sekolah dari sekarang.
....Itu yang kupikir, tapi ternyata tidak mudah.
Kelas yang aku tempati, Aion, adalah kelas yang mengharuskan siswanya untuk bisa menggunakan sihir dari seluruh atribut. Keahlianku adalah air, namun sangat buruk dengan atribut api. Karena itulah aku sering diejek oleh teman sekelas. Tidak masalah jika hanya diriku yang mereka ejek, tapi aku takkan bisa menahannya jika ibuku disangkut pautkan.
Seberapa kerasnya mencoba, aku tetap tidak mampu memakai sihir api. Hari demi haripun berlalu seiring ejekan mereka yang juga memburuk. Aku ingin menangis begitu tahu bahwa ada 'tembok'* disaat aku baru saja memasuki sekolah.
[Dia sudah menemui batas kemampuannya]
Emilia yang tidak dapat melihatku seperti itu, datang dan membahasnya. Ketika aku khawatir tentang apa yang harus dilakukan, dia memberi saran sambil mengangguk yakin.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak mengkonsultasikan ini saja pada Sirius-sama? Dia pasti bisa membantu Reese"
Beberapa hari kemudian....aku bertemu dengan orang yang ditakdirkan.
∆∆∆
Setelah menyelesaikan kelas dengan suasana hati yang buruk, aku menuju ke perpustakaan karena ajakan Emilia dan bertemu Sirius-kun.
Menurut ceritanya, dia adalah orang yang hebat. Hanya saja, dari penampilan, dia terlihat layaknya anak laki-laki biasa.
Namun, entah kenapa suasana tenang disekitarnya membuatku tidak dapat menganggapnya sebagai anak biasa. Aku bertanya-tanya apa yang dia sedang baca, dan ketika melihat judul bukunya, 'Ensiklopedia Kuliner', aku terkejut karena dia membaca dengan penuh konsentrasi*.
[Ini terjadi di chap 29. Reese saat itu memang terkejut pas ngeliat Sirius naruh bukunya kembali ke rak di perpus. Tapi alasan keterkejutannya baru terjawab di chapter ini]
Dilain sisi, adik Emilia, Reus-kun juga diperkenalkan pada saat bersamaan. Meski terlihat nakal, agak menarik karena dia tidak bisa melawan kakaknya. Ada anak seperti ini di kampung halamanku, itu sebabnya aku mungkin bisa cepat akrab dengannya.
Selesai mengenalkan diri, aku diajak ke sebuah asrama bernama Pondok Berlian.
Saat memakan kue yang dibuat oleh Sirius-kun disana, pikiranku untuk sejenak lenyap. Aku....tidak tahu kalau ada hal yang selezat ini. Entah kenapa walaupun kesini bukan untuk makan, tapi diriku masih merasa puas.
Sirius-kun juga bisa mengetahui dengan mudah kemampuanku melihat roh ketika aku mempraktikkan sihir apiku yang bermasalah.
'Hidupmu akan berakhir' atau 'kau akan diculik oleh orang-orang jahat jika mereka sampai tahu kau bisa melihat roh'....walaupun ibu mengatakan aku harus merahasiakannya, meski ane-sama memilih untuk berpura-pura tidak mendengar....dia mengetahuinya. Namun, daripada takut, Sirius-kun menenangkanku dan menyarankan cara untuk mengatasi roh. Aku senang saat mendengar kalau dia pernah bertemu dan berteman dengan seseorang yang bisa melihat roh lain selain diriku.
Dia bahkan ingin membantu memecahkan masalah penempatan kelasku. Bahkan jika statusku bukanlah anggota keluarga kerajaan, masalah ini takkan selesai dengan mudah. Jadi kenapa kau mau menolong orang yang baru saja kau temui?
"Ini tak ada hubungannya dengan bangsawan atau roh. Kau adalah kenalan kami dan teman Emilia, itu sebabnya kami ingin membantu. Hanya itu*"
[Percakapan ini ada di chapter 30]
Kata-katanya sama seperti yang diucapkan ane-sama.
Orang ini bukanlah orang yang peduli dengan uang atau kehormatan seperti yang kulihat di istana. Mungkin itu sebabnya Emilia dan Reus mempercayainya dengan tulus. Aku juga berpikir bahwa Sirius-kun bisa dipercayai.
Anehnya, Sirius-kun memasak semua makanannya sendiri dan bahkan memberikan itu pada kedua kakak beradik ini, meski mereka adalah petugas yang harusnya melayani dirinya. Aku juga diizinkan untuk makan, tapi hidangannya belum pernah kulihat di kastil maupun kampung halamanku. Ada juga hidangan 'Nabe', meski tidak semenakjubkan kue, itu sangat lezat sampai membuatku lupa sudah berapa kali aku meminta tambah. Aku sedikit cemburu pada keduanya yang bisa memakan hidangan seperti ini setiap hari.
Dan kemudian, setelah bernegosiasi, 'Trade' pun akan diadakan atas diriku. Meski Sirius-kun dan Reus-kun bertempur dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan bahkan ada perbedaan jumlah, mereka masih menang telak. Kudengar Reus-kun telah dilatih oleh Sirius-kun untuk bertarung sebagai tim. Itu sebabnya aku pikir Sirius-kun benar-benar menakjubkan seperti yang Emilia katakan.
Entah musuhnya jelata maupun bangsawan, aku menginginkam kekuatan yang bisa mematahkan masalah apa pun tanpa goyah. Aku juga....ingin menjadi seperti mereka.
Jika tubuh dan pikiranku kuat, aku takkan perlu menyulitkam ane-sama dan mampu membantu layaknya orang lain membantuku, kan?
Di sore setelah Trade, aku membahas hal itu dengan mereka berdua sambil kami pergi untuk membeli barang-barang untuk merayakan kemenangan.
"Hei, Emilia, Reus-kun. Kenapa kalian menjadi murid Sirius-kun?"
"Yah, alasannya adalah karena aku ingin kekuatan untuk melindungi Reus. Tapi, sekarang kurasa hanya ingin bersama Sirius-sama"
"Aku juga ingin melindungi Nee-chan. Ingin menjadi kuat hingga bisa berdiri berdampingan dengan Aniki"
"Begitukah....jadi aku memang berbeda ya"
"Reese-ane, apa kau ingin menjadi murid Aniki juga?"
"Ya. Tapi ini takkan diterima, kan? Aku hanya ingin menjadi kuat, tanpa alasan jelas seperti kalian"
"Jangan berkata begitu"
"Tapi alasanku memang tidaklah jelas, ini hanya untuk memuaskan diriku sendiri...."
"Setiap orang punya alasannya sendiri. Sirius-sama adalah orang yang akan merespon jika kau memiliki kemauan yang teguh"
"Kemauan yang teguh...."
Aku ingin menjadi kuat. Namun, hanya begitu saja?
Meski hubungan ini singkat, aku suka waktu dimana mereka tertawa sambil diawasi dengan tatapan lembut Sirius-kun. Mengingat itu....dirikupun menemukan alasan yang sebenarnya.
Aku ingin menjadi teman mereka.
Aku ingin menerima pelatihan Sirius-kun dengan keduanya dan tertawa bersama semua orang. Itu pasti akan menjadi pemandangan yang indah.
Diriku yang telah menemukan sebuah alasan, memutuskan untuk menjadi muridnya.
Aku memberanikan diri berbicara saat pesta perayaan, untuk menjadi murid Sirius-kun---tidak, murid Sirius-san.
∆∆∆
Setelah menjadi murid Sirius-san, hari-hari pengembangan diri yang di tunggupun tiba. Latihannya memang sulit, tapi aku tidak menyesal.
Bagaimanapun, aku berlari, berlari, dan terus berlari dengan sungguh-sungguh. Ketika hendak berhenti, Emilia dan Reus-kun akan datang dan mendorongku. Sirius-san juga mendorong punggungku dengan sabar bahkan jika aku mengeluh.
Meskipun diriku terjatuh dan tak mampu bangun, Sirius-san akan mengawasiku sambil mengulurkan tanganya.
Kurasa disekitar waktu itulah aku mulai berpikir kalau Sirius-san terlihat seperti sosok ayah. Dia akan segera memberi perawatan jika aku terluka, menyiapkan hidangan lezat sekaligus bergizi seimbang, dan mengajari berbagai pengetahuan yang melimpah.
Bagiku, Sirius-san adalah citra ideal seorang ayah. Aku terus mengejar punggungnya yang bisa diandalkan hingga diriku mampu beradaptasi dengan latihan ini. Aku sangat senang ketika dia memuji sambil menepuk kepalaku.
Hari-hari pengembangan diripun berlanjut, mulai sekarang dan seterusnya....seterusnya....
∆∆∆
Bagian 2
....Kemudian, aku terbangun.
Sepertinya aku terlelap sebentar ketika duduk dikursi ini. Meski hanya sebentar, kenapa aku sampai memikirkan banyak hal?
Tapi, inilah kenyataan. Cermin panjang di depanku memantulkan sosokku yang mengenakan gaun pengantin putih dengan rambut panjang yang diikat.
"Apa anda sudah bangun? Sepertinya anda kelelahan, namun upacaranya akan segera dimulai"
"Tidak masalah. Aku hanya sedikit gugup hingga semalam tak bisa tidur"
Yang berbicara ketika diriku terbangun adalah Kura-sama, mempelai pria di upacara 'pertunangan' ini dan juga pasangan nikah masa depanku.
Hari ini....upacara antara diriku dan Kura-sama akan berlangsung.
∆∆∆
Ceritanya kembali ke waktu kemarin.
Sirius-san dan aku datang ke mansion ane-sama karena dipanggil olehnya. Namun, aku diusir dari ruangan itu karena dia ingin berbicara dengan Sirius-san berdua saja.
Sambil menunggu dan mengobrol bersama Melt dan Senia di luar, seorang pelayan menghampiriku dengan tergesa-gesa.
"Felice-sama! Ada utusan dari istana...."
"Kalau begitu, aku akan mengambil alih dari sini"
Orang yang datang adalah orang yang membawaku kesini dari kampung halaman. Dia sama sekali tidak berubah sejak saat itu, lalu menyerahkan padaku sebuah surat.
"Simbol di segelnya....apa ini dari Raja?!"
"Ada apa? Senia, maukah kau membacakannya untukku?"
"Jika tidak keberatan, maka aku akan dengan senang hati melakukannya"
Ketika meterainya terlepas dan isinya dikonfirmasi, tertulis disana bahwa aku diminta untuk kembali ke istana karena terpilih sebagai pasangan upacara pertunangan.
Sementara kepalaku tertegun karena tidak mengerti maksudnya, Senia yang marah, mendekati sang utusan.
"Apa-apaan ini? Perilaku seperti itu takkan diizinkan untuk Reese-sama maupun Lifell-sama, apa menurutmu hal ini akan dimaafkan?!"
"Orang tua Felice-sama adalah Raja. Dan perintah ini datang darinya"
"Orang tua apa? Dia bahkan tidak memperlakukannya seperti putrinya sendiri dan ingin disebut orang tua?"
"Aku hanya seorang utusan. Aku akan berpura-pura tak mendengar ucapanmu barusan, jadi tolong hentikan kata-kata kasar tersebut"
"Kalau begitu, aku akan mengajukan pertanyaan langsung. Melt, aku menyerahkan sisanya padamu"
Ini tidak bagus, Senia mungkin akan mulai adu debat dengan ayah. Aku harus bicara dengan ane-sama terlebih dahulu dan menenangkan pikiranku.
"Senia, tenanglah. Aku ingin kau memberitahukan hal ini kepada Ane-sama"
"Tapi, sekarang anda akan...."
"Aku baik-baik saja. Lagipula, aku tidak bisa melawan perintah Tou-sama, jadi aku akan pergi ke istana untuk sementara waktu"
"….Tentu. Namun, tolong cepat kembali"
Senia pergi ke kamar ane-sama sambil mengertakkan giginya. Sedangkan diriku dipimpin oleh si utusan ke kereta yang terparkir di luar. Di perjalanan, Melt berbicara.
"Felice-sama. Karena aku adalah Penjaga keluarga kerajaan khusus untuk hime-sama, aku tidak bisa mengatakan banyak tapi tolong biarkan aku bertanya satu hal. Sebelum pergi ke istana, bukankah lebih baik jika anda berbicara dengan Lifell-hime sekali?"
Sebagai penjaga, dia jarang mengatakan apapun kepadaku. Tapi apa pertanyaan itu datang karena rasa khawatir? Aku agak senang memikirkannya.
"Maaf. Aku tidak ingin merepotkan Ane-sama, jadi aku akan langsung pergi"
"....Mengerti"
Seperti Senia, Melt kembali dan aku pergi ke istana dengan kereta.
Aku kemudian menerima berbagai penjelasan dari ayah disana
Tentang soal upacara pertunangan, tentang bangsawan yang akan menjadi pasanganku, dan tentang aku yang harus keluar dari sekolah setelah upacara.
Aku tidak menyukainya. Jika tidak bisa pergi ke sekolah, aku takkan bisa bertemu dengan Sirius-san dan Emilia. Karena itulah, aku menolak.
"Kalau begitu, sesuai rencana awal, Lifell yang akan melakukannya. Untunglah penyakitnya sudah sembuh"
Beberapa hari yang lalu ane-sama mengatakan padaku, bahwa sakitnya adalah hal yang baik karena membuatnya bisa bertemu dengan teman-temanku dan pertunangan yang telah diputuskan sejak lama tidak muncul lagi. Meski sudah sembuh dengan banyak usaha....ane-sama akan dikorbankan jika aku tidak mau melakukannya?
Aku....juga tidak menginginkannya. Bagaimanapun, ane-sama memiliki Melt. Keduanya adalah teman masa kecil. Melt-san berjuang untuk mendaki sampai ke posisi Penjaga Keluarga Kerajaan karena ingin melindungi ane-sama dengan sepenuh hati. Setinggi itulah perasaannya. Meski di permukaan tampak seperti itu, Melt-san tidak memandangnya sebagai putri melainkan sebagai seorang perempuan. Jadi, aku tidak boleh menghancurkan hubungan mereka.
Tidak ada pilihan lain.
"Tidak, biarkan aku tetap menggantikan posisi Ane-sama!"
Ayah bergumam 'Begitukah?' pada tekadku dan kemudian pergi. Mungkin hanya imajinasiku, tapi aku sempat melihat dirinya memasang ekspresi yang rumit walaupun cuma sebentar.
Karena aku tidak diperbolehkan meninggalkan istana sampai upacaranya berakhir, aku harus tinggal disini untuk hari ini.
Aku juga mendengar dari seseorang di istana bahwa ane-sama datang untuk menghentikan pertunangan ini tapi malah dikirim ke sanatorium* yang agak jauh oleh perintah ayah. Mendengar itu, air mataku pun mengalir.
[Gimana jelasinnya? Singkat kata, ini mirip rumah sakit]
Ane-sama....terima kasih banyak. Perasaanmu saja sudah cukup untukku. Kau harus bahagia dengan orang yang kau cintai.
∆∆∆
Karena tak memiliki kamar pribadi di istana ini, aku lalu dibawa ke kamar khusus tamu yang luas dengan berbagai perabotan kelas atas.
Meski ruangannya mewah, aku sama sekali tidak terpesona. Ketika melihat kesamping, aku berpikir bahwa kamar kecil dimana terlihat barang sehari-hari Emilia jauh lebih baik.
Tak ada yang ingin kulakukan, jadi aku memilih berbaring di kasur besar dan meringkuk. Situasi ini persis sama ketika diriku tiba di istana untuk pertama kalinya. Diwaktu itu, ane-sama akan datang. Namun sekarang tak ada orang di sini dan tak ada yang akan datang.
Hanya saja, aku berbeda dari hari-hari itu. Aku bisa menahan ini....diriku sudah tumbuh sejak dua tahun berlalu.
Benar, ini hanya harus ditahan. Aku akan tinggal bersama pasangan bangsawanku dan tak bisa bertemu Emilia maupun bersekolah lagi.
Malam itu, tanpa mampu tidur bahkan jika mencoba membujuk diri sendiri, aku terus menatap bulan dalam sunyi.
∆∆∆
Dan kemudian, sekarang.
Sebuah cermin yang memantulkan bayanganku mengenakan gaun pengantin. Meski pakaian ini adalah sesuatu yang didambakan oleh banyak gadis, namun aku sama sekali tidak bahagia.
"Kalau begitu, Felice-sama, akankah kita pergi ke aula pertemuan?"
"Aku mengerti"
Pasanganku, Kura-sama adalah seorang pemuda yang usianya lebih dari 18 tahun dengan figur bagus dan mungkin sangat populer di kalangan para perempuan. Dia juga merupakan putra dari bangsawan terkemuka, dimana ayahnya berkonstribusi besar untuk Elysion.
Konstribusi itu sangat dihargai hingga ayah memutuskan untuk mengangkatnya ke keluarga kerajaan....karena diriku masih belia, diapun meminta agar hubungan kami diawali dengan pertunangan.
Aku sempat berbicara sedikit dengan Kura-sama. Jujur saja, dia lembut dan lebih dari pantas untuk menjadi pendampingku. Namun, kehampaan di matanya membuatku tidak suka. Ini mungkin sekedar imajinasi....tapi aku mampu merasakan tekanan dari mata Sirius-san dan Reus saat mereka menatapku. Kupikir, pria ini kurang lebih seperti boneka yang dipaksa menjadi anak yang baik.
Namun, aku tidak bisa menolaknya sekarang. Dibimbing oleh Kura-sama, sambil menahan perasaan tidak nyaman ditanganku*, kami menuju ke aula pertemuan di lantai empat istana.
[Dia tidak suka ketika tangannya di genggam oleh pria itu]
"Kedua tokoh utama acara ini telah tiba, di pintu masuk itu Kura-sama dan Felice-sama!!"
Begitu memasuki ruang pertemuan yang didekorasi dengan cantik, tubuhku gemetar karena tatapan yang tak terhitung jumlahnya menusukku diiringi tepuk tangan meriah.
Ayah duduk di lokasi yang mencolok di antara orang-orang yang tidak aku kenal. Matanya yang dingin tidak berubah, sama seperti terakhir kali.
Kura-sama dan aku pergi ke kursi di atas tempat mirip panggung yang mampu menampung lebih dari lima puluh orang dan duduk. Seorang pria tua berpakaian rapi kemudian maju di antara kerumunan dan mulai berpidato dengan suara yang bisa didengar oleh semua orang.
"Malam ini, demi menyaksikan upacara penyatuan antara keluarga bangsawan dan keluarga kerajaan kita, banyak orang telah berkumpul...."
Berbagai orang lalu bergantian maju untuk memberikan pidato, tapi aku sama sekali tidak mengerti ucapan mereka. Aku hanya melihat ke seluruh aula pertemuan dengan rasa gelisah. Dunia seolah sudah kehilangan warnanya, bagaikan berada di tempat hitam dan putih.
Terdapat berbagai orang dengan pakaian yang bagus, piring-piring berisi hidangan warna-warni berjejer di atas meja, dan sekumpulan petugas yang tampak sibuk bergerak di sekitar aula.
Di keadaan seperti itu, sosok seorang petugas kecil menarik perhatian mataku. Posturnya lebih kecil dibanding petugas di sekitarnya, aku juga merasa pernah melihat gerakan gadis berambut hitam ini di suatu tempat....---
"....Emilia?"
Meskipun memiliki rambut hitam dan telinga yang disembunyikan oleh ikat kepala besar, petugas itu pasti adalah Emilia yang selalu aku lihat. Mungkin menyadari tatapanku, dia melihat kemari, melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ini membuatku semakin yakin.
"Kau....akhirnya datang...."
Aku sangat senang karena dia datang walaupun dengan menyamar. Dunia kelabu yang kulihat mendadak berkilauan. Jika Emilia ada di sini, Sirius-san dan Reus harusnya juga berada di dekatnya. Diiringi kebahagiaan, mataku mencari ke sekeliling aula untuk menemukan keduanya.
Reus ditemukan tak lama setelah itu. Kupikir dia akan berbaur dengan baik karena tingginya yang hampir menyerupai orang dewasa. Hanya saja, wajah nakal itu masihlah menonjol bagiku. Memakai tailcoat* ditambah rambut yang juga diwarnai hitam, dirinya berkeliling sambil memegang nampan gelas anggur di satu tangan.
Dia selalu bertindak bebas, tapi melihatnya bergerak seperti kepala pelayan terkesan aneh. Saat bibirku melonggar, Kura-sama yang duduk di sampingku, berdiri dan berbicara kepada kerumunan di aula pertemuan.
"Para hadirin sekalian, aku Kura, kepala keluarga berikutnya. Aku akan terikat dengan gadis yang duduk di sampingku, Felice-sama. Dan kemudian, Elysion...."
Aku kembali menyadari kenyataan saat menatapnya yang berpidato dengan suara nyaring.
Sirius-san belum terlihat, tapi aku yakin ketiganya datang ke sini untuk menyelamatkanku. Namun, kalaupun sudah diselamatkan, ane-sama akan menjadi penggantinya. Meskipun aku di sini, itu tidak akan terjadi. Tekadku yang lemah hanya akan menjadi penghalang tangan penolong yang muncul di depan mata.
Selain itu, jika aku diselamatkan, Sirius-san dan lainnya pasti akan dikejar oleh ayah dan para bangsawan. Demi diriku, Sirius-san berkata bahwa dia tidak masalah dijadikan buronan oleh keluarga kerajaan. Meski hatiku sangat senang saat dia mengucapkan itu dengan lancar, aku tidak menginginkannya.
Jadi, tolong. Jangan melambungkan harapanku terlalu tinggi. Karena....inilah yang terbaik.
"Para tuan dan nona sekalian, silakan lihat ke sini"
Saat pidato Kura-sama selesai, si moderator* mulai menarik perhatian penonton dengan benda besar yang ditutupi kain. Ketika aku mencoba menebak apa itu, kainnya dilepas. Disana adalah kue besar setinggi badanku.
[Penengah. Sebut saja sebagai si pembawa acara]
"Ini adalah bentuk ucapan selamat dari perusahaan Galgan. Lebih dari sekedar citarasa, hiasan indahnya akan cocok untuk hari ini"
Sungguh menakjubkan. Ini lebih besar dari pada kue yang selalu aku lihat. Banyak krim menutupi permukaannya dengan cantik. Tidak ada yang bisa menciptakan kue sehebat ini selain Sirius-san. Apa kau membuatkannya untukku?
Jika ini dua hari yang lalu, aku akan melompat dengan gembira. Namun apa yang terasa sekarang hanyalah kekosongan.
Lagipula, tak perlu sebesar ini kan.
Kue kecil yang dipotong untuk empat orang. Siapa pun yang mendapat porsi terbesar akan diprotes. Sirius-san, yang melihatnya, akan berbagi porsi dengan kami. Itulah pemandangan biasa yang terjadi di Pondok Berlian.
Meski aku menahannya....meski aku tidak boleh menunjukkan perasaanku, tanpa sadar pemandangan ini tertutupi oleh aliran air mata. Aku mencoba menunduk dengan terburu-buru, namun jatuhnya butiran ini takkan berhenti.
Itu karena....itu karena....
Saat upacaranya selesai, hari-hari manis kemarin....takkan pernah datang lagi.
"....Tidak...."
{Aku mengerti}
Jantungku melonjak saat suara itu mendadak terngiang di kepalaku. Lupa menyeka tangis, akupun mendongak dan menyadari bahwa aula pertemuan telah berubah sepenuhnya.
"Apa?"
"Oi, apa yang terjadi?"
"Panggil penjaga istana! Ini keadaan darurat!"
Jarak pandang ditempat ini menghilang karena tertutupi oleh tirai kabut. Sepertinya {Aqua Mist}, tapi aku tidak merasa telah menggunakannya. Sementara semua orang menjadi bingung, aku meminta roh air untuk mengamankan penglihatanku, empat lingkaran sihir pin dapat terlihat tergambar di empat sudut ruangan. Mungkin itu yang memanggil kabut.
"Felice-sama! Tolong jangan menjauh dariku!"
Saat aku melihat lingkaran sihir itu, diriku ditarik oleh Kura-sama dari belakang. Aku sudah berada didekat sini, jadi aku bisa menjaga diriku sendiri. Hanya rasa jijik yang menimpku ketika ditarik olehnya. Tanpa sengaja, akupun mendorongnya.
"Ada apa? Ini aku, Kura, tunanganmu"
"Maaf! Tapi, aku...."
"Tolong pikirkan baik-baik. Elysion akan aman jika kau bersama denganku. Ini juga adalah keputusan ayahmu"
"Hentikan! Jangan menatapku dengan mata kosong seperti itu!"
Kesabaranku mencapai batasnya. Apa ini karena pengaruh oleh gangguan di aula pertemuan? Aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku yang asli. Mata sehampa boneka itu menakutiku.
"Kenapa?! Aku hanya ingin memakmurkan Elysion...."
"Sungguh adegan yang tidak enak dilihat. Sadarilah bahwa kau ditolak"
Aku menengok ke asal suara itu dibelakang, seorang pria mengenakan jubah putih panjang dengan wajah yang ditutupi topeng putih, berdiri disana.
"Siapa kau?!"
"Aku adalah orang yang datang untuk menculik gadis itu"
Begitu mendengarnya lagi, aku langsung tahu. Tak mungkin diriku akan salah mengira suara lembut dari seseorang yang selalu memperhatikanku.
"Menculik? Upacara ini dilakukan atas perintah Raja! Apa kau pikir bisa merusaknya dan lolos begitu saja?"
"Minus. Jika kau seorang pria, daripada memikirkan tentang Raja, pikirkanlah pengantinmu terlebih dahulu"
"A-Apa?!"
"Setelah dilihat secara menyeluruh, kau adalah boneka orang tuamu yang cukup hebat. Meski ada banyak gadis yang bisa kau cintai selain dia, apa yang malah kau lakukan di sini?"
"Tu-Tutup mulutmu! Walaupun aku tidak tahu perasaan apa yang kau miliki padanya, ini adalah keputusan dari para petinggi kerajaan!"
"Ya ampun, bisakah kau mengatakan pendapatmu sendiri dengan benar? Ucapkan dengan bangga kepada orangtuamu. Kau adalah manusia, bukan boneka"
"Aku, boneka....gaah?!"
Kura-sama yang lengah, dihantam pada perutnya dan pingsan. Ketika aku menatap adegan ini sambil tercengang, orang yang sepenuhnya terbungkus warna putih cerah, mendekat ke hadapanku dan mengulurkan tangan.
"Felice-hime, aku datang untuk menculikmu"
"Siri----mguh"
"Ucapkan nama itu nanti"
Mulutku ditutup oleh tangannya saat mencoba memanggil nama orang ini. Entah kenapa, aku sangat senang dia melakukan ini. Diriku bahagia. Tapi....tidak ada gunanya.
"....Aku sangat senang kau datang untuk menculikku. Namun, aku harus tetap di sini dan melanjutkan upacaranya"
"Kau tak perlu lagi melanjutkan upacara. Ayo pergi dari sini bersama kami"
"Jika aku tidak melanjutkan upacara ini, aku akan digantikan oleh Ane-sama. Itu sebabnya, jika mampu bertahan, semuanya akan...."
"Sungguh merepotkan. Dari awal aku memang berniat menculikmu, tapi ini juga merupakan permintaan dari kakakmu"
Permintaan ane-sama? Tapi dia dikirim ke sanatorium. Jadi, bagaimana caranya dia meminta Sirius?
"Larut malam kemarin, seorang ras kelinci tertentu juga datang untuk meminta hal ini. Mereka menginginkan diriku untuk menculikmu dari upacara pertunangan"
"Ane-sama....Senia...."
"Selain itu, aku punya pesan dari kakakmu. 'Jadilah lebih egois'....itulah yang disampaikan olehnya"
Ini merupakan kata-kata yang berkali-kali dia ucapkan padaku untuk jangan menahan diri.
Menerima kalimat itu pada saat seperti ini, aku....
"Lebih egois....apa tidak apa-apa jika aku melakukan itu?"
“Aah, tidak masalah. Lagipula, kakakmu sangat cerdas, dia bisa melakukan apapun yang diinginkannya pada pertunangan ini. Dia tak pernah memintamu bertahan, jadi tolong andalkan kakakmu dan kami"
"....Begitu, kah"
"Ayo segera kembali. Kue pengantin seukuran itu takkan mungkin bisa kau habiskan sendiri, tapi aku bisa membuatkan kue besar sehingga kita bisa makan bersama-sama dengan kakakmu juga
"....Ya!"
Keinginan egoisku adalah untuk kembali ke tempat di mana semua orang berada. Memakan berbagai hidangan dan kue bersama mereka. Setelah itu, selalu dengan Sirius-san dan yang lainnya....
Tanganku pun terulur dan diraih....oleh tangan Sirius-san.
"Tolong....culiklah diriku"
Meskipun dia mengenakan topeng, aku yakin wajah dibalik lapisan itu sedang tersenyum. Dia menggenggam erat tanganku, kamipun mulai berlari.
∆∆∆
"Hei, aku tidak bisa melihat apapun! Seseorang, tolong singkirkan kabut ini dengan sihir angin!"
"Itu sudah dilakukan! Tapi, kabut ini tidak menghilang, tak peduli berapa kalipun dicoba!"
Orang-orang di aula mencoba untuk melakukan sesuatu pada [Aqua Mist]. Sayangnya, kabut takkan menghilang kecuali lingkaran sihirnya diurus. Lingkaran-lingkaran sihir ini pasti telah diciptakan oleh Sirius-san.
Meskipun ini adalah situasi dimana indra penglihatan hampir tidak berguna, kami memperoleh cukup waktu untuk melarikan diri karena ada empat lingkaran sihir yang terpasang. Dilain sisi, Ayah....tidak beranjak dari tempat duduknya. Didampingi oleh Pengawal Kerajaan, dia memberi instruksi untuk menenangkan semua orang.
Aku tidak melihat Emilia dan Reus, tapi mereka mungkin baik-baik saja. Itu karena Sirius-san tidak mengatakan apapun.
"Kalau begitu, ayo kita melarikan diri setelah ini...."
"Jangan biarkan ada yang keluar dari aula pertemuan! Seorang pencuri ada di sini!"
"Siapa kau! Aku takkan membiarkanmu---guh?!"
"Ini adalah perintah Raja, tak peduli siapa dirimu, tak boleh ada yang keluar!"
Para penjaga istana sudah berdiri di depan pintu masuk aula, bahkan para bangsawan akan tertangkap jika mencoba keluar. Kalau begitu, bagaimana kami bisa melarikan diri dari sini?
"Meski hanya tentara istana, tapi respon mereka cukup cepat. Apa boleh buat. Kalian berdua, kita akan memakai rencana B"
Ketika Sirius-san menggumamkan sesuatu, jendela di aula mendadak pecah diiringi bunyi nyaring yang bergema. Jendela lain pun bernasib sama, satu demi satu dan membuat kebingungan ditempat ini menyebar.
Mataku yang tidak terpengaruh oleh kabut bisa melihat Emilia dan Reus sedang melepaskan sihir pada jendela. Alasan kenapa mereka bisa memecahkan jendela secara akurat mungkin karena Sirius-san mengatur lingkaran sihir {Aqua Mist} sehingga keduannya tidak terpengaruh.
Memanfaatkan kekacauan itu, kami berlari keluar lewat jendela yang pecah dan turun ke balkon. Kemunculan bulan purnama malam ini membuat pemandangan terlihat lebih cerah dan cukup terang untuk melihat hal-hal yang jauh.
"Tunggulah sebentar, aku harus menyiapkan sesuatu"
Ketika Sirius-san mengatakan itu, dia berdiri didepan pagar pembatas balkon dan menaruh tangannya disana. Kami berada di lantai empat istana. Tampak jalan berbatu di jarak yang jauh jika seseorang melihat kebawah. Andaikan terjatuh, aku cukup yakin takkan ada yang selamat. Lalu, kenapa kami malah datang ke sini?
Sementara pikiranku keheranan, sosok Emilia dan Reus mulai keluar dari kabut. Meskipun rambut hitam keduanya terasa tidak cocok, aku masih senang bisa bertemu mereka lagi.
"Emi---kau tidak terluka?"
"Ya, aku baik-baik saja"
"Ini bukan apa-apa!"
Aku hampir menyebut nama mereka tanpa sengaja. Ini akan menjadi kacau karena keduanya sedang menyamar. Walaupun ada berbagai hal yang ingin kubicarakan, namun Emilia dan Reus malah tersenyum ketika menatap pakaianku.
"Gaun itu benar-benar cocok untukmu"
"Ya, sangat indah!"
"....Terima kasih"
Kura-sama dan para pelayan mengatakan kalau diriku cantik. Tapi kebahagiannya berkali-kali lipat ketika mereka yang mengatakannya. Semua ini masih belum selesai....hanya saja, air mataku serasa ingin jatuh kapanpun.
Di tangan keduanya, terdapat kain yang telah dilukis lingkaran sihir. Inilah sumber kabut di dalam aula. Karena diambil dari tempatnya, kabut disanapun secara bertahap memudar. Ketika aku memikirkan ini, pandanganku menangkap sesosok bayangan dalam kabut.
"Siapa di balkon?!"
Apakah seseorang melihat kami?
Bersamaan dengan beberapa bunyi langkah kaki dari dalam kabut, Sirius-san mengambil sesuatu yang mirip dengan kail besar dan melemparkannya ke udara.
Eh? Kenapa malah di lempar?....Aah, itu pasti {String}. {String} milik Sirius-san sangatlah kuat. Itu takkan putus bahkan jika kami bertiga menariknya dengan seluruh tenaga. Emilia dan Reus juga mengeluarkan hal yang sama dan mulai berbaris di belakang Sirius-san.
Mungkinkah ini....
"Kalau begitu, ayo pergi?"
"Emm....dari sini?"
"Tentu saja. Berpeganganlah erat-erat"
Kupikir akan menakutkan untuk melompat dari ketinggian ini, tapi ketika dipeluk oleh Sirius-san, diriku menjadi lebih baik. Hanya ada perasaan buruk ketika tanganku digenggam oleh Kura-sama, tapi malah melegakan ketika dipegang oleh Sirius-san. Kenapa ya? Apa karena aroma, atau suasana di sekitar Sirius-san?
Disaat {String} melilit dan mendekatkan tubuhku pada Sirius-san....kami melompat ke langit.
"Hiii?!"
Kami meluncur di udara mengikuti lintasan panjang {String}. Jeritanku hampir bocor menghadapi tekanan angin tapi menjadi tenang karena kehangatan yang tersalur dari dirinya.
Entah kenapa....aku ingin terus meluncur seperti ini. Sayangnya, setiap hal memiliki titik akhir. Aku tidak yakin dengan tingkat kecepatan kami. Yang jelas, kami semua hampir menabrak sebuah pohon yang telah terhubung dengan {String}.
"Sirius-san, pohon!"
"Aku tahu. Jangan sampai kau menggigit lidahmu sendiri"
Ketika bertanya-tanya apa arti dari ucapan Sirius-san, dia melepas genggamanya dari {String} dan kamipun jatuh dari jarak yang masih tinggi. Mataku secara reflek terpejam dengan tubuh yang menerima perasaan mengambang. Aku lalu merasakan dampak dua kali hingga kami mendarat di tanah.
Sementara tidak mengerti apa yang telah terjadi, pandanganku yang terbuka melihat Emilia yang akan segera jatuh dari langit. Begitu aku hendak menciptakan bantalan dengan sihir air, Sirius-san mengentikanku. Saat itu, angin kencang tiba-tiba melintas dan semakin melambatkan jatuhnya Emilia, membuatnya mendarat dengan lembut di tanah. Benar juga, Emilia hebat dalam sihir angin.
Yang jatuh berikutnya adalah Reus. Dia meraih dahan-dahan sambil terjun di udara, menendang bayangnya yang tebal untuk mengurangi kecepatan jatuh hingga akhirnya mendarat dengan mulus. Seperti biasa, kemampuan fisik mereka sungguh menakjubkan.
Meski agak disesalkan, ketika aku dan Sirius-san memisahkan diri, penglihatanku beralih pada balkon istana. Tempat dimana kami berpijak beberapa saat yang lalu terlihat sangat kecil. Tadinya kami benar-benar dikepung, tapi dengan mudahnya kami mampu melarikan diri.
"Reese, maaf karena memintamu ini, tapi bisakah kau membuat dua {Aqua} dalam ukuran besar?"
"Eh? Ya, tidak masalah"
Ketika aku membuat dua buah bola air besar di udara, kedua bersaudara langsung menceburkan kepala mereka kedalamnya dan mulai mencuci rambut masing-masing. Rambut yang awalnya terwarnai hitampun kembali ke warna perak. Mereka lalu mengusapnya dengan pakaian yang telah dilepas. Sesaat diriku terkejut, tapi ternyata keduanya mengenakan pakaian biasa dibalik pakaian petugas dan tailcoat l. Sementara itu, Sirius-san juga melepas pakaiannya dan melemparkan itu ke dalam lubang ditanah yang tercipta oleh lingkaran sihir.
"Anu....kenapa kau membuangnya?"
"Untuk menghancurkan bukti. Lubangnya kemudian ditutup dan selesai"
Ketika dia menggambar lingkaran sihir lagi, lubangpun tertutupi. Kembali ke keadan semula seolah-olah tak ada yang terjadi. Setelah bekas lingkaran sihirnya dihilangkan dengan dahan pohon, Sirius-san kemudian menatap kami yang berdiri berdampingan.
"Jangan ceroboh karena misi kita masih berlanjut. Apa kalian ingat lokasi berkumpulnya?"
"Tidak masalah. Aku berniat untuk bergerak ke arah timur"
"Aku akan pergi arah belakang sambil mengawasi situasi"
"Bagus. Jika begini, kita bisa pergi"
Obrolan mereka berlanjut tanpa diriku. Emilia lalu mendekatiku yang bingung, dan membisikkan beberapa kata ke telingaku.
"Emilia....apa maksudmu dengan itu?"
"Persis seperti yang kukatakan. Kalau begitu, kita akan bertemu lagi setelah ini"
"Sampai jumpa, Reese-ane!"
Emilia dan Reus melambaikan tangan sambil tersenyum. Keduanya lalu berlari menuju hutan dan menghilang dalam sekejap.
Aku yang tertinggal menoleh ke arah Sirius-san. Dia tiba-tiba meletakkan tangannya ke punggung dan lututku, kemudian mengangkat tubuhku. Ini adalah pose menggendong seorang putri yang dilakukan oleh sang pangeran dalam buku-buku dongeng, terkenal sebagai gendongan tuan putri.
Pose ini membuatku serasa berada di dunia impian yang sudah lama kuinginkan. Meski diri ini malu....tapi hatiku bahagia.
"Jika kau membawa sang putri, aku pikir cara menggendong seperti ini adalah bentuk sopan satun. Bagaimana menurutmu?"
"Ini....tidak buruk"
"Baguslah, dari sini kita akan terbang. Tutuplah matamu jika kau takut"
Sirius-san melompat sambil menggendongku. Harusnya kami segera jatuh, tapi dia menendang udara dan melompat lebih jauh. Dalam sekejap, kami berada di posisi yang lebih tinggi dari pohon-pohon dan terus melambung di langit.
"Si-Sirius-san! Kita, kita terbang?!"
"Ini juga sihir asliku. Sambil menciptakan pijakan di udara, aku bisa terbang dengan menendangnya"
Hanya dengan menendang....ini tidak dapat percaya. Pikiranku tak sadar selama beberapa saat. Tapi sekarang, diriku bisa mengerti dengan jelas. Aku sedang terbang di langit.
Wajarnya, aku akan menutup mata karena takut. Tapi entah kenapa semua kekhawatiran itu sirna ketika di gendong oleh Sirius-san.
"Kita menuju kemana?"
"Didepan sana ada danau, kan? Kita akan terbang lurus dan menyeberanginya"
Sesuai ucapan Sirius-san, sebentar kemudian, sebuah danau mulai tampak. Sambil terbang diatasnya, suatu pemandangan fantastis memasuki pandanganku.
Mungkin karena hembusan angin yang melemah hari ini, membuat permukaan danau itu tenang tanpa riak. Bagaikan cermin, sosok bulan dan langit malam memantul disana.
"Waahh....luar biasa"
"Yah, ini juga merupakan keajaiban alam"
Dalam adegan indah ini, topeng yang dikenakan Sirius-san tercermin di mataku....Mungkin itu diperlukan untuk menyamar, tapi kenapa sampai sekarang tidak dilepas? Agak aneh untuk melihatmu yang seperti ini. Hanya saja, aku masih ingin menatap wajah aslimu.
"....Sirius-san, bolehkah aku melepas topeng itu?"
"Hmm? Aah. Kurasa kita sudah cukup jauh dari istana. Jadi, tidak apa-apa. Karena kedua tanganku sedang sibuk, aku memintamu untuk melepaskannya"
Akupun melepas topeng itu sambil berhati-hati agar tidak mengganggunya. Wajah yang sering kulihat kemudian muncul. Dia lalu menatapku dan tersenyum.
"Terima kasih"
Pada saat itu....hatiku melonjak.
Bagian dalam tubuhku memanas, dengan jantung yang berdetak tak karuan.
Momen-momen seperti ini memang sering terjadi, tapi kali ini sungguh berbeda.
Melihat wajah Sirius-san membuat dadaku sakit, namun pandanganku sama sekali tak mampu berpaling.
....Apa aku, jatuh cinta pada Sirius-san?
Tapi ini tidak boleh. Dia memiliki Emilia. Lagipula, aku berpikir kalau kedekatan kami hanya dikarenakan sifatnya yang mirip seorang ayah.
Sambil mengenakan gaun pengantin, dibawa dalam gendongan tuan putri dan terbang dilangit seolah berada dalam negeri dongeng.
Perasaan ini pasti adalah kebahagian karena bisa bertemu sosok ayah yang handal. Ya, pasti.
Ketika memikirkan itu, aku langsung teringat apa yang dibisikkan Emilia ke dalam telingaku tadi.
"(Jujurlah dengan perasaanmu)"
....Emilia....apa kau tidak masalah dengan ini?
Apa....kau akan baik-baik saja?
Jika tidak....kau tidak mungkin mengatakan hal itu kan?
Perasaan jujurku....
Bukan menganggapnya sebagai sosok ayah, melainkan sebagai seorang lelaki....
....Aku....mencintai Sirius-san.
Tanpa pedang legendaris ataupun menunggangi seekor naga layaknya dongeng.
Dia hanya orang biasa yang memakai topeng dan pakaian putih.
Tapi, Sirius-san adalah....
Orang yang menculik untuk menyelamatkanku adalah....
.....
Pangeranku.
∆∆∆Chapter 41 berakhir disini∆∆∆
>Catatan Penerjemah : ....Aku agak malas nerjemahin kata-kata penulisnya. Intinya, si penulis sudah lama menginginkan chapter ini dan akhirnya tercipta. Chapter selanjutnya berisi 'kebenaran' dibalik peristiwa di chapter ini.
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Bagian 1
---Sudut pandang Reese---
"Haha-sama, ceritakan padaku kisah tentang pangeran naga"
"Reese sangat menyukai cerita ini, ya. Dahulu kala, ada seorang putri yang sangat cantik dan seorang pangeran yang dipilih oleh pedang legendaris di tempat tertentu"
Ketika diriku masih kecil....ibu sering menceritakan sebuah kisah yang kusukai.
Judulnya adalah 'Sang Pangeran Naga', dongeng yang umum dibaca untuk anak-anak.
Seorang putri sebuah kerajaan menerima kutukan dari seekor naga jahat dan seorang pangeran pergi mencari pedang legendaris untuk mengalahkan naga tersebut demi menghancurkan kutukan itu.
Sang pangeran melanjutkan perjalanan menyakitkan dan keras, hingga akhirnya dia bisa mengalahkan sang naga.
Tapi saat naga itu dikalahkan dan kutukannya terlepas, pangeran lain dari negara tetangga telah merebut dan memaksa sang putri untuk menikah.
Upacara pernikahan pun diadakan ketika sang putri berduka. Sementara itu, sang pangeran menaiki naga dan masuk ke dalam upacara pernikahan.
Naga itu berubah setelah dikalahkan oleh pangeran dan menjadi sekutunya.
Sementara orang-orang di tempat upacara ketakutan oleh kemunculan naga, sang pangeran menyelamatkan putri dari pangeran jahat, menaiki punggung naga dan pergi.
Keduanya pun hidup bahagia selamanya di tanah jauh dan terpencil....seperti itulah ceritanya.
Isinya memang untuk anak-anak tapi aku tetap menyukainya, bahkan sampai hari ini.
Setiap kali mendengar kisah itu, aku membayangkan seorang pangeran dengan pedang legendarisnya muncul menunggangi naga....aku selalu memimpikannya.
Bahkan setelah tahu bahwa itu hanya sekedar dongeng, aku....
∆∆∆∆
Saat terlahir, aku belum mengetahui siapa itu 'ayah'. Ibu berkata bahwa dia pergi ke tempat yang jauh, tapi aku sendiri menganggap bahwa dia sudah meninggal dan menyerah untuk mengungkitnya.
Bagiku, semua sudah cukup jika ibu ada disisi.
Aku dibesarkan oleh ibu, yang merupakan mantan petualang. Dilimpahi oleh cinta dan kasih sayangnya yang murah hati, membuatku tak pernah kesepian sekalipun tanpa ayah.
Hingga akhirnya....ibu meninggal ketika diriku berusia delapan tahun.
Diwaktu aku membaik setelah menghabiskan banyak hari untuk berduka....seorang pria mendatangiku.
Dia menyerahkan sepucuk surat.
Pengirimnya tertulis sebagai Cardeas, ayahku dan juga seorang Raja. Surat itu sendiri dikirim sebelum ibuku meninggal dan berisi catatan tentang dirinya yang menginginkan hak asuhku. Kupikir, ibu mengirim surat itu karena sadar akan waktunya yang tersisa sedikit dan uang kami yang menipis. Diapun memutuskan untuk mengirim diriku ke tempat ayah.
Dengan bimbingan pria itu, aku datang ke Elysion. Tiba di sebuah istana dan bertemu dengan ayahku untuk pertama kalinya.
Tapi mata ayah tampak dingin. Dia terus berbicara tentang situasiku dengan tatapan yang terkesan tidak peduli, seperti hal-hal tentang aku yang adalah anak haram tanpa hak mewarisi takhta, atau tidak boleh menonjol saat tinggal di istana. Dia terus menatapku dengan minat nol seolah melihat batu dipinggir jalan.
Aku pernah mendengar teman-teman di kampung halamanku berbicara tentang ayah mereka yang sangat mengenal anaknya sekaligus seseorang yang dapat dipercaya, tapi....ilusi itu hancur dalam sekejap.
Banyak orang yang tidak kukenal disini. Semua mata yang memandangku seolah berucap bahwa diriku mengganggu.
Aku tidak mau lagi. Sekalipun miskin, aku ingin kembali ke kampung halamanku. Daripada menjadi bangsawan, malah menjadi seorang anggota keluarga kerajaan. Apa yang akan terjadi padaku setelah ini? Ketika aku putus asa sambil dipandu ke kamarku, seorang wanita kemudian masuk bersamaan dengan suara ketukan pintu.
"Jadi, kau adalah Felice. Namaku Lifell, Onee-san mu"
Itu adalah pertemuanku dengan kakak perempuanku.
Dia berbicara menggunakan senyum ramah. Ketika sadar, aku telah menceritakan semua kegelisahan dan perasaanku padanya. Aku bertemu orang pertama yang dapat diriku andalkan setelah datang ke sini, tertangkap oleh pelukan erat nan hangatnya, akupun menangis dengan keras.
Tanpa pelu berjam-jam untuk menjadi teman. Ane-sama kemudian memanggil dua orang yang sedang menunggu di luar pintu.
"Senang bertemu dengan anda, Felice-sama. Namaku Senia, petugas pribadi Lifell-sama. Tolong jangan ragu untuk memanggilku Senia"
"Aku Melt, Pengawal keluarga kerajaan khusus untuk Putri"
Senia merupakan ras kelinci yang sangat lembut, sedangkan Melt adalah ksatria manusia yang melindungi ane-sama meski agak sulit didekati. Sambil dibimbing oleh mereka bertiga, akupun mulai terbiasa tinggal di istana.
Namun, seperti yang diduga. Aku awalnya adalah warga sipil yang harus berjuang dengan hal-hal seperti etika di meja dan sopan santun untuk keluarga kerajaan. Aku terus mengganggu ane-sama dan Senia. Meski keduanya membantuku sepenuhnya, hatiku perlahan-lahan murung. Ane-sama, yang tak bisa melihatku seperti itu, memutuskan.
Karena aku diberkati dengan sihir dan memiliki bakat tinggi untuk sihir air, ane-sama menyarankan agar diriku mendaftar ke sekolah. Memang tak seperti istana, tapi ada banyak bangsawan dimana aku bisa ikut belajar etika dan bahkan berteman dengan banyak rakyat jelata....setelah itu, ane-sama langsung berbicara pada ayah dan mendapat izin dengan syarat harus menyembunyikan status sosialku.
Aku juga mengatakan kepada ane-sama bahwa diriku bisa melihat roh untuk pertama kalinya. Tapi dia memutuskan untuk tidak bertanya apapun dan dengan lembut memperingatkan untuk menyembunyikan fakta tersebut.
"Aku tidak peduli dengan roh. Yang kupedulikan hanyalah kau yang adalah adik perempuanku. Terima kasih telah memberitahuku ini"
Itu merupakan kenangan indah dimana diriku terharu oleh ucapannya dan dipeluk.
"Pelajarilah berbagai hal di sekolah. Dan jika kau punya teman, walaupun mungkin sulit, kenalkan mereka kapan-kapan"
Alasanku memutuskan masuk sekolah adalah karena ane-sama mendorong punggungku.
∆∆∆∆
Setelah ujian masuk sekolah, aku masuk ke kamarku diasrama sambil bertanya-tanya seperti apa teman sekamarku nantinya. Tapi, tidak ada orang di ruangan itu. Setelah beberapa saat, ketika berpikir apa yang akan kulakukan jika teman sekamarku tidak muncul bahkan sampai makan malam berakhir, pintupun terbuka dan seorang anak perempuan ras serigala berambut perak yang indah masuk.
"Apa kau adalah teman sekamarku?"
"Ah, itu benar. Namaku Fe---....Reese. Dan kau?"
"Namaku Emilia. Seperti yang bisa kau lihat, aku dari ras serigala"
Karena panik, aku hampir saja memberitahunya namaku yang asli, tapi untungnya masih sempat diganti. Meskipun tidak ditanya, aku juga mengatakan kepadanya bahwa diriku adalah anak seorang bangsawan tertentu yang mendaftarkan diri ke sekolah karena tidak ingin bergantung pada orang tuaku.
Ketika aku melihat Emilia untuk pertama kalinya, pandanganku terpesona oleh rambut peraknya yang indah. Dia pasti putri bangsawan tertentu, melebihiku yang anggota keluarga kerajaan sebatas nama saja.
"Reese-chan datang ke sekolah untuk berlatih, ya. Aku ke sini dengan tuanku, Sirius-sama. Karena aku adalah petugasnya"
Petugas?! Bersama masternya?! Gadis secantik ini adalah pelayan?!
Setelah itu, dia berbicara banyak tentang kehebatan tuannya, seseorang bernama Sirius. Matanya berkilau, aku sangat mengerti kalau dia mempercayai tuannya sampai ke lubuk hati. Rasnya sama seperti Senia, yang melayani ane-sama.
Mungkin karena mirip dengan Senia, aku jadi mudah berbicara dengannya dan menjadi teman setelah mengobrol sampai larut malam. Kehidupan sekolahku terlihat baik karena bisa menemukan teman pada hari pertama sekolah....itulah yang kupikirkan, tapi aku kemudian dipanggil ke istana saat upacara masuk sekolah.
Alasan aku dipanggil adalah untuk mengenalkan diriku ke anggota keluarga Bardfeld.
Sebelumnya semua anggota keluarga tak bisa berkumpul karena masing-masing punya kesibukan sendiri. Namun, ketika sekarang mereka berkumpul....ketiga kakak laki-lakiku menatapku dengan rasa kasihan.
Mereka mungkin bingung dengan bagaimana memperlakukanku, yang merupakan anak haram, tapi....aku tidak menginginkan rasa kasihan itu. Memang lebih baik daripada menjadi musuh, namun aku mungkin akan kabur jika ane-sama tidak disana.
Para saudara laki-lakiku bersifat lembut, tapi ayah masih tetap dingin.
Ibu....Ayah mungkin orang yang hebat dan luar biasa, tapi aku tidak suka caranya menatapku. Apakah lebih baik aku tidak dilahirkan?
Perasaan sedih yang ikut terbawa ketika kembali ke sekolahpun berkurang disaat bertemu Emilia. Benar, tempatku bukanlah istana, melainkan di sini dimana diriku punya teman. Aku akan melakukan yang terbaik di sekolah dari sekarang.
....Itu yang kupikir, tapi ternyata tidak mudah.
Kelas yang aku tempati, Aion, adalah kelas yang mengharuskan siswanya untuk bisa menggunakan sihir dari seluruh atribut. Keahlianku adalah air, namun sangat buruk dengan atribut api. Karena itulah aku sering diejek oleh teman sekelas. Tidak masalah jika hanya diriku yang mereka ejek, tapi aku takkan bisa menahannya jika ibuku disangkut pautkan.
Seberapa kerasnya mencoba, aku tetap tidak mampu memakai sihir api. Hari demi haripun berlalu seiring ejekan mereka yang juga memburuk. Aku ingin menangis begitu tahu bahwa ada 'tembok'* disaat aku baru saja memasuki sekolah.
[Dia sudah menemui batas kemampuannya]
Emilia yang tidak dapat melihatku seperti itu, datang dan membahasnya. Ketika aku khawatir tentang apa yang harus dilakukan, dia memberi saran sambil mengangguk yakin.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak mengkonsultasikan ini saja pada Sirius-sama? Dia pasti bisa membantu Reese"
Beberapa hari kemudian....aku bertemu dengan orang yang ditakdirkan.
∆∆∆
Setelah menyelesaikan kelas dengan suasana hati yang buruk, aku menuju ke perpustakaan karena ajakan Emilia dan bertemu Sirius-kun.
Menurut ceritanya, dia adalah orang yang hebat. Hanya saja, dari penampilan, dia terlihat layaknya anak laki-laki biasa.
Namun, entah kenapa suasana tenang disekitarnya membuatku tidak dapat menganggapnya sebagai anak biasa. Aku bertanya-tanya apa yang dia sedang baca, dan ketika melihat judul bukunya, 'Ensiklopedia Kuliner', aku terkejut karena dia membaca dengan penuh konsentrasi*.
[Ini terjadi di chap 29. Reese saat itu memang terkejut pas ngeliat Sirius naruh bukunya kembali ke rak di perpus. Tapi alasan keterkejutannya baru terjawab di chapter ini]
Dilain sisi, adik Emilia, Reus-kun juga diperkenalkan pada saat bersamaan. Meski terlihat nakal, agak menarik karena dia tidak bisa melawan kakaknya. Ada anak seperti ini di kampung halamanku, itu sebabnya aku mungkin bisa cepat akrab dengannya.
Selesai mengenalkan diri, aku diajak ke sebuah asrama bernama Pondok Berlian.
Saat memakan kue yang dibuat oleh Sirius-kun disana, pikiranku untuk sejenak lenyap. Aku....tidak tahu kalau ada hal yang selezat ini. Entah kenapa walaupun kesini bukan untuk makan, tapi diriku masih merasa puas.
Sirius-kun juga bisa mengetahui dengan mudah kemampuanku melihat roh ketika aku mempraktikkan sihir apiku yang bermasalah.
'Hidupmu akan berakhir' atau 'kau akan diculik oleh orang-orang jahat jika mereka sampai tahu kau bisa melihat roh'....walaupun ibu mengatakan aku harus merahasiakannya, meski ane-sama memilih untuk berpura-pura tidak mendengar....dia mengetahuinya. Namun, daripada takut, Sirius-kun menenangkanku dan menyarankan cara untuk mengatasi roh. Aku senang saat mendengar kalau dia pernah bertemu dan berteman dengan seseorang yang bisa melihat roh lain selain diriku.
Dia bahkan ingin membantu memecahkan masalah penempatan kelasku. Bahkan jika statusku bukanlah anggota keluarga kerajaan, masalah ini takkan selesai dengan mudah. Jadi kenapa kau mau menolong orang yang baru saja kau temui?
"Ini tak ada hubungannya dengan bangsawan atau roh. Kau adalah kenalan kami dan teman Emilia, itu sebabnya kami ingin membantu. Hanya itu*"
[Percakapan ini ada di chapter 30]
Kata-katanya sama seperti yang diucapkan ane-sama.
Orang ini bukanlah orang yang peduli dengan uang atau kehormatan seperti yang kulihat di istana. Mungkin itu sebabnya Emilia dan Reus mempercayainya dengan tulus. Aku juga berpikir bahwa Sirius-kun bisa dipercayai.
Anehnya, Sirius-kun memasak semua makanannya sendiri dan bahkan memberikan itu pada kedua kakak beradik ini, meski mereka adalah petugas yang harusnya melayani dirinya. Aku juga diizinkan untuk makan, tapi hidangannya belum pernah kulihat di kastil maupun kampung halamanku. Ada juga hidangan 'Nabe', meski tidak semenakjubkan kue, itu sangat lezat sampai membuatku lupa sudah berapa kali aku meminta tambah. Aku sedikit cemburu pada keduanya yang bisa memakan hidangan seperti ini setiap hari.
Dan kemudian, setelah bernegosiasi, 'Trade' pun akan diadakan atas diriku. Meski Sirius-kun dan Reus-kun bertempur dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan bahkan ada perbedaan jumlah, mereka masih menang telak. Kudengar Reus-kun telah dilatih oleh Sirius-kun untuk bertarung sebagai tim. Itu sebabnya aku pikir Sirius-kun benar-benar menakjubkan seperti yang Emilia katakan.
Entah musuhnya jelata maupun bangsawan, aku menginginkam kekuatan yang bisa mematahkan masalah apa pun tanpa goyah. Aku juga....ingin menjadi seperti mereka.
Jika tubuh dan pikiranku kuat, aku takkan perlu menyulitkam ane-sama dan mampu membantu layaknya orang lain membantuku, kan?
Di sore setelah Trade, aku membahas hal itu dengan mereka berdua sambil kami pergi untuk membeli barang-barang untuk merayakan kemenangan.
"Hei, Emilia, Reus-kun. Kenapa kalian menjadi murid Sirius-kun?"
"Yah, alasannya adalah karena aku ingin kekuatan untuk melindungi Reus. Tapi, sekarang kurasa hanya ingin bersama Sirius-sama"
"Aku juga ingin melindungi Nee-chan. Ingin menjadi kuat hingga bisa berdiri berdampingan dengan Aniki"
"Begitukah....jadi aku memang berbeda ya"
"Reese-ane, apa kau ingin menjadi murid Aniki juga?"
"Ya. Tapi ini takkan diterima, kan? Aku hanya ingin menjadi kuat, tanpa alasan jelas seperti kalian"
"Jangan berkata begitu"
"Tapi alasanku memang tidaklah jelas, ini hanya untuk memuaskan diriku sendiri...."
"Setiap orang punya alasannya sendiri. Sirius-sama adalah orang yang akan merespon jika kau memiliki kemauan yang teguh"
"Kemauan yang teguh...."
Aku ingin menjadi kuat. Namun, hanya begitu saja?
Meski hubungan ini singkat, aku suka waktu dimana mereka tertawa sambil diawasi dengan tatapan lembut Sirius-kun. Mengingat itu....dirikupun menemukan alasan yang sebenarnya.
Aku ingin menjadi teman mereka.
Aku ingin menerima pelatihan Sirius-kun dengan keduanya dan tertawa bersama semua orang. Itu pasti akan menjadi pemandangan yang indah.
Diriku yang telah menemukan sebuah alasan, memutuskan untuk menjadi muridnya.
Aku memberanikan diri berbicara saat pesta perayaan, untuk menjadi murid Sirius-kun---tidak, murid Sirius-san.
∆∆∆
Setelah menjadi murid Sirius-san, hari-hari pengembangan diri yang di tunggupun tiba. Latihannya memang sulit, tapi aku tidak menyesal.
Bagaimanapun, aku berlari, berlari, dan terus berlari dengan sungguh-sungguh. Ketika hendak berhenti, Emilia dan Reus-kun akan datang dan mendorongku. Sirius-san juga mendorong punggungku dengan sabar bahkan jika aku mengeluh.
Meskipun diriku terjatuh dan tak mampu bangun, Sirius-san akan mengawasiku sambil mengulurkan tanganya.
Kurasa disekitar waktu itulah aku mulai berpikir kalau Sirius-san terlihat seperti sosok ayah. Dia akan segera memberi perawatan jika aku terluka, menyiapkan hidangan lezat sekaligus bergizi seimbang, dan mengajari berbagai pengetahuan yang melimpah.
Bagiku, Sirius-san adalah citra ideal seorang ayah. Aku terus mengejar punggungnya yang bisa diandalkan hingga diriku mampu beradaptasi dengan latihan ini. Aku sangat senang ketika dia memuji sambil menepuk kepalaku.
Hari-hari pengembangan diripun berlanjut, mulai sekarang dan seterusnya....seterusnya....
∆∆∆
Bagian 2
....Kemudian, aku terbangun.
Sepertinya aku terlelap sebentar ketika duduk dikursi ini. Meski hanya sebentar, kenapa aku sampai memikirkan banyak hal?
Tapi, inilah kenyataan. Cermin panjang di depanku memantulkan sosokku yang mengenakan gaun pengantin putih dengan rambut panjang yang diikat.
"Apa anda sudah bangun? Sepertinya anda kelelahan, namun upacaranya akan segera dimulai"
"Tidak masalah. Aku hanya sedikit gugup hingga semalam tak bisa tidur"
Yang berbicara ketika diriku terbangun adalah Kura-sama, mempelai pria di upacara 'pertunangan' ini dan juga pasangan nikah masa depanku.
Hari ini....upacara antara diriku dan Kura-sama akan berlangsung.
∆∆∆
Ceritanya kembali ke waktu kemarin.
Sirius-san dan aku datang ke mansion ane-sama karena dipanggil olehnya. Namun, aku diusir dari ruangan itu karena dia ingin berbicara dengan Sirius-san berdua saja.
Sambil menunggu dan mengobrol bersama Melt dan Senia di luar, seorang pelayan menghampiriku dengan tergesa-gesa.
"Felice-sama! Ada utusan dari istana...."
"Kalau begitu, aku akan mengambil alih dari sini"
Orang yang datang adalah orang yang membawaku kesini dari kampung halaman. Dia sama sekali tidak berubah sejak saat itu, lalu menyerahkan padaku sebuah surat.
"Simbol di segelnya....apa ini dari Raja?!"
"Ada apa? Senia, maukah kau membacakannya untukku?"
"Jika tidak keberatan, maka aku akan dengan senang hati melakukannya"
Ketika meterainya terlepas dan isinya dikonfirmasi, tertulis disana bahwa aku diminta untuk kembali ke istana karena terpilih sebagai pasangan upacara pertunangan.
Sementara kepalaku tertegun karena tidak mengerti maksudnya, Senia yang marah, mendekati sang utusan.
"Apa-apaan ini? Perilaku seperti itu takkan diizinkan untuk Reese-sama maupun Lifell-sama, apa menurutmu hal ini akan dimaafkan?!"
"Orang tua Felice-sama adalah Raja. Dan perintah ini datang darinya"
"Orang tua apa? Dia bahkan tidak memperlakukannya seperti putrinya sendiri dan ingin disebut orang tua?"
"Aku hanya seorang utusan. Aku akan berpura-pura tak mendengar ucapanmu barusan, jadi tolong hentikan kata-kata kasar tersebut"
"Kalau begitu, aku akan mengajukan pertanyaan langsung. Melt, aku menyerahkan sisanya padamu"
Ini tidak bagus, Senia mungkin akan mulai adu debat dengan ayah. Aku harus bicara dengan ane-sama terlebih dahulu dan menenangkan pikiranku.
"Senia, tenanglah. Aku ingin kau memberitahukan hal ini kepada Ane-sama"
"Tapi, sekarang anda akan...."
"Aku baik-baik saja. Lagipula, aku tidak bisa melawan perintah Tou-sama, jadi aku akan pergi ke istana untuk sementara waktu"
"….Tentu. Namun, tolong cepat kembali"
Senia pergi ke kamar ane-sama sambil mengertakkan giginya. Sedangkan diriku dipimpin oleh si utusan ke kereta yang terparkir di luar. Di perjalanan, Melt berbicara.
"Felice-sama. Karena aku adalah Penjaga keluarga kerajaan khusus untuk hime-sama, aku tidak bisa mengatakan banyak tapi tolong biarkan aku bertanya satu hal. Sebelum pergi ke istana, bukankah lebih baik jika anda berbicara dengan Lifell-hime sekali?"
Sebagai penjaga, dia jarang mengatakan apapun kepadaku. Tapi apa pertanyaan itu datang karena rasa khawatir? Aku agak senang memikirkannya.
"Maaf. Aku tidak ingin merepotkan Ane-sama, jadi aku akan langsung pergi"
"....Mengerti"
Seperti Senia, Melt kembali dan aku pergi ke istana dengan kereta.
Aku kemudian menerima berbagai penjelasan dari ayah disana
Tentang soal upacara pertunangan, tentang bangsawan yang akan menjadi pasanganku, dan tentang aku yang harus keluar dari sekolah setelah upacara.
Aku tidak menyukainya. Jika tidak bisa pergi ke sekolah, aku takkan bisa bertemu dengan Sirius-san dan Emilia. Karena itulah, aku menolak.
"Kalau begitu, sesuai rencana awal, Lifell yang akan melakukannya. Untunglah penyakitnya sudah sembuh"
Beberapa hari yang lalu ane-sama mengatakan padaku, bahwa sakitnya adalah hal yang baik karena membuatnya bisa bertemu dengan teman-temanku dan pertunangan yang telah diputuskan sejak lama tidak muncul lagi. Meski sudah sembuh dengan banyak usaha....ane-sama akan dikorbankan jika aku tidak mau melakukannya?
Aku....juga tidak menginginkannya. Bagaimanapun, ane-sama memiliki Melt. Keduanya adalah teman masa kecil. Melt-san berjuang untuk mendaki sampai ke posisi Penjaga Keluarga Kerajaan karena ingin melindungi ane-sama dengan sepenuh hati. Setinggi itulah perasaannya. Meski di permukaan tampak seperti itu, Melt-san tidak memandangnya sebagai putri melainkan sebagai seorang perempuan. Jadi, aku tidak boleh menghancurkan hubungan mereka.
Tidak ada pilihan lain.
"Tidak, biarkan aku tetap menggantikan posisi Ane-sama!"
Ayah bergumam 'Begitukah?' pada tekadku dan kemudian pergi. Mungkin hanya imajinasiku, tapi aku sempat melihat dirinya memasang ekspresi yang rumit walaupun cuma sebentar.
Karena aku tidak diperbolehkan meninggalkan istana sampai upacaranya berakhir, aku harus tinggal disini untuk hari ini.
Aku juga mendengar dari seseorang di istana bahwa ane-sama datang untuk menghentikan pertunangan ini tapi malah dikirim ke sanatorium* yang agak jauh oleh perintah ayah. Mendengar itu, air mataku pun mengalir.
[Gimana jelasinnya? Singkat kata, ini mirip rumah sakit]
Ane-sama....terima kasih banyak. Perasaanmu saja sudah cukup untukku. Kau harus bahagia dengan orang yang kau cintai.
∆∆∆
Karena tak memiliki kamar pribadi di istana ini, aku lalu dibawa ke kamar khusus tamu yang luas dengan berbagai perabotan kelas atas.
Meski ruangannya mewah, aku sama sekali tidak terpesona. Ketika melihat kesamping, aku berpikir bahwa kamar kecil dimana terlihat barang sehari-hari Emilia jauh lebih baik.
Tak ada yang ingin kulakukan, jadi aku memilih berbaring di kasur besar dan meringkuk. Situasi ini persis sama ketika diriku tiba di istana untuk pertama kalinya. Diwaktu itu, ane-sama akan datang. Namun sekarang tak ada orang di sini dan tak ada yang akan datang.
Hanya saja, aku berbeda dari hari-hari itu. Aku bisa menahan ini....diriku sudah tumbuh sejak dua tahun berlalu.
Benar, ini hanya harus ditahan. Aku akan tinggal bersama pasangan bangsawanku dan tak bisa bertemu Emilia maupun bersekolah lagi.
Malam itu, tanpa mampu tidur bahkan jika mencoba membujuk diri sendiri, aku terus menatap bulan dalam sunyi.
∆∆∆
Dan kemudian, sekarang.
Sebuah cermin yang memantulkan bayanganku mengenakan gaun pengantin. Meski pakaian ini adalah sesuatu yang didambakan oleh banyak gadis, namun aku sama sekali tidak bahagia.
"Kalau begitu, Felice-sama, akankah kita pergi ke aula pertemuan?"
"Aku mengerti"
Pasanganku, Kura-sama adalah seorang pemuda yang usianya lebih dari 18 tahun dengan figur bagus dan mungkin sangat populer di kalangan para perempuan. Dia juga merupakan putra dari bangsawan terkemuka, dimana ayahnya berkonstribusi besar untuk Elysion.
Konstribusi itu sangat dihargai hingga ayah memutuskan untuk mengangkatnya ke keluarga kerajaan....karena diriku masih belia, diapun meminta agar hubungan kami diawali dengan pertunangan.
Aku sempat berbicara sedikit dengan Kura-sama. Jujur saja, dia lembut dan lebih dari pantas untuk menjadi pendampingku. Namun, kehampaan di matanya membuatku tidak suka. Ini mungkin sekedar imajinasi....tapi aku mampu merasakan tekanan dari mata Sirius-san dan Reus saat mereka menatapku. Kupikir, pria ini kurang lebih seperti boneka yang dipaksa menjadi anak yang baik.
Namun, aku tidak bisa menolaknya sekarang. Dibimbing oleh Kura-sama, sambil menahan perasaan tidak nyaman ditanganku*, kami menuju ke aula pertemuan di lantai empat istana.
[Dia tidak suka ketika tangannya di genggam oleh pria itu]
"Kedua tokoh utama acara ini telah tiba, di pintu masuk itu Kura-sama dan Felice-sama!!"
Begitu memasuki ruang pertemuan yang didekorasi dengan cantik, tubuhku gemetar karena tatapan yang tak terhitung jumlahnya menusukku diiringi tepuk tangan meriah.
Ayah duduk di lokasi yang mencolok di antara orang-orang yang tidak aku kenal. Matanya yang dingin tidak berubah, sama seperti terakhir kali.
Kura-sama dan aku pergi ke kursi di atas tempat mirip panggung yang mampu menampung lebih dari lima puluh orang dan duduk. Seorang pria tua berpakaian rapi kemudian maju di antara kerumunan dan mulai berpidato dengan suara yang bisa didengar oleh semua orang.
"Malam ini, demi menyaksikan upacara penyatuan antara keluarga bangsawan dan keluarga kerajaan kita, banyak orang telah berkumpul...."
Berbagai orang lalu bergantian maju untuk memberikan pidato, tapi aku sama sekali tidak mengerti ucapan mereka. Aku hanya melihat ke seluruh aula pertemuan dengan rasa gelisah. Dunia seolah sudah kehilangan warnanya, bagaikan berada di tempat hitam dan putih.
Terdapat berbagai orang dengan pakaian yang bagus, piring-piring berisi hidangan warna-warni berjejer di atas meja, dan sekumpulan petugas yang tampak sibuk bergerak di sekitar aula.
Di keadaan seperti itu, sosok seorang petugas kecil menarik perhatian mataku. Posturnya lebih kecil dibanding petugas di sekitarnya, aku juga merasa pernah melihat gerakan gadis berambut hitam ini di suatu tempat....---
"....Emilia?"
Meskipun memiliki rambut hitam dan telinga yang disembunyikan oleh ikat kepala besar, petugas itu pasti adalah Emilia yang selalu aku lihat. Mungkin menyadari tatapanku, dia melihat kemari, melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ini membuatku semakin yakin.
"Kau....akhirnya datang...."
Aku sangat senang karena dia datang walaupun dengan menyamar. Dunia kelabu yang kulihat mendadak berkilauan. Jika Emilia ada di sini, Sirius-san dan Reus harusnya juga berada di dekatnya. Diiringi kebahagiaan, mataku mencari ke sekeliling aula untuk menemukan keduanya.
Reus ditemukan tak lama setelah itu. Kupikir dia akan berbaur dengan baik karena tingginya yang hampir menyerupai orang dewasa. Hanya saja, wajah nakal itu masihlah menonjol bagiku. Memakai tailcoat* ditambah rambut yang juga diwarnai hitam, dirinya berkeliling sambil memegang nampan gelas anggur di satu tangan.
Dia selalu bertindak bebas, tapi melihatnya bergerak seperti kepala pelayan terkesan aneh. Saat bibirku melonggar, Kura-sama yang duduk di sampingku, berdiri dan berbicara kepada kerumunan di aula pertemuan.
"Para hadirin sekalian, aku Kura, kepala keluarga berikutnya. Aku akan terikat dengan gadis yang duduk di sampingku, Felice-sama. Dan kemudian, Elysion...."
Aku kembali menyadari kenyataan saat menatapnya yang berpidato dengan suara nyaring.
Sirius-san belum terlihat, tapi aku yakin ketiganya datang ke sini untuk menyelamatkanku. Namun, kalaupun sudah diselamatkan, ane-sama akan menjadi penggantinya. Meskipun aku di sini, itu tidak akan terjadi. Tekadku yang lemah hanya akan menjadi penghalang tangan penolong yang muncul di depan mata.
Selain itu, jika aku diselamatkan, Sirius-san dan lainnya pasti akan dikejar oleh ayah dan para bangsawan. Demi diriku, Sirius-san berkata bahwa dia tidak masalah dijadikan buronan oleh keluarga kerajaan. Meski hatiku sangat senang saat dia mengucapkan itu dengan lancar, aku tidak menginginkannya.
Jadi, tolong. Jangan melambungkan harapanku terlalu tinggi. Karena....inilah yang terbaik.
"Para tuan dan nona sekalian, silakan lihat ke sini"
Saat pidato Kura-sama selesai, si moderator* mulai menarik perhatian penonton dengan benda besar yang ditutupi kain. Ketika aku mencoba menebak apa itu, kainnya dilepas. Disana adalah kue besar setinggi badanku.
[Penengah. Sebut saja sebagai si pembawa acara]
"Ini adalah bentuk ucapan selamat dari perusahaan Galgan. Lebih dari sekedar citarasa, hiasan indahnya akan cocok untuk hari ini"
Sungguh menakjubkan. Ini lebih besar dari pada kue yang selalu aku lihat. Banyak krim menutupi permukaannya dengan cantik. Tidak ada yang bisa menciptakan kue sehebat ini selain Sirius-san. Apa kau membuatkannya untukku?
Jika ini dua hari yang lalu, aku akan melompat dengan gembira. Namun apa yang terasa sekarang hanyalah kekosongan.
Lagipula, tak perlu sebesar ini kan.
Kue kecil yang dipotong untuk empat orang. Siapa pun yang mendapat porsi terbesar akan diprotes. Sirius-san, yang melihatnya, akan berbagi porsi dengan kami. Itulah pemandangan biasa yang terjadi di Pondok Berlian.
Meski aku menahannya....meski aku tidak boleh menunjukkan perasaanku, tanpa sadar pemandangan ini tertutupi oleh aliran air mata. Aku mencoba menunduk dengan terburu-buru, namun jatuhnya butiran ini takkan berhenti.
Itu karena....itu karena....
Saat upacaranya selesai, hari-hari manis kemarin....takkan pernah datang lagi.
"....Tidak...."
{Aku mengerti}
Jantungku melonjak saat suara itu mendadak terngiang di kepalaku. Lupa menyeka tangis, akupun mendongak dan menyadari bahwa aula pertemuan telah berubah sepenuhnya.
"Apa?"
"Oi, apa yang terjadi?"
"Panggil penjaga istana! Ini keadaan darurat!"
Jarak pandang ditempat ini menghilang karena tertutupi oleh tirai kabut. Sepertinya {Aqua Mist}, tapi aku tidak merasa telah menggunakannya. Sementara semua orang menjadi bingung, aku meminta roh air untuk mengamankan penglihatanku, empat lingkaran sihir pin dapat terlihat tergambar di empat sudut ruangan. Mungkin itu yang memanggil kabut.
"Felice-sama! Tolong jangan menjauh dariku!"
Saat aku melihat lingkaran sihir itu, diriku ditarik oleh Kura-sama dari belakang. Aku sudah berada didekat sini, jadi aku bisa menjaga diriku sendiri. Hanya rasa jijik yang menimpku ketika ditarik olehnya. Tanpa sengaja, akupun mendorongnya.
"Ada apa? Ini aku, Kura, tunanganmu"
"Maaf! Tapi, aku...."
"Tolong pikirkan baik-baik. Elysion akan aman jika kau bersama denganku. Ini juga adalah keputusan ayahmu"
"Hentikan! Jangan menatapku dengan mata kosong seperti itu!"
Kesabaranku mencapai batasnya. Apa ini karena pengaruh oleh gangguan di aula pertemuan? Aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku yang asli. Mata sehampa boneka itu menakutiku.
"Kenapa?! Aku hanya ingin memakmurkan Elysion...."
"Sungguh adegan yang tidak enak dilihat. Sadarilah bahwa kau ditolak"
Aku menengok ke asal suara itu dibelakang, seorang pria mengenakan jubah putih panjang dengan wajah yang ditutupi topeng putih, berdiri disana.
"Siapa kau?!"
"Aku adalah orang yang datang untuk menculik gadis itu"
Begitu mendengarnya lagi, aku langsung tahu. Tak mungkin diriku akan salah mengira suara lembut dari seseorang yang selalu memperhatikanku.
"Menculik? Upacara ini dilakukan atas perintah Raja! Apa kau pikir bisa merusaknya dan lolos begitu saja?"
"Minus. Jika kau seorang pria, daripada memikirkan tentang Raja, pikirkanlah pengantinmu terlebih dahulu"
"A-Apa?!"
"Setelah dilihat secara menyeluruh, kau adalah boneka orang tuamu yang cukup hebat. Meski ada banyak gadis yang bisa kau cintai selain dia, apa yang malah kau lakukan di sini?"
"Tu-Tutup mulutmu! Walaupun aku tidak tahu perasaan apa yang kau miliki padanya, ini adalah keputusan dari para petinggi kerajaan!"
"Ya ampun, bisakah kau mengatakan pendapatmu sendiri dengan benar? Ucapkan dengan bangga kepada orangtuamu. Kau adalah manusia, bukan boneka"
"Aku, boneka....gaah?!"
Kura-sama yang lengah, dihantam pada perutnya dan pingsan. Ketika aku menatap adegan ini sambil tercengang, orang yang sepenuhnya terbungkus warna putih cerah, mendekat ke hadapanku dan mengulurkan tangan.
"Felice-hime, aku datang untuk menculikmu"
"Siri----mguh"
"Ucapkan nama itu nanti"
Mulutku ditutup oleh tangannya saat mencoba memanggil nama orang ini. Entah kenapa, aku sangat senang dia melakukan ini. Diriku bahagia. Tapi....tidak ada gunanya.
"....Aku sangat senang kau datang untuk menculikku. Namun, aku harus tetap di sini dan melanjutkan upacaranya"
"Kau tak perlu lagi melanjutkan upacara. Ayo pergi dari sini bersama kami"
"Jika aku tidak melanjutkan upacara ini, aku akan digantikan oleh Ane-sama. Itu sebabnya, jika mampu bertahan, semuanya akan...."
"Sungguh merepotkan. Dari awal aku memang berniat menculikmu, tapi ini juga merupakan permintaan dari kakakmu"
Permintaan ane-sama? Tapi dia dikirim ke sanatorium. Jadi, bagaimana caranya dia meminta Sirius?
"Larut malam kemarin, seorang ras kelinci tertentu juga datang untuk meminta hal ini. Mereka menginginkan diriku untuk menculikmu dari upacara pertunangan"
"Ane-sama....Senia...."
"Selain itu, aku punya pesan dari kakakmu. 'Jadilah lebih egois'....itulah yang disampaikan olehnya"
Ini merupakan kata-kata yang berkali-kali dia ucapkan padaku untuk jangan menahan diri.
Menerima kalimat itu pada saat seperti ini, aku....
"Lebih egois....apa tidak apa-apa jika aku melakukan itu?"
“Aah, tidak masalah. Lagipula, kakakmu sangat cerdas, dia bisa melakukan apapun yang diinginkannya pada pertunangan ini. Dia tak pernah memintamu bertahan, jadi tolong andalkan kakakmu dan kami"
"....Begitu, kah"
"Ayo segera kembali. Kue pengantin seukuran itu takkan mungkin bisa kau habiskan sendiri, tapi aku bisa membuatkan kue besar sehingga kita bisa makan bersama-sama dengan kakakmu juga
"....Ya!"
Keinginan egoisku adalah untuk kembali ke tempat di mana semua orang berada. Memakan berbagai hidangan dan kue bersama mereka. Setelah itu, selalu dengan Sirius-san dan yang lainnya....
Tanganku pun terulur dan diraih....oleh tangan Sirius-san.
"Tolong....culiklah diriku"
Meskipun dia mengenakan topeng, aku yakin wajah dibalik lapisan itu sedang tersenyum. Dia menggenggam erat tanganku, kamipun mulai berlari.
∆∆∆
"Hei, aku tidak bisa melihat apapun! Seseorang, tolong singkirkan kabut ini dengan sihir angin!"
"Itu sudah dilakukan! Tapi, kabut ini tidak menghilang, tak peduli berapa kalipun dicoba!"
Orang-orang di aula mencoba untuk melakukan sesuatu pada [Aqua Mist]. Sayangnya, kabut takkan menghilang kecuali lingkaran sihirnya diurus. Lingkaran-lingkaran sihir ini pasti telah diciptakan oleh Sirius-san.
Meskipun ini adalah situasi dimana indra penglihatan hampir tidak berguna, kami memperoleh cukup waktu untuk melarikan diri karena ada empat lingkaran sihir yang terpasang. Dilain sisi, Ayah....tidak beranjak dari tempat duduknya. Didampingi oleh Pengawal Kerajaan, dia memberi instruksi untuk menenangkan semua orang.
Aku tidak melihat Emilia dan Reus, tapi mereka mungkin baik-baik saja. Itu karena Sirius-san tidak mengatakan apapun.
"Kalau begitu, ayo kita melarikan diri setelah ini...."
"Jangan biarkan ada yang keluar dari aula pertemuan! Seorang pencuri ada di sini!"
"Siapa kau! Aku takkan membiarkanmu---guh?!"
"Ini adalah perintah Raja, tak peduli siapa dirimu, tak boleh ada yang keluar!"
Para penjaga istana sudah berdiri di depan pintu masuk aula, bahkan para bangsawan akan tertangkap jika mencoba keluar. Kalau begitu, bagaimana kami bisa melarikan diri dari sini?
"Meski hanya tentara istana, tapi respon mereka cukup cepat. Apa boleh buat. Kalian berdua, kita akan memakai rencana B"
Ketika Sirius-san menggumamkan sesuatu, jendela di aula mendadak pecah diiringi bunyi nyaring yang bergema. Jendela lain pun bernasib sama, satu demi satu dan membuat kebingungan ditempat ini menyebar.
Mataku yang tidak terpengaruh oleh kabut bisa melihat Emilia dan Reus sedang melepaskan sihir pada jendela. Alasan kenapa mereka bisa memecahkan jendela secara akurat mungkin karena Sirius-san mengatur lingkaran sihir {Aqua Mist} sehingga keduannya tidak terpengaruh.
Memanfaatkan kekacauan itu, kami berlari keluar lewat jendela yang pecah dan turun ke balkon. Kemunculan bulan purnama malam ini membuat pemandangan terlihat lebih cerah dan cukup terang untuk melihat hal-hal yang jauh.
"Tunggulah sebentar, aku harus menyiapkan sesuatu"
Ketika Sirius-san mengatakan itu, dia berdiri didepan pagar pembatas balkon dan menaruh tangannya disana. Kami berada di lantai empat istana. Tampak jalan berbatu di jarak yang jauh jika seseorang melihat kebawah. Andaikan terjatuh, aku cukup yakin takkan ada yang selamat. Lalu, kenapa kami malah datang ke sini?
Sementara pikiranku keheranan, sosok Emilia dan Reus mulai keluar dari kabut. Meskipun rambut hitam keduanya terasa tidak cocok, aku masih senang bisa bertemu mereka lagi.
"Emi---kau tidak terluka?"
"Ya, aku baik-baik saja"
"Ini bukan apa-apa!"
Aku hampir menyebut nama mereka tanpa sengaja. Ini akan menjadi kacau karena keduanya sedang menyamar. Walaupun ada berbagai hal yang ingin kubicarakan, namun Emilia dan Reus malah tersenyum ketika menatap pakaianku.
"Gaun itu benar-benar cocok untukmu"
"Ya, sangat indah!"
"....Terima kasih"
Kura-sama dan para pelayan mengatakan kalau diriku cantik. Tapi kebahagiannya berkali-kali lipat ketika mereka yang mengatakannya. Semua ini masih belum selesai....hanya saja, air mataku serasa ingin jatuh kapanpun.
Di tangan keduanya, terdapat kain yang telah dilukis lingkaran sihir. Inilah sumber kabut di dalam aula. Karena diambil dari tempatnya, kabut disanapun secara bertahap memudar. Ketika aku memikirkan ini, pandanganku menangkap sesosok bayangan dalam kabut.
"Siapa di balkon?!"
Apakah seseorang melihat kami?
Bersamaan dengan beberapa bunyi langkah kaki dari dalam kabut, Sirius-san mengambil sesuatu yang mirip dengan kail besar dan melemparkannya ke udara.
Eh? Kenapa malah di lempar?....Aah, itu pasti {String}. {String} milik Sirius-san sangatlah kuat. Itu takkan putus bahkan jika kami bertiga menariknya dengan seluruh tenaga. Emilia dan Reus juga mengeluarkan hal yang sama dan mulai berbaris di belakang Sirius-san.
Mungkinkah ini....
"Kalau begitu, ayo pergi?"
"Emm....dari sini?"
"Tentu saja. Berpeganganlah erat-erat"
Kupikir akan menakutkan untuk melompat dari ketinggian ini, tapi ketika dipeluk oleh Sirius-san, diriku menjadi lebih baik. Hanya ada perasaan buruk ketika tanganku digenggam oleh Kura-sama, tapi malah melegakan ketika dipegang oleh Sirius-san. Kenapa ya? Apa karena aroma, atau suasana di sekitar Sirius-san?
Disaat {String} melilit dan mendekatkan tubuhku pada Sirius-san....kami melompat ke langit.
"Hiii?!"
Kami meluncur di udara mengikuti lintasan panjang {String}. Jeritanku hampir bocor menghadapi tekanan angin tapi menjadi tenang karena kehangatan yang tersalur dari dirinya.
Entah kenapa....aku ingin terus meluncur seperti ini. Sayangnya, setiap hal memiliki titik akhir. Aku tidak yakin dengan tingkat kecepatan kami. Yang jelas, kami semua hampir menabrak sebuah pohon yang telah terhubung dengan {String}.
"Sirius-san, pohon!"
"Aku tahu. Jangan sampai kau menggigit lidahmu sendiri"
Ketika bertanya-tanya apa arti dari ucapan Sirius-san, dia melepas genggamanya dari {String} dan kamipun jatuh dari jarak yang masih tinggi. Mataku secara reflek terpejam dengan tubuh yang menerima perasaan mengambang. Aku lalu merasakan dampak dua kali hingga kami mendarat di tanah.
Sementara tidak mengerti apa yang telah terjadi, pandanganku yang terbuka melihat Emilia yang akan segera jatuh dari langit. Begitu aku hendak menciptakan bantalan dengan sihir air, Sirius-san mengentikanku. Saat itu, angin kencang tiba-tiba melintas dan semakin melambatkan jatuhnya Emilia, membuatnya mendarat dengan lembut di tanah. Benar juga, Emilia hebat dalam sihir angin.
Yang jatuh berikutnya adalah Reus. Dia meraih dahan-dahan sambil terjun di udara, menendang bayangnya yang tebal untuk mengurangi kecepatan jatuh hingga akhirnya mendarat dengan mulus. Seperti biasa, kemampuan fisik mereka sungguh menakjubkan.
Meski agak disesalkan, ketika aku dan Sirius-san memisahkan diri, penglihatanku beralih pada balkon istana. Tempat dimana kami berpijak beberapa saat yang lalu terlihat sangat kecil. Tadinya kami benar-benar dikepung, tapi dengan mudahnya kami mampu melarikan diri.
"Reese, maaf karena memintamu ini, tapi bisakah kau membuat dua {Aqua} dalam ukuran besar?"
"Eh? Ya, tidak masalah"
Ketika aku membuat dua buah bola air besar di udara, kedua bersaudara langsung menceburkan kepala mereka kedalamnya dan mulai mencuci rambut masing-masing. Rambut yang awalnya terwarnai hitampun kembali ke warna perak. Mereka lalu mengusapnya dengan pakaian yang telah dilepas. Sesaat diriku terkejut, tapi ternyata keduanya mengenakan pakaian biasa dibalik pakaian petugas dan tailcoat l. Sementara itu, Sirius-san juga melepas pakaiannya dan melemparkan itu ke dalam lubang ditanah yang tercipta oleh lingkaran sihir.
"Anu....kenapa kau membuangnya?"
"Untuk menghancurkan bukti. Lubangnya kemudian ditutup dan selesai"
Ketika dia menggambar lingkaran sihir lagi, lubangpun tertutupi. Kembali ke keadan semula seolah-olah tak ada yang terjadi. Setelah bekas lingkaran sihirnya dihilangkan dengan dahan pohon, Sirius-san kemudian menatap kami yang berdiri berdampingan.
"Jangan ceroboh karena misi kita masih berlanjut. Apa kalian ingat lokasi berkumpulnya?"
"Tidak masalah. Aku berniat untuk bergerak ke arah timur"
"Aku akan pergi arah belakang sambil mengawasi situasi"
"Bagus. Jika begini, kita bisa pergi"
Obrolan mereka berlanjut tanpa diriku. Emilia lalu mendekatiku yang bingung, dan membisikkan beberapa kata ke telingaku.
"Emilia....apa maksudmu dengan itu?"
"Persis seperti yang kukatakan. Kalau begitu, kita akan bertemu lagi setelah ini"
"Sampai jumpa, Reese-ane!"
Emilia dan Reus melambaikan tangan sambil tersenyum. Keduanya lalu berlari menuju hutan dan menghilang dalam sekejap.
Aku yang tertinggal menoleh ke arah Sirius-san. Dia tiba-tiba meletakkan tangannya ke punggung dan lututku, kemudian mengangkat tubuhku. Ini adalah pose menggendong seorang putri yang dilakukan oleh sang pangeran dalam buku-buku dongeng, terkenal sebagai gendongan tuan putri.
Pose ini membuatku serasa berada di dunia impian yang sudah lama kuinginkan. Meski diri ini malu....tapi hatiku bahagia.
"Jika kau membawa sang putri, aku pikir cara menggendong seperti ini adalah bentuk sopan satun. Bagaimana menurutmu?"
"Ini....tidak buruk"
"Baguslah, dari sini kita akan terbang. Tutuplah matamu jika kau takut"
Sirius-san melompat sambil menggendongku. Harusnya kami segera jatuh, tapi dia menendang udara dan melompat lebih jauh. Dalam sekejap, kami berada di posisi yang lebih tinggi dari pohon-pohon dan terus melambung di langit.
"Si-Sirius-san! Kita, kita terbang?!"
"Ini juga sihir asliku. Sambil menciptakan pijakan di udara, aku bisa terbang dengan menendangnya"
Hanya dengan menendang....ini tidak dapat percaya. Pikiranku tak sadar selama beberapa saat. Tapi sekarang, diriku bisa mengerti dengan jelas. Aku sedang terbang di langit.
Wajarnya, aku akan menutup mata karena takut. Tapi entah kenapa semua kekhawatiran itu sirna ketika di gendong oleh Sirius-san.
"Kita menuju kemana?"
"Didepan sana ada danau, kan? Kita akan terbang lurus dan menyeberanginya"
Sesuai ucapan Sirius-san, sebentar kemudian, sebuah danau mulai tampak. Sambil terbang diatasnya, suatu pemandangan fantastis memasuki pandanganku.
Mungkin karena hembusan angin yang melemah hari ini, membuat permukaan danau itu tenang tanpa riak. Bagaikan cermin, sosok bulan dan langit malam memantul disana.
"Waahh....luar biasa"
"Yah, ini juga merupakan keajaiban alam"
Dalam adegan indah ini, topeng yang dikenakan Sirius-san tercermin di mataku....Mungkin itu diperlukan untuk menyamar, tapi kenapa sampai sekarang tidak dilepas? Agak aneh untuk melihatmu yang seperti ini. Hanya saja, aku masih ingin menatap wajah aslimu.
"....Sirius-san, bolehkah aku melepas topeng itu?"
"Hmm? Aah. Kurasa kita sudah cukup jauh dari istana. Jadi, tidak apa-apa. Karena kedua tanganku sedang sibuk, aku memintamu untuk melepaskannya"
Akupun melepas topeng itu sambil berhati-hati agar tidak mengganggunya. Wajah yang sering kulihat kemudian muncul. Dia lalu menatapku dan tersenyum.
"Terima kasih"
Pada saat itu....hatiku melonjak.
Bagian dalam tubuhku memanas, dengan jantung yang berdetak tak karuan.
Momen-momen seperti ini memang sering terjadi, tapi kali ini sungguh berbeda.
Melihat wajah Sirius-san membuat dadaku sakit, namun pandanganku sama sekali tak mampu berpaling.
....Apa aku, jatuh cinta pada Sirius-san?
Tapi ini tidak boleh. Dia memiliki Emilia. Lagipula, aku berpikir kalau kedekatan kami hanya dikarenakan sifatnya yang mirip seorang ayah.
Sambil mengenakan gaun pengantin, dibawa dalam gendongan tuan putri dan terbang dilangit seolah berada dalam negeri dongeng.
Perasaan ini pasti adalah kebahagian karena bisa bertemu sosok ayah yang handal. Ya, pasti.
Ketika memikirkan itu, aku langsung teringat apa yang dibisikkan Emilia ke dalam telingaku tadi.
"(Jujurlah dengan perasaanmu)"
....Emilia....apa kau tidak masalah dengan ini?
Apa....kau akan baik-baik saja?
Jika tidak....kau tidak mungkin mengatakan hal itu kan?
Perasaan jujurku....
Bukan menganggapnya sebagai sosok ayah, melainkan sebagai seorang lelaki....
....Aku....mencintai Sirius-san.
Tanpa pedang legendaris ataupun menunggangi seekor naga layaknya dongeng.
Dia hanya orang biasa yang memakai topeng dan pakaian putih.
Tapi, Sirius-san adalah....
Orang yang menculik untuk menyelamatkanku adalah....
.....
Pangeranku.
∆∆∆Chapter 41 berakhir disini∆∆∆
>Catatan Penerjemah : ....Aku agak malas nerjemahin kata-kata penulisnya. Intinya, si penulis sudah lama menginginkan chapter ini dan akhirnya tercipta. Chapter selanjutnya berisi 'kebenaran' dibalik peristiwa di chapter ini.
Ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya
Akhirnya update lagi...
ReplyDeleteMakasih min.... 😘😘😘
sekilas lihat gambar, he siapa ini, Reese kok pny kuping kucing, ahaha ternyata itu pita
ReplyDeleteHeeeeehhh....
ReplyDelete.....kau knapa??
DeleteMimin makasih ,semangat
ReplyDeleteAhaha, hebat bos
ReplyDeleteJejak.....
ReplyDeleteDitunggu lanjutammya min...