Goroh bag 1

Cerita oleh I-Fun Novel

Pengenalan

Namaku adalah Alvian. Bagian menarik dari sebuah kisah adalah, ketika kau tak melupakan kisah itu, meski terlewat puluhan tahun sekalipun.



Bagian 1

Apa bagian paling berkesan ketika berwisata?

Tersesat dan melenceng dari lokasi tujuan? Berkenalan dengan turis super cantik? Mendadak dapat pengakuan cinta? Atau bahkan terluka hingga bekasnya tertinggal sampai bertahun-tahun?

Kalau kau bertanya apa momen yang paling tertempel di kepalaku hingga terasa memusingkan adalah....

"...."

....Serius, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sedang berbaring diatas kasur ganda pada sebuah kamar hotel. Meski memposisikan diri secara telentang malah membuatku kesulitan tidur, tapi aku tak bisa memiringkan tubuh. Lebih tepatnya, aku tidak mau.

Itu karena ada sesuatu yang melotot padaku dari arah lantai.

☆☆☆

Di pagi hari cerah, seluruh siswa kelas XII akhirnya berangkat ke luar kota selama 4 hari 4 malam. Ini adalah wisata sebelum kelulusan kami. Ketika sampai di lokasi tujuan yang memakan waktu sekitar setengah hari, para gurupun mengumumkan waktu istirahat.

Tak ada kegiatan secara spesifik selama jadwal di hari pertama, kami hanya diperbolehkan untuk berjalan-jalan di daerah sekitar, menghirup udara segar, dan menikmati suasana wilayah baru.

Aku dan sahabatku juga melakukan 'penjelajahan singkat'. Kami berdua sempat berhenti di sebuah warung makan khas daerah, dan menenteng beberapa bungkus camilan sebelum berpijak kembali menuju hotel saat senja.

Aku dan sahabatku berada di kamar yang sama. Kami berbagi sebuah kasur ganda. Awalnya ramai karena banyak siswa yang ikut nongkrong disini dan menghabiskan waktu, entah dengan menonton acara komedi di tv, bermain game ponsel atau hal menyenangkan lain. Tapi seiring jam berlalu, layaknya daun yang berguguran di balik jendela, mereka satu per satu kembali ke kamar masing-masing hingga orang terakhir mengucapkan salamnya.

Tak ada yang aneh.

Ketika jarum jam hampir mencapai puncak lingkaran, kami berdua memutuskan untuk tidur. Aku hanya ingin terlelap, larut dalam kantuk dan bangun dengan perasaan segar keesokan harinya.

Namun, pemandangan yang tak sengaja tertangkap ketika berbaring miring, membuat otakku berdenyut. Sekujur punggungku berkeringat, tubuhku kaku karena tertindih hawa dingin. Bahkan di kesenyapan ini, bunyi hentakan jantungku bisa terdengar dengan mudah.

Aku langsung membenarkan posisi berbaring ketika melihat'nya'. Walaupun cuma sekilas, tapi sosok tersebut telah menempel di ingatan.

Aku menebak 'dia' sebagai perempuan, atau lebih tepat dikatakan, 'sesuatu yang mirip manusia'. Dia tergeletak di lantai. Tangan dan kaki mahkluk itu bengkok ke arah yang absurd, seolah-olah tak memiliki tulang sendi. Rambut panjangnya menyebar seperti kipas, dengan kepala menghadap kesini. Rongga mata hitamnya melotot ke arahku.

Ada bagian jendela yang terhubung dengan dunia luar, dimana gordennya sedikit terbuka dan membuat seberkas cahaya rembulan menembus masuk. Dengan suasana remang-remang, kulit mahkluk itu semakin tampak pucat, mengingatkanku pada tubuh ikan mati di akuarium setelah beberapa hari.

Semakin lama, bau menyengat semakin menusuk indra penciuman. Karena tak tahan oleh situasi menindas, aku memaksakan tanganku dan menepuk pundak orang yang juga tidur di kasur ini.

Setelah berkali-kali dengan tenaga minim, sahabatku merespon. Tubuhnya sempat berkedut sambil bergumam "Hnggg".

"....Apa?"

Mulutku bergerak, berbisik membalasnya yang seakan-akan berjuang melawan kantuk.

"Kau tidak mencium sesuatu yang aneh?"

"....Hmm. Tidak"

"Serius?"

"....Ada apa memangnya?"

Tanpa kata, aku mengarahkan jari telunjuk perlahan dan memusatkannya pada satu titik. Sahabatku lalu mengangkat bagian atas tubuhnya sedikit untuk melihat ke bagian belakangku, melihat ke lantai dimana jariku mengarah.

"....Tak ada apapun....Kalau yang kau maksud adalah bau tikus mati, kita bisa mengurusnya besok. Sekarang sudah terlalu malam. Baunya juga tidak sampai sini"

Dia tertidur lagi dan perbincangan kami berakhir.

Aku sempat berpikir mungkin 'itu' hanya halusinasi yang diciptakan otak. Mungkin juga mimpi. Bahkan aku berharap kalau ini adalah lelucon yang telah direncanakan oleh teman-temanku. Semua perandaian itu berputar, mencuat sebagai penghibur. Andai saja memang begitu, andai saja.

Tapi ketika aku menoleh kesana lagi sambil sedikit bergetar, semua perandaian itu berakhir.

Napasku tertahan.

'Dia' disana, tak bergerak, masih melotot dengan rongga mata hitamnya.

Mataku tertutup karena reflek dari rasa takut. Sangat rapat sampai hanya tampak warna hitam. Ini kedua kalinya aku melihat pemandangan mengerikan itu. Dia memakai sesuatu seperti pakaian adat jawa. Awalnya, hal yang kukira melapisi area perutnya dan menyebar dilantai adalah selendang. Namun, aku salah. Selendang harusnya lebih panjang.

Bahkan bukan kain, itu adalah organ tubuh. Bagian perutnya menganga lebar, robek dengan jeroan berada diluar.

Aku berusaha untuk tak memikirkanya. Kepalaku pusing hanya dari mengingat hal tersebut, berdoa dalam hati, dan mencoba sebanyak mungkin menutupi diri dengan selimut.

Meski dia berada beberapa meter jauhnya, namun dadaku serasa sangat dingin dan sesak. Hampir seperti ditekan oleh sebuah telapak tangan yang basah. Setiap detiknya, aku semakin sadar terhadap sentuhan, entah itu pakaian, selimut, atau punggung orang yang tidur disampingku. Berharap tak ada hal lain yang menyentuhku.

Keadaan berlanjut seperti itu. Hingga pikiranku tak mampu memproses waktu. Entah sudah berapa lama....tapi kemudian terdengar bunyi 'Sreeeehhhkkk, sreeeehhkkk' seolah-olah ada sesuatu yang terseret di lantai.

Bunyi itu berlangsung hanya untuk sebentar sampai tak terdengar lagi. Aku memberanikan diri membuka mata. Perlahan, diiringi harapan putus asa.

Ketika sudah cukup jelas untuk melihat langit-langit, aku menoleh hanya untuk mendapati bahwa tak ada siapapun di lantai. Mahkluk itu telah pergi tanpa meninggalkan bekas.

Hatiku memperoleh sedikit rasa kebebasannya. Pikiranku yang di selimuti kabut pekat, berangsur-angsur menjadi jernih. Kehangatan kembali dalam raga dan udarapun tak terasa berat lagi. Aku berusaha tidur tanpa terlalu banyak mengingat kejadian barusan. Walau sulit dan agak lama, aku masih berhasil untuk terlelap.

Malam itu aku tak bermimpi apapun.

☆☆☆

Keesokan harinya, aku terbangun sendirian. Tak ada sosok sahabat yang menemaniku tadi malam.

Setelah bertanya pada seorang teman di kamar berbeda, dia memberiku jawaban membingungkan.

"Bukannya dia pulang mendadak kemarin sore?"

Aku bertanya pada siswa lain yang ikut nongkrong di kamarku malam itu, bahkan pada beberapa guru. Meski kalimatnya agak berbeda, tapi inti dari perkataan mereka sama.

Sahabatku tiba-tiba mendapat kabar bahwa ayahnya kecelakaan. Meski tidak parah, itu sudah membuatnya memilih kembali dan membatalkan rencana wisata. Diapun langsung berangkat sekitar sore hari, dimana mentari terbenam dan menaiki kereta dibarengi seorang guru di jam malam.

"Itulah kenapa kami nongkrong di kamarmu tadi malam. Kan kau sendirian. Cuman yah, para guru bersikeras agar setiap siswa kembali ke kamar masing-masing ketika sudah masuk jam tidur. Mereka bergantian jaga malam untuk memastikan tak ada yang nyelonong ke kamar siswa lain atau bahkan ke luar hotel. Kudengar, ada satu perarutan hotel yang menyebut pengunjungnya tak boleh berganti kamar setelah dini hari. Tapi, entah juga, kurasa itu hanya rumor"

Ucap seorang siswa, agak terlihat menyesal.

☆☆☆

Bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]