Bokubitch chap 5 B. Indonesia

Chapter 5 Entah itu teman masa kecil maupun adikku, apapun pemikiran mereka tidaklah normal.
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel





Aku punya sebuah kenangan buruk.

Itu adalah sesuatu yang diriku alami selama hari-hari TK.

"Kousuke harus bermain denganku! Aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun!"

"Heeh, tidak mungkin! Aku bukan milik Ten-nee!"

Selama jam istirahat di TK, aku bilang begitu dan akan bermain dengan anak-anak lain.

Nama lengkap Ten-nee adalah {Tenko}, teman masa kecilku yang tinggal di sebelah rumah.

Disebut {Nee} karena dirinya sangat tinggi dibandingkan anak-anak lain di TK.

Dia adalah anak gadis yang memiliki rambut pendek pirang agak oranye dan wajah imut, namun terkesan tomboy dan berani.

"Nahahaha! Karena kau pernah bilang akan menikah denganku, jadi kau sudah menjadi milikku! Oleh karena itu, kau dilarang bermain dengan anak lain! Sekarang, ayo pergi bersama!"

Pada saat itu, beberapa anak laki-laki dan perempuan mendekati kami.

"Ahh, Ten-chan tidak adil!"

"Benar, Ten! Biarkan kami bermain dengan Kousuke juga!"

Selama TK, aku hidup dan bergaul tanpa peduli siapa mereka. Itu membuatku punya banyak teman.

Hanya saja....

"Beerisiiiikk!! Kousuke adalah tunanganku!"

Tak mau melepaskanku, Ten-nee membuat pose knifehand* dan memukuli semua orang dengan gerakan cepat.
[Kelima jari lurus. Kayak gini]

""""Ueeeeeeeeeeee!!""""

"Tu-Tunggu, semuanya!!"

Menerima pukulan itu, semua anak menangis dan lari.

"Nahahahaha! Itulah akibatnya jika ada yang mau mencuri Kousuke! Kalau kalian mengerti, jangan mendekati Kousuke ku!"

"Hei, Ten-nee! Kalau kau melakukan hal seperti barusan, jumlah temanku akan menurun lagi!"

"Tenanglah, jangan marah. Kau memang akan kehilangan teman, tapi aku akan selalu bersamamu. Serahkan saja padaku!"

Aku pernah berkata dengan kekanak-kanakannya 'akan menikahi Ten-nee'....Karena ucapan itu, setiap hari berubah menjadi menyakitkan.

Mungkin dari sana juga, gadis yang memiliki sifat kuat ingin hal 'untuk dirinya sendiri', telah mulai memonopoli diriku.

Dan begitulah, semua orang yang takut terhadap Ten-nee memisahkan diri dariku sedikit demi sedikit.

"Apa yang kau lakukan, Ten-nee....kalau begini terus, semua temanku akan pergi"

"Apa? Kan masih ada aku? Lagi pula, jika kau berjanji untuk hanya bermain denganku, aku akan menunjukkan celana dalam yang kau sukai. Hora~!"

Dia kemudian mengangkat roknya menggunakan kedua tangan.

Terlihat kebun stroberi terhampar di kain putih, sungguh imut.

"Ah...."

....Pada saat itu, aku jadi paham betapa mesumnya melihat celana dalam seorang gadis. Dia bahkan terkadang menunjukkannya, membuatku mulai merasa tidak enak hati.

"Wajah Kousuke memerah. Nahahaha! Begitu kita menikah, aku akan menunjukkannya setiap hari. Sampai saat itu, aku akan menunjukkannya sesekali disaat aku ingin saja"

Gigi taringnya dapat terlihat saat dirinya tertawa riang.

Pada akhirnya, sejak hari itu walaupun enggan, aku bermain dengan Ten-nee.

Ada juga momen dimana aku menaiki tangga seluncuran taman bermain, lalu kakiku tiba-tiba terpleset.

"Apa yang kau lakukan, Kousuke?! Itu berbahaya!"

"Ah, Ten-nee....te-terimakasih...."

Berdiri langsung di bawah tangga, dia menangkapku di gendongan tuan putri.

"Sungguh, Kousuke tidak boleh menjauh dariku....Tapi karena kita akan menikah, aku akan bisa terus melindungimu. Kita tidak akan pernah berpisah~♪"

"Uwaa, menjauhlah Ten-nee! Berhenti memelukku!.....u~uuu"

Seperti itulah masa kecilku.

Ten-nee mungkin adalah pelacur pertama yang kutemui dalam hidup.

Setelah lulus dari TK, keluarganya pun pindah. Meski begitu, aku sudah terlanjur tidak punya teman, dan waktu-waktu sendirian seperti itu terus berlanjut.

∆∆∆

"He-Hentikan, Ten-nee....sakit....kuh, uuu....---hmmm?"

Aku terbangun di kasur kamarku.

Sepertinya cuma mimpi....yah, mimpi buruk.

"Hahhh, bermimpi tentang pelacur pertama yang membuatku trauma...."

Melihat jam, masih 7:00 pagi.

Cahaya mentari yang lembut menembus jendela hingga mencapai kasurku.

Bangun dalam suasana hati yang buruk, aku mencoba berdiri untuk mencuci muka, namun...

"Hmm? Kenapa, tidak bisa bergerak...."

Tubuhku terbaring telentang, seolah ada beban berat yang mencegahku untuk bediri.

Aku kemudian merasakan sesuatu yang tidak normal dan diam-diam membalik futon.

"Ah, Nii-san~n♪"

Secara reflek, tanganku menutup kembali futon ini.

Mataku pasti salah lihat.

Kupikir begitu dan menarik futon itu lagi.

"Dada Nii-san sangat nyaman, haahhh. Lebih kokoh dari sebelumnya....mou, aku tidak tahan lagi♪"

Seorang gadis berambut perak yang tubuhnya terbungkus kaos putih tipis mengusap pipinya ke dadaku.

Wajah yang selalu tanpa ekspresi bagaikan es itu sekarang sedang menutup matanya dan tampak senang.

"Hei, Sharte. Apa yang sedang kau lakukan?"

"Ah"

Adikku akhirnya memperhatikanku dan perlahan-lahan duduk.

Masih tanpa ekspresi, matanya yang kosong berkedip beberapa kali.

"Nii-san. Tolong jangan menatap dengan pandangan mesum hanya karena adik perempuanmu datang untuk membangunkanmu di pagi hari"

"Hahaha---Aku tidak ingin mendengarnya darimu!!"

"Berteriak di pagi hari menandakan kalau kau sangat bersemangat, nii-san"

Sharte yang memiliki tubuh langsing menatapku dengan mata tenang.

Dia adalah murid kelas tiga di SMP Hoto. Seorang siswi terhormat dan pintar dengan fisik yang lemah.

Gadis yang menjabat sebagai ketua OSIS, polos, baik, serius....begitulah seharusnya.

"Baguslah kalau kau masih sesemangat ini"

Sharte kemudian duduk di atas lutut, membuat pahanya yang mempesona terlihat lebih jelas.

Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi gadis ini meraih pinggiran bajunya dan mencoba untuk melepaskan itu.

"O-Oi, apa yang sedang kau lakukan?!"

"Hmm, hari ini diriku akan menjadi milik Nii-san seutuhnya, jadi aku harus bersiap. Pertama-tama, adalah telanjang"

Sharte lalu melepas kancing piyamanya. Dia memutar pinggul, hingga celana dalam hitam itu terlihat lalu mengangkangiku.

Gadis yang penampilannya mempesona ini dengan lembut menaiki bagian bawah tubuhku.

"....Apa yang mau kau lakukan?"

"Nii-san. Bisakah kita lanjutkan apa yang harus dilakukan ketika hari berbahayaku* seminggu yang lalu?"
[Link. Aku memberi kalian link menuju sebuah situs yang membahas tentang 'waktu yang aman seorang perempuan berhubungan intim'....jujur saja, aku ingin menjelaskan sendiri bagian yang ini, tapi tak tahu harus mulai dari mana!!! SIALANNN!!!....Maaf, khilaf....]

Begitu ya. Tak terasa sudah satu minggu telah berlalu sejak kencan dengan Aizawa.

"Tu-Tunggu dulu, nii-san!!"

Aku yang benar-benar terbangun, menyingkirkan adikku dan berbicara dengan suara monoton.

"Oi Sharte, kita adalah saudara. Apa kau mengerti?"

"Ya. Tapi Nii-san dan aku tidak berhubungan darah. Seharusnya tidak ada masalah"

"Kita memang tidak berhubungan darah, tapi...."



Aku mulai mengingat lagi hari-hari itu, hari dimana orang tuaku menceritakannya.

Ayah dan ibuku adalah dokter yang pergi ke daerah konflik di berbagai belahan dunia untuk membantu para korban. Saking sibuknya sampai-sampai mereka jarang pulang.

Disisi lain, Sharte merupakan yatim piatu perang yang dibawa ke rumah kami oleh orang tuaku ketika diriku masih kecil.

Pada saat itu, orang tuaku bertemu dengan keluarga Sharte yang hilang. Keluarga itu* sangat menyadari ketidakberdayaan mereka untuk menampung satu mulut lagi. Tanpa memiliki pilihan lain, ayah dan ibuku membawanya ke Jepang.
['keluarga' bukan 'orang tua' ya. Jadi mereka masih sempat bertemu dengan paman atau bibinya Sharte. Tapi karena keluarga itu/mereka tidak mampu menanggung biaya hidup satu orang lagi, jadi mereka menyerahkannya pada keluarga Ikuno untuk dirawat. Paragrafnya agak ambigu, jadi kutambahin aja kalimat 'untuk menampung satu mulut lagi']

Mungkin mengingatnya juga, Sharte mulai bicara tentang kondisinya saat pertama kali kami bertemu.

"....Waktu itu, nii-san menerima diriku yang tertutup seolah adikmu yang asli. Meski aku tidak sedikitpun membuka hati hingga membuatmu kerepotan....tapi, nii-san tidak menyerah"

Yah....

Pada awalnya, Sharte tidak menerima keluarga barunya.

Diam seribu bahasa, memandang dunia dengan tatapan ikan mati. Bahkan ingatannya tercecer seperti pecahan kaca.

Namun, aku memilih untuk tidak meninggalkannya.

Akibat luka yang dulu pernah dia derita dan membekas di hati, membuat Sharte hampir tidak pernah menunjukkan perasaannya lewat ekspresi.

Hanya saja, mungkin karena aku selalu ada di sisinya, jumlah percakapan kami meningkat hari demi hari.

"Bahkan sekarang diriku masih berterima kasih pada Nii-san. Aku yang telah kehilangan segalanya, bisa merasakan kehangatan dari memiliki keluarga sejati"

Sharte yang berdarah Rusia, menatapku dengan mata birunya yang setenang permukaan air tanpa riak.

"Apalagi ketika di SD, Nii-san telah berkorban untukku*. Karena itulah...."
[Penjelasan untuk bagian ini akan terungkap di chapter-chapter terakhir vol 1]

"....Sharte, jangan khawatirkan tentang itu. Aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan"

Aku mencoba meyakinkannya dengan tersenyum.

Meskipun ekspresinya tidak berubah dan sulit diterka, karena telah bersama selama bertahun-tahun entah bagaimana aku bisa mengerti apa yang dia pikirkan.

Sharte menelan perkataanku barusan, lalu akhirnya mengangguk pelan.

Dalam suasana sunyi ini, suara 'gishigishi'* dari tempat tidur bisa terdengar.
[ぎ し ぎ し = gishi gishi = bunyi berderit....agak aneh ya]

"Ni-Nii-san...."

"Hm? Perasaan aneh apa ini....?"

Sharte meletakkan kedua tangannya di perutku, menggosok bagian bawah tubuhnya ke bagian paling penting seorang lelaki.

Pipinya yang putih berangsur-angsur menunjukkan sebuah reaksi di wajah tanpa ekspresinya.

"Tunggu!! Apa yang sedang kau lakukan Sharte?!"

"Nii-san, dari dulu sampai sekarang selalu memperlakukanku dengan baik seperti itu. Untuk menjadi adik perempuan normal tidak lagi mungkin....hmmm~...."

TungguTungguTunggu!! Sharte barusan akan melepas celana dalamnya, kan?!

Lalu perasaan hangat dan lembut yang menyentuh bagian bawahku sekarang, dengan kata lain....?!?!

"Aku, ingin menjadi milik nii-san....Jadi, pertama-tama, berawal dari metode yang paling sederhana, buatlah diriku menjadi milikmu seutuh---"

"HENTIKAAANNNNN!!!!!!"

Aku duduk tegak, meraih bahu Sharte untuk menyadarkannya.

"....Nii-san?"

"BA-BAKAAA!!!! Aku sudah mengatakannya, kan?!?! Kita ini bersaudara!! Memang bukan orang asing, tapi yang seperti itu sama sekali tidak boleh!!"

Dimandikan sinar mentari pagi, tubuh putih nan rampingnya seakan menarik tatapanku menuju kesana. Sharte yang kulitnya mirip salju menjadi lebih berkilau oleh cahaya. Dia kemudian tersenyum tipis.

"Seperti yang diharapkan, nii-san tetaplah nii-san"

"Tentu saja. Karena Sharte akan selalu menjadi adikku"

Ya ampun. Aku mencoba bangun dan menuju pintu kamar.

Tiba-tiba, lengan kiriku terbungkus tekstur lembut.

"Nii-san, apa yang kau inginkan untuk sarapan hari ini?"

....Sialan. Dadanya tumbuh lebih besar lagi....

Benjolan montok yang erat meremas lenganku terlalu besar mengingat tubuhnya yang ramping.

Akibat dipeluk seperti ini setiap hari, membuatku bisa mengukur volumenya yang meningkat.

"Sa-Sarapan ya....yang biasa sudah cukup bagus"

Setelah mengucapkannya, kami meninggalkan kamar dan berjalan di koridor lantai dua.

"Kesampingkan itu. Sharte, aku ingin pergi ke toilet, bisakah kau lepaskan?"

"Baiklah. Kalau begitu, aku ikut"

Dengan tatapan tak peduli, dia memutuskan pergi ke toilet bersama.

"Tidak, begini. Aku mau pergi ke toilet, jadi aku tidak ingin ada yang mengikutiku...."

"Aku mengerti apa yang Nii-san katakan. Tapi, bukankah merepotkan untuk menangani kebutuhan di pagi hari tanpa aku disampingmu?"

"Kebutuhan apa?! Dan kemana kau melihat saat mengucapkan itu?! Tunggulah di luar!!"

Aku mencoba menutup pintu. Tapi gadis ini menahan gagangnya dan terus menolak.

"Nii-san, aku akan sendirian"

Melihat tatapannya yang tidak berubah, membuatku akhirnya menyerah sambil menghela napas.

"....Hahhhh. Sharte sama seperti sebelumnya, tidak pernah meninggalkanku saat di rumah"

Inilah kebiasaannya sejak dia mulai akrab denganku.

Ketika aku meninggalkannya, dia akan merasa kehilangan keluarga. Jadi, pengecualian untuk waktu sekolah, dia tidak pernah memisahkan diri dari ku.

Meskipun Sharte yang melakukan hampir semua pekerjaan rumah, aku selalu berada di sampingnya.

Kami memasuki kamar mandi bersama saat kecil. Di malam hari, aku akan berada di kamarnya sampai dia terlelap. Pagi harinya, gadis itu akan menyelinap ke kasurku untuk tidur bersama dan memelukku.

Kami yang selalu menempel juga merupakan alasan kenapa aku tidak dapat sepenuhnya menikmati LN atau manga di rumah.

Yah, tidak bisa menikmati hobi memang sangat menyakitkan, tapi apa boleh buat.

Ada momen dimana aku mencoba membuat Sharte membuka hatinya dengan berkata seperti ini.

{Aku akan selalu berada di sisimu. Percayailah dan jadilah keluargaku!}

Mendengar itu, dia perlahan mulai peduli pada orang-orang disekitarnya dan menjadi keluargaku.

Bahkan sekarang, janji itu tetap kokoh dan aku selalu berada di sisinya.

"Kalau begitu, Sharte. Aku pasti akan kembali setelah satu menit seperti biasa. Itu sebabnya, maukah kau menunggu?"

"Satu menit? Baiklah, nii-san. Jika begitu, aku akan melakukan yang terbaik"

Setelah mengangguk, dia mulai membungkuk di samping pintu lalu duduk sambil menggenggam lututnya.

Syukurlah. Dia mau menuruti apa yang kukatakan. Haahh, selamat.

Aku menatap Sharte. Tapi ketika hendak menutup pintu, ingatan tentang seorang pelacur melintas.

"Oh ya, Sharte. Apa kau masih ingat Ten-nee yang dulunya tinggal di sebelah?"

"Ten-neesan. Hm, aku ingat. Ada apa?"

"Tidak, entah kenapa aku ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang"

Setelah sejenak menatapku lekat, gadis ini berkata.

"Mungkin dia menjadi cheerleader?"

"Ch-Cheerleader? Hahaha, Ten-nee yang tomboy itu?"

"Nii-san, apa kau ingat? Saat kecil, kita diajak oleh ayah, termasuk Ten-neesan, untuk melihat acara festival budaya dari SMA terdekat, kan?"

"Eh, hal seperti itu pernah terjadi?"

Aku tidak ingat apapun bahkan ketika dia mengatakannya.

"Kau tidak ingat, ya....Ngomong-ngomong nii-san, tinggal 30 detik lagi"

"Hitungan mundurnya sudah dimulai?!"

Akupun bergegas ke toilet.

∆∆∆Chapter 5 berakhir disini∆∆∆

Catatan penerjemah : Chapter ini banyak bagian ambigunya. Mungkin karena si penerjemah english, atau emank dari Raw nya....atau bisa saja karena chapter ini terisi ama konten Siscon, sampai-sampai membuatku puyeng. Aku gak punya adik perempuan, sialan!! Dan kau memintaku mengerti bagian ini?! Cuihh!!.....ah, maaf, khilaf.....

Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya

Comments

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]