Bokubitch chap 6 B. Indonesia

Chapter 6 Untuk menemui pelacur sialan lagi dan menciumnya, itu tidak mungkin.
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel



Masih di hari yang sama setelah Sharte dan aku membahas masa lalu, sekarang adalah sepulang sekolah.

"Ikuno, apa yang harus kita lakukan?"

Duduk di sofa ruang klub, Aizawa menghadapku dengan ekspresi kesulitan.

"Satu minggu telah berlalu sejak kita memasang poster perekrutan anggota, namun tak ada satupun orang yang datang? Jika terus begini, klub akan berada dalam bahaya...."

"U-Un. Pastinya. Tinggal 3 minggu lagi...."

Aku memikirkan isi posternya sedangkan Aizawa bertanggung jawab atas disain. Dia menggambar beberapa binatang lucu, bahkan sampai diwarnai. Itu terlihat sangat bagus ketika selesai. Sekarang, banyak cetakannya tersebar di berbagai bagian gedung sekolah.

Jujur saja, strategi poster ini kemungkinan akan mengumumkan bahwa aku, presiden klubnya adalah seorang otaku. Kalau dipikir-pikir, ini seharusnya tidak bagus, tapi karena semua orang di kelas sudah tahu, tak ada yang perlu disembunyikan.

"Hanya saja, sungguh mengejutkan. Aku tidak menyangka Aizawa akan bekerja sama sampai seperti ini"

"Eh, tunggu. Kata-kata barusan, apa maksudnya?"

Langsung saja, Aizawa mendorong wajah cantiknya ke atas meja di depanku.

"Yah, aku tidak mengartikannya sebagai hal yang buruk! Aizawa bergabung dengan klub ini meski sebenarnya tidak mau, kan? Karena itulah, mengejutkan ketika melihatmu melakukan yang terbaik"

"Hmm. Mungkinkah, kau berbicara tentang penyebaran poster?"

"Un"

Seminggu yang lalu, aku membuat poster sendirian. Semuanya baik-baik saja sampai terhadang oleh kesulitan mencetaknya secara berlebih.

Aizawa berkata 'Sebenarnya ini sangat boros, tapi karena sudah tercetak dengan susah payah, ayo sebarkan'. Kemudian, 'Tapi Ikuno lemah dalam hal seperti ini ya. Izinkan aku membantu'. Kurang dari 30 menit, dia menyelesaikan semua tanpa ekspresi buruk. Gadis secantik dia harusnya melakukan sesuatu yang licik, namun kenyataan bahwa dirinya membantuku takkan berubah.

"Walaupun aku hanya melihat dari samping, Aizawa populer dan diterima oleh semua orang ya. Kau memang luar biasa"

"A-Apa yang kau mendadak katakan....Ikuno dalam masalah, jadi aku ingin membantu. Ini tidak berhubungan dengan kepopuleran"

Menerima pujian itu, wajahnya merona malu sambil mencengkram ujung rok pendek di pahanya.

"Lagipula, aku telah meminta Ikuno untuk berkencan denganku. Setelah kau memenuhi permintaan itu dengan baik, wajar saja jika aku juga berusaha untukmu"

"Begitu ya. Mungkin benar, tapi...."

Tapi, seorang gadis cantik yang melakukan sesuatu sampai sejauh ini seperti dirinya tidaklah normal.

Sebagian besar dari mereka hanya akan berlagak bodoh setelah banyak mengumbar janji.

Jika diingat-ingat, itu pernah terjadi di tahun ketiga SMP. Light novelku yang sedikit ecchi ditemukan oleh seorang gadis cantik yang tidak kukenal baik dari kelas yang sama. Dia bilang akan tetap diam jika aku mengganti tugas piket satu minggunya, dengan enggan aku menurutinya. Namun, satu minggu kemudian, rumor tentang diriku yang memiliki manga erotis tersebar di kelas. Tentu saja aku langsung bertanya pada si pelacur buruk. Tapi kata-kata yang dia kembalikan malah, 'Hah? Ada rumor seperti itu?'.

Berkatnya, aku dicap buruk oleh teman sekelas, sama seperti di SD, dan berakhir sendirian sampai lulus.

Dengan pengalaman semacam itu, gadis secantik Aizawa yang selalu berusaha dalam melakukan sesuatu tidaklah umum.

....Mungkin saja dirinya memang gadis yang baik?

Ha!! Tidak, jangan tertipu. Dia memang meningkatkan kesan sampai ke tingkat yang baik. Aku yakin dia akan menyebabkan 'damage' yang besar di akhir.

Sambil berhati-hati, aku menatap si Pelacur tak diketahui (sementara) yang memalingkan wajahnya. Kemudian....

"Kesampingkan itu. Aizawa-san, boleh aku mendengar sesuatu darimu?"

Shinonome yang membaca sebuah buku dengan tenang di sebelah gadis ini, menyisir rambutnya dan berbicara.

"Ah, apa itu, Ibuki? Aku siap mendengar apapun yang kau katakan!"

"Te-Terimakasih"

Sepertinya dia masih belum terbiasa dipanggil dengan nama depannya. Untuk pertama kali, gadis ini mengerti arti seorang teman sejati dari Aizawa, sikapnya tampak canggung sejak minggu lalu.

Setelah berdehem dan tersenyum lembut, Shinonome melanjutkan.

"Begini, aku memang mengerti bahwa kau bergabung dengan klub karena telah berjanji. Tapi hanya untuk berkencan dengan seorang lelaki selama sehari, bukankah itu sangat tak menguntungkan bagi Aizawa sendiri?"

"Eh, kenapa begitu?"

Orang yang bersangkutan memiringkan kepala karena tak mengerti perhitungan yang ada di kepala Shinonome.

Namun, aku tahu maksudnya.

"Perkataan barusan, aku rasa bisa paham. Singkatnya, klub ini mungkin akan lenyap setelah satu bulan. Hanya karena kencan 1 hari, kau memutuskan bergabung. Berpikir tentang waktu yang tersita, Shinonome menganggap kalau kau terlalu berlebihan"

"Oh, begitu ya!"

'Pon!', Aizawa menepuk tangannya.

"Hmm. Tapi, yang kupikirkan bukan itu....hahahaha"

"Katakan, apa yang kau maksud dengan 'bukan itu'?"

Ketika aku bertanya, dia dengan malu memutar-mutar ujung rambutnya.

"Ikuno adalah lelaki yang bisa aku ajak bicara langsung. Jika bersamamu sepanjang waktu, aku merasa androphobia-ku ini bisa diatasi"

"Ufufu, aku mengerti"

Shinonome yang tampaknya tahu cara untuk menyerang, mengangguk kagum. Pelacur ini....

"Lagipula, ada hal yang hanya bisa ku konsultasikan dengan seorang lelaki, kan?"

"Hanya untuk seorang lelaki? Apa itu, Aizawa?"

"Hmm, kau tahu, ada sesuatu yang menggangguku sekarang"

Dia kemudian menggigit bibirnya, diikuti dengan pipi yang berangsur-angsur memerah.

"Beritahukan saja. Aku sangat berterima kasih kepadamu karena telah bergabung dengan klub, biarkan aku membayar hutang ini sampai akhir"

"Benar sekali. Aizawa seharusnya menerima sesuatu sebagai imbalan. Lagipula, Ikuno-kun adalah orang yang aku tunjuk untuk kantor konsultasi Osis, adalah tugasnya untuk mendengarkan keluhan para siswa"

Jangan hanya memandangiku. Sekarang ini aku harus mendengarkan permintaan seseorang dengan baik, kan?.

"Ka-Kalau begitu. Ikuno, apa kau mau menerima permintaanku?"

"Tentu. Katakan saja apa yang kau inginkan"

"U-Un. Lalu....---"

Setelah memusatkan tekad, dia menghadap tepat ke arahku. Ketegangan bisa terlihat dari telingannya yang memerah.

"---I-Ikuno! Tolong....To-Tolong cium aku!!"

....Eh? Kalimat apa barusan?? Jika pendengaranku tidak salah, ciuman atau sesuatu yang mirip....eh???

Tubuhku membeku ketika memproses apa yang dia katakan. Di sisi lain, Shinonome tersenyum seolah telah mengetahui ini sebelumnya.

"Sesuai dugaan, ku pikir kau mungkin mengatakannya"

"E-Ehhh?! Bagaimana Ibuki bisa tahu?!"

Mengabaikan diriku yang kebingungan, Aizawa yang kulit wajahnya semakin memerah menekan Shinonome agar menjawab.

"Pagi ini, kau terus-terusan ditanyai teman-temanmu di kelas kan? Hal seperti 'Perasaan apa yang kau dapat saat berciuman dengan pacarmu?'. Aizawa-san tidak menjawabnya dengan benar dan malah terkesan menghindar. Darisana, seseorang mulai meragukan pengalaman melimpahmu dengan para lelaki. Karena situasinya persis sama seperti terakhir kali, ini bisa diprediksi dengan mudah"

"Be-Begitu ya. Ibuki, sudah mendengarnya...."

Pandangan gadis ini lalu beralih ke lantai. Rona kulitnya semakin merah.

'Seorang teman', itu mungkin si gyaru berambut cokelat.

"Karena belum berciuman dengan siapa pun sampai di usia ini, aku jadi malu kalau harus mengatakannya kepada semua orang...."

Lagipula, Aizawa punya androphobia. Berpegangan tangan saja sudah mustahil. Ketika akhirnya paham akan situasi, aku dengan tenang mulai berpikir.

"Eh, tunggu sebentar! Jadi, kau ingin kita berciuman?!"

"I-Itu....Apa boleh buat. Jika dibiarkan, kebohonganku akan ketahuan....Aku hanya bisa meminta hal seperti ini pada Ikuno...."

"Tidak, maksudku, ini lebih serius daripada membiarkan kebohonganmu diketahui...."

Aizawa merupakan gadis yang pernah menyatakan akan berpegangan tangan hanya dengan orang yang penting baginya. Oleh karena itu, berpikir secara normal, hal-hal seperti ciuman malah mustahil....

....Tidak, kalau dipikir lagi. Aku mengerti sekarang.

Ya, akhirnya aku mengerti satu hal tentang Aizawa.

Sama seperti terakhir kali, dia hanyalah gadis yang benci kalah populer.

Oleh karena itu, dia mencoba menghias diri dengan kebohongan.

Hmm? Jadi, seringnya gonta ganti barang bermerek terkait dengan ini?

Sambil berpikir, aku mengalihkan perhatian pada situasi sekarang.

"Yah, Aizawa....walaupun kau memintanya, tapi...."

Shinonome, jika kau menganggapku sebagai hewan peliharaanmu, maka tolong aku. Berpikir begitu, mataku meliriknya.

"Jadi Ikuno-kun, cepatlah dan penuhi permintaan Aizawa-san"

"Ada yang salah dengan kepalamu!!"

"Ufufu, apa yang kau bicarakan, ini masih normal"

Uwaa. Tahu bahwa aku tidak dapat melakukannya, dia sengaja mengatakan itu. Dasar perempuan S!.

"Ikuno, aku sudah siap...."

Aizawa duduk di sampingku dan semakin menyandarkan tubuhnya. Aroma manis dan feminin seorang gadis mulai melayang disekitar. Tindakan menyisir rambut sampingnya ke belakang telinga membuat dadaku berdentang 'dokidoki'. Diriku pun tersadar akan bibirnya.

"Kupikir Ikuno pasti tidak akan menyukai hal ini. Tapi kau telah berusaha menyelamatkan klub....aku juga, akan melakukan yang terbaik untuk klub sastra....jadi...."

Masih merona, setelah ragu sejenak, dia menatapku.

"Ci-Ciumlah aku!"

"Tu-Tunggu, Aizawa....?!"

Tubuhnya membungkuk ke depan, dengan mata terpejam dan bibir yang mendekat.

Berusaha keras dalam situasi sulit karena dirinya yang benci kehilangan kepopuleran. Memikirkan unsur-unsur aneh itu akan saling terkait dan mengarah pada situasi sekarang. Melihat tubuhnya yang gemetar, aku tahu dia sedang memaksakan diri.

Meski mencoba menghentikannya, tubuhku malah dengan aneh tertarik ke arah Aizawa.

"Batalkan dulu. Kalian berdua, ada pengunjung"

Sambil tersenyum senang, Shinonome berkata begitu. Aku lalu berbalik untuk melihat pintu masuk klub.

"Tsu"

Seorang gadis kecil, yang wajahnya semerah apel, sedang berdiri dengan kepala menunduk.

Rambut oranye panjang hampir sampai ke pinggul, diatasnya terbagi menjadi dua tanduk seperti tandan, yang mirip dengan telinga kucing.

Dia yang gemetar dihadapan situasi sekarang tampaknya pengunjung kantor konsultasi.

"Oi Shinonome, sejak kapan kau tahu anak itu datang?"

"Kurasa ketika aku merekomendasikan pada Ikuno-kun untuk berciuman"

Dia mengucapkannya dengan lembut sambil tersenyum.

"Mou! Ibuki no baka! Jika kau sudah tahu, kenapa tidak mengatakannya lebih cepat?!"

"Maaf. Aku pikir semua orang telah menyadarinya"

Shinonome berdiri dengan tenang dan menenangkan Aizawa yang mulai terisak, kemudian menuju posisi pengunjung yang bersangkutan.

"Maaf karena tidak menyambutmu. Sekarang, silakan masuk"

Diiringi kata-katanya, gadis itu mengangguk ringan tanpa mengangkat wajah.

"Salam, aku Takatora, kelas satu D. Senang bertemu dengan kalian hari ini"

Setelah disajikan teh dari set minum yang selalu siap di ruang klub, gadis itu menyapa sambil masih menatap kami dengan canggung.

Aku melihat tubuh kecilnya yang duduk di sofa. Kaki yang terbungkus kaos kaki imut selutut itu tak mencapai lantai.

Inilah yang disebut loli girl (lolikko). Gaya rambutnya juga tampak seperti telinga binatang, ditambah dengan mata yang besar dan tajam. Dadanya mengecewakan tapi wajah manis itu sangat menarik, mengingatkanku pada seekor anak anjing. Dirinya akan pantas disebut si cantik 2 dimensi yang membuat jantungmu berdenyut!.

Tapi yah, aku lebih ke tipe Onee-san, jadi ini tidak terlalu membuatku bersemangat.

"Hahaha, Takatora-san....Ma-Maaf ya! Aku sampai kaget barusan. Namun kami tidak memiliki hubungan semacam itu!"

"A-Aku sama sekali tidak keberatan. Selain itu, anu...."

Terlihat agak putus asa, Takatora-san melirikku seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Eh, apa ada sesuatu di wajahku?"

"~~~~!!"

'Bunbun' Takatora-san menggelengkan kepalanya sambil masih menatapku. Mungkin dia ingin mengatakan sesuatu.

"Ikuno-kun, apakah dia kenalanmu?"

"Tidak. Ini bahkan pertama kalinya aku berbicara dengan Takatora-san...."

"...."

Ketika aku mengucapkan itu, Takatora tiba-tiba menjadi lebih tertekan.

Mungkinkah aku pernah berbicara dengannya di suatu tempat?

Meski begitu, aku langsung beralih ke topik utama karena atmosfirnya terasa berat.

"Takatora-san, kan? Walaupun hanya presiden klub sastra, aku telah dipercayakan dengan pekerjaan di kantor konsultasi Osis selama seminggu. Karena itulah, apa kau memiliki sesuatu untuk dibahas?"

"Un. Ada"

Setelah berhenti sebentar.

"....Se-Seragam untuk kegiatan klubku, disembunyikan oleh seseorang. Jadi, untuk mencarinya, aku ingin bantuan kalian"

"Oh, untuk kegiatan klub ya! Ngomong-ngomong, klub apa? Bola basket atau lari?"

"~~!"

'Bunbun' dia menggelengkan kepala lagi. Kelihatannya terlalu gugup karena berhadapan dengan kami bertiga, wajahnya memerah.

"Cheerleader....aku di klub cheerleader"

Shinonome kemudian mulai berbicara dengan wajah yang mengisyaratkan 'aku mengetahui segalanya'.

"Meskipun Takatora-san adalah siswa kelas satu, dia adalah bintang klub cheerleader. Pendaftaran dirinya di sekolah ini memakai metode perekomendasian atas bidang olah raga. Kemampuan fisiknya cukup tinggi, aku juga dengar dia merupakan orang yang sangat berbakat sampai menerima banyak tawaran dari sekolah lain"

"Bagaimana kau tahu informasi serinci itu, Shinonome?"

"Ufufu, akulah yang akan menjadi pengurus sekolah ini kelak. Siswa mana yang menerima beasiswa dan tindakan apa yang sedang diambil, mulai sekarang, aku harus memahaminya"

Kecuali saat bersamaku, dia bertindak selayaknya ojou-sama lembut sampai akhir.

Benar juga, dirinya akan menjadi pemimpin berikutnya karena orang tuanya telah meninggal.

Dia memang pelacur bermasalah, tapi masih memiliki sisi bagus yaitu selalu melakukan yang terbaik dalam berbagai pekerjaan. Aku mengagumi itu.

"Maaf, Takatora-san, pembicaraannya menjadi menyimpang. Kau berkata kalau seseorang menyembunyikan seragam aktivitas klubmu. Bisakah aku mendengar sedikit detailnya?"

"Un....yah, aku memasukkannya ke dalam tas di kelas, tapi sepulang sekolah, itu hilang"

"Dengan kata lain, kau baru sadar seragammu hilang di waktu sepulang sekolah?"

Takatora-san mengangguk ringan dan melanjutkan.

"Di sekolah, kadang-kadang aku akan meletakkan semua buku tulis di laci, jadi aku tidak akan meninggalkan tas kecuali saat pergi makan bekal pada istirahat siang. Sampai saat itu pakaianku masih ada. Aku mulai berpikir seseorang telah mencurinya selama istirahat makan siang dan sebelum aku kembali ke kelas...."

"Hal seperti mencuri barang orang lain...."

Meski Aizawa terlihat sering berada di kelompok gyaru mencolok, hatinya benar-benar murni. Seolah dirinya sendiri yang mengalami.

"Takatora-san, apa baru-baru ini ada orang yang menaruh dendam padamu? Atau sesuatu sudah berubah dalam kehidupan pribadimu?"

"Tidak juga. Aktivitas sekolah dan klub masih sama seperti biasa, setidaknya itu yang kurasakan"

Gadis ini terlihat agak murung. Yah, kesedihannya bisa dimengerti karena dirinya telah kehilangan sesuatu....

"Begitu ya. Ngomong-ngomong, kemana kau pergi saat istirahat makan siang?"

"Ahh, aku pergi bermain basket dengan gadis-gadis kelasku di gimnasium...."

Shinonome berpikir hati-hati, dengan lembut dan terampil melakukan investigasi selayaknya berurusan dengan kasus anak hilang.

"Dengan kata lain, pelakunya mulai bertindak sejak ketika kau pergi ke gimnasium hingga tiba waktu pulang sekolah"

"Oi Shinonome, itu berarti...."

"Ya, tepat"

Setelah memainkan rambutnya lalu membiarkan itu tergerai kebawah bagaikan tirai, Shinonome perlahan membuka kelopak matanya.

"Semua orang yang berada di sekolah ini pada waktu itu adalah tersangkanya"

"Uuu...."

Takatora-san mengernyit karena terbebani oleh jumlah yang absurd.

Jika ini adalah drama misteri, akan ada orang yang melemparkan sanggahan. Tapi, inilah kenyataan.

"Tunggu. Teorimu memang bagus, tapi tak peduli bagaimana kau memikirkannya, bukankah ini mustahil?"

Begitu aku mengatakan hal barusan, Shinonome berpaling dan tersenyum lembut padaku.

"Aku hanya berbicara tentang kemungkinan. Sekarang, jawaban pastinya tidak dapat ditemukan. Mula-mula, apa yang perlu dipahami adalah adegan besarnya dan menghapus informasi yang tak perlu. Dari sana, perlahan kita pasti akan menemukan si penjahat. Yah, singkatnya, pisau cukur Occam"

"Pisau cukur siapa?"

"Pisau cukur Occam. Sebuah teori pemikiran yang mengambil kesimpulan dengan mencukur sisa-sisa tak berguna dari esensi hipotesis. Awalnya ini adalah kata yang berasal dari filsafat"

Jidatku terasa sakit. Namun dilain arah, Aizawa malah terlihat berbinar-binar.

"Seperti yang diharapkan dari Ibuki, si peringkat pertama di kelas kita, kau sangat berpengetahuan luas! Sungguh menakjubkan~♪"

Aizawa peringkat kedua di kelas. Ku pikir ucapannya bukanlah sarkasme karena 'aura alami'nya masih terpancar. Mungkin saja dia memang bukan pelacur....hmmm.

"Ini bukan persoalan besar, Tapi, sama seperti kata Ikuno-kun, ada terlalu banyak tersangka untuk satu kasus. Karenanya, kita harus mengurangi angkanya"

"Mengurangi? Apa maksudmu? Hal seperti itu mungkin?"

"Suatu insiden takkan lahir kecuali ada titik kontak. Dengan memakai prinsip pertukaran Locard, teori mapan yang juga merupakan dasar kriminologi, mampu diasumsikan kalau jumlah itu bisa dikurangi"

Waahh....lagi-lagi, muncul istilah yang rumit.

Namun, Aizawa nampaknya menyadari sesuatu.

"Ah, jika begitu, pelakunya mungkin di kelas Takatora-san atau klub cheerleader???"

"Ya, kupikir masuk akal"

Tersenyum layaknya jenius, Shinonome dengan elegan mengangkat cangkir berisi teh hitam yang telah kusiapkan ke bibirnya.

Namun, aku tak bisa puas dengan pendapat barusan.

"Anu, ini sulit untuk dibicarakan, tapi....ada kemungkinan seseorang tanpa titik kontak lah yang mencurinya*. Kostum cheerleader memiliki tingkat eksposur yang tinggi, selain itu Takatora-san kecil....lebih tepatnya, imut, mungkin? Aku berpikir kalau pakaian semacam itu akan sangat populer di beberapa kelompok laki-laki"
[Tanpa titik kontak, anggap saja 'orang yg gk berhubungan dengan korban'. Titik kontak bisa saja terjadi pada orang, tempat, maupun benda. Ini merupakan dasar dari Teori pertukaran Locard yg Shinonome sebutkan diatas]

Sepertinya pendapatku tak mampu mencapai Shinonome si gadis serius, matanya yang menatapku malah terbuka lebar.

"Sa-Sampai memiliki ide setingkat itu....seperti yang diharapkan dari Ikuno-kun"

Aizawa yang tadinya berada di sampingku, langsung bersandar ke dekat Shinonome seolah takut.

"I-Ikuno....jadi lolicon. Menjijikkan...."

Hahahaha, pembicaraan ini melenceng ke arah komedi.

"Ufufu, kalau dipikir-pikir, normal bagi seorang otaku seperti Ikuno-kun untuk menyukai gadis kecil semanis Takatora-san. Dan mungkin saja kau memperoleh perasaan khusus saat memeluk bajunya"

"Oi, ini bukan tentangku! Penjelasan barusan hanya terkait dengan kasusnya!!"

"Begitu kah? Tapi, kurasa orang yang bersangkutan memikirkan hal berbeda"

Mendengar perkataannya membuatku terkejut hingga beralih melihat Takatora-san.

"Tsu"

Sambil menggosok-gosok kedua pahanya, dia menatapku gelisah dengan pipi bersemu merah.

"Tidak, jangan salah paham! Aku bukan lolicon!!"

"Ayo kita tangkap kandidat pertama tersangka, yaitu Ikuno-kun"

"Aku menyerah!!"

Tentu saja tuduhan palsu akan terlahir. Sekarang aku mengerti pengalaman seperti itu!.

"Ahem. Takatora-san, apa kau tahu dendam, terutama hal yang terjadi baru-baru ini, atau gagasan tentang orang yang tidak biasa?"

"U-Un....tidak ada"

Seolah-olah masih menganggapku sinting, dalam keadaan bingung dia berulang kali melirikku.

Mungkin, dia bersikap hati-hati....

"Aku mengerti. Pertama-tama, kau mungkin perlu tahu kalau tersangkanya ada banyak. Dengan mempersempit hitungan ini, kita bisa menemukan penjahat yang menyembunyikan seragammu. Hanya saja, tujuan kita akan berfokus untuk menemukan seragam dan bukan mencari si penjahat. Kita harus segera bergerak"

"Hei, Shinonome. Lebih tepatnya, kemana kita harus pergi?"

"Kelas dan ruang klub cheerleader. Meski Takatora-san mungkin sudah pernah mencarinya di sana, kita harus bekerja sama dan mencari lagi. Lalu secara perlahan, kita pasti bisa mempersempit kemungkinan lokasinya"

Barusan itu, dia berbicara tentang teori pisau cukur atau semacamnya, kan?

"Ok , aku mengerti. Jika pencarian kedua kalinya ini masih belum membuahkan hasil, kita akan memikirkan metode yang berbeda!"

Terus terang, sangat disesalkan karena tak bisa melakukan aktivitas klub. Selama seminggu, aku bersama Aizawa mencari metode merekrut anggota, dan belum bisa melakukan aktivitas. Namun, orang yang bermasalah juga tak bisa diabaikan, aku akan melakukan tugasku di kantor konsultasi demi mempertahankan klub.

"Benar! Mengambil barang orang lain tanpa izin tak dapat ditolerir, aku akan melakukan yang terbaik demi Takatora-san!"

Berpikir sama sepertiku, Aizawa juga berdiri dan mengangkat tinjunya seperti seorang pria.

"Kalau begitu, sudah diputuskan. ayo pergi"

Kami berempat lalu meninggalkan ruang klub, melintasi jembatan penghubung untuk menuju kelas si korban.

☆☆☆☆

"O-Oi....kau, hei kau!"

Entah kenapa Takatora-san yang berjalan di depan, malah mendekat ke sampingku.

"Eh, aku? Kau perlu sesuatu dariku?"

"Hmm, tidak juga, tapi...ah, namamu...."

"Ouh. Aku Ikuno Kousuke, kelas C. Senang berkenalan denganmu"

"Ikuno, Kousuke, boleh kupanggil Kou-Kousuke?"

"Hah? Un, memang tidak masalah, hanya saja...."

Tiba-tiba memakai nama depan. Maksudku, terlalu akrab bisa menyebabkan kesalahpahaman. Selain itu, dia adalah gadis yang manis. Jangan-jangan ini....

"Kesampingkan itu, anu....hmm, kenapa terus menatapku, apa kau sedang memikirkan sesuatu?"

Berjalan berdampingan dan entah kenapa terus ditatap dengan pandangan yang serasa tidak nyaman.

Apa dia khawatir karena ucapanku tentang tubuhnya yang kecil tadi? Aku jadi merasa bersalah.

"Tidak, aku tidak memikirkan apapun"

Takatora-san kemudian menunduk dan terlihat seakan-akan mau menangis, dia memegang erat roknya dengan kedua tangan.

"Eh? Ma-Ma-Maaf! Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang buruk?!"

"~~!"

'Bunbun', setelah menggelengkan kepala, gadis ini menyeka air mata dengan tangan mungilnya, lalu menatapku sambil tersenyum lemah.

"Tidak, bukan apa-apa. Emm, tapi....yang terjadi tadi...."

Suaranya pun berangsur-angsur menjadi lebih pelan. Menunduk lagi, namun dengan pipi memerah.

"Ji-Jika tidak salah dengar, kau menyukai gadis kecil, kan? Sangat berbeda dari masa lalu dimana kau mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing...."

Meski tidak bisa mendengar semua ucapanya karena volume yang rendah, namun mungkin ini hanyalah kesalahpahaman.

"Takatora-san, aku bukan seorang lolicon. Jika perlu dikatakan, aku masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi seperti di masa lalu*"
[Pikirkan baik2, ikuno tidak bisa mendengar semua perkataannya karena semakin/terlalu pelan. Menurutku, apa yg tidak dia dengar pasti ada di bagian akhir, yaitu 'Sangat berbeda dari masa lalu dimana kau mengaku suka pada gadis yang tinggi dan langsing'. Jika begitu, kenapa Ikuno malah membalas 'masih tetap suka tipe onee-san yang tinggi seperti di masa lalu'?. Ini seolah Ikuno tahu dan tak menyanggah bahwa Takatora pernah mengenal dekat dirinya dari dulu, bukan hanya sekedar pernah bertemu....Aneh, atau aku salah ngartiinnya??]

"....Uuu, sudah kuduga...."

Eh, kenapa malah murung lagi? Entah bagaimana, bagian rambut seperti nekomiminya tampak terkulai.

Melihat kondisi ini, aku merasa harus menyemangatinya dan membuka mulut.

"A-Ahhh, tapi gadis kecil tidaklah buruk. Mereka memang tak memiliki pesona seperti tipe Onee-san, namun gadis kecil itu sangat imut! Be-Benar! Mereka baik, aku suka mereka!"

"Benarkah?!"

"Tentu saja, gadis kecil itu sangat manis! Hanya melihat mereka tak tertahankan!"

"Uaa~~"

Dia tampak terbungkus aura kebahagiaan, tersenyum gembira hingga gigi taringnya kelihatan. Dari reaksi ini, aku merasa lega.

Hanya saja, kenapa bertanya hal seperti itu padaku?

Sambil memikirkannya, aku merasakan sesuatu dari belakang dan berbalik.

"Fufufu , seperti yang diharapkan, Ikuno-kun adalah lolicon. Aku jadi sedikit khawatir"

"Ikuno, apa kau baik-baik saja? Setahuku, lolicon adalah penyakit bawaan, kan*?....Jika kau malu untuk pergi sendiri, aku mau menemanimu ke rumah sakit"

Shinonome cuma bercanda, tapi Aizawa yang polos benar-benar mempercayainya. Selain itu, dia sampai salah paham dan menganggap lolicon sebagai penyakit serius ketika menatapku dengan cemas.

"Aizawa, jangan khawatir tentang itu. Sebaliknya, aku bukan lolicon"

"...."

Ah, sialan. Sekali lagi, aku membuat gadis itu murung, jangan begini....

Tapi karena penjelasan pada Aizawa menyebabkan kesalahpahaman tadi, tanpa mengubah apapun, aku melanjutkan perjalanan menuju kelas satu D di lantai pertama.

Sementara itu, Takatora-san yang telah turun semangatnya mendekat dan bertanya kepadaku.

"Kousuke....akhir-akhir ini kau sering mengobrol dengan mereka berdua. Hubungan macam apa yang kalian miliki?"

"Eh, akhir-akhir ini? Takatora-san, kau mengawasiku setiap hari?"

"?! Sa-Salah! Tidak, itu....jadi, begini....ahhh, pokoknya! Aku ingin mendengar hubungan seperti apa yang kalian miliki. Uuu~!"

Entah kenapa, pupilnya yang tajam dan besar itu memelototiku. Ini seperti beberapa waktu yang lalu, kan? Meski tidak mengerti, aku tidak boleh menentang gadis cantik, terutama yang rapuh.

Akupun menjawab dengan enggan.

"Mereka berdua, yah....hmm , ini hubungan istimewa, atau mungkin, rumit"

"Hubungan yang rumit? Muu~~"

Wajah Takatora-san menjadi berkerut, pipinya mengembung karena cemberut.

Sambil memikirkan reaksi membingungkan itu, aku merasakan tatapan seseorang dan menoleh ke belakang. Disana ada Shinonome yang sedang melihat kami berdua dengan wajah serius.

Bergerak dari lorong lantai dua ke lantai satu, kami sampai di kelas Takatora-san yang letaknya disamping kelas kami.

Keempat orangpun bekerja sama dan memeriksa seluruh bagian ruangan. Namun, seragam gadis ini masih belum bisa ditemukan.

"Waah....mungkin memang bukan di kelas. Kalau begitu, selanjutnya adalah ruang klub?"

Aizawa yang awalnya dipenuhi energi ketika berusaha untuk mendistribusikan poster tersebut, sekarang nampak sedikit lelah.

"Tidak, tunggu Aizawa-san. Ada ruang audiovisual di sebelah sini. Pikirkanlah, itu bisa jadi tempat si pelaku menyembunyikannya"

Seolah sudah memperkirakan bahwa barang itu tidak di sini sejak awal, Shinonome mengatakannya dengan dingin.

"Ruang audiovisual? Kupikir kemungkinan itu pasti ada. Lalu, kita pergi?"

"Ah, tunggu Ikuno!!"

Saat aku hendak meninggalkan kelas, Aizawa tiba-tiba menangkap ujung seragamku.

"Eh....ada apa Aizawa?"

"? Ya-Yah, hanya saja...."

Aizawa melepaskan genggamannya. Pahanya menggeliat, dia terlihat agak gugup.

"Di ruang audiovisual, sekarang ini banyak alat-alat elektronik yang rusak disana, kan? Seluruh tempat selalu gelap saat tidak digunakan....lagipula, kau juga dengar rumor tentang kemunculan 'itu'?"

"Aku tahu kalau barang-barangnya ada yang rusak. Tapi, kemunculan? Kemunculan apa?"

"Jadi....ada itu...."

Tidak, aku tidak mengerti bahkan jika kau tersipu.

"Fufu, dengan kata lain, Aizawa-san khawatir tentang penampakan hantu, ya?"

"Eh, hantu?! Aizawa, mungkinkah kau lemah dalam hal semacam ini?"

"A-Apa boleh buat kan. Hal-hal yang menakutkan tetap saja menakutkan...."

Gadis ini sepertinya benar-benar takut sambil memeluk tubuhnya yang ramping hingga membuat payudaranya membengkak.

Heee, meski berkarakter jujur, dia juga memiliki kelemahan. Sungguh gadis yang tidak mengkhianati harapanku. Dia bisa berubah dari seorang pelacur ke perempuan lemah dalam kasus ini*.
[Ini kayak ejekan/komentar sarkastik]

"....Ngomong-ngomong, rumornya seperti apa? Aku belum pernah mendengar penampakan apapun"

"Begitu ya, jadi Ikuno tidak tahu....padahal cukup terkenal"

Karena aku tidak punya banyak teman.

Walaupun tidak suka menonjol dan memiliki teman kurang dari kenalan untuk melindungi diri sendiri, entah bagaimana serasa hampa....

"Ini hanya rumor belaka. Dulu, sepertinya ada seorang siswi yang bunuh diri dengan melompat dari sana. Penampakannya terlihat dari jendela ruang audiovisual sepulang sekolah. Gadis itu akan mengajak seseorang mengikutinya dengan mendorong punggung orang tersebut....kekuatannya seperti seorang pria, seperti itulah!"

"Ke-kenapa ini mendadak berubah menjadi horor...."

Akupun merinding sambil menggosok kedua bahu. Tiba-tiba, dari sebelah telingaku---

"Fuuh~"

"Owahh?!"

---Napas lembut hangat tertiup, hingga membuatku melompat kaget.

"Ara, jangan-jangan, Ikuno-kun takut?"

Shinonome, si pelaku menatapku lekat-lekat, matanya yang berisi provokasi tampak bahagia.

"Bo-Bodoh! Aku ini seorang lelaki, takkan takut pada hal semacam itu!"

"Hmm? Terakhir kali kau memang melindungi Aizawa dari para preman bertampang seram. Kali ini, bisakah kau melindungiku dari hantu?"

"Melindungi....ha-hantu itu bahkan hanya rumor! Jadi, ayo kita pergi"

"Baiklah, kalau begitu Takatora-san dan Aizawa-san tolong tunggu disini. Ruang audiovisualnya gelap, kalian bisa saja terluka. Biarkan aku dan Ikuno-kun, yang memang staf kantor konsultasi untuk memeriksanya"

Obrolan yang sangat mulus. Entah kenapa aku punya firasat buruk, mungkin hanya imajinasi....?

"Un, aku mengerti....Ibuki, Ikuno-kun, berhati-hatilah"

Sambil memeluk tubuhnya dimana dadanya bertumpu di lengan, Aizawa lalu mengayunkan pelan satu tangannya tampak cemas.

"Ahh. Maaf, tapi aku harus pergi ke toilet! Kalian, berhati-hatilah!"

Takatora-san yang terdiam seolah memikirkan sesuatu sampai beberapa waktu lalu kemudian meninggalkan kelas. Kami mengikutinya keluar juga, tapi sungguh mengejutkan, sosoknya sudah lenyap. Kakinya sangat cepat.

Aku dan Shinonome lalu berpindah ke ruang audiovisual yang tidak terkunci. Disini memiliki proyektor untuk digunakan sebagai media pembelajaran visual, jadi semua jendelnya ditutupi oleh tirai.

Aku tidak suka dibodohi oleh Shinonome. Mempertimbangkan itu, dengan bantuan cahaya dari smartphone, aku maju ke tengah ruangan.

"Mungkin karena belakangan ini tidak ada yang masuk, ruangan ini serasa cukup berdebu"

Berpikir tentang ventilasi, aku menuju ke salah satu jendela. Tiba-tiba, pada punggungku....'puni'*.
[Sfx ketika menyentuh sesuatu yg lembut]

"....Oi, apa yang sedang kau lakukan?"

"Ara, berbicara tentang apa yang lelaki dan perempuan lakukan di kamar gelap dan tertutup, seharusnya tidak banyak, kan?"

Pintu masuk sudah tertutup ketika aku menoleh ke belakang, dimana Shinonome juga terlihat sedang memeluk punggungku.

Dua tonjolan sederhana itu agak menekan.

"Sesuai dugaan, tujuanmu adalah untuk mengisolasi kita berdua di satu tempat....A-Apa yang kau rencanakan?"

"Kau harusnya sudah tahu"

Sambil berjinjit dan meregangkan tubuhnya, dia membisikkan kata-kata manis ke dekat telingaku. Tubuh gadisnya yang lembut dan ramping, membuat jantungku berdentang dengan bunyi 'bakubaku'.

"Harus kukatakan, Ikuno Kousuke. Ini pelatihan untuk membuatmu tak pernah lepas dariku. Singkatnya, penting untuk menanamkan poin bagusku ke dalam pikiranmu. Aku tidak bisa memilih cara lain"

Ujung jarinya menggosok dan membuat pola melingkar di dadaku dengan gerakan tak senonoh.

Ga-Gadis ini sangat rela melakukan apapun untuk menjadikanku hewan peliharaannya....

"O-Oi. Bagaimana jika seseorang datang...."

Setelah dari dada menuju ke pusar, tanpa tanda-tanda berhenti, ujung jarinya terus bergerak ke bawah, perlahan menulusuri seluruh pahaku hingga ke paha bagian dalam. Suara geliku hampir keluar.

"Apa boleh buat. Ada Aizawa-san di ruang klub, jadi peluangku untuk menunjukkan poin bagus seperti ini tidak ada. Ngomong-ngomong, metode apa yang harus kupilih dalam situasi untuk mendapatkan lelaki sebaya?"

"Eh? I-Itu, kau kan selalu melakukannya saat ingin menarik para lelaki di sekitar. Hanya perlu tersenyum dan menunjukkan wajah lembut seperti biasanya, ya kan?"

"Tentu bisa jika itu untuk orang umum. Tapi kau spesial. Meski kulakukan, kau hanya akan mengabaikan gadis manis ini. Lalu, apa yang diperlukan? Hanya kau yang bisa mengajariku bagaimana memilikimu. Dengan kata lain, Ikuno Kousuke...."

Sentuhan yang menempel di pahaku bergerak lagi melewati paha bagian dalam kemudian kembali ke pusar.

"....Ja-Jangan katakan kau akan melakukan itu"

Jemari rampingnya bergerak di sepanjang perut. Ketika aku berpikir, itu segera sampai di celana dan mulai perlahan menurunkan resletingnya. Mungkin Shinonome juga tegang, aku merasa tubuhnya sedikit kaku.

"Geh, berhenti!!"

Aku segera berbalik dan melepaskan Shinonome. Seluruh tubuhku menjadi sangat panas.

"Waa, waa....hampir saja, semua yang dilakukan para pelacur sungguh mengerikan. Tapi biar kuberitahu, aku takkan pernah menyerah pada hal semacam itu!"

"Begitu kah. Kau menjadi lebih berharga untuk didapatkan. Lalu, apa yang harus kulakukan untuk berhasil, ya?"

Meski Shinonome menyisir rambutnya dengan tenang, aku merasa wajahnya agak merah.

"Entahlah. Tapi ada satu hal yang bisa aku katakan, aku sama sekali tidak tertarik padamu---"

Tepat pada saat itu, punggungku didorong dengan keras oleh seseorang. Berkatnya, diriku langsung menabrak Shinonome yang ada di depan.

'Gashi' ketika bunyi tumpul itu terdengar, penglihatanku pun menjadi kabur. Di momen krusial, siku lengannya memukul hidungku.

"Kuh....uuu, hmm?"

....Pipiku merasakan kehangatan yang berasal dari kain sutra. Sedangkan kedua tanganku menyentuh sesuatu yang kecil dan empuk.

"....Fufu, fufufufufu. Kau, apa yang sedang kau lakukan di kaki orang lain"

"Eh? Tidak....ini....haha"



Wajahku terjepit di antara kaki Shinonome yang dibungkus stoking hitam. Disisi lain, smartphoneku jatuh. Tapi karena perlahan terbiasa dengan kegelapan, aku mendongak dan melihat wajah gadis ini.

Senyumnya berkedut. Tersadar akan suatu hal, dia langsung membenarkan roknya ke bawah demi menghentikanku dari melihat taman bunga di depan.

"Tidak tidak, Shinonome! Aku bisa menjelaskannya! Barusan ada yang mendorong punggungku, itulah yang terjadi!!"

"Dogeza. Lakukan sekarang atau kubunuh"

Kalimat singkatnya dipenuhi rasa haus darah. Aku yang gemetar dihadapan kemarahan hebat seorang gadis cantik, segera melakukan apa yang diperintahkan.

"Pertama-tama, ada hal yang perlu kau ucapkan, kan?"

Melewati semua prosedur, Shinonome langsung menginjak-injak kepalaku.

Seperti yang diharapkan, dia marah. Namun, alasanku takkan diterima, karena ketika melihat kebelakang untuk mengkonfirmasi....tak ada orang lain disana.

"....Ma-Maaf"

Biasanya, aku akan melakukan apa yang dia katakan dan meminta maaf. Jika suasana hatinya baik, itu akan cukup, tapi hari ini berbeda. Dengan suara dingin, dia melanjutkan.

"Walaupun mengaku tidak tertarik, kau adalah seorang pria yang mengikuti nafsunya. Seseorang dengan status ternak menyentuh tubuh majikannya tanpa izin, apa kau tahu betapa kecilnya derajatmu? Akan kukatakan lagi, aku tidak punya perasaan cinta terhadapmu. Semua yang kuharapkan adalah kau yang menjadi hewan peliharaan. Sebagai pemimpin berikutnya dari rumah konglomerat Shinonome, diriku harus kuat. Inilah sebabnya pasangan tidak diperlukan"

Kau menyentuhku semaumu, dan ketika aku yang melakukannya, kau marah? Para gadis cantik memang makhluk egois yang hanya hidup untuk kepentinganya sendiri. Yah, aku juga paham kalau dia marah karena aku menyentuh tubuh seorang gadis.

"Hanya ada satu alasan kenapa aku menginginkan Ikuno Kousuke. Dari saat terlahir sampai sekarang, satu-satunya yang tidak mematuhiku adalah dirimu. Aku menghargai sifatmu itu. Kau bernilai semahal permata"

"Kuh....Aku tidak pernah bisa mengerti. Ingin menjadi hewan peliharaan atau apa pun. Apa kau idiot. Apa kau ini seorang politisi hentai dari suatu negeri---uguuu~"

Untuk menutup mulut kurang ajarku, telapak kakinya menekan seperti orang yang sedang mematikan rokok di jalan.

Ini sangat berbeda dari Aizawa yang tidak menggunakan kekerasan ketika aku melihat celana dalam atau menyentuh dadanya. Yah, Aizawa gadis yang baik. Mungkin saja dia bahkan memperbolehkanku melakukan hal-hal ecchi apapun.

"Melihat pesona dari hal berharga adalah kesukaanku. Untuk alasan ini, aku tak bisa mengizinkan kejadian barusan terlewat. Permata adalah sesuatu yang harus dihargai oleh pemiliknya, untuk dipakai dan ditangani dengan perasaan sayang. Namun, hal seperti menyentuh pemiliknya tanpa izin tetaplah mustahil diterima. Ini sama. Itulah alasan kemarahanku, apa otak kecilmu itu sudah memahaminya?"

"Te-Terima kasih atas penjelasan menyeluruhnya...."

Membeku karena terhujani suara sedingin es, aku kemudian mencoba untuk bangun dengan memaksa kakinya kembali.

Singkat kata, Shinonome tampaknya melihatku hanya sebagai barang, bukan manusia. Meskipun keberadaan permata adalah untuk membuat pemiliknya bersinar, sayangnya aku tak memiliki pemikiran semacam itu. Tidak sedikit pun.

"Begitu. Baguslah kalau kau cepat mengerti"

Pada akhirnya, dialah yang menyingkirkan kakinya. Berjongkok di depanku seolah telah kehilangan minat dan mulai menepukku dengan senyuman hangat.

"Seperti yang diperkirakan dari lelaki yang aku inginkan"

Dengan kesan keibuan itu, kepalaku ditepuk lembut, terlampau lembut menggunakan tangannya.

"....Apa maumu sebenarnya. Setelah menginjak kepala seseorang, kau menepuknya"

"Memarahi hewan peliharaan yang telah berperilaku buruk itu wajar. Tapi, aku rasa juga penting untuk memberikan pujian sesekali ketika dia mendengarkan majikannya. Wortel dan tongkat adalah dasar dari pelatihan"

Apa-apaan, meski tahu kalau perempuan yang sedang menepuk kepalaku adalah pelacur, perasaan senang masih tetap muncul. Sial, aku merasa telah kalah.

"Ara? Daripada itu, Ikuno Kousuke, kau mimisan"

"Eh? Sungguh?...."

Menyentuh lubang hidungku, ada cairan berbau besi hangat yang mengalir.

"Ini pasti karena terkena sikuku. Ternak, aku minta maaf. Diamlah sebentar, aku akan menghentikan pendarahannya sekarang"

"Shinonome mau melakukan hal seperti itu untukku?"

Dia kemudian mengambil sebuah saputangan mewah berenda putih dari sakunya. Menyeka darah akan membuat barang itu kotor dan sulit dihilangkan dari noda.

"Ya, kau keheranan? Aku memilikimu sebagai hewan peliharaan, wajar saja jika majikan merawat hewan peliharaannya, kan?"

Tanpa peduli pada saputangan yang semakin kotor, dia menatapku seolah pernyataan tadi sudah jelas.

Aku mungkin telah salah paham tentang Shinonome.

Beberapa waktu yang lalu, dia berkata kalau Aizawa berada di posisi yang kurang menguntungkan, aku mengerti sekarang. Shinonome yang berdiri di atas orang lain, menghormatinya ke titik menghargai keadilan. Meskipun di satu sisi memperlakukanku sebagai hewan, dia akan menjagaku di dekatnya untuk diawasi dan disayangi.

Hmm? Tunggu. Tinggal di dekat seseorang, merawat dan menghargai. Bukankah itu sesuatu yang dilakukan oleh sepasang kekasih? Untuk memulai, terus-terusan mengejar seorang lelaki dan ingin memonopolinya, ini sama saja dengan tingkah laku seorang gadis terhadap lelaki yang dia sukai....

"Hei, jangan bergerak. Aku tidak bisa membersihkan darahmu. Merawat juga merupakan tugas majikan"

Shinonome tersenyum tipis sambil tangannya mendekat ke pipiku dengan kain putih yang terlipat.

Pada saat itu, seseorang perlahan membuka pintu ruangan. Cahaya pun merambat masuk mengusir kegelapan.

Aizawa yang mungkin khawatir karena kami terlalu lama kembali, mengintip ke dalam dengan ekspresi waspada.

"Eh....Ikuno? Apa yang terjadi?!"

Masih dalam posisi dogeza, aku berbalik dan melihat Aizawa yang bergegas menuju kesini.

"Ini serius! Ada darah yang keluar! Ibuki, apa yang terjadi?!"

"Yah, karena ruangannya gelap, Ikuno-kun tiba-tiba terjatuh...."

"Jadi begitu....anu, aku akan meminjamkan bahuku, ayo kita pindah ke tempat yang lebih terang"

"Ya. Maaf, Aizawa...."

Sementara berpikir ini adalah kesalahan Shinonome, aku beralih ke koridor dibantu Aizawa dan duduk. Dia mengeluarkan tisu saku yang sempat dibawa, memelintirnya dan menyumbat lubang hidungku tanpa mengatakan apapun.

"Ikuno, kau lebih baik menunduk daripada mendongak. Juga, cubitlah hidungmu dengan jempol dan jari telunjuk. Ini disebut tekanan hemostasis*. Tenang saja, sebentar lagi mungkin akan berhenti mengalir"
[Setahuku, Hemastosis sendiri ada bermacam-macam, bisa dari dalam tubuh atau dari luar. Nah, klo dari luar biasanya berupa tekanan untuk menyumbat pendarahan]

"Un, aku tahu....Maksudku, Aizawa, kau ternyata begitu terampil dan pintar"

Ini sama seperti terakhir kali, Aizawa salah mengira aku mengalami demam dan dengan cepat merespon. Kupikir pelacur asli takkan melakukan hal seperti itu demi orang lain....

Dia yang berjongkok didepanku dan tersenyum, entah bagaimana tampak canggung.

"Emm....Di masa lalu, aku juga mengalami hal yang sama karena kekerasan ayah. Setiap kali itu terjadi, ibu akan merawatku. Lama-kelamaan, aku jadi hafal tindakannya. Ahaha"

Sepertinya aku telah membuat gadis ini mengingat kenangan yang buruk....ketika hatiku dipenuhi rasa bersalah, Shinonome keluar dari ruangan.

"Ah, kalau dipikir-pikir, aku menyesal telah melakukan hal buruk tadi, Shinonome. Juga, terimakasih"

"Tidak, jangan khawatir"

....Hmm? Wajahnya yang berpaling itu tampak kaku, apa dia marah? Rasa syukur ku sepertinya sia-sia belaka, yah memang aku yang salah.

Namun, tidak biasanya dia tetap di 'mode sifat terbalik' ketika ada Aizawa....

Disisi lain, Aizawa entah kenapa mulai gelisah seolah mengkhawatirkan sesuatu, suaranya berangsur-angsur lenyap.

"I-Ikuno....resletingmu terbuka...."

"....Eh?"

Mengalihkan mataku ke bawah, tepatnya di tengah celana. Itu sepenuhnya terbuka.

Benar, Shinonome tadi menurunkannya sebelum aku sempat melepaskan diri!.

"Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!"

Secepat mungkin menutupnya dan meminta maaf kepada Aizawa yang memalingkan muka sambil bersemu merah.

Disisi lain, Shinonome terlihat ingin mengatakan sesuatu. Akan buruk jika sampai Aizawa mendengar apa yang terjadi.

"Hmm?....Takatora-san sudah kembali ya"

Orang yang disebutkan barusan ada tak jauh dari kami, berdiri di dekat pintu masuk ruang audiovisual.

Gadis berpostur kecil itu menatapku canggung dan mengalihkan tatapannya seolah merasa tertekan akan suatu hal.

"Takatora-san, aku begini karena kecerobohanku sendiri. Jadi jangan khawatir hanya karena kau berpikir ini akibat permintaanmu"

"Uu....terimakasih"

"Hmm?"

Seketika itu---aku mendadak merasakan tatapan seseorang dari kedalaman koridor dan langsung menoleh ke arah sana

....Ada seseorang tadi. Aku cukup yakin sedang diawasi....atau mungkin hanya perasaanku?

☆☆☆

Setelahnya, kami bersama Aizawa yang ketakutan menjelajahi seisi ruang audiovisual. Namun sayang, tak ada yang ditemukan.

Tujuanpun berlanjut ke ruang klub.

Shinonome sempat berkata bahwa sebelum memeriksa kesana, akan lebih baik meminta izin lebih dulu ke guru penanggung jawab klub di kantor. Pemimpin kami bersikap dingin padaku sepanjang perjalanan, tapi saat langkah kaki empat orang mencapai gedung khusus klub* di sebelah gimnasium, dia berubah lagi ke 'mode lembut'.
[Ruangan untuk berbagai klub itu dikumpulkan di satu area]

"Jadi, karena sudah mendapat izin sensei, ayo kita mulai penyelidikannya"

Gedung khusus klub merupakan bangunan bertingkat dua, terdapat hamparan bunga dilantai pertamanya dan ruang klub cheerleader berada dekat sana.

"Terimakasih, Ibuki! Memeriksa loker orang lain tanpa izin itu buruk"

"Aku setuju. Yah, bagaimanapun ada kemungkinan kalau seragam Takatora-san ada di sini. Sensei juga berkata kita harus menghormati privasi dan tak boleh seenaknya membuka tas siswa lain"

Aku mengatakan itu sambil mengkhawatirkan hidungku yang tersumbat tisu. Takatora-san lalu menggunakan kunci ruang klub untuk membuka pintunya.

"Sudah terbuka. Dari sini, aku akan ikut memeriksa, mohon bantuannya...."

"Un, serahkan pada kami. Kami akan bekerja sangat keras untuk menemukannya! Benar kan, Ibuki?"

Aizawa yang antusias merangkul erat lengan Shinonome.

"Y-Ya....daripada itu, Aizawa-san, kita harus berpencar untuk mencarinya"

"Ah, maaf maaf. Kau benar. Hehehe...."

"Fufu. Sungguh, sifatmu mirip anak kecil"

"Eh. Begitukah? Tapi aku menganggap diriku sendiri cukup dewasa...."

"Kesan seseorang tentang pribadinya sendiri pada umumnya tidak lah benar. Yah, bagaimana kalau kita mulai sekarang?"

"Hahaha, baiklah!"

Mereka berdua sudah seperti ini selama seminggu. Meski Shinonome kelihatan agak terganggu karena dia memiliki teman pertama terlampau ramah, bukan berarti dirinya tidak menyukai gadis itu.

Aizawa adalah yang pertama memasuki ruang klub. Shinonome mengikutinya, tapi sebelum itu dia menoleh ke belakang.

"Takatora-san. Kami akan sungguh-sungguh mencarinya sampai seragammu ditemukan, kau tak perlu khawatir"

"Eh? Un, itu akan bagus untukku"

"Kasusmu akan berakhir hari ini"

"....U-Un"

Wajah gembiranya tampak seolah dirinya sedang bersenang-senang. Takatora-san sampai mengalami kesulitan merespons, kan?

Meskipun ingin mengatakan sesuatu kepadaku, Shinonome hanya mengibaskan rambut hitamnya lalu lenyap ke ruang klub....Kau benar-benar senang melihat orang lain dalam kesulitan, ya. Dasar pelacur, gadis yang menjijikkan.

"Takatora-san, kau tidak perlu memikirkan apa yang dia ucapkan"

"Be-Begitu kah"

"....Baiklah, aku merasa gugup karena ini adalah ruang klub para gadis, maaf mengganggu"

"Tunggu, Kousuke"

Takatora-san menatapku cemas sambil menarik kain lenganku.

"Eh, ada apa....?"

Dipikir-pikir lagi, bukankah Takatora-san masih percaya kalau aku memiliki fetish pada seragam cheerleader? Mungkin saja dia khawatir jika aku sampai ingin mengendus pakaian dari anggota klub nya?

"Anu....Apa Kousuke, memang menyukai gadis-gadis berdada besar, seperti Aizawa Manaha?"

....Yah, kelihatannya dia tidak sampai berpikir kalau aku adalah lelaki mesum dengan fetish aneh.

"Ah, benar juga. Aku memang suka tipe onee-san. Lagipula, milik Aizawa cukup besar hingga bisa mengapit apapun....yah, begitulah menurutku!"

"Seperti yang diharapkan. Muu"

Sekali lagi, Takatora-san merajuk sambil mengembungkan pipi. Mungkin karena tubuhnya yang mungil, dia cemburu pada gadis berdada besar, pinggang langsing dan pantat besar seperti Aizawa?

Sambil memikirkan hal-hal seperti itu, aku memasuki ruang klub.

Setibanya disana, terdapat barisan loker persegi panjang dan lonjong di kedua sisi. Dindingnya terhias dengan berbagai macam bentuk piagam. Sesuai perkiraan, ada aroma feminim dari deodoran dan parfum yang gadis-gadis biasanya gunakan.

"Ikuno-kun....Kenapa wajahmu berubah mesum?"

"Ah, i-ini berbeda! Aku tidak membuat wajah seperti itu! Nah, ayo kita mulai pencariannya!"

"Ya, ayo kita mulai....Aku akan membunuhmu jika kau mengulangi pelecehan seksual seperti beberapa waktu yang lalu"

Bisikan dingin itu melayang dari dekat telingaku, rasa merinding kemudian menjalar melalui punggung. Dia pelacur bertipe rapi dan licik tanpa celah. Kau takkan pernah bisa memperkirakan strategi macam apa yang dia gunakan untuk balas dendam ketika dirinya sangat marah.

Bersama semua orang, aku dengan teliti memeriksa seisi ruang klub sambil berhati-hati untuk tidak menyentuh Shinonome. Karena ada banyak barang pribadi di loker yang tertera nama masing-masing pemiliknya, aku meninggalkan urusan itu pada Aizawa dan gadis-gadis lain. Tugasku hanyalah memeriksa kotak-kotak kardus yang kebanyakan berisi peralatan.

"Fuuh, di sini juga tidak ketemu. Bagaimana dengan kalian?"

"Aku juga tidak melihat seragam apapun"

Shinonome sekali lagi terlihat seolah sudah tahu barang itu tidak ada di sini dari awal. Ketenangannya seakan berkata bahwa dia telah menemukan jalan pintas.

"Di tempatku juga tidak ada...."

"Tunggu sebentar, ini adalah loker terakhir, jadi mungkin saja....U-Uuuun"

Tepat didepan mataku, terdapat Aizawa yang membungkukan bagian atas tubuhnya ke arah loker, membuat pantatnya bergoyang 'furifuri', seolah-olah mengundangku. Ini mengejutkan.

"Aku akan menunggu di luar"

Shinonome pun pergi. Karena tidak lagi dipantau, pandanganku semakin dan tanpa ragu tersedot ke pantat Aizawa.

"Unnn, di sini juga tidak ada. Karena ini yang terakhir....aku jadi agak mengantisipasinya....nnnnn"

Pantatnya mencuat, tekstur itu benar-benar melambangkan kesuburan dari kelahiran.

Aku sadar kalau diriku harusnya tidak melihat ini. Namun, fokusku semakin terserap hingga tak mampu berpaling....kemudian---

'Don!!'

....Apa?

Ketika aku memikirkannya, itu sudah terlambat. Sama dengan saat di ruang audiovisual, seseorang mendorong punggungku hingga tubuhku terpelanting ke depan. Dengan pasti mendekati bokong besarnya, wajahku terjerembab ke lembah daging lembut yang dilindungi oleh rok.

'Zuii!!'
[Suara sesuatu yg ditarik]

"Eh....---KYAAAAAAAA?!?!?!"

Tanganku secara reflek mencari pegangan agar tubuhku tak jatuh dan membuat wajahku menabrak lantai. Setelah menemukan sesuatu seperti kain tipis untuk menopang diri, kepalaku perlahan mendongak demi mengkonfirmasi benda apa itu.



"....I-Iku, Ikuno....Ka-Ka-Kau, apa yang kau lakukan?!?!"

"Hah??"

Tatapanku tertutupi warna kulit putih, pantat menyilaukan itu bersinar seperti buah persik. Akibat ulahku, celana dalamnya melorot, menyebabkan setengah dari bokongnya terekspos. Diwaktu yang tepat, tangan gadis ini entah bagaimana telah berhasil mencegah kulit pantatnya telanjang bulat.

"I-I-I-I-IDIOOTTT!!! Cepat, lepaskan!!"

"Wa-Waaahhh?!?! Ma-Ma-Ma-Maaf, Aizawa!!!!"

Begitu genggamanku terlepas, Aizawa langsung memasang celana dalamnya lagi. Wajahnya sangat merah ketika dia selesai menutupi pantat itu.

"Ikuno idiot!! Apa yang sudah kau lakukan pada seorang gadis?!"

Seakan merasa pusing karena sudah berteriak, Aizawa dengan wajah merah padam menatapku tajam. Meski matanya berkaca-kaca, ini malah semakin membuat dia terkesan seperti oni.

"Tidak, bukan begitu....Ba-Barusan ada seseorang yang mendorongku dari belakang! A-Aku tidak berbohong!!"

Menoleh kebelakang, ada Takatora-san yang menggaruk kepalanya dan tertawa masam disana.

"Na-Nahahaha. Maaf maaf. Aku tersandung...."

"Li-Lihat kan! Ini bukan berarti aku ingin menyentuh bokong indah Aizawa atau semacamnya!!"

Mendengar kata-kataku, dalam sekejap Aizawa memegangi bagian rok belakangnya dengan kedua tangan dan menggigil.

"Bokong siapa yang indah?! Aku, keberatan karena kupikir ini sangat berlemak!!"

Uwahh, pelototannya mengerikan. Aizawa tak sampai begini meskipun aku menyentuh dada atau melihat celana dalamnya, tapi dia marah ketika bokongnya terlihat olehku. Tatapan gadis ini mirip dengan Shinonome ketika di ruang audiovisual tadi. Parahnya lagi, tangannya terkepal seolah tak mampu menahan amarah.

Akupun memejamkam mata, bersiap menunggu tindakan Aizawa yang sedang terbungkus atmosfer panas. Namun, bukannya pukulan, malah terdengar suara hingga membuatku membingungkan.

"Hei, buka matamu"

"....Eh?"

Perlahan bisa melihat lagi, aku menatapnya yang sedang memasukkan tangan ke saku.

"Tentu saja, aku marah! Tapi aku mengerti kalau itu tidak disengaja....jadi mula-mula, membungkuk"

Aizawa memang marah. Matanya masih terfokus tajam padaku dengan wajah merah padam karena, sepertinua bercampur malu. Ketika aku menyerah dan melakukan apa yang diminta, dia mulai mengambil keluar tisu saku dan memelintirnya.

"Ya ampun, mimisan karena melihat pantatku, ini bukan manga, kau tahu? Butuh banyak usaha untuk menghentikan pendarahannya....kau, benar-benar parah"

Dia menyumbat hidungku lagi, bantuan ini serasa datang dari seorang istri. Tisu bekas sebelumnya telah terlepas ketika aku didorong untuk kedua kali, hingga membuat cairan merah mengalir kembali.

"Tentang mimisan ini, apa boleh buat karena kau adalah lelaki. Tapi, Ikuno yang menjadi mesum....entah kenapa, aku merasa tidak senang...."

Menyelesaikan perawatanku, Aizawa berbalik, tampak sedikit kesal. Wajahnya seolah mengisyaratkan kesepian.

Satu-satunya lelaki yang ia dapat ajak bicara secara alami adalah diriku. Meski tidak tahu apakah itu karena penampilan yang terkesan tak berbahaya, mungkin aku sudah dipercayai. Oleh karenanya, melihat pandangan murniku yang seperti racun mungkin membuat Aizawa merasa tak senang.

Hal-hal yang membuatnya percaya padaku, ada banyak yang perlu dipertanyakan.

"Maaf Aizawa. Anu, mimisan ini tidak sepenuhnya karena aku laki-laki, ada alasan yang berbeda....pokoknya, yang barusan memang tidak sengaja. Aku mungkin harus berterima kasih karena kau sangat mempercayaiku"

Meskipun pelacur yang tidak diketahui (sementara), kejadian ini malah membuat keyakinanku melenceng ke arah 'Aizawa adalah seorang gadis murni'. Yah, aku menyesal membuat perempuan sepertinya merasa tidak nyaman dan dengan sopan meminta maaf.

"Un. Kau seorang lelaki sehingga lebih atau kurang, apa boleh buat....ini cuma kecelakaan, jangan terlalu dipikirkan"

Dia mengampuniku meskipun telah diperlakukan sampai seperti ini? Aku memang tak pernah berjumpa dengan seorang gadis cantik yang sangat baik, jujur dan lembut selain Aizawa. Mungkin aku perlu menyingkirkan kecurigaanku. Tapi, di sisi lain, hanya menjadi seorang gadis yang baik tak dapat sepenuhnya menghapus keraguan di kedalaman hatiku.

"Hahaha. Kalau begitu, Ikuno. Sepertinya seragam itu tidak ada di sini, haruskah kita pergi sekarang?"

Tertawa canggung untuk mengganti topik, Aizawa pun memperbaiki rambutnya yang sudah rapi.

"Kau benar. Shinonome sedang menunggu di luar. Urusan kita di ruang klub sudah selesai"

Dengan senyum keakraban, kami kemudian meninggalkan tempat itu.

"Tsk"

Gendang telingaku sepertinya telah menangkap bunyi decak lidah dari belakang. Akupun langsung berbalik ke arah sana.

"....Hmm? Takatora-san, kenapa ekspresimu jadi menakutkan?"

"Heh? O-Ouh! Ini, tidak apa-apa! Na-Nahahahahaha"

"Seragammu pasti ketemu, jadi kau jangan terlalu tertekan, Takatora-san! Aku juga akan melakukan yang terbaik!"

"U-Un. Terimakasih"

Setelah melakukan pemeriksaan dari kelas, ruang audiovisual, dan klubnya, barang itu masih belum ditemukan. Kemana lagi kami harus mencari? Sementara tiga gadis meninggalkan ruang klub, aku memeras isi otakku. Di depan sana, Shinonome berjongkok sambil menatap lembut hamparan taman bunga.

"Kalau begitu, kita pergi"

"Pergi....Oi Shinonome, kau tampaknya sangat percaya diri, tapi kita harus pergi kemana?"

"Lokasi seragam tersebut. Sudah waktunya untuk mengakhiri Farce* ini. Aku mengetahui pelaku yang asli ketika mencari di ruang klub"
[Sandiwara atau pertunjukan yang umumnya bergenre humor dgn plot cerita yg bisa dinilai sebagai 'mustahil terjadi'. Lengkapnya, cek Wiki]

Mengejutkan, aku hendak menyanggah kata-katanya untuk memverifikasi fakta tersebut, tapi Aizawa bereaksi lebih cepat.

"Bagaimana kau menemukan pelakunya, Ibuki? Setahuku tidak ada petunjuk apapun di ruang klub"

"Benar. Bagaimana kalau kujelaskan sambil kita menuju tempat tujuan?"

☆☆☆

Kami kemudian mulai berjalan di bagian yang menghubungkan gimnasium dan gedung sekolah.

Memimpin di depan barisan, langkah yang begitu anggun itu diiringi oleh kibaran rambut hitamnya. Shinonome pun mulai berbicara.

"Di kasus ini, tujuan awal pelakunya bukanlah untuk menyembunyikan seragam"

"Eh....Apa yang kau maksud dengan itu. Lalu kenapa si pelaku mengambil pakaiannya?"

Suatu hal yang tak terduga sudah dikatakan, aku pun mempercepat langkahku dengan dua lainnya dan bertanya.

"Menyembunyikan seragam hanyalah sarana untuk mencapai tujuan si pelaku. Coba pikirkan hal ini, situasi macam apa yang akan timbul jika ada kasus 'Penyembunyian seragam'? Itulah tujuan aslinya"

Sementara aku kebingungan, 'pon' Aizawa yang berjalan di sisi lain dari Takatora-san menepukkan tangannya.

"Ouh. Aku mengerti!"

"Benarkah? Hei Aizawa, boleh aku mendengarnya?"

"Un! Jadi, situasi dimana 'Takatora-san mengunjungi kantor konsultasi' akan tercipta jika seragamnya disembunyikan, kan? Oleh karena itu, tujuan si pelaku adalah untuk membuat Takatora-san mengunjungi ruang klub sastra. Ah, hanya saja aku tidak tahu alasannya. Ahahaha"

Gadis ini lalu memutar-mutar saidoteru-nya sambil tersenyum masam.

"Persis seperti yang diucapkan Aizawa-san. Sesuai dugaan dari siswa rangking dua terpintar di seluruh tingkatan kita"

Ya, maaf saja jika aku di peringkat ke-100....

"Tapi Shinonome, dari pernyataanmu barusan, apa yang akan pelakunya dapatkan dengan membuat Takatora-san mengunjungi klub sastra?"

Shinonome melihat kearahku lalu mengangkat jari telunjuknya sambil tersenyum mempesona.

"Tujuannya adalah untuk membuat Takatora-san mengunjungi klub sastra. Sebelum berbicara tentang alasan, bagaimana kalau kujelaskan lebih dulu caraku mengetahui si pelaku di ruang klub?"

Kami mengikuti Shinonome memasuki gedung sekolah dari jembatan penghubung. Melewati UKS dan ruang staf, menulusuri koridor yang lalu mengarah ke jalur masuk gedung*, bagian terdalamnya bersinar putih.
[Agak bingung dengan kalimat disini. Intinya, mereka sedang berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah]

"Ikuno-kun tidak memeriksa loker, jadi kau tidak tahu. Kelihatannya semua anggota klub cheerleader menggunakan tas tangan putih yang dibordir dengan nama sekolah dan klub dalam tulisan abjad latin*. Mungkin mereka menggunakannya untuk menempatkan pakaian klub"
[Romaji]

"Aku melihatnya juga....Tapi, bagaimana Ibuki bisa tahu pelakunya hanya dengan itu?"

"Ya.Tas tangan sudah umum digunakan oleh semua orang yang mengikuti klub. Wajar juga kalau dimanfaatkan sebagai tempat menaruh seragam khusus, kan? Meletakkannya di tas sekolah pasti akan berkerut"

"Eh, Ibuki, itu berarti...."

Aizawa dan aku tersadar akan suatu hal pada saat yang sama. Kami berdua lalu menatap canggung pada seorang gadis yang berjalan di samping.

"Tidak membawa tas tangan meski merupakan anggota. Seragamnya tidak di dalam kelas maupun ruangan klub....Intinya, tak ada tempat lain bagi seseorang untuk menaruh barang bersifat pribadi dengan tenang kecuali didalam tas tangan, kan?"

Shinonome menuju ke dekat pintu masuk sekolah, kemudian mengambil sesuatu dari dalam loker sepatu seseorang.

"Ngomong-ngomong. Topik ini sudah sampai ke tujuan si pelaku ya?"

Shinonome memperlihatkan isi dari hal yang dia ambil keluar dan tersenyum lembut. Aku dan Aizawa hanya bisa membuka mata lebar-lebar pada barang yang muncul dibalik loker sepatu.

"Aku telah berpikir dari awal kalau kasus ini aneh. Daripada cemas mencari seragamnya, si pelaku malah mengobrol secara berlebihan pada Ikuno-kun dengan nada seolah-olah sudah mengenal sejak lama. Dengan kata lain, tujuan utamanya adalah berbicara dengan Ikuno-kun"

Perkataan itu terhenti sebentar.

Menyisir rambutnya ke samping, kelopak mata Shinonome yang terpejam kemudian mulai terangkat perlahan.

"Benar begitu, kan? Teman masa kecil yang menyukai Ikuno-kun, Takatora Tenko-san?"

Muncul di dalam loker adalah tas tangan berisi hal yang kami cari. Tapi daripada itu, aku bingung disaat mendengar sebuah nama yang tak asing.

"Teman masa kecil? Dan, Tenko...."

Tatapanku kemudian beralih ke seorang gadis, dimana kepalanya menunduk dengan tubuh yang tampak menggigil.

Selama TK, aku hanya bisa mengingat nama pertama dari teman-temanku. Namun, entah bagaimana kepalaku mulai berhasil mengingat nama keluarga dari seseorang yang pernah bertetangga dengan keluarga kami.

"Takatora....Jangan-jangan, Takatora-san adalah Ten-nee?!"

"...."

Tak ada jawaban, hanya suara tangan yang terkepal. Dalam kasus ini, itu sudah cukup sebagai jawaban.

Aku mengingat seorang anak yang muncul dalam mimpi pagi ini. Dia memiliki postur tertinggi diantara anak-anak TK. Tapi gadis di sebelah sekarang mungkin adalah yang terkecil di antara gadis-gadis tahun kedua SMA....Kalau dipikir-pikir lagi, rambutnya yang pendek berwarna madu, gigi taring yang mengesankan, dan nada suaranya sama dengan Ten-nee di kenanganku.

Kebenaran ini membuatku tercengang.

Entah kenapa Aizawa mengintip atmosfer semua orang dengan ekspresi bermasalah. Sedangkan Shinonome yang tampaknya telah memperoleh bukti dari melihat reaksiku, melanjutkan dengan tenang.

"Seseorang yang mendorong punggung Ikuno-kun di ruang audiovisual adalah kau, kan? Walaupun aku sudah melihatnya di pintu masuk ruang klub, kau mendorong Ikuno-kun dengan sengaja, ya kan Takatora-san?"

"Ruang audiovisual, ti-tidak...."

Mencengkram roknya erat, gadis mungil ini berusaha membuat alasan.

"Begitu kah? Sementara asumsi itu benar, tapi fakta bahwa kau ingin mendorong perselisihan diantara aku, Aizawa-san dan Ikuno-kun takkan berubah"

"A-Aku memang tidak menyangkalnya. Karena Kousuke....dia akan menikahiku...."

....Pernikahan....

Selama masa kanak-kanak, itulah janji yang Ten-nee gunakan sebagai alasan mengikutiku. Jadi, gadis ini benar-benar Ten-nee?

Mendadak, Aizawa dengan keadaan yang tampak agak marah mendekatiku.

"Tunggu, Ikuno adalah tunangan Takatora-san?! Jika begitu, kau tidak boleh dekat-dekat dengan gadis lain! Jika aku ada di posisinya, aku juga takkan senang!*"
[Apa yg dikatakan Aizawa disini ambigu. Yg dia maksud adalah, konsultasinya tentang "untuk mengetahui perasaan ketika memiliki seorang pacar". Dia marah karena seharusnya Ikuno menolak permintaan itu kalau dia benar2 sudah memiliki hubungan dengan Takatora]

Aizawa yang percaya dengan gampangnya pada cerita itu menempatkan kedua tangan di pinggang sambil menatapku tajam dengan alis melengkung.

Tidak, kepolosan juga harus ada batasnya. Mula-mula, era apa sekarang yang memakai pertunangan segala??

"Aizawa-san, itu mungkin hanya lelucon. Kau tidak perlu menganggapnya serius"

"E-Eh?! A-Apa begitu....maaf, kupikir itu benar"

Mengacuhkan Aizawa yang memerah dengan tangan 'watawata'*, Shinonome bertanya untuk terakhir kalinya.
[Kedua tangan yg melambai-lambai kesekitar]

"Singkat kata, kau ingin menikahi Ikuno-kun karena menyukainya sejak masih anak-anak dan tidak ingin kami berdua berada di sisinya. Namun, kalau memang begitu masalahnya, kau hanya harus membicarakan itu baik-baik, kan?"

Tepat seuasai ucapan Shinonome berakhir, Ten-nee yang awalnya membisu mulai menggigit bibirnya dan langsung mengangkat kepala.

"Diam diam diam diam!! Kau takkan mengerti perasaanku ini!!!"

"Ah, tu-tunggu, Ten-nee!"

Takatora-san, tidak, Ten-nee menepis tanganku dan melarikan diri.

"....Ikuno-kun, aku dan Aizawa-san mungkin hanya bisa sampai disini. Kau, cepat kejar dia. Ini masalah antara kalian berdua kan?"

"A-Anu, Ikuno....meskipun aku tidak terlalu mengerti, lakukanlah yang terbaik!"

Tangan kecil Aizawa melambai dengan cemas.

Akupun mulai berlari diiringi kebingungan akibat pertemuan kembali yang mendadak dengan teman masa kecil.

☆☆☆☆

Setelah berlari sebentar, aku melihat punggungnya. Dia yang dulu memiliki kaki cepat dan selalu mendapat tempat pertama dalam lomba lari. Tapi meskipun demikian, itu adalah cerita masa lalu. Diriku sekarang mampu menyusul Ten-nee ketika gadis itu tiba di tengah tangga ke lantai dua.

"Ten-nee!! Haa, haa....tunggu!"

"Kousuke"

Aku berteriak pada gadis yang berada di bagian paling atas tangga. Dia menghentikan kakinya dan berbalik.

"Ke-Kenapa kau lari....Sudah lama sejak pertemuan terakhir kita. Maksudku, kalau kau memang sudah tahu aku, kenapa tidak mengatakan sesuatu?"

"Itu, karena....uuu"

Dia membalik punggungnya lagi, kali ini bahunya mulai gemetar.

"....Ten-nee....kau menangis?"

"Tidak, ini berbeda! Aku tidak menangis, diriku tidak selemah itu! Karena orang yang akan melindungi Kousuke adalah aku!!"

Sambil mengatakan itu, dia berusaha menyeka air matanya.

'Aku akan melindungimu' ya?....Diingat-ingat lagi, seorang gadis memang sering mengatakan hal semacam itu di masa lalu. Aku adalah anak yang ceroboh, pernah jatuh dari tangga seluncuran dan hampir mengalami ditabrak mobil. Namun, berkat dirinya yang selalu di sisi, itu semua tidak menjadi kecelakaan serius.

"Ten-nee....terima kasih banyak untuk segala sesuatunya. Karena adanya dirimu, aku tidak memiliki cedera hebat. Tapi sekarang, semuanya akan baik-baik saja, kau bisa merasa lega. Yah, aku telah tumbuh. Menjadi pribadi yang tidak nakal seperti di masa lalu, apalagi melakukan sesuatu yang berbahaya"

"....Masih. Kousuke masih melakukan hal-hal berbahaya! Karena itulah, hari ini aku mencoba menemuimu. Meski kukira harus menunggu sampai aku benar-benar tumbuh lebih tinggi...."

Sampai tumbuh lebih tinggi? Seperti yang diharapkan, ia khawatir tentang ukuran tubuh, kan? Yah, benar juga, bahkan jika dia berkata dirinya adalah Ten-nee, aku masih sulit mempercayai itu....

Dengan tetap memunggungiku, Ten-nee melanjutkan.

"Kousuke, berhentilah dari kegiatan klub itu. Shinonome Ibuki yang berbicara dengan baik padamu di kelas, adalah gadis yang benar-benar licik, jahat, dan mengerikan"

Hahaha, menurutku kau jugalah seorang pelacur. Pelacur pertama yang aku temui dalam hidup. Yah, dirinya mungkin benar justru karena mereka ada di jenis yang sama. Ten-nee itu menakjubkan. Semua orang yang ada didekatnya bisa dengan mudah ditipu, ini menjadi hal yang hebat.

"Juga, gadis itu bahkan lebih berbahaya"

"Eh, 'gadis itu'?"

"Hm, Aizawa Manaha"

Aku menelan ludah mendengar Ten-nee yang rambutnya telah memanjang hingga ke pinggul, membuatnya lebih seperti seorang gadis sekarang.

"Aizawa? Ten-nee pikir dia berbahaya?"

Gadis didepanku ini sudah menebak wajah asli Shinonome. Itu saja membuatku khawatir tentang jawabannya. Meski diriku menetapkan Aizawa sebagai pelacur yang tidak diketahui (sementara), jujur saja aku masih bingung. Maksudku, jika perlu di katakan, baru-baru ini aku berpikir bahwa dia memang gadis baik.

"Gadis itu semakin dekat dengan Kousuke, jadi aku juga mengamati dia"

Kata-katanya menggema di gedung sekolah yang sunyi.

Sementara detak jantungku terdengar semakin keras, telingaku mencoba dengan cermat menangkap suara Ten-nee.

"Aizawa Manaha adalah gadis berbahaya, entah itu bagiku maupun bagi Kousuke. Aku mengucapkan ini untuk kebaikanmu sendiri. Secepatnya, berhentilah terlibat dengan dia. Jika tidak, 3 tahun masa SMAmu akan berantakan....bahkan mungkin hidupmu akan hancur karena harus menderita pengalaman yang mengerikan. 'Intuisi gadis'ku merasakan hal semacam itu. Ini tak dapat diragukan lagi"

Seluruh hidupku... benarkah?

Memoriku memutar ulang tawa manis bagaikan malaikat ala Aizawa. Kemudian, tubuhku terkaku.

Jika benar dia adalah pelacur yang memakai topeng gadis polos, mungkin dirinya bahkan lebih buruk dari Shinonome. Karena masa-masa TK, SD, dan juga SMPku telah dipermainkan oleh para pelacur, aku dapat dengan mudah membayangkan hal yang sama terjadi pada 3 tahun kehidupan SMA.

Namun, untuk seluruh hidup....asumsi kerusakannya sangat jauh melampaui imajinasiku....

"Kalau itu benar, darimana kau bisa tahu?"

Mendapat pertanyaan dariku, dia yang sosoknya memerah karena cahaya senja, menjawab.

"Aku juga tidak begitu tahu. Aku hanya merasa kalau dia adalah gadis berbahaya. Itulah sebabnya Kousuke, tolong berhentilah mengikuti kegiatan klub. Aku bisa cemas dan tak mampu berkonsentrasi pada klub cheerleader jika kau tidak melakukannya...."

Yah, aku memang paham bahwa Aizawa adalah eksistensi berbahaya. Walaupun setengah yakin karena belum ada tanda-tanda kalau dirinya berada di tingkatan itu, kewaspadaan masihlah diperlukan.

Tapi, daripada itu....

"Ten-nee....tentang menghentikan kegiatan klub segera, aku tidak bisa melakukannya. Itu merupakan tempatku yang penting. Jadi, bahkan jika berbahaya, aku tidak mau meninggalkannya"

Ketika ucapan seriusku terlontar pada gadis di depan, suara Ten-nee bergetar dalam kemarahan.

"Ke-Kenapa?! Ini sungguh berbahaya!!"

"Kau memang benar. Tapi aku tidak lagi seperti di masa lalu. Aku yang sekarang tahu bagaimana melindungi diri"

Aku telah menyaksikan berbagai jenis pelacur. Menghadapinya bukanlah mustahil, bahkan tanpa harus menerima bantuan Ten-nee.

....Hanya saja, gadis ini tampaknya tidak mengerti, dia mulai merengek seperti anak kecil.

"Tidak, tidak, tidak!! Kousuke takkan mampu tanpa diriku! Bukankah kau sudah berjanji menjadi milikku?! Itu sebabnya, aku akan melindungi....d-dan menikah denganmu!!

Ketika dia mengungkapkan janji yang kami buat semasa kecil, ujung bibirku melengkung ke atas.

Ten-nee masih sama seperti dulu. Apa yang dia katakan tidaklah serius. Gadis ini memiliki keinginan kuat untuk memonopoli suatu hal sejak kecil. Menyaksikan diriku bersama Shinonome dan Aizawa, mungkin terasa seperti mainannya telah diambil dan membuatnya menjadi tidak sabaran.

"Lagipula, Ten-nee. Jika kau sudah tahu kita satu sekolah, kenapa tidak menyapaku?"

"I-Itu....Kousuke, kau tidak mengingatnya?"

Tampak seolah rambut nekomimi-nya menjuntai perlahan. Sementara diriku bermasalah dihadapan pertanyaan yang kurang jelas, dia melanjutkan dengan nada kesepian.

"Dulu, kau sekeluarga pernah pergi ke festival sekolah SMA terdekat, kan? Pada saat itu, kau menonton pertunjukan klub cheerleader dan berkata. 'Ten-nee nantinya pasti akan menjadi tinggi, langsing dan cantik seperti semua onee-san itu. Ketika waktunya tiba, aku pasti akan menikahimu'"

....Hah, aku pernah mengatakan hal semacam itu?

Jujur saja, aku tidak bisa sepenuhnya mengingat kenangan masa lalu. Hanya saja, pagi ini Sharte juga membahas tentang festival sekolah. Mungkin apa yang diceritakan Ten-nee....

"Ta-Tapi itu tidak ada hubungannya kan dengan kau yang tidak menyapaku?"

"Ada! Pastinya ada! Karena, aku....aku....!"

Wajah itu terselimuti sisa-sisa mentari senja, segala kemilaunya menyebar bersamaan ketika dia menoleh ke belakang.

"Karena, aku....tidak bisa menjadi seperti yang kau harapkan"

Air mata itupun mengalir diwajah seseorang yang biasanya pemberani, kuat dan tomboy. Tanpa peduli seberapa banyak diseka, seolah-seolah ingin terus mengganggu. Mungkin karena tidak menginginkan aku menyaksikan diri rapuhnya, Ten-nee yang pernah berkata akan melindungiku, sekarang berusaha keras menutupi semua kelemahan dengan menjaga agar matanya tetap tajam.

"Tinggi, panjang kaki, bahkan dada, semuanya lebih kecil dibanding perempuan seumuran....aku hanya yang paling besar saat di TK, selebih itu, tidak sama sekali. Pada akhirnya, aku tidak bisa menikah dengan Kousuke...."

Namun, tanpa mampu bertahan lagi, ekspresi kerasnya runtuh dan beralih menjadi sedih.

"Meski sudah minum susu setiap hari sejak tahun-tahun awal SD, itu sia-sia....Tapi aku tidak menyerah. Sambil berusaha di kegiatan klub, aku juga terus mencoba yang terbaik untuk tumbuh. Karena mendengar dari mama kalau Kousuke memasuki sekolah ini, aku, aku....hiks...."

Ten-nee yang mencapai batasnya hanya bisa menangis tanpa mampu mengatakan apapun.

Dia telah mempercayai sebuah janji denganku dan melakukan yang terbaik sampai sejauh ini....

....Dan, diriku, yang tidak mengingatnya, adalah orang terburuk.

Jika ini adalah situasi di galge, menghibur heroin untuk menaikkan kesan yang baik adalah hal standar. Tapi inilah kenyataan. Takkan ada opsi kalimat yang muncul agar situasi menjadi mudah.

Akupun terdiam, bersama waktu yang terus berputar. Kesunyianku tertutupi oleh isak sedih seseorang....Ketika suara tangisan itu lenyap, diapun menatapku dengan mata yang terisi berbagai emosi.

"....Kousuke masih sama seperti sebelumnya, benar-benar payah....Bahkan pada saat seperti sekarang, kau tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada seorang gadis"

Setelah menyeka butiran air di sudut matanya sambil menggerutu, ekspresinya berubah serius. Kalimat yang dia lontarkan kemudian keluar dengan lebih kuat.

"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih tidak cukup dikatakan sebagai seorang pria. Kau payah tanpa perlindunganku! Kau belum boleh membantu seorang gadis dengan sembarangan, aku yang akan menjaga tindakanmu! Se-Selain itu, kau dan keduanya berada ruang klub yang sama, dan itu membuatku merasa tidak nyaman---eh....?"

Dia melangkah maju dimana kakinya masih di tangga. Sebagai hasil dari dirinya yang begitu bersemangat untuk membujukku, pijakanya pun terlepas. Tubuh mungil seorang gadis jatuh tepat di depan mata hingga membuatku panik.

"Uguh?!....Kuuuuuh!!"

Aku hanya nyaris menangkap Ten-nee di posisi gendongan putri. Meskipun dia kecil dan ringan, bobot akibat jatuh dari atas tangga membuat kedua kakiku kaku dan mati rasa.

"Eh, Kousuke....?"

Gadis yang tertahan di kedua lenganku mengangkat wajah terkejut. Entah bagaimana, sambil menahan suatu beban, aku berhasil berbicara.

"....Lihat....aku bukan anak kecil lagi. Aku....sudah bisa melindungimu, ya kan?"

"....Uhhhh...."

Setelah membuka matanya yang besar, wajah merahnya yang seolah terbakar, berpaling. Aku dengan lembut membiarkannya turun.

Diriku mungkin bisa menjadi keren jika mengatakan kalimat seperti 'Apa kau baik-baik saja?'. Sayangnya, aku tidak memiliki keterampilan Ikemen semacam itu. Bahkan sekarang, hal terbaik yang mampu di lakukan adalah menyembunyikan fakta bahwa kakiku telah mati rasa.

"U-Untuk yang barusan, aku hanya bisa mengatakan ini....te-terimakasih, Kousuke"

"Ha-Hahaha....tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar"

Dimasa lalu, posisi orang yang digendong terbalik dengan sekarang. Jika ingatan ini benar, itu terjadi ketika aku secara ceroboh terpleset dari tangga seluncuran....Menyebalkan, sungguh menyebalkan.

Yah, memikirkan hal itu benar-benar tidak bagus.

"Ten-nee, aku yang sekarang bisa mengurusi berbagai macam masalah sendirian. Bahkan ketika ada dua gadis itu, aku sudah mampu memutuskan sesuatu dengan baik dan benar. Itu sebabnya, percayalah....Atau kah, diriku ini masih belum bisa dipercaya?"

Orang yang menerima pertanyaanku, mengalihkan pandangan ke arah jendela seolah-olah berusaha menghindar. Ekspresi wajahnya terlihat merupakan campuran antara kebahagiaan dan kesedihan.

"Se-Sebelum aku menyadarinya, kau telah menjadi seorang pria, ya...."

"Aku masih jauh dari itu. Lagipula, aku tidak bisa menghiburmu tadi"

"Uun, aku tidak keberatan....Da-Daripada itu, rasa terimakasih. Aku harus menunjukkan Kousuke rasa terima kasihku"

"Hm, rasa terima kasih?"

....Tatapan gelisahku masih memperhatikan Ten-nee yang mulai meletakkan kedua tangan di ujung roknya.

"Kau menyukai hal ini sejak kecil. O-Oleh karena itu....Uuu"

Sambil menggigit bibir untuk menahan malu, ia perlahan-lahan mengangkat roknya dengan tangan gemetar. Sama seperti ketika tirai panggung terangkat, adegan dari belakang layarpun secara bertahap terkuak. Pahanya yang ramping dan hal berbentuk V juga muncul.

"Tu-Tunggu Ten-nee! Apa yang kau lakukan!!"

"Ja-Jangan khawatirkan itu. Lihatlah dengan benar....nnn"



Memerah dan putus asa mencoba untuk berpaling, dia menghindari kontak mata denganku yang ada di depannya. Itu bukan celana dalam berpola strawberry imut yang kadang-kadang aku lihat di TK, itu adalah apa yang akan orang dewasa pakai. Mengingatkanku pada bikini bersisi tipis.

"Uuuu, bagaimana Kousuke....apa yang ingin aku katakan, kau mengerti?"

"Eh, apa yang ingin kau katakan....?"

Aku melamun melihat pakaian dalam gadis itu, suara keras jantungku takkan disadari oleh sekitar.

"Seperti yang diharapkan, Kousuke masih payah. Ta-Tapi...."

Akhirnya, Ten-nee menurunkan roknya. Tangannya saling menggenggam di belakang dengan tatapan yang menyapu lantai.

"Lelaki seperti Kousuke, aku tidak membencinya"

"....Ten-nee"

Bahkan di masa lalu, dia selalu menerima segala sesuatu tentang diriku. Sampai sekarangpun itu tidak berubah, dan membuat hatiku memanas.

"....Meskipun kau mungkin sedih karena tidak tumbuh besar, tapi dalam dirimu masihlah Ten-nee yang aku sukai. Tak ada hal dari dirimu yang aku tidak suka"

"Kousuke?"

Dia lalu menatapku dengan ekspresi bingung. Selama TK, teman-temanku menjauh karena perbuatan Ten-nee. Tapi dirinya selalu berada disisiku dan Sharte, dua anak yang sering ditinggalkan orangtuanya pergi ke luar negeri. Tidak seperti pelacur lain, tak ada alasan untuk membencinya, apa yang ku rasakan hanyalah kenyamana karena kepedulian gadis ini. Bahkan sekarangpun tidak berubah. Oleh karena itu, aku tidak ingin melihat air mata menutupi wajah teman masa kecil berhargaku lagi.

"Hal seperti pernikahan, aku masih tidak tahu. Tapi, aku sudah mengatakan ini tadi
....yah. Menurutku, gadis berpostur kecil itu imut. Ja-Jadi, kau tidak perlu mempermasalahkannya"

Dalam karya-karya seperti LN, ketika heroin mengungkapkan perasaannya, kebanyakan protagonis akan menderita gangguan pendengaran, atau menjadi bodoh tanpa sadar dan menepis perasaan si lawan bicara. Namun, aku adalah seorang manusia tiga dimensi yang takkan seceroboh itu....Ah, kurasa tidak juga. Mengenai perasaan gadis di depanku sekarang, jawabanku masihlah kurang bagus. Ya, mungkin aku kurang lebih sama.

Setelah menerima kalimat itu, matanya mulai berkaca-kaca seolah telah mendengar hal yang mengharukan.

"....Baiklah. Aku akan percaya pada Kousuke. Tapi, kau juga harus melakukan yang terbaik"

Masih sama. Dirinya selalu menerima segala sesuatunya tentang diriku*.
[Kalimat ini memang muncul lagi]

Aku kemudian mengambil tangannya, yang sudah sering kugenggam di masa lalu.

"Terimakasih Ten-nee....Jadi, bagaimana kalau kita kembali sekarang? Kurasa, keduanya mulai khawatir"

Dengan anggukannya, langkah kamipun bergerak lagi. Walau posisi yang sekarang berbanding terbalik dengan masa lalu, tampaknya dia tetap nyaman dengan hubungan ini.

Genggaman yang meraih tanganku menjadi lebih erat.

☆☆☆☆

"Nahahahaha! Itu sebabnya, aku akan meninggalkan Kousuke untuk kalian!"

Setelah kembali ke klub sastra, Ten-nee yang duduk di sofa berperilaku angkuh di depan kedua gadis.

Dia sebelumnya dengan kasar meminta maaf karena telah memanfaatkan kantor konsultasi hanya agar bisa berbicara denganku. Yah, dia terlihat sangat bahagia karena telah memperbaharui persahabatan lama. Sangat jelas kalau dirinya terlalu gembira.

"Fufu, kukira kau benar-benar memperburuk masalahmu sendiri. Yah, biarkan saja seperti ini, kita sudah 'berpura-pura' membantu seorang gadis canggung dan sangat pemalu"

Duduk berlawanan dengan kami, Shinonome menikmati teh yang dibuat Aizawa. Dari luar, wajahnya tersenyum, tapi kau bisa merasakan kedengkian dalam kata-katanya. Ya apa boleh buat, Ten-nee telah membesar-besarkan kasus ini hingga wajar saja jika mereka marah....kecuali Aizawa yang duduk di sebelah, mungkin.

"Syukurlah~! Ketika Takatora-san terpojok dan menghilang, aku benar-benar khawatir! Tapi itu benar-benar bagus karena kau sepertinya dapat berdamai dengan Ikuno♪"

Gadis itu tersenyum gembira seolah-olah masalahnya sendiri. Apa dia tipe perempuan yang akan merasa bahagia melihat orang lain bahagia? Bagaikan malaikat tanpa noda, dirinya terlihat mempesona....Hanya jika kau tidak melupakan sesuatu tentang 'akting'. Ten-nee juga berkata bahwa dia berbahaya....

"Guuhh....Aizawa Manaha. Sesuai dugaan, kau memiliki bau seorang gadis yang sangat berbahaya! Bahkan lebih berbahaya dari Shinonome Ibuki. Uuuu~~~~"

Dan gadis kecil ini sampai menunjukkan taring sekaligus erangan seolah anak anjing. Ditambah lagi, karena model rambut Nekomimi, membuatnya makin mirip dengan binatang.

"Ba-Bau?! Tidak mungkin! Apa aku memiliki bau yang aneh?!"

Bingung dengan kata 'bau', Aizawa langsung mengendus lengan ramping dan kerah di belahan dada putihnya nya.

"Bukan! Bukan itu yang aku maksud! Aizawa Manaha, aku mendengar bahwa kau adalah pelacur yang memiliki segudang pengalaman dengan berbagai pria!!"

"Eh? A-Ah? Segudang pengalaman? Te-Tentu saja aku telah berhubungan dengan banyak pria! Ini, ini bahkan tidak bisa dihitung dengan kedua tangan!"

....Haahh, kenapa malah berbohong? Aku tahu kalau kau tidak mau ketahuan, tapi tidak perlu sampai terus-terusan mengulanginya, kan?

"Ternyata benar! Uuu, perempuan yang keterlaluan....A-Apalagi, dari luar kau memiliki karakter yang baik dan senyum yang manis....itu semua pasti hanya jebakan untuk memikat para lelaki. Dengar, akan berbeda jika kau menipu orang lain. Namun, kalau kau sampai mencoba menipu Kousuke, aku tidak akan memaafkanmu!!"

Seolah tak mau memberikan miliknya, Ten-nee memelukku yang duduk di samping. Aroma harum sampo yang melayang, dan dua gundukan mungil yang menekan, membuatku merasa malu.

Sama seperti kakak sesungguhnya, gadis ini sangat peduli dan terlalu khawatir. Kalau ini dulu, aku sudah terbiasa. Tapi, karena sekarang tubuhnya begitu kecil, dia lebih seperti adik yang manja.

"Me-Menipu?! Aku tidak akan melakukan hal semacam itu!"

"Hmm, begitu kah? Yah, mengatakan sebanyak ini sudah cukup. Lagipula, aku sudah mendengar sesuatu yang bagus*, jadi aku tidak perlu cemas lagi"
[Perkataan Ikuno pas ditangga, mungkin. Tentang dia yang sudah bisa menjaga diri sendiri]

Ten-nee mengirim lirikan ke arahku dan tertawa lebar sampai menunjukkan taring nya. Dia kemudian minum teh dalam satu tegukan dan meninggalkan tempat duduk sambil membawa tas klubnya.

"Ah, Ten-nee, kau sudah mau pergi?"

"Un, meski terlihat seperti ini, aku adalah andalan klub cheerleader!"

Dia terlihat masih punya berbagai hal untuk dibicarakan, namun kegiatan klub juga tidak bisa ditinggalkan. Kamipun berdiri dan mengantar Ten-nee pergi.

Berhenti di pintu masuk, gadis itu berjalan kembali ke sisiku.

"A-Aku baru saja ingat....Kousuke, cepat turunkan kepalamu"

"Eh, ada apa?"

"Ja-Jangan khawatir. Uuu, cepatlah"

Wajahnya memerah diiringi ekspresi khawatir dihadapan tatapan Shinonome dan Aizawa. Akupun menuruti apa yang dia minta. Setelah mengkonfirmasi bahwa kepalaku telah turun di ketinggian yang sama, Ten-nee sekilas melirik ke arah Aizawa.

"Aizawa Manaha. Ketika aku tiba di ruang klub, kau saat itu bertanya bagaimana rasanya berciuman, kan?"

"Ah? Ya, memang. La-Lalu, ada apa dengan hal itu?"

Mengingat adegan di waktu tersebut, Aizawa pun mulai merona seperti Ten-nee.

"Ka-Kalau begitu, lihatlah ini baik-baik. Sesuatu yang disebut ciuman....adalah seperti ini"

Tubuh kecil gadis didepanku bersandar lebih dekat dan perlahan meregangkan dirinya, kemudian....

"....Chu"

Sesuatu yang lembut nan berkilau menyentuh pipiku. Kejadian mengejutkan ini membuatku mundur satu milimeter*.
[Kenapa sampe nyebutin hal detail kayak 'satu milimeter'?....intinya, Ikuno kaget sampe tubuhnya secara reflek bergetar/melonjak sekali dan sedikit ke arah belakang. Yah, satu milimeter cuma kata kiasan]

Menyaksikan pemandangan ini, Aizawa menutup mulut dengan tangan, sedangkan Shinonome tiba-tiba berkedut.

"Ci-Ciuman adalah sesuatu seperti ini....namun, kau tidak boleh melakukannya dengan orang lain selain seseorang yang kau cintai. Ini bukanlah hal yang perlu dilakukan hanya karena alasan lemah seperti ingin tahu rasanya. Ka-Kau mengerti?"

Ten-nee kemudian berbalik dan bergerak lagi menuju pintu.

Disisi lain, Aizawa mengangguk pelan setelah mendengar itu.

"Me-Memang benar. Aku juga ingin memiliki ciuman pertama dengan seseorang yang ku cintai. Ikuno....maaf. aku salah karena telah meminta sebuah hal keterlaluan....Maaf untuk kalian berdua"

"Ba-Baguslah jika kau mengerti. Karena kau sudah tahu....uuu, a-aku harus pergi!"

....Tapi sialnya, Shinonome akan menembakkan panah terakhir pada lawan yang telah merebut mangsanya.

"Fu-Fufufufufu. Rantai kejadian yang sangat mendadak, bahkan aku sampai terkejut. Ini menjadi hari yang sungguh mengerikan karena dirimu....Takatora-san, tolong jawab pertanyaan terakhirku. Ketika kau menerima pemikiranku tentang kasus ini, ada satu hal yang belum kau akui. Jika itu mungkin, aku sangat tertarik untuk mendengarnya"

Apa ini tentang peristiwa di ruang audiovisual?.

Ten-nee dengan tenang mendengarkan secara menyeluruh apa yang dikatakan Shinonome. Satu-satunya hal yang dia bantah adalah saat dimana 'Seseorang mendorongku di ruang audiovisual'....Mungkinkah, itu hanya dalih?

Dia hanya menggeleng dengan wajah heran.

"Tidak, aku tidak melakukan apapun di ruang Audiovisual. Aku sudah bilang, kan?"

Dari nada suaranya, tak terasa kebohongan disana. Aku dan Shinonome hanya bisa bergumam 'Eh?', sambil melihat satu sama lain dengan tubuh kaku.

Berbicara tentang Aizawa, dia langsung memeluk erat Shinonome dengan mata berkaca-kaca sambil gemetaran.

Setelahnya, setiap pulang sekolah, aku tak pernah mencoba masuk ke ruangan itu lagi.


∆∆∆Chapter 6 berakhir disini∆∆∆

Catatan Penerjemah : sulit juga nerjemahin chapter ini.... banyak bagian yg ambigu.... -_-

Untuk kalian yg merasa bingung. Knapa Shinonome marah pas kluar dari ruang Audiovisual. Kalo menurutku itu karna Ikuno tidak sempat dirawat oleh Shinonome dengan saputangannya untuk dibersihkan dari mimisan, dan malah menggunakan tisu dari Aizawa yang mendadak datang.

Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]