Bokubitch chap 8 B. Indonesia
Chapter 8 Ada banyak hal yang tidak bisa aku lakukan.
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Tadi malam, alamat email klub surat kabar yang terbuka untuk umum di situs sekolah kami menerima data gambar dari alamat tak dikenal. Hal pertama yang mereka lalu lakukan di pagi hari adalah membagikan koran tambahan untuk para siswa. Tak lamapun, gambar itu jatuh ke tangan para guru.
Foto warna di koran memperlihatkan tentang Aizawa dan seorang pria setengah baya sebelum memasuki hotel cinta, tertulis di papan nama berwarna merah muda adalah nama hotel dan rincian biaya istirahatnya.
Segera kemudian, kepala sekolah mengadakan rapat staf khusus. SMA Urotan adalah shingakukou* terkenal di dalam prefektur. Pihak sekolah ingin melindungi reputasinya, mereka mungkin memutuskan untuk membersihkan tumor sebelum rumor buruk menyebar.
[Sekolah yg tujuan utamanya mempersiapkan para siswa agar masuk ke jenjang universitas]
"Sial!"
Di ruang klub sepulang sekolah, aku melihat beritanya sekali lagi sambil menggertakkan gigi.
Kami mungkin sudah difoto oleh penguntit pada waktu itu. Kalau saja aku lebih sadar, hal seperti ini....!
Dengan penyesalan dan rasa bersalah yang berputar-putar membuatku tak mampu berkonsentrasi pada pelajaran sama sekali. Tapi, harusnya ada orang lain di kelas kami yang memiliki kondisi sama, karena dia tidak muncul, bahkan tak sekali pun hari ini.
"Shinonome, dia pasti sudah mencoba yang terbaik demi Aizawa...."
Gadis itu adalah putri satu-satunya dari konglomerat Shinonome yang mengelola sekolah, pengutaran dari dia harusnya memiliki pengaruh pada para guru. Dia pasti sedang berjuang untuk mencabut pengusiran Aizawa, yang bisa disebut teman dekatnya. Tapi ini terlalu lama, aku terus dilanda kecemasan sepanjang hari.
Lalu, bagaimana kondisi orang yang bersangkutan....?
Mengingat wajah menangisnya tadi malam yang merasa bersalah karena menyianyiakan usahaku dan Shinonome. Reaksi macam apa yang dia miliki ketika mendengar tentang pengusiran? Hanya dengan membayangkan itu, aku dipenuhi kemarahan lagi terhadap diri sendiri seperti kemarin.
Disaat memikirkannya, pintu ruang klub di ketuk. Sungguh melegakan ketika dia memasuki ruangan, namun entah kenapa tatapan mata gadis ini serasa lebih dingin dari biasanya....
"Shinonome!! S-Syukurlah, aku pikir tidak bisa menemuimu di sini hari ini!"
Aku yang menunggu dengan tidak sabaran segera berdiri dari sofa dan berlari ke arahnya.
"Begitukah? Sangat menyenangkan ketika kau melakukan persis seperti yang aku harapkan. Namun, inilah keadannya"
"Eh....Apa maksudmu?"
Dalam sekejap, Shinonome memberitahu tanpa menatapku dengan mata dinginnya.
"Pengusiran Aizawa Manaha secara resmi diputuskan. Termasuk penjelasan kepada orang tua dan prosedur lain, hukuman ini akan diberlakukan dua hari kemudian. Karena perempuan itu adalah anggota klub sastra, aku bermaksud memberitahukannya kepadamu"
Paham bahwa sinar harapan terakhir telah lenyap, aku melihat ke bawah, merasa sedih.
Tak mungkin menyalahkan Shinonome. Lagipula, gadis ini pasti berdebat dengan guru demi Aizawa dari pagi sampai sekarang....Aku ingin berpikir demikian.
Tapi, tidak....
Aizawa yang bisa dikatakan sebagai teman dekatnya, barusan Shinonome menyebutnya apa?
Mirip dengan dulu ketika dia tak menyukainya, dia bilang 'perempuan itu'?
"Oi Shinonome. Aku ingin mendengarnya untuk berjaga-jaga tapi, sampai sekarang, apa yang sudah kau lakukan....?"
Tanpa memusingkan diriku yang sedang dalam kondisi mulai menyebarkan percikan api, dia menyikat rambut hitamnya yang halus.
"Apa yang kulakukan? Aku terus mendengar cerita para guru yang menentang keputusanku. Perempuan itu berlawanan dengan penampilannya, dia rajin hingga populer di kalangan guru. Banyak guru menjelaskan kalau foto itu semacam kesalahpahaman dan memintaku untuk menarik kembali pengusirannya. Meski keputusan akhir dari ojiisama diserahkan ke sekolah*, tanpa terasa kami berakhir membuang-buang banyak waktu"
[Maksudnya, kepastian tentang situasi Aizawa diserahkan ke sekolah, yg termasuk para guru dan Shinonome sendiri sbg cucunya. Merekapun berunding hingga menghabiskan waktu yg lama]
"Apa yang kau bilang? Caramu bicara, sama seperti kau yang membuat Aizawa berhenti sekolah...."
"Sungguh lelaki bodoh. Itu persis apa yang aku maksud"
Merasa kesal dari lubuk hati, celah mataku menyipit.
"Aku menghadiri rapat staf pagi ini sebagai perwakilan ketua dewan. Intinya, posisi itu adalah untuk orang yang mengelola administrasi dan manajemen sekolah, karena menilai masalah itu bisa merugikan kedua sisi, aku langsung memberi keputusan yang ketat"
"Tunggu! Aizawa yang muncul di foto kenyataanya bukan untuk melacur, kau sepenuhnya tahu akan hal itu, kan?! Tapi kenapa kau malah membuat temanmu sendiri keluar dari sekolah?!?!"
Bahkan jika harus dikeluarkan, terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
Aku dapat memahami pendapat yang muncul dalam berbagai bentuk dari para guru.
"Sudah kubilang sebelumnya. Aku akan menjadi kepala keluarga Shinonome, tanpa semangat yang kuat, aku takkan mampu mengelola konglomerat sendirian. Sesuatu seperti teman atau rekan itu tak perlu, aku tak boleh melakukan sesuatu seperti memilih perasaan pribadi diatas organisasi"
Tapi tetap saja, kesimpulan barusan terlalu terburu-buru.
Sangat jelas, Shinonome yang biasa takkan memberi keputusan tak masuk akal semacam itu. Apa yang membuat dia melakukannya? Kenapa tergesa-gesa? Aku tak bisa mengerti.
"Aizawa tidak melakukan sesuatu seperti pelacuran....Jika dia diusir, aku benar-benar takkan memaafkanmu"
"....Hee. Kau masih berpihak padanya hingga sekeras ini?"
Melihat dari wajahnya, Shinonome sedikit sedih.
....Tapi mungkin itu salah, dia akhirnya menunjukkan senyuman samar.
"Jika kau ingin mencegah pengusirannya, cobalah yang terbaik pada pertemuan sekolah yang diadakan dua hari dari sekarang. Mengenai hukuman Aizawa Manaha, kami berencana untuk mendengarkan pendapat siswa terakhir. Yah, bagaimanapun, sebelum foto bukti muncul, desas-desus semacam itu sudah ada sejak awal. Meski orang mungkin berkata dia populer, aku pikir tak ada yang akan melindunginya. Setelah diabaikan oleh semua orang, bisakah lelaki sepertimu melakukan sesuatu?"
"Ugh....itu...."
Memahami apa yang Shinonome maksud, aku mengepalkan tinju.
"Fufu, tidak bisa, kan? Mau bagaimana lagi, akibat trauma selama SD, kau takut ketika menjadi bahan perhatian. Beberapa minggu yang lalu di kelas, kau akan pingsan karena tekanan jika aku tak membantu. Mustahil orang sepertimu bisa mengusulkan sesuatu dihadapan seluruh siswa sekolah kita"
Pada akhirnya, aku mengerti siapa musuh yang harus di hadapi kali ini.
Jelas, diriku sendiri. Tapi, tentu saja itu bukan musuh sesungguhnya.
Jika mampu mengatasi trauma masa lalu, aku pasti akan menjadi tokoh yang di atur untuk menyelamatkan Aizawa di atas panggung. Hanya saja, ini juga akan memunculkan seorang musuh, yaitu pelacur berjenis rapi yang paling kutakuti, Shinonome Ibuki.
Shinonome selalu mendapat apa yang diinginkannya. Tak perlu menghabiskan waktu, tak perlu mengotori tangan, apa yang dia perlu hanyalah suatu taktik.
"....Dengan kata lain, agar berhasil menolong Aizawa aku harus dengan patuh menjadi milikmu, itu yang kau maksud, ya?"
Tak ada Jawaban. Tapi melihat bibirnya, aku bisa mengerti apa yang ingin dia katakan.
Menjadi orang yang menonjol itu terasa menjijikkan, jadi dia sudah tahu bahwa aku akan menyerah terlebih dahulu?
Sebagai contoh, bahkan jika aku mengatasi trauma dan mampu berbicara di seluruh pertemuan sekolah, apa yang menantiku adalah manusia berkemampuan super tinggi, Shinonome Ibuki. Selain itu, jika ingin membalas ketidakbersalahan Aizawa, dihadapan foto bukti, semua penjelasan akan serasa percuma. Shinonome pasti telah meramalkan ini, diriku terpojok dalam situasi di mana hanya ada satu opsi yang bisa dipilih. Jika begini, apa tidak masalah bagiku untuk mengikuti harapannya dan menjadi milik Shinonome?
....Tidak, tak peduli berapa banyak pembelaanku demi Aizawa, aku tak bisa melakukan hal semacam itu. Selama SMP, diriku jatuh ke dalam rencana pelacur bertipe rapi, mengalami waktu yang buruk diperlakukan sebagai alat latihan agar dia bisa berkencan dengan lancar bersama pacar aslinya. Aku tidak ingin memikirkan penderitaan seperti itu lagi, takkan pernah.
Kemarin aku sadar bahwa Aizawa adalah gadis baik. Karena itu, entah bagaimana diriku ingin membantu. Tapi, tanpa mengetahui caranya. apa yang harus diperbuat dalam situasi ini? Sialan! Seseorang, tolong katakan padaku....
"Jika kau tidak ingin menonjol, apa jawabanmu, kau seharusnya tahu kan? Tak ada banyak waktu yang tersisa, jadi tolong buat keputusanmu secepat mungkin"
"....Tunggu"
Untuk Shinonome yang membalikkan punggung dan hendak pergi, aku mengajukan pertanyaan yang kuingin konfirmasi dengan segala cara.
"Apa kau menerimanya? Apa kau benar-benar ingin temanmu dikeluarkan? Apa kau lupa kalau Aizawa memanggilmu 'teman'?"
"...."
Aku merasa Shinonome yang sekarang bukanlah Shinonome Ibuki yang asli, aku mengajukan pertanyaan, berharap untuk menenangkannya.
Namun setelah sebentar berdiri diam dan membuka pintu, dia berucap sambil tampak agak kesepian.
"Aku ingat apa yang perempuan itu katakan, tapi tidak ingat apa yang aku katakan"
Meski tidak mengerti arti kata-katanya, rasa sakit mengalir di dadaku seperti ada duri yang menempel di sana.
☆☆☆
Sementara pada kelas di hari berikutnya, aku memandangi langit berawan yang dipengaruhi oleh cuaca hujan.
Aizawa masih tidak masuk, sepertinya dia jadi tahanan rumah*. Duduk di kursi belakangku adalah Shinonome, hari ini kami tidak saling memandang maupun bertukar kata.
[Bagi yg gk tahu, tahanan rumah itu bentuk hukuman untuk 'mengurung' seseorang di kediamannya sendiri (atau istilahnya membatasi ruang lingkup hanya disekitar rumah). Misal, kau ketahuan bolos sekolah buat main warnet, terus pihak sekolah ngasih skorsing, ortu pun marah lalu gk ngebolehin keluar kecuali masa skorsing habis dan kau merenung atas kesalahan sekaligus mengaku takkan melakukannya lagi XD ]
Sepulang sekolah kemarin, aku ingin membantu Aizawa entah bagaimana. Tapi, malah pulang ke rumah dan ditempeli Sharte seperti biasa, setelah berpikir kembali dengan perlahan, aku menyadari bahwa itu mustahil.
Mula-mula, demi menolong Aizawa, aku harus mengatasi trauma untuk berbicara dihadapan seluruh siswa, selanjutnya harus membujuk Shinonome Ibuki. Sangat mustahil.
Oleh karena itu, pikiranku telah mencapai titik dimana pengusiran Aizawa dari sekolah sudah tak terelakkan.
Gadis itu tidak menyebalkan, aku mengerti dia gadis baik yang tidak akan melakukan sesuatu seperti pelacuran.
....T-Tapi....jika berpikir dengan hati-hati, bukankah Aizawa sering gonta-ganti barang bermerek meski tinggal di keluarga yatim? D-Dan juga, dia tak menjawab ketika aku menanyakan pekerjaan paruh waktu apa yang dia lakukan....Ah, seperti yang diharapkan gadis itu pelacur. Pasti begitu.
Aku tahu bahwa hatiku menolaknya. Tapi untuk membenarkan kelemahan sendiri, aku tak punya pilihan selain berpikir seperti itu untuk menerima pengusiran Aizawa.
☆☆☆
Sepulang sekolah, aku pergi ke ruang klub dan Shinonome sudah ada di sana.
Besok jam kelas pagi akan digantikan dengan rapat sekolah. Karena Shinonome merupakan perwakilan ketua dewan, besok pagi dia takkan punya waktu untuk bertemu denganku. Dengan kata lain, hari ini adalah kesempatan terakhir untuk memintanya menolong Aizawa. Demi mendengar jawabanku, Shinonome sudah pasti menunggu di ruang klub.
Aku duduk di sofa di arah berlawanan dengan Shinonome yang sedang menurunkan pandangannya, melihat sebuah buku.
Untuk meniru Shinonome, aku mengeluarkan novel ringan dari tas dan mulai membaca. Walau dia sedikit melirik ke arah sini, aku hanya membenamkan diri di dunia fantasi untuk lari dari kenyataan.
Aizawa yang merupakan anggota klub terancam diusir, sedangkan aku malah di sini menikmati novel ringan.
Tiba-tiba berpikir tentang klub ini dibubarkan Jumat besok, memenuhi diriku dengan perasaan menyakitkan.
Tentu saja, perasaan kehilangan akan sangat buruk jika ruang klub lenyap. Tapi dengan perasaan kehilangan seperti itu, kenapa ada perasaan bersalah pada Aizawa?.
Aku memang bisa menikmati novel ringan sekarang karena dia masih menjadi tahanan rumah. Tapi, bagaimana jika aku melihat Aizawa dikeluarkan sementara tahu dia tidak bersalah? Pada saat itu, bisakah aku menikmati waktu seperti sekarang? Kehidupan sekolah tanpa Aizawa, bisakah aku menikmatinya disaat menatap kursi belakangku yang kosong?
Ketika sadar, waktu untuk meninggalkan sekolah telah mendekat, daerah sekitarpun sudah menjadi gelap gulita. Berdiri sambil memegang tas, aku hendak meninggalkan ruangan tanpa menyebut apapun kepada Shinonome yang masih membaca.
Kesempatan terakhir untuk meminta bantuan demi Aizawa adalah sekarang. Jika aku melewatkan ini, pengusirannya akan dipastikan....Namun aku pergi begitu saja, menutup pintu dengan tangan gemetar.
Disaat melakukan itu, aku merasa bahwa jari-jari Shinonome sedikit meregang, mencoba menghentikanku.
Dalam perjalanan pulang, aku pergi ke daerah elektronik yang terletak di antara stasiun terdekat ke sekolah dan stasiun lain*.
[Kalau ada yg belum ngerti. Perjalanannya kayak begini, Stasiun > Daerah Elektronik > Stasiun lagi > Sekolah]
Aslinya dari awal, aku bermaksud berkeliaran dan menikmati window shopping di GAMERS, Tora no Ana, Sofmap, Animate, dan lain-lain*....Tapi ternyata percuma.
[Itu semua adalah toko terkenal di Akihabara. Di GAMERS banyak barang2 keperluan otaku seperti komik dan game. Tora no Ana adalah ladangnya Doujinshi. Sofmap bisa dibilang toko yg menjual berbagai keperluan elektronik semisal PC, konsol game, mainan dan sebagainya (cabangnya ada banyak). Sedangkan Animate terkenal di kaum hawa karena banyak nyediain hal2 bertema BL. Sumber MATCHA : Tentang Sofmap , GAMERS, Animate, dan Tora no Ana ]
Aku pikir jika dikelilingi oleh hal-hal yang kusukai, perasaan bersalah terhadap Aizawa akan teralihkan dan memudar. Namun, itu tidak menghilang sama sekali. Sebaliknya, menjadi lebih besar daripada sebelum meninggalkan sekolah.
Kalau begitu, bagaimana dengan ini? Dulu aku pernah berniat untuk pergi ke suatu tempat semacam 'itu' sekali, jadi aku memasuki sebuah Maid Cafe* yang sangat terkenal, {E • maid}. Untuk lari dari kenyataan, aku pikir ingin mengalami hal yang menakjubkan di hari biasa.
[Sesuai namanya, Maid Cafe itu kafe yg pegawainya berdandan ala pembantu. Bagi yg sudah menonton Kaichou wa Maid-sama pasti sudah paham]
Sambil melihat menu, aku juga melihat keadaan menenangkan toko.
Ini pertama kalinya aku di Maid Cafe jadi wajar kalau gugup....
Anehnya, ada banyak pegawai kantoran dalam perjalanan pulang di toko, sebagian besar kursipun terisi. Sebagai Maid Cafe yang populer, semua Maid-san di lantai ini cantik sekaligus manis. Meski mereka tampak benar-benar sibuk, gadis-gadis itu dengan hangat menyambut 'tuan dan nyonya' mereka sambil melayani dengan tulus.
"Ah"
Akulah yang beranggapan bahwa tidak perlu berpikir macam-macam jika ada di sini. Tapi anggapan itu dihancurkan oleh seorang pembantu yang muncul dari interior. Pembantu ini memiliki rambut pirang yang sangat mirip dengan seseorang, karena usia mereka kurang lebih sama, serasa tidak nyaman ketika mengingatnya.
Aku segera menunduk, mencoba berpaling dari garis pandangnya dan tak bisa berhenti menekan kakiku tanpa sadar.
Suara maid-san ini persis seperti Aizawa. Sedikit menaikkan tatapan, aku melihat senyumnya yang sempurna tapi agak canggung ke arah seorang pelanggan pria.
Akhirnya, dia datang ke mejaku, dengan suara ceria dan terkesan akrab.
"Goshujin-sama, ini air dinginnya! Apa Anda sudah memutuskan untuk memesan....eh?"
Dia yang hendak meletakkan air menatap wajahku untuk beberapa alasan, dan akhirnya kehilangan tumpuan....'Pashaaaa!'.
Semua air dalam gelaspun tumpah ke celanaku.
"Eh....?"
Aku membeku dalam peristiwa mendadak ini. Tapi, gadis di depanku malah terus menatap sementara seluruh tubuhnya juga terkaku.
"....Ke-Kenapa Ikuno di sini?"
Gadis itu menatapku dengan mata bulat besar terbuka lebar karena sedang terkejut.
Tak salah lagi, dia gadis yang saat ini seharusnya menjadi tahanan rumah, Aizawa Manaha.
☆☆☆
Aku datang ke lantai dua kafe. Ini merupakan kamar yang mirip ruang ganti dimana tempat mesin cuci, persediaan peralatan toko, dll diletakkan. Di sana, aku membungkus bagian bawah tubuh dengan handuk mandi dan duduk pada kursi di depan mesin pengering, menunggu celana panjang dan celana dalamku kering.
"M-Maaf sekali. Aku tidak menyangka Ikuno ada di sini, jadi aku tercengang dan...."
Aizawa yang mengenakan seragam pembantu rapi berwarna dasar hitam putih, menatapku dengan canggung.
"Sudah kubilang, tidak apa-apa...."
Aku melakukan hal yang sama sebelumnya, jadi aku tidak bisa marah.
"Kesampingkan itu, pekerjaan paruh waktu yang Aizawa katakan ada di Maid Cafe ini, ya?"
"U-Un"
"Emm....Aku tidak ingin mengkritik tapi, kenapa kau tidak memberitahu ketika kutanyai sebelumnya? Kurasa ini bukanlah pekerjaan yang sampai perlu bersikap malu, kan?"
"Itu....karena, semua teman di sekitarku memalsukan usia mereka untuk bekerja di kaba*, tapi aku hanya memiliki pekerjaan paruh waktu seperti ini, jadi rasanya memalukan...."
[Ver english juga masih meragukan bagian ini. Menurut penerjemahnya, kata ã‚ヤパ (Caba di ver english) mungkin adalah kabaret, yaitu suatu tempat mirip kafe yang pegawainya menghibur para tamu/pelanggan, misal dengan pertunjukkan berupa menari atau bahkan yg sedikit berbau dewasa....hanya saja, menurutku ini mungkin merujuk ke pub atau bar dan teman2 Aizawa bekerja sbg bartender atau pelayan disana. Tahu Kawasaki Saki dari Oregairu?]
Siswa SMA yang bekerja di caba....seperti yang diharapkan ada banyak gadis semacam itu di antara teman-teman Aizawa ya?
"Yah, kupikir ini pekerjaan paruh waktu yang normal....Maksudku, jika kau semalu itu, Aizawa terlihat cukup mencolok jadi kupikir kesesuaianmu untuk bekerja di caba tidaklah buruk"
Karena saat ini Aizawa adalah orang yang paling ingin kutemui, aku tak bisa melihat wajahnya secara langsung.
"Begitu ya....Seperti yang diduga, aku tidak cocok untuk ini, kan?"
"Tidak, bukan itu yang aku maksud"
"T-Tidak apa-apa. Semua orang juga bilang aku cocok dengan hal-hal mencolok...."
Aizawa tampaknya malu karena dia terlihat mengenakan seragam maid, dia tersipu dan berbalik ke sisi yang berlawanan.
"Tapi bekerja di caba, bagaimanapun juga tidaklah baik. Bekerja seperti itu meski di bawah umur, kupikir tidak pantas....dan mengekspos hal-hal seperti d-dada atau pantat benar-benar diperlukan di sana, kan? Hal semacam itu terlalu ecchi, tidak senonoh. Lagipula, aku....lemah kalau harus berhadapan dengan seorang lelaki"
Karena berbicara denganku seperti gadis normal membuatku lupa, Aizawa memiliki androphobia. Tapi apa ini, setelah menegaskan kembali bahwa dia gadis yang baik, perasaan bersalah semakin bertambah....
"Kesampingkan itu, Aizawa seharusnya menjadi tahanan rumah, kan? Apa boleh bekerja dengan normal?"
"A-Ahaha....tidak, tentu saja tidak. Tapi, aku tidak bisa tenang kalau tidak menggerakkan tubuh...."
Dia yang akhirnya mengalihkan wajah ke arahku menunjukkan senyuman sedih.
"Maaf. Jika aku lebih perhatian tentang Aizawa yang tidak mengenakan penyamaran pada saat itu, hal semacam ini takkan terjadi"
"U-Uun! Ikuno tak perlu khawatir! Itu pada awalnya kesalahanku yang mencoba sombong dengan berbohong kepada teman-teman....Jadi Ikuno maupun Ibuki, tolong jangan keberatan sama sekali!"
Aku tahu Aizawa akan mengatakan itu.
Gelombang perasaan dalam diriku tumbuh lebih besar sekali lagi.
"Hanya saja....Okaa-san, sedikit heran. Membuatku agak khawatir"
"Apa tentang hal pelacur....Aku mengerti itu bohong, tapi dia percaya penjelasan dari pihak sekolah, ya?"
Mengetahui putri yang dibesarkannya sendirian melacurkan diri, itu pasti mengejutkan....
"Uun, ini berbeda, Ikuno. Setelah mendengarku dengan sungguh-sungguh, okaa-san percaya bahwa aku tidak melacurkan diri. 'Berlagak dengan berbohong kepada teman-teman, itu benar-benar sepertimu' dan hanya tersenyum. Tapi, sesuai dugaan, dia kelihatannya tidak tahan kalau aku diusir...."
Aizawa menjelaskan bahwa selama di SMP, keadaan ekonomi sangat sulit bagi ibunya untuk membiarkan dia berlanjut ke jenjang SMA. Pada waktu itu ibunya sangat menyesal, terlalu menyakitkan untuk dibayangkan.
"Oleh karenanya, aku belajar sangat keras demi okaa-san. Hingga bisa mendaftar di Urotan berkat beasiswa....pada saat itu, okaa-san sangat senang"
Seorang ibu yang baik menginginkan kebahagiaan putrinya di atas segala hal. Namun, ketika putrinya akan dikeluarkan karena alasan yang tak masuk akal, dia pasti menerima kejutan yang cukup besar.
Tunggu, daripada untuk diri sendiri, apakah Aizawa berjuang demi ibunya?
"Mungkinkah, Aizawa bekerja di Maid Cafe juga demi ibumu atau semacam itu?"
Dia kemudian tertawa malu.
"U-Un....Ahaha. Karena keuangan keluarga kami sangat parah, akupun berniat membantu okaa-san meski hanya sedikit. Jadi bekerja dengan upah per jam seperti ini bagus, aku merasa begitu. Jika biaya makanan dan tenaga bisa berkurang, kupikir okaa-san akan bisa membeli barang-barang yang dia sukai"
"...."
Kenapa, kenapa ada gadis yang sebaik ini? Aku ingin melarikan diri dari perasaan bersalah yang menyiksa hati. Untuk itu, dia perlu dibuktikan sebagai pelacur. Kalau tidak....ya, kalau tidak aku takkan pernah bisa membuat alasan untuk tidak menolongnya.
Aku akhirnya melempar pertanyaan ini.
"Aizawa, kau sering membeli dan mengganti barang bermerek, kenapa begitu....?"
"Eh? Emm, tentang itu...."
Perempuan inipun memerah, dia memutar ujung rambutnya menggunakan jari karena kebiasaan.
"Jujur saja, itu agar okaa-san merasa lega"
Okaa-san lagi. Singkatnya, Aizawa adalah putri yang baik dan berbakti.
"Pada awalnya ketika aku memasuki SMA, untuk putri yang seharusnya menikmati masa muda, sepertinya okaa-san sangat menyesal karena tidak dapat menambah uang saku....Selain itu, meski mulai bekerja paruh waktu, aku ingin menabung untuk masa depan jadi aku tidak menggunakan banyak uang. Tapi, karena okaa-san melihatku tidak menggunakan uang dan hanya menaruhnya di rumah, {Aku tidak bisa memakai uang yang kau hasilkan dengan keringatmu sendiri} diapun salah paham dan murung...."
Mendengar cerita seperti itu, ibu Aizawa tampaknya pribadi yang serius karena sangat peduli pada putrinya....
Aizawa mungkin mengerti apa yang aku rasakan, dia tersenyum pahit.
"Oleh karena itu, aku biasanya membeli barang bermerek murah dari toko daur ulang, jadi aku bisa membujuk okaa-san untuk menggunakan uang yang cukup demi dirinya sendiri. Jika dia melihatku memakainya secara teratur, dia akan merasa lega, kan? Berkat itu, baru-baru ini perasaan berhutang Okaa-san yang berhubungan dengan tidak meningkatkan uang sakuku sepertinya telah menghilang"
Sangat bagus ketika dia tersenyum bahagia.
Ketidakbersalahan Aizawa terbukti sempurna sekarang. Tak ada hal yang bisa lebih meragukannya.
Dan sekarang aku menghadapi perasaan bersalah karena mencoba meninggalkan gadis ini.
Mesin pengering kemudian berhenti, dengan suara yang menginformasikan bahwa celana panjang dan celana dalamku kering
Aizawa lalu melangkah keluar untuk sementara, akupun meninggalkan ruang istirahat itu setelah selesai berganti pakaian.
"Terakhir, terimalah ini, Ikuno! Aku memberikannya kepadamu!"
"Eh, ini....?"
Menerima buku catatan pink yang imut, aku dibuat bingung.
"Besok pengusiranku, kan? Oleh karena itu aku tidak akan menjadi anggota klub sastra lagi....di buku catatan ini tertulis tentang bagaimana mencegah klub dari pembubaran yang kubuat sendiri, sekarang kuberikan padamu. Meski Jumat besok adalah hari diputuskannya, mungkin takkan ada cukup waktu, tapi....aku yakin itu akan membantumu menemukan beberapa anggota, mungkin?"
Aizawa memiliki ekspresi campuran tersenyum dan menangis. Itu normal. Dia akan diusir walau tidak benar-benar melacur. Tentu, tak tertahankan hanya dengan memikirkan hal itu.
Lalu, kenapa perempuan ini tidak meludahkan perasaannya? Sederhana saja.
Meski baru sadar beberapa waktu yang lalu, aku akan marah jika air tumpah di pakaianku. Tapi Aizawa di hari itu, ketika aku melakukan hal yang sama dia hanya tertawa dan memaafkanku.
Meski akan dikeluarkan besok, dia masih menjadi gadis baik yang peduli pada orang lain. 'Jika aku menangis, maka kau pasti akan menyalahkan diri sendiri, kan?' Kekhawatirannya ini....
Tapi dia mampu mengatasinya. Setelah semua, sekilas aku mengerti bahwa Aizawa telah menangis sepanjang malam kemarin karena bagian bawah matanya agak merah dan bengkak....
Aku menaruh buku catatan itu di tas, lalu berpindah ke pintu dan meletakkan tanganku di kenopnya.
"Ikuno...."
Menoleh ke belakang, setelah ragu-ragu, Aizawa menelan kata-kata yang akan dia ucapkan. Dan kemudian, dengan senyuman berucap.
"Maaf karena hanya mengganggumu sampai akhir. Jangan lupakan aku, ya?"
Tanpa tahu bagaimana harus menjawab dan terjebak dalam situasi di mana diriku bingung tentang tindakan apa yang harus di lakukan besok, aku tak bisa membalas dengan kata-kata yang tidak bertanggung jawab. Hanya saja, aku yakin tentang apa yang ku pikirkan.
Bagaimanapun, aku tidak ingin melihat sesuatu seperti wajah menangis gadis ini.
"....Seragam pelayan, kupikir itu cocok untukmu"
Pada akhirnya, langkahku bergerak meninggalkan ruangan setelah berkata demikian.
Sambil tersenyum dan mengawasiku, Aizawa dengan samar berkata "Jangan terlalu memaksakan diri".
☆☆☆
Kembali ke kasur seusai menempatkan Sharte tidur, aku bangun setelah 1 jam.
Melihat mejaku sambil berbaring di kasur, aku kebetulan melihat notebook pink Aizawa. Membacanya sebelum pergi tidur, ada sekitar 20 rencana strategi untuk mencegah pembubaran klub teruntai di sana. Terlebih lagi dihiasi karakter-karakter lucu yang digambar dengan tangan menggunakan pena warna-warni.
Ketika diriku menyerah, Aizawa menulis sesuatu pada catatan ini di ruang klub. Tapi tidak mungkin dia mampu selesai membuat sebanyak ini kecuali juga melakukannya di rumah.
"Kuh...."
Menjadi bahan perhatian dan bicara di depan semua siswa itu menakutkan. Menghadapi Shinonome juga menakutkan. Tapi aku ingin menolong Aizawa....Yah, sesuai dugaan aku tidak punya pilihan selain menghadapi Shinonome kan?
Hanya saja, tak mungkin bisa menandingi orang itu. Shinonome yang sangat pintar setidaknya satu atau dua kali lebih terampil dariku.
Masalah kali ini adalah, Shinonome ingin mendapatkanku dengan segala cara, dia pasti telah memanfaatkan seseorang yang mau melakukan apa pun untuk menguntit Aizawa, aku yakin orang tersebut lah yang memotret pada momen menentukan itu. Tak diragukan lagi, ketika kasus Ten-nee, tatapan yang aku rasakan saat didepan ruang audiovisual juga pasti dari orang dibawah kendalinya. Memahami kelemahanku bahwa Aizawa adalah anggota klub yang sangat diperlukan, dan akhirnya berniat mengancam....Bergaul baik dengan Aizawa, harusnya semua itu kepura-puraan demi mendapatkanku.
Aku memikirkan cara untuk membantu Aizawa dengan kepalaku yang hanya setengah bangun. Tapi tak ada hal bagus yang muncul.
Aku kemudian hendak berdiri untuk menenangkan diri dengan meminum susu, tapi....
"A-Apa? Tubuhku, tak bisa digerakkan...."
Mungkin karena berpikir sepanjang waktu, sampai sekarang aku baru sadar bahwa ada sesuatu yang menahan perutku.
Aku diam-diam membalik futon---
"Aa, Nii-saa〜n♪"
---dan menarik futonnya kembali.
Kurasa itu pasti karena masih setengah bangun, aku menggosok mataku dan sekali lagi membalikkan futon.
"Kunkun*....aah, seperti yang diduga, bau Nii-san tak tertahankan♪"
[Kunkun = mengendus]
Mengenakan kemeja putih, gadis cantik berambut perak ini sedang menggosok-gosokkan pipinya ke dadaku.
Dia yang selalu tanpa ekspresi seperti es menutup mata dengan gembira, seolah ada tanda hati yang menyebar darinya.
"Oi Sharte, apa yang kau lakukan?"
"Ah"
Disaat adikku akhirnya memperhatikanku, dia perlahan-lahan duduk.
Dia seketika berganti ke wajah tanpa ekspresi yang biasa, matanya yang kosong di mana kau tidak bisa merasakan hawa hidup berkelap-kelip.
"Nii-san. Hanya karena adikmu melakukan yobai*, tolong jangan berwajah jorok seperti itu"
[Aku kayaknya pernah ngasih tahu tentang Yobai di novel WT. Yobai ini dilakukan oleh laki2 dan perempuan yg belum menikah. Saat malam, si laki2 akan mengendap-endap ke kamar si gadis sambil memberitahu niatnya, jika si gadis setuju, mereka akan tidur bersama. Bedanya, Sharte yg malah mengendap-endap ke kamar Ikuno bahkan tanpa diketahui]
"Jangan bangga ketika kau melakukan Yobai, dasar!"
Beberapa menit kemudian, aku dan Sharte berbaring berdampingan di ranjang yang sama. Meski hal-hal seperti menghitung noda di langit-langit tidak terjadi, karena kami sudah tidur bersama sejak kecil, daripada tidak nyaman, ada perasaan lega.
Lalu, untuk memecah keheningan Sharte bertanya dengan nada tenang.
"Nii-san, belakangan ini kau tidak terlihat aneh, apa terjadi sesuatu?"
"Uu....jadi, Sharte memang tahu, ya?"
"Tentu saja. Aku selalu berada di samping Nii-san, kan? Belakangan ini Nii-san tidak berpikir tentang skenario game ataupun nukige*, kau berada dalam proses memanas hingga berniat melompat langsung pada lawan jenis untuk hal ecchi....Nii-san, bagaimana kalau menggunakan aku sebagai pelampiasan?"
[Nukige ini, gimana jelasinnya ya? Mirip Eroge (VN 18+) lah....lebih jelasnya lihat Disini, tapi isinya inggris semua XD ]
"Kenapa menjadi seperti itu?!"
Maksudku, ketika aku tidak di sini apa dia memeriksa kamarku?
Walau dia adik yang imut, bagian ini benar-benar menyebalkan.
"Nii-san, aku tak keberatan jika kau menganggapku sebagai boneka seks. Karena itu...."
"Tidak, dengar, jangan bahas ini lagi....haahh"
"....Seperti yang diduga, sesuatu yang membuatmu khawatir terjadi, ya?"
Menunjukkannya diriku yang lemah seperti sekarang tidaklah keren. Tapi sekarang aku ingin berbicara dengan seseorang.
"Jujur saja....besok, seorang gadis akan dikeluarkan....Untuk mencegah demi dirinya, aku harus berjuang dihadapan semua siswa di sekolah"
"...."
"....Eh, Sharte?"
Wajahku terkubur di dadanya sambil dipeluk erat. Melalui baju tipis, kehangatan tersalur dari tubuhnya yang kecil dan ramping, aroma semerbak sampo gadia ini membuat jantungku berdetak lebih kencang.
"Nii-san, tolong jangan mengorbankan dirimu demi orang lain lagi"
Itu suara yang sama tanpa perasaan seperti biasa. Tapi aku mengerti bahwa entah dimana, dia sedang sedih.
"Selama di SD, Nii-san telah berkorban hanya untuk melindungiku. Tapi akibatnya, kau menderita rasa sakit selama 3 tahun....itulah yang membuatmu takut menjadi bahan perhatian, aku sangat tahu"
Itu adalah cerita pada saat Sharte kelas dua di SD, sedangkan aku masih siswa kelas tiga.
Suatu hari, aku terkejut melihat penampilan Sharte ketika dia pulang. Rambut perak yang cantik terpotong di sana-sini dengan gunting atau sesuatu, wajah dikotori oleh lumpur, pada pakaian gaya barat dan tasnya, berbagai penghinaan tertulis menggunakan krayon dengan warna berbeda. Menurut cerita Sharte, gadis pemimpin kelas berkata bahwa sifat diamnya yang seperti boneka itu menjijikkan, seluruh kelaspun mulai mengolok-oloknya. Terlebih lagi pipinya ditampar berkali-kali, satu sisi menjadi sangat merah dan bengkak.
Syok akibat kehilangan keluarga membuat Sharte tak bisa mengekspresikan perasaannya. Karena itu, meski tak menangis, gemetar ditubuhnya sedikit memberitahuku hal itu. Anggota keluarga penting yang berada di sisi untuk menutupi kesepian terhadap orang tuaku telah terluka*.
[Ingat, ortu Ikuno sering bepergian diluar negeri jadi jarang pulang]
Aku merasa sangat marah sampai-sampai darahku mendidih.
Keesokan harinya, pembalasanpun diputuskan. Semua siswa berkumpul di gimnasium, ada saatnya bagi kami untuk mendengar cerita guru. Aku pada saat itu naik ke panggung dan mencela gadis yang menjadi pelaku kasus penghinaan Sharte, dia lalu meminta maaf sambil menangis.
Tapi itu tak berakhir di sana. Siswi pemimpin kelas yang menghina Sharte, adalah adik perempuan dari seorang gadis imut dan populer di kelasku bernama Okada. Aku yang juga populer di kelas kami, awalnya tidak berpikir baik tentang sifat sombong Okada, aku dikira menanggapi kasus adiknya terlalu serius, dia membuat semua orang di kelasku percaya demikian.
Di awal, aku mampu menanggungnya. Tapi situasinya berubah di tengah jalan.
Walaupun masih kelas tiga, aku dengan berani naik ke panggung dan melakukan hal yang egois, kakak kelaspun tak berpikir baik tentangku. Di koridor, ketika aku lewat selama waktu istirahat, mula-mula mereka akan mulai dengan mengklik lidah, secara bertahap menjadi tendangan dan segera mencapai titik dimana aku dipukuli.
Menjadi terisolasi di kelas, aku yang tidak punya orang untuk diajak bicarapun perlahan kehilangan keyakinanku yang dulu. Okada sebagai peran kunci telah melakukan hal-hal kejam yang sama dilakukannya pada Sharte. Efek berlanjut bahkan ketika aku berganti kelas, itu sebabnya sisa 3 tahun adalah neraka bagiku.
"....Aku tahu kalau Nii-san baik. Tapi ini sudah...."
Suaranya tanpa emosi seperti biasa. Tapi tubuhnya gemetar sedikit, mengingatkan hari itu....Diriku sungguh tidak berguna. Sampai membuat adik berhargaku cemas....
"Kaburlah jika memang menyakitkan, mengerti? Aku akan selalu berada di sisi Nii-san"
"Un....terimakasih, Sharte. Aku juga takkan memaksakan diri"
Keteguhanku tumbuh setelah mendengar ucapannya. Aku lalu menepuk kepala Sharte dengan pelan.
Segera, ketika Sharte berpikir aku sudah tidur, dia---
"Tapi Nii-san, kau selalu memilih jalan semacam ini ya...."
---berbisik dengan nada bahagia bercampur sedih, kemudian memelukku sedikit lebih erat.
☆☆☆Chapter 8 berakhir disini☆☆☆
Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel
Tadi malam, alamat email klub surat kabar yang terbuka untuk umum di situs sekolah kami menerima data gambar dari alamat tak dikenal. Hal pertama yang mereka lalu lakukan di pagi hari adalah membagikan koran tambahan untuk para siswa. Tak lamapun, gambar itu jatuh ke tangan para guru.
Foto warna di koran memperlihatkan tentang Aizawa dan seorang pria setengah baya sebelum memasuki hotel cinta, tertulis di papan nama berwarna merah muda adalah nama hotel dan rincian biaya istirahatnya.
Segera kemudian, kepala sekolah mengadakan rapat staf khusus. SMA Urotan adalah shingakukou* terkenal di dalam prefektur. Pihak sekolah ingin melindungi reputasinya, mereka mungkin memutuskan untuk membersihkan tumor sebelum rumor buruk menyebar.
[Sekolah yg tujuan utamanya mempersiapkan para siswa agar masuk ke jenjang universitas]
"Sial!"
Di ruang klub sepulang sekolah, aku melihat beritanya sekali lagi sambil menggertakkan gigi.
Kami mungkin sudah difoto oleh penguntit pada waktu itu. Kalau saja aku lebih sadar, hal seperti ini....!
Dengan penyesalan dan rasa bersalah yang berputar-putar membuatku tak mampu berkonsentrasi pada pelajaran sama sekali. Tapi, harusnya ada orang lain di kelas kami yang memiliki kondisi sama, karena dia tidak muncul, bahkan tak sekali pun hari ini.
"Shinonome, dia pasti sudah mencoba yang terbaik demi Aizawa...."
Gadis itu adalah putri satu-satunya dari konglomerat Shinonome yang mengelola sekolah, pengutaran dari dia harusnya memiliki pengaruh pada para guru. Dia pasti sedang berjuang untuk mencabut pengusiran Aizawa, yang bisa disebut teman dekatnya. Tapi ini terlalu lama, aku terus dilanda kecemasan sepanjang hari.
Lalu, bagaimana kondisi orang yang bersangkutan....?
Mengingat wajah menangisnya tadi malam yang merasa bersalah karena menyianyiakan usahaku dan Shinonome. Reaksi macam apa yang dia miliki ketika mendengar tentang pengusiran? Hanya dengan membayangkan itu, aku dipenuhi kemarahan lagi terhadap diri sendiri seperti kemarin.
Disaat memikirkannya, pintu ruang klub di ketuk. Sungguh melegakan ketika dia memasuki ruangan, namun entah kenapa tatapan mata gadis ini serasa lebih dingin dari biasanya....
"Shinonome!! S-Syukurlah, aku pikir tidak bisa menemuimu di sini hari ini!"
Aku yang menunggu dengan tidak sabaran segera berdiri dari sofa dan berlari ke arahnya.
"Begitukah? Sangat menyenangkan ketika kau melakukan persis seperti yang aku harapkan. Namun, inilah keadannya"
"Eh....Apa maksudmu?"
Dalam sekejap, Shinonome memberitahu tanpa menatapku dengan mata dinginnya.
"Pengusiran Aizawa Manaha secara resmi diputuskan. Termasuk penjelasan kepada orang tua dan prosedur lain, hukuman ini akan diberlakukan dua hari kemudian. Karena perempuan itu adalah anggota klub sastra, aku bermaksud memberitahukannya kepadamu"
Paham bahwa sinar harapan terakhir telah lenyap, aku melihat ke bawah, merasa sedih.
Tak mungkin menyalahkan Shinonome. Lagipula, gadis ini pasti berdebat dengan guru demi Aizawa dari pagi sampai sekarang....Aku ingin berpikir demikian.
Tapi, tidak....
Aizawa yang bisa dikatakan sebagai teman dekatnya, barusan Shinonome menyebutnya apa?
Mirip dengan dulu ketika dia tak menyukainya, dia bilang 'perempuan itu'?
"Oi Shinonome. Aku ingin mendengarnya untuk berjaga-jaga tapi, sampai sekarang, apa yang sudah kau lakukan....?"
Tanpa memusingkan diriku yang sedang dalam kondisi mulai menyebarkan percikan api, dia menyikat rambut hitamnya yang halus.
"Apa yang kulakukan? Aku terus mendengar cerita para guru yang menentang keputusanku. Perempuan itu berlawanan dengan penampilannya, dia rajin hingga populer di kalangan guru. Banyak guru menjelaskan kalau foto itu semacam kesalahpahaman dan memintaku untuk menarik kembali pengusirannya. Meski keputusan akhir dari ojiisama diserahkan ke sekolah*, tanpa terasa kami berakhir membuang-buang banyak waktu"
[Maksudnya, kepastian tentang situasi Aizawa diserahkan ke sekolah, yg termasuk para guru dan Shinonome sendiri sbg cucunya. Merekapun berunding hingga menghabiskan waktu yg lama]
"Apa yang kau bilang? Caramu bicara, sama seperti kau yang membuat Aizawa berhenti sekolah...."
"Sungguh lelaki bodoh. Itu persis apa yang aku maksud"
Merasa kesal dari lubuk hati, celah mataku menyipit.
"Aku menghadiri rapat staf pagi ini sebagai perwakilan ketua dewan. Intinya, posisi itu adalah untuk orang yang mengelola administrasi dan manajemen sekolah, karena menilai masalah itu bisa merugikan kedua sisi, aku langsung memberi keputusan yang ketat"
"Tunggu! Aizawa yang muncul di foto kenyataanya bukan untuk melacur, kau sepenuhnya tahu akan hal itu, kan?! Tapi kenapa kau malah membuat temanmu sendiri keluar dari sekolah?!?!"
Bahkan jika harus dikeluarkan, terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
Aku dapat memahami pendapat yang muncul dalam berbagai bentuk dari para guru.
"Sudah kubilang sebelumnya. Aku akan menjadi kepala keluarga Shinonome, tanpa semangat yang kuat, aku takkan mampu mengelola konglomerat sendirian. Sesuatu seperti teman atau rekan itu tak perlu, aku tak boleh melakukan sesuatu seperti memilih perasaan pribadi diatas organisasi"
Tapi tetap saja, kesimpulan barusan terlalu terburu-buru.
Sangat jelas, Shinonome yang biasa takkan memberi keputusan tak masuk akal semacam itu. Apa yang membuat dia melakukannya? Kenapa tergesa-gesa? Aku tak bisa mengerti.
"Aizawa tidak melakukan sesuatu seperti pelacuran....Jika dia diusir, aku benar-benar takkan memaafkanmu"
"....Hee. Kau masih berpihak padanya hingga sekeras ini?"
Melihat dari wajahnya, Shinonome sedikit sedih.
....Tapi mungkin itu salah, dia akhirnya menunjukkan senyuman samar.
"Jika kau ingin mencegah pengusirannya, cobalah yang terbaik pada pertemuan sekolah yang diadakan dua hari dari sekarang. Mengenai hukuman Aizawa Manaha, kami berencana untuk mendengarkan pendapat siswa terakhir. Yah, bagaimanapun, sebelum foto bukti muncul, desas-desus semacam itu sudah ada sejak awal. Meski orang mungkin berkata dia populer, aku pikir tak ada yang akan melindunginya. Setelah diabaikan oleh semua orang, bisakah lelaki sepertimu melakukan sesuatu?"
"Ugh....itu...."
Memahami apa yang Shinonome maksud, aku mengepalkan tinju.
"Fufu, tidak bisa, kan? Mau bagaimana lagi, akibat trauma selama SD, kau takut ketika menjadi bahan perhatian. Beberapa minggu yang lalu di kelas, kau akan pingsan karena tekanan jika aku tak membantu. Mustahil orang sepertimu bisa mengusulkan sesuatu dihadapan seluruh siswa sekolah kita"
Pada akhirnya, aku mengerti siapa musuh yang harus di hadapi kali ini.
Jelas, diriku sendiri. Tapi, tentu saja itu bukan musuh sesungguhnya.
Jika mampu mengatasi trauma masa lalu, aku pasti akan menjadi tokoh yang di atur untuk menyelamatkan Aizawa di atas panggung. Hanya saja, ini juga akan memunculkan seorang musuh, yaitu pelacur berjenis rapi yang paling kutakuti, Shinonome Ibuki.
Shinonome selalu mendapat apa yang diinginkannya. Tak perlu menghabiskan waktu, tak perlu mengotori tangan, apa yang dia perlu hanyalah suatu taktik.
"....Dengan kata lain, agar berhasil menolong Aizawa aku harus dengan patuh menjadi milikmu, itu yang kau maksud, ya?"
Tak ada Jawaban. Tapi melihat bibirnya, aku bisa mengerti apa yang ingin dia katakan.
Menjadi orang yang menonjol itu terasa menjijikkan, jadi dia sudah tahu bahwa aku akan menyerah terlebih dahulu?
Sebagai contoh, bahkan jika aku mengatasi trauma dan mampu berbicara di seluruh pertemuan sekolah, apa yang menantiku adalah manusia berkemampuan super tinggi, Shinonome Ibuki. Selain itu, jika ingin membalas ketidakbersalahan Aizawa, dihadapan foto bukti, semua penjelasan akan serasa percuma. Shinonome pasti telah meramalkan ini, diriku terpojok dalam situasi di mana hanya ada satu opsi yang bisa dipilih. Jika begini, apa tidak masalah bagiku untuk mengikuti harapannya dan menjadi milik Shinonome?
....Tidak, tak peduli berapa banyak pembelaanku demi Aizawa, aku tak bisa melakukan hal semacam itu. Selama SMP, diriku jatuh ke dalam rencana pelacur bertipe rapi, mengalami waktu yang buruk diperlakukan sebagai alat latihan agar dia bisa berkencan dengan lancar bersama pacar aslinya. Aku tidak ingin memikirkan penderitaan seperti itu lagi, takkan pernah.
Kemarin aku sadar bahwa Aizawa adalah gadis baik. Karena itu, entah bagaimana diriku ingin membantu. Tapi, tanpa mengetahui caranya. apa yang harus diperbuat dalam situasi ini? Sialan! Seseorang, tolong katakan padaku....
"Jika kau tidak ingin menonjol, apa jawabanmu, kau seharusnya tahu kan? Tak ada banyak waktu yang tersisa, jadi tolong buat keputusanmu secepat mungkin"
"....Tunggu"
Untuk Shinonome yang membalikkan punggung dan hendak pergi, aku mengajukan pertanyaan yang kuingin konfirmasi dengan segala cara.
"Apa kau menerimanya? Apa kau benar-benar ingin temanmu dikeluarkan? Apa kau lupa kalau Aizawa memanggilmu 'teman'?"
"...."
Aku merasa Shinonome yang sekarang bukanlah Shinonome Ibuki yang asli, aku mengajukan pertanyaan, berharap untuk menenangkannya.
Namun setelah sebentar berdiri diam dan membuka pintu, dia berucap sambil tampak agak kesepian.
"Aku ingat apa yang perempuan itu katakan, tapi tidak ingat apa yang aku katakan"
Meski tidak mengerti arti kata-katanya, rasa sakit mengalir di dadaku seperti ada duri yang menempel di sana.
☆☆☆
Sementara pada kelas di hari berikutnya, aku memandangi langit berawan yang dipengaruhi oleh cuaca hujan.
Aizawa masih tidak masuk, sepertinya dia jadi tahanan rumah*. Duduk di kursi belakangku adalah Shinonome, hari ini kami tidak saling memandang maupun bertukar kata.
[Bagi yg gk tahu, tahanan rumah itu bentuk hukuman untuk 'mengurung' seseorang di kediamannya sendiri (atau istilahnya membatasi ruang lingkup hanya disekitar rumah). Misal, kau ketahuan bolos sekolah buat main warnet, terus pihak sekolah ngasih skorsing, ortu pun marah lalu gk ngebolehin keluar kecuali masa skorsing habis dan kau merenung atas kesalahan sekaligus mengaku takkan melakukannya lagi XD ]
Sepulang sekolah kemarin, aku ingin membantu Aizawa entah bagaimana. Tapi, malah pulang ke rumah dan ditempeli Sharte seperti biasa, setelah berpikir kembali dengan perlahan, aku menyadari bahwa itu mustahil.
Mula-mula, demi menolong Aizawa, aku harus mengatasi trauma untuk berbicara dihadapan seluruh siswa, selanjutnya harus membujuk Shinonome Ibuki. Sangat mustahil.
Oleh karena itu, pikiranku telah mencapai titik dimana pengusiran Aizawa dari sekolah sudah tak terelakkan.
Gadis itu tidak menyebalkan, aku mengerti dia gadis baik yang tidak akan melakukan sesuatu seperti pelacuran.
....T-Tapi....jika berpikir dengan hati-hati, bukankah Aizawa sering gonta-ganti barang bermerek meski tinggal di keluarga yatim? D-Dan juga, dia tak menjawab ketika aku menanyakan pekerjaan paruh waktu apa yang dia lakukan....Ah, seperti yang diharapkan gadis itu pelacur. Pasti begitu.
Aku tahu bahwa hatiku menolaknya. Tapi untuk membenarkan kelemahan sendiri, aku tak punya pilihan selain berpikir seperti itu untuk menerima pengusiran Aizawa.
☆☆☆
Besok jam kelas pagi akan digantikan dengan rapat sekolah. Karena Shinonome merupakan perwakilan ketua dewan, besok pagi dia takkan punya waktu untuk bertemu denganku. Dengan kata lain, hari ini adalah kesempatan terakhir untuk memintanya menolong Aizawa. Demi mendengar jawabanku, Shinonome sudah pasti menunggu di ruang klub.
Aku duduk di sofa di arah berlawanan dengan Shinonome yang sedang menurunkan pandangannya, melihat sebuah buku.
Untuk meniru Shinonome, aku mengeluarkan novel ringan dari tas dan mulai membaca. Walau dia sedikit melirik ke arah sini, aku hanya membenamkan diri di dunia fantasi untuk lari dari kenyataan.
Aizawa yang merupakan anggota klub terancam diusir, sedangkan aku malah di sini menikmati novel ringan.
Tiba-tiba berpikir tentang klub ini dibubarkan Jumat besok, memenuhi diriku dengan perasaan menyakitkan.
Tentu saja, perasaan kehilangan akan sangat buruk jika ruang klub lenyap. Tapi dengan perasaan kehilangan seperti itu, kenapa ada perasaan bersalah pada Aizawa?.
Aku memang bisa menikmati novel ringan sekarang karena dia masih menjadi tahanan rumah. Tapi, bagaimana jika aku melihat Aizawa dikeluarkan sementara tahu dia tidak bersalah? Pada saat itu, bisakah aku menikmati waktu seperti sekarang? Kehidupan sekolah tanpa Aizawa, bisakah aku menikmatinya disaat menatap kursi belakangku yang kosong?
Ketika sadar, waktu untuk meninggalkan sekolah telah mendekat, daerah sekitarpun sudah menjadi gelap gulita. Berdiri sambil memegang tas, aku hendak meninggalkan ruangan tanpa menyebut apapun kepada Shinonome yang masih membaca.
Kesempatan terakhir untuk meminta bantuan demi Aizawa adalah sekarang. Jika aku melewatkan ini, pengusirannya akan dipastikan....Namun aku pergi begitu saja, menutup pintu dengan tangan gemetar.
Disaat melakukan itu, aku merasa bahwa jari-jari Shinonome sedikit meregang, mencoba menghentikanku.
Dalam perjalanan pulang, aku pergi ke daerah elektronik yang terletak di antara stasiun terdekat ke sekolah dan stasiun lain*.
[Kalau ada yg belum ngerti. Perjalanannya kayak begini, Stasiun > Daerah Elektronik > Stasiun lagi > Sekolah]
Aslinya dari awal, aku bermaksud berkeliaran dan menikmati window shopping di GAMERS, Tora no Ana, Sofmap, Animate, dan lain-lain*....Tapi ternyata percuma.
[Itu semua adalah toko terkenal di Akihabara. Di GAMERS banyak barang2 keperluan otaku seperti komik dan game. Tora no Ana adalah ladangnya Doujinshi. Sofmap bisa dibilang toko yg menjual berbagai keperluan elektronik semisal PC, konsol game, mainan dan sebagainya (cabangnya ada banyak). Sedangkan Animate terkenal di kaum hawa karena banyak nyediain hal2 bertema BL. Sumber MATCHA : Tentang Sofmap , GAMERS, Animate, dan Tora no Ana ]
Aku pikir jika dikelilingi oleh hal-hal yang kusukai, perasaan bersalah terhadap Aizawa akan teralihkan dan memudar. Namun, itu tidak menghilang sama sekali. Sebaliknya, menjadi lebih besar daripada sebelum meninggalkan sekolah.
Kalau begitu, bagaimana dengan ini? Dulu aku pernah berniat untuk pergi ke suatu tempat semacam 'itu' sekali, jadi aku memasuki sebuah Maid Cafe* yang sangat terkenal, {E • maid}. Untuk lari dari kenyataan, aku pikir ingin mengalami hal yang menakjubkan di hari biasa.
[Sesuai namanya, Maid Cafe itu kafe yg pegawainya berdandan ala pembantu. Bagi yg sudah menonton Kaichou wa Maid-sama pasti sudah paham]
Sambil melihat menu, aku juga melihat keadaan menenangkan toko.
Ini pertama kalinya aku di Maid Cafe jadi wajar kalau gugup....
Anehnya, ada banyak pegawai kantoran dalam perjalanan pulang di toko, sebagian besar kursipun terisi. Sebagai Maid Cafe yang populer, semua Maid-san di lantai ini cantik sekaligus manis. Meski mereka tampak benar-benar sibuk, gadis-gadis itu dengan hangat menyambut 'tuan dan nyonya' mereka sambil melayani dengan tulus.
"Ah"
Akulah yang beranggapan bahwa tidak perlu berpikir macam-macam jika ada di sini. Tapi anggapan itu dihancurkan oleh seorang pembantu yang muncul dari interior. Pembantu ini memiliki rambut pirang yang sangat mirip dengan seseorang, karena usia mereka kurang lebih sama, serasa tidak nyaman ketika mengingatnya.
Aku segera menunduk, mencoba berpaling dari garis pandangnya dan tak bisa berhenti menekan kakiku tanpa sadar.
Suara maid-san ini persis seperti Aizawa. Sedikit menaikkan tatapan, aku melihat senyumnya yang sempurna tapi agak canggung ke arah seorang pelanggan pria.
Akhirnya, dia datang ke mejaku, dengan suara ceria dan terkesan akrab.
"Goshujin-sama, ini air dinginnya! Apa Anda sudah memutuskan untuk memesan....eh?"
Dia yang hendak meletakkan air menatap wajahku untuk beberapa alasan, dan akhirnya kehilangan tumpuan....'Pashaaaa!'.
Semua air dalam gelaspun tumpah ke celanaku.
"Eh....?"
Aku membeku dalam peristiwa mendadak ini. Tapi, gadis di depanku malah terus menatap sementara seluruh tubuhnya juga terkaku.
"....Ke-Kenapa Ikuno di sini?"
Gadis itu menatapku dengan mata bulat besar terbuka lebar karena sedang terkejut.
Tak salah lagi, dia gadis yang saat ini seharusnya menjadi tahanan rumah, Aizawa Manaha.
☆☆☆
Aku datang ke lantai dua kafe. Ini merupakan kamar yang mirip ruang ganti dimana tempat mesin cuci, persediaan peralatan toko, dll diletakkan. Di sana, aku membungkus bagian bawah tubuh dengan handuk mandi dan duduk pada kursi di depan mesin pengering, menunggu celana panjang dan celana dalamku kering.
"M-Maaf sekali. Aku tidak menyangka Ikuno ada di sini, jadi aku tercengang dan...."
Aizawa yang mengenakan seragam pembantu rapi berwarna dasar hitam putih, menatapku dengan canggung.
"Sudah kubilang, tidak apa-apa...."
Aku melakukan hal yang sama sebelumnya, jadi aku tidak bisa marah.
"Kesampingkan itu, pekerjaan paruh waktu yang Aizawa katakan ada di Maid Cafe ini, ya?"
"U-Un"
"Emm....Aku tidak ingin mengkritik tapi, kenapa kau tidak memberitahu ketika kutanyai sebelumnya? Kurasa ini bukanlah pekerjaan yang sampai perlu bersikap malu, kan?"
"Itu....karena, semua teman di sekitarku memalsukan usia mereka untuk bekerja di kaba*, tapi aku hanya memiliki pekerjaan paruh waktu seperti ini, jadi rasanya memalukan...."
[Ver english juga masih meragukan bagian ini. Menurut penerjemahnya, kata ã‚ヤパ (Caba di ver english) mungkin adalah kabaret, yaitu suatu tempat mirip kafe yang pegawainya menghibur para tamu/pelanggan, misal dengan pertunjukkan berupa menari atau bahkan yg sedikit berbau dewasa....hanya saja, menurutku ini mungkin merujuk ke pub atau bar dan teman2 Aizawa bekerja sbg bartender atau pelayan disana. Tahu Kawasaki Saki dari Oregairu?]
Siswa SMA yang bekerja di caba....seperti yang diharapkan ada banyak gadis semacam itu di antara teman-teman Aizawa ya?
"Yah, kupikir ini pekerjaan paruh waktu yang normal....Maksudku, jika kau semalu itu, Aizawa terlihat cukup mencolok jadi kupikir kesesuaianmu untuk bekerja di caba tidaklah buruk"
Karena saat ini Aizawa adalah orang yang paling ingin kutemui, aku tak bisa melihat wajahnya secara langsung.
"Begitu ya....Seperti yang diduga, aku tidak cocok untuk ini, kan?"
"Tidak, bukan itu yang aku maksud"
"T-Tidak apa-apa. Semua orang juga bilang aku cocok dengan hal-hal mencolok...."
Aizawa tampaknya malu karena dia terlihat mengenakan seragam maid, dia tersipu dan berbalik ke sisi yang berlawanan.
"Tapi bekerja di caba, bagaimanapun juga tidaklah baik. Bekerja seperti itu meski di bawah umur, kupikir tidak pantas....dan mengekspos hal-hal seperti d-dada atau pantat benar-benar diperlukan di sana, kan? Hal semacam itu terlalu ecchi, tidak senonoh. Lagipula, aku....lemah kalau harus berhadapan dengan seorang lelaki"
Karena berbicara denganku seperti gadis normal membuatku lupa, Aizawa memiliki androphobia. Tapi apa ini, setelah menegaskan kembali bahwa dia gadis yang baik, perasaan bersalah semakin bertambah....
"Kesampingkan itu, Aizawa seharusnya menjadi tahanan rumah, kan? Apa boleh bekerja dengan normal?"
"A-Ahaha....tidak, tentu saja tidak. Tapi, aku tidak bisa tenang kalau tidak menggerakkan tubuh...."
Dia yang akhirnya mengalihkan wajah ke arahku menunjukkan senyuman sedih.
"Maaf. Jika aku lebih perhatian tentang Aizawa yang tidak mengenakan penyamaran pada saat itu, hal semacam ini takkan terjadi"
"U-Uun! Ikuno tak perlu khawatir! Itu pada awalnya kesalahanku yang mencoba sombong dengan berbohong kepada teman-teman....Jadi Ikuno maupun Ibuki, tolong jangan keberatan sama sekali!"
Aku tahu Aizawa akan mengatakan itu.
Gelombang perasaan dalam diriku tumbuh lebih besar sekali lagi.
"Hanya saja....Okaa-san, sedikit heran. Membuatku agak khawatir"
"Apa tentang hal pelacur....Aku mengerti itu bohong, tapi dia percaya penjelasan dari pihak sekolah, ya?"
Mengetahui putri yang dibesarkannya sendirian melacurkan diri, itu pasti mengejutkan....
"Uun, ini berbeda, Ikuno. Setelah mendengarku dengan sungguh-sungguh, okaa-san percaya bahwa aku tidak melacurkan diri. 'Berlagak dengan berbohong kepada teman-teman, itu benar-benar sepertimu' dan hanya tersenyum. Tapi, sesuai dugaan, dia kelihatannya tidak tahan kalau aku diusir...."
Aizawa menjelaskan bahwa selama di SMP, keadaan ekonomi sangat sulit bagi ibunya untuk membiarkan dia berlanjut ke jenjang SMA. Pada waktu itu ibunya sangat menyesal, terlalu menyakitkan untuk dibayangkan.
"Oleh karenanya, aku belajar sangat keras demi okaa-san. Hingga bisa mendaftar di Urotan berkat beasiswa....pada saat itu, okaa-san sangat senang"
Seorang ibu yang baik menginginkan kebahagiaan putrinya di atas segala hal. Namun, ketika putrinya akan dikeluarkan karena alasan yang tak masuk akal, dia pasti menerima kejutan yang cukup besar.
Tunggu, daripada untuk diri sendiri, apakah Aizawa berjuang demi ibunya?
"Mungkinkah, Aizawa bekerja di Maid Cafe juga demi ibumu atau semacam itu?"
Dia kemudian tertawa malu.
"U-Un....Ahaha. Karena keuangan keluarga kami sangat parah, akupun berniat membantu okaa-san meski hanya sedikit. Jadi bekerja dengan upah per jam seperti ini bagus, aku merasa begitu. Jika biaya makanan dan tenaga bisa berkurang, kupikir okaa-san akan bisa membeli barang-barang yang dia sukai"
"...."
Kenapa, kenapa ada gadis yang sebaik ini? Aku ingin melarikan diri dari perasaan bersalah yang menyiksa hati. Untuk itu, dia perlu dibuktikan sebagai pelacur. Kalau tidak....ya, kalau tidak aku takkan pernah bisa membuat alasan untuk tidak menolongnya.
Aku akhirnya melempar pertanyaan ini.
"Aizawa, kau sering membeli dan mengganti barang bermerek, kenapa begitu....?"
"Eh? Emm, tentang itu...."
Perempuan inipun memerah, dia memutar ujung rambutnya menggunakan jari karena kebiasaan.
"Jujur saja, itu agar okaa-san merasa lega"
Okaa-san lagi. Singkatnya, Aizawa adalah putri yang baik dan berbakti.
"Pada awalnya ketika aku memasuki SMA, untuk putri yang seharusnya menikmati masa muda, sepertinya okaa-san sangat menyesal karena tidak dapat menambah uang saku....Selain itu, meski mulai bekerja paruh waktu, aku ingin menabung untuk masa depan jadi aku tidak menggunakan banyak uang. Tapi, karena okaa-san melihatku tidak menggunakan uang dan hanya menaruhnya di rumah, {Aku tidak bisa memakai uang yang kau hasilkan dengan keringatmu sendiri} diapun salah paham dan murung...."
Mendengar cerita seperti itu, ibu Aizawa tampaknya pribadi yang serius karena sangat peduli pada putrinya....
Aizawa mungkin mengerti apa yang aku rasakan, dia tersenyum pahit.
"Oleh karena itu, aku biasanya membeli barang bermerek murah dari toko daur ulang, jadi aku bisa membujuk okaa-san untuk menggunakan uang yang cukup demi dirinya sendiri. Jika dia melihatku memakainya secara teratur, dia akan merasa lega, kan? Berkat itu, baru-baru ini perasaan berhutang Okaa-san yang berhubungan dengan tidak meningkatkan uang sakuku sepertinya telah menghilang"
Sangat bagus ketika dia tersenyum bahagia.
Ketidakbersalahan Aizawa terbukti sempurna sekarang. Tak ada hal yang bisa lebih meragukannya.
Dan sekarang aku menghadapi perasaan bersalah karena mencoba meninggalkan gadis ini.
Mesin pengering kemudian berhenti, dengan suara yang menginformasikan bahwa celana panjang dan celana dalamku kering
Aizawa lalu melangkah keluar untuk sementara, akupun meninggalkan ruang istirahat itu setelah selesai berganti pakaian.
"Terakhir, terimalah ini, Ikuno! Aku memberikannya kepadamu!"
"Eh, ini....?"
Menerima buku catatan pink yang imut, aku dibuat bingung.
"Besok pengusiranku, kan? Oleh karena itu aku tidak akan menjadi anggota klub sastra lagi....di buku catatan ini tertulis tentang bagaimana mencegah klub dari pembubaran yang kubuat sendiri, sekarang kuberikan padamu. Meski Jumat besok adalah hari diputuskannya, mungkin takkan ada cukup waktu, tapi....aku yakin itu akan membantumu menemukan beberapa anggota, mungkin?"
Aizawa memiliki ekspresi campuran tersenyum dan menangis. Itu normal. Dia akan diusir walau tidak benar-benar melacur. Tentu, tak tertahankan hanya dengan memikirkan hal itu.
Lalu, kenapa perempuan ini tidak meludahkan perasaannya? Sederhana saja.
Meski baru sadar beberapa waktu yang lalu, aku akan marah jika air tumpah di pakaianku. Tapi Aizawa di hari itu, ketika aku melakukan hal yang sama dia hanya tertawa dan memaafkanku.
Meski akan dikeluarkan besok, dia masih menjadi gadis baik yang peduli pada orang lain. 'Jika aku menangis, maka kau pasti akan menyalahkan diri sendiri, kan?' Kekhawatirannya ini....
Tapi dia mampu mengatasinya. Setelah semua, sekilas aku mengerti bahwa Aizawa telah menangis sepanjang malam kemarin karena bagian bawah matanya agak merah dan bengkak....
Aku menaruh buku catatan itu di tas, lalu berpindah ke pintu dan meletakkan tanganku di kenopnya.
"Ikuno...."
Menoleh ke belakang, setelah ragu-ragu, Aizawa menelan kata-kata yang akan dia ucapkan. Dan kemudian, dengan senyuman berucap.
"Maaf karena hanya mengganggumu sampai akhir. Jangan lupakan aku, ya?"
Tanpa tahu bagaimana harus menjawab dan terjebak dalam situasi di mana diriku bingung tentang tindakan apa yang harus di lakukan besok, aku tak bisa membalas dengan kata-kata yang tidak bertanggung jawab. Hanya saja, aku yakin tentang apa yang ku pikirkan.
Bagaimanapun, aku tidak ingin melihat sesuatu seperti wajah menangis gadis ini.
"....Seragam pelayan, kupikir itu cocok untukmu"
Pada akhirnya, langkahku bergerak meninggalkan ruangan setelah berkata demikian.
Sambil tersenyum dan mengawasiku, Aizawa dengan samar berkata "Jangan terlalu memaksakan diri".
☆☆☆
Kembali ke kasur seusai menempatkan Sharte tidur, aku bangun setelah 1 jam.
Melihat mejaku sambil berbaring di kasur, aku kebetulan melihat notebook pink Aizawa. Membacanya sebelum pergi tidur, ada sekitar 20 rencana strategi untuk mencegah pembubaran klub teruntai di sana. Terlebih lagi dihiasi karakter-karakter lucu yang digambar dengan tangan menggunakan pena warna-warni.
Ketika diriku menyerah, Aizawa menulis sesuatu pada catatan ini di ruang klub. Tapi tidak mungkin dia mampu selesai membuat sebanyak ini kecuali juga melakukannya di rumah.
"Kuh...."
Menjadi bahan perhatian dan bicara di depan semua siswa itu menakutkan. Menghadapi Shinonome juga menakutkan. Tapi aku ingin menolong Aizawa....Yah, sesuai dugaan aku tidak punya pilihan selain menghadapi Shinonome kan?
Hanya saja, tak mungkin bisa menandingi orang itu. Shinonome yang sangat pintar setidaknya satu atau dua kali lebih terampil dariku.
Masalah kali ini adalah, Shinonome ingin mendapatkanku dengan segala cara, dia pasti telah memanfaatkan seseorang yang mau melakukan apa pun untuk menguntit Aizawa, aku yakin orang tersebut lah yang memotret pada momen menentukan itu. Tak diragukan lagi, ketika kasus Ten-nee, tatapan yang aku rasakan saat didepan ruang audiovisual juga pasti dari orang dibawah kendalinya. Memahami kelemahanku bahwa Aizawa adalah anggota klub yang sangat diperlukan, dan akhirnya berniat mengancam....Bergaul baik dengan Aizawa, harusnya semua itu kepura-puraan demi mendapatkanku.
Aku memikirkan cara untuk membantu Aizawa dengan kepalaku yang hanya setengah bangun. Tapi tak ada hal bagus yang muncul.
Aku kemudian hendak berdiri untuk menenangkan diri dengan meminum susu, tapi....
"A-Apa? Tubuhku, tak bisa digerakkan...."
Mungkin karena berpikir sepanjang waktu, sampai sekarang aku baru sadar bahwa ada sesuatu yang menahan perutku.
Aku diam-diam membalik futon---
"Aa, Nii-saa〜n♪"
---dan menarik futonnya kembali.
Kurasa itu pasti karena masih setengah bangun, aku menggosok mataku dan sekali lagi membalikkan futon.
"Kunkun*....aah, seperti yang diduga, bau Nii-san tak tertahankan♪"
[Kunkun = mengendus]
Mengenakan kemeja putih, gadis cantik berambut perak ini sedang menggosok-gosokkan pipinya ke dadaku.
Dia yang selalu tanpa ekspresi seperti es menutup mata dengan gembira, seolah ada tanda hati yang menyebar darinya.
"Oi Sharte, apa yang kau lakukan?"
"Ah"
Disaat adikku akhirnya memperhatikanku, dia perlahan-lahan duduk.
Dia seketika berganti ke wajah tanpa ekspresi yang biasa, matanya yang kosong di mana kau tidak bisa merasakan hawa hidup berkelap-kelip.
"Nii-san. Hanya karena adikmu melakukan yobai*, tolong jangan berwajah jorok seperti itu"
[Aku kayaknya pernah ngasih tahu tentang Yobai di novel WT. Yobai ini dilakukan oleh laki2 dan perempuan yg belum menikah. Saat malam, si laki2 akan mengendap-endap ke kamar si gadis sambil memberitahu niatnya, jika si gadis setuju, mereka akan tidur bersama. Bedanya, Sharte yg malah mengendap-endap ke kamar Ikuno bahkan tanpa diketahui]
"Jangan bangga ketika kau melakukan Yobai, dasar!"
Beberapa menit kemudian, aku dan Sharte berbaring berdampingan di ranjang yang sama. Meski hal-hal seperti menghitung noda di langit-langit tidak terjadi, karena kami sudah tidur bersama sejak kecil, daripada tidak nyaman, ada perasaan lega.
Lalu, untuk memecah keheningan Sharte bertanya dengan nada tenang.
"Nii-san, belakangan ini kau tidak terlihat aneh, apa terjadi sesuatu?"
"Uu....jadi, Sharte memang tahu, ya?"
"Tentu saja. Aku selalu berada di samping Nii-san, kan? Belakangan ini Nii-san tidak berpikir tentang skenario game ataupun nukige*, kau berada dalam proses memanas hingga berniat melompat langsung pada lawan jenis untuk hal ecchi....Nii-san, bagaimana kalau menggunakan aku sebagai pelampiasan?"
[Nukige ini, gimana jelasinnya ya? Mirip Eroge (VN 18+) lah....lebih jelasnya lihat Disini, tapi isinya inggris semua XD ]
"Kenapa menjadi seperti itu?!"
Maksudku, ketika aku tidak di sini apa dia memeriksa kamarku?
Walau dia adik yang imut, bagian ini benar-benar menyebalkan.
"Nii-san, aku tak keberatan jika kau menganggapku sebagai boneka seks. Karena itu...."
"Tidak, dengar, jangan bahas ini lagi....haahh"
"....Seperti yang diduga, sesuatu yang membuatmu khawatir terjadi, ya?"
Menunjukkannya diriku yang lemah seperti sekarang tidaklah keren. Tapi sekarang aku ingin berbicara dengan seseorang.
"Jujur saja....besok, seorang gadis akan dikeluarkan....Untuk mencegah demi dirinya, aku harus berjuang dihadapan semua siswa di sekolah"
"...."
"....Eh, Sharte?"
Wajahku terkubur di dadanya sambil dipeluk erat. Melalui baju tipis, kehangatan tersalur dari tubuhnya yang kecil dan ramping, aroma semerbak sampo gadia ini membuat jantungku berdetak lebih kencang.
"Nii-san, tolong jangan mengorbankan dirimu demi orang lain lagi"
Itu suara yang sama tanpa perasaan seperti biasa. Tapi aku mengerti bahwa entah dimana, dia sedang sedih.
"Selama di SD, Nii-san telah berkorban hanya untuk melindungiku. Tapi akibatnya, kau menderita rasa sakit selama 3 tahun....itulah yang membuatmu takut menjadi bahan perhatian, aku sangat tahu"
Itu adalah cerita pada saat Sharte kelas dua di SD, sedangkan aku masih siswa kelas tiga.
Suatu hari, aku terkejut melihat penampilan Sharte ketika dia pulang. Rambut perak yang cantik terpotong di sana-sini dengan gunting atau sesuatu, wajah dikotori oleh lumpur, pada pakaian gaya barat dan tasnya, berbagai penghinaan tertulis menggunakan krayon dengan warna berbeda. Menurut cerita Sharte, gadis pemimpin kelas berkata bahwa sifat diamnya yang seperti boneka itu menjijikkan, seluruh kelaspun mulai mengolok-oloknya. Terlebih lagi pipinya ditampar berkali-kali, satu sisi menjadi sangat merah dan bengkak.
Syok akibat kehilangan keluarga membuat Sharte tak bisa mengekspresikan perasaannya. Karena itu, meski tak menangis, gemetar ditubuhnya sedikit memberitahuku hal itu. Anggota keluarga penting yang berada di sisi untuk menutupi kesepian terhadap orang tuaku telah terluka*.
[Ingat, ortu Ikuno sering bepergian diluar negeri jadi jarang pulang]
Aku merasa sangat marah sampai-sampai darahku mendidih.
Keesokan harinya, pembalasanpun diputuskan. Semua siswa berkumpul di gimnasium, ada saatnya bagi kami untuk mendengar cerita guru. Aku pada saat itu naik ke panggung dan mencela gadis yang menjadi pelaku kasus penghinaan Sharte, dia lalu meminta maaf sambil menangis.
Tapi itu tak berakhir di sana. Siswi pemimpin kelas yang menghina Sharte, adalah adik perempuan dari seorang gadis imut dan populer di kelasku bernama Okada. Aku yang juga populer di kelas kami, awalnya tidak berpikir baik tentang sifat sombong Okada, aku dikira menanggapi kasus adiknya terlalu serius, dia membuat semua orang di kelasku percaya demikian.
Di awal, aku mampu menanggungnya. Tapi situasinya berubah di tengah jalan.
Walaupun masih kelas tiga, aku dengan berani naik ke panggung dan melakukan hal yang egois, kakak kelaspun tak berpikir baik tentangku. Di koridor, ketika aku lewat selama waktu istirahat, mula-mula mereka akan mulai dengan mengklik lidah, secara bertahap menjadi tendangan dan segera mencapai titik dimana aku dipukuli.
Menjadi terisolasi di kelas, aku yang tidak punya orang untuk diajak bicarapun perlahan kehilangan keyakinanku yang dulu. Okada sebagai peran kunci telah melakukan hal-hal kejam yang sama dilakukannya pada Sharte. Efek berlanjut bahkan ketika aku berganti kelas, itu sebabnya sisa 3 tahun adalah neraka bagiku.
"....Aku tahu kalau Nii-san baik. Tapi ini sudah...."
Suaranya tanpa emosi seperti biasa. Tapi tubuhnya gemetar sedikit, mengingatkan hari itu....Diriku sungguh tidak berguna. Sampai membuat adik berhargaku cemas....
"Kaburlah jika memang menyakitkan, mengerti? Aku akan selalu berada di sisi Nii-san"
"Un....terimakasih, Sharte. Aku juga takkan memaksakan diri"
Keteguhanku tumbuh setelah mendengar ucapannya. Aku lalu menepuk kepala Sharte dengan pelan.
Segera, ketika Sharte berpikir aku sudah tidur, dia---
"Tapi Nii-san, kau selalu memilih jalan semacam ini ya...."
---berbisik dengan nada bahagia bercampur sedih, kemudian memelukku sedikit lebih erat.
☆☆☆Chapter 8 berakhir disini☆☆☆
Ke Halaman utama Bokubitch
Ke Chapter selanjutnya
Di lanjut kk
ReplyDelete