14 Tahun Yang Kuhabiskan Sebagai Seekor Kucing, Chapter 2


Chapter 2

Makanan Kaleng Dan Si Mata Empat



(NTL: kucing dalam karakter ini adalah kucing hitam betina. Jadi teman-teman bisa membayangkan lebih mudah suara narasi si kucing.)
Malam itu, hujan tidak turun.

Keesokan hari, langit sangat cerah dan kawanan gagak berterbangan di atas dengan riang.
Jumlah orang yang lewat juga bertambah, akibatnya para pemeilik toko juga berteriak dengan kencang untuk menarik pelanggan.

Dari anak kecil, yang terlihat tidak membawa tas, bilang, hari ini adalah hari libur lalu aku menguap dengan lebar.

Mungkin karena jumlah pejalan kaki bertambah di hari libur, terkadang akan ada orang yang menyadari keberadaanku dan meninggalkan sisa makan siang mereka atau roti dan lain-lain untukku. Karena aku sudah mulai merasa lapar, begitu merasa mereka pergi, aku langsung makan dengan lahap.

Meski itu tidak seenak apa yang diberikan si Wanita kemarin.
Karena tidak bisa pilih-pilih makanan, kuhabiskan semua makanan yang diberikan padaku sampai tidak tersisa.

Mungkin karena si Wanita sibuk, dia baru datang di sore hari dengan membawa beberapa daging ikan. Bahkan di sore hari, jumlah orang yang berlalu-lalang tidak berkurang sedikit pun.

“Hei, apa kabar.”

Di saat aku sedang tidur di antara kantong-kantong plastik, terdengar suara yang familiar.

Kuangkat kepalaku dan melihat ke arah jalan raya, dan di sana berdiri si mata empat. Di tangannya ada kaleng makanan yang lezat, kemudian dia perlahan-lahan mendekatiku sambil melihat ke arahku.

Apa yang dia lakukan?

Mungkin dia cuma orang aneh? Pikirku sambil menatap dengan mata mengancam, kugigit kalau mendekat lagi.

Dia berhenti, dan menggaruk kepalanya, terlihat kebingungan.

Ya, masih terlalu cepat bagimu untuk mendekatiku, pria muda.

Kataku ke si Pria, yang dijawab dengan, “Jangan marah. Akan kukasih sesuatu yang enak.” Dia membuka tutup kaleng dengan kikuk.

Aku mengendus bau yang sama seperti yang kemarin kumakan, jadi kujulurkan kepalaku keluar sedikit. Dia perlahan-lahan meletakkan kaleng di hadapanku, dan mundur beberapa langkah memberi jarak.

Apa dia bersikap perhatian? Mungkin dia melakukan itu untuk bilang, “aku tidak akan menyakitimu.”

Bodoh. Mana mungkin aku akan percaya itu.

Kudekati kaleng, dengan hati-hati seperti biasa, sambil menatap si Pria untuk melarang dia mendekatiku. Tidak nyaman makan seperti ini karena makanannya sangat lezat.
Melihatku makan, si Pria terlihat senang. Tiba-tiba, aku mendengar suara yang kukenal di sebelah si ‘Itou-san’, dan si Wanita yang barusan memberikanku makanan muncul.

“Hai.”

Sapa si Pria dengan sopan, dia juga menjawab sopan “Hai.”

“Kamu hari ini ke kantor lagi?”
“Tidak, hari ini aku ada urusan dengan seseorang…”
“Begitu. Aku jarang melihatmu di sekitar sini jadi kupikir bertemu denganmu lagi terasa aneh.”

Si Wanita lanjut bilang, “Istrimu sering datang ke toko sih.”

“Yah, tidak salah juga.” komplain si Pria sambil tersenyum tipis.

“Memang benar. Aku, eee, aku selalu fokus kerja di rumah jadi…”
“Yah, selagi kamu di luar mungkin ada bagusnya jalan-jalan dan melihat pasar, ya kan? Bisa jadi olahraga, dan ada banyak toko yang baru stok barang, jadi mereka akan tetap buka sampai larut.”
“Um, barangnya murah?”
“Oh, langsung minta diskon?”

Tawa si Wanita, si Pria tersenyum malu.

Aku buru-buru menghabiskan isi kaleng dan kembali ke tumpukan sampah. Meski si Pria berkata, “Ah!”, begitu melihatku melarikan diri.

“Oh, dia kabur?”

Setelah si Wanita mengatakan itu, si Pria jongkok dan mengambil kaleng kosong. Mengambil kantong plastik putih dari kantong bajunya dan menaruh kaleng kosong ke dalamnya.

“Haa… sepertinya dia sangat waspada denganku…”
“Semua kucing liar begitu. Banyak yang tidak langsung memercayai manusia.”

Kata si Wanita, mencoba menghibur si Pria. Dia bergumam pelan, “Begitu,” dan memasang wajah sedih.
Aku, tidak akan mudah ditipu. Kalau kesadaran diriku sudah ada sebelum aku dibuang mungkin aku tidak akan bersikap seperti ini, tapi apa yang kumiliki hanyalah insting. Aku tidak bisa memercayai manusia, atau siapa pun, kecuali diriku sendiri.

Cuaca cerah terus berlanjut selama empat hari setelah itu, ikan pemberian si Wanita dan kaleng makanan pemberian si Pria menjadi makanan rutinku.

Berkat itu perutku selalu penuh, dan aku berhenti merasakan rasa nyeri akibat kelaparan.
Hidup seperti ini benar-benar sangat enak.

Di pagi hari di hari ketiga, ada beberapa orang yang datang untuk mengambil sampah, tapi salah satu dari mereka membagikan sedikit roti padaku. Itu sedikit kering, tapi ini lumayan enak.

Di hari kelima, langit sangat berawan semenjak pagi.

Si Wanita membuka tokonya dan datang dengan kaleng makanan di pagi hari, hal yang jarang terjadi, lalu dia bergumam, “Sepertinya akan hujan hari ini.” Jika dia datang di pagi hari itu artinya dia akan datang lagi di awal sore, pikirku sambil makan.

Jalanan abu-abu, sama seperti ketika pertama kali kulihat.
Arus orang-orang yang kelelahan dan mobil-mobil memenuhi pandanganku.

Kemudian kukosongkan pikiranku sejenak dan tidur.

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia