Short Story : Sebagai Raja Iblis, Aku Sangat Stress Gara-Gara Si Pahlawan Sangat Lemah 1.0

Tipe : Web Novel (CN)
Genre : Comedi, Fantasi, Shounen Ai
Judul Asli : 身为魔王的我因为勇者太弱了而十分苦恼1.0
Sumber : Novel Update


[Chapter 1 : Musuh Bebuyutanku Kelihatannya Sangat Payah Dalam Bertarung]

Namaku Sarthis, Raja Iblis dunia ini. Meski aku adalah makhluk terkuat di dunia ini, akhir-akhir ini aku merasa sangat stress.

Ceritanya begini-

Setiap dunia memiliki Raja Iblis dan Pahlawan. Raja Iblis melambangkan kegelapan, sedangkan Pahlawan melambangkan cahaya. Setiap 500 tahun, dunia akan memiliki malam yang ditakdirkan. Yaitu malam ketika Pahlawan akan mengalahkan Raja Iblis dan menyelamatkan dunia dari kegelapan.

Ini adalah hukum tidak tertulis seluruh Raja Iblis dari setiap zaman dan setiap dunia.

Setelah dikalahkan, sebagai Raja Iblis, kami bisa pensiun dan melakukan apapun yang kami inginkan. Jadi selama 500 tahun, aku sudah menanti-nantikan akhir dari karirku sebagai Raja Iblis.

Tentu saja, siapapun tidak tahu tentang ini. Ini adalah rahasia bisnis Raja Iblis.

Pokoknya, sebagai Raja Iblis, aku sudah bersiap-siap selama ratusan tahun supaya bisa mengakhiri profesiku sebagai Raja Iblis ini dengan sempurna. Karena itu, aku pergi ke hutan iblis yang paling berbahaya untuk latihan, menjinakkan naga paling mematikan sebagai tungganganku dan memimpin sendiri pasukanku untuk menculik Tuan Puteri dan membawanya ke kastil Raja Iblis. Semua ini demi menciptakan latar cerita kelam yang biasa di ceritakan di setiap dongeng.

Semua berjalan lancar hingga musuh bebuyutanku berdiri di hadapanku.

Dengan senyuman di sudut bibirku, kuelus kepala Fafnir, naga paling mematikan yang duduk di sebelah singgasanaku. Fafnir dengan pedang sihir di mulutnya, mencibir Pahlawan dan melepaskan sedikit nafas naga yang telah membakar kota-kota manusia yang tidak terhitung jumlahnya. Matanya melirik sedikit dan memberikan tatapan kejam ke Pahlawan yang berdiri diujung bawah tangga ruang singgasana.

"Aku sudah menanti-nanti dirimu, wahai Pahlawan."

Pahlawan dengan rambut pirang dan mata hijau bak permata menghunuskan pedang dengan kedua tangannya dan berkata dengan nada serius, "Maaf, karena kastil Raja Iblis terlalu luas, aku jadi nyasar..."

"..."

Kenapa aku merasa Pahlawan ini sangat tidak bisa diandalkan...

"Ehem. Tidak perlu bicara lagi."

Kubersihkan tenggorokanku dengan berdehem, bangun dari singgasana dan menarik pedang yang diselimuti nafas naga dari mulut Fafnir.

Ayo bertarung, musuh bebuyutan---

"Bersiaplah menerima ajalmu, Pahlawan!"

***

Logikanya, ini seharusnya berjalan lancar, ya kan?

Dia sudah mengalahkan begitu banyak anak buahku yang kukirim untuk membunuhnya, dan berhasil berdiri di hadapanku.

Tapi kenapa dia sama sekali tidak bisa menembus pertahananku, padahal dia sudah pakai jurus pamungkas!?

Kutatap Pahlawan yang babak belur akibat seranganku dengan tanganku yang menggenggam pedang iblis gemetaran karena amarah.

"Seperti yang kuduga dari Raja Iblis, sangat kuat...!" Si Pahlawan menyeka darah dari sudut bibir dan susah payah menopang tubuhnya dengan pedang suci.

Bukan, bukan, bukan, begitu kang mas... Bukan gara-gara aku yang terlalu kuat, tapi kamu yang terlalu lemah!

Tadi saja Fafnir bisa menangkis jurus setingkat auto-attack dengan ekornya!

Si Pahlawan dengan tenang menyarungkan kembali pedangnya dan berkata, "kita akan bertarung lagi besok." Kemudian jalan keluar dari kastil Raja Iblis.

"... ... ..."

"... ... ..." (Fafnir)

Aku sangat terkejut sampai nggak sempat menghentikannya.

"... ... ..."

Sebagai Raja Iblis, aku menghadapi jalan buntu di prosesiku.

Pahlawan Sampah ini, bagaimana caranya supaya aku bisa kalah dari dia?

[Chapter 2 : Ada Yang Salah Dengan Pedang Musuh Bebuyutanku]

Aku tidak tahu kenapa musuh bebuyutanku sangat lemah, jadi setelah lima ronde bermain lempar tangkap dengan Fafnir, aku pergi menemui Tuan Puteri Coleman yang kutahan di penjara bawah tanah.

Setelah diantar oleh prajurit tengkorak, aku melihatnya.

Meski dia telah ditahan selama satu bulan, Tuan Puteri Coleman masih suci dan polos seperti pertama kali aku melihatnya. Wajah cantiknya masih bersih, seakan-akan dia yakin kalau seseorang akan menyelamatkannya.

Melihatnya seperti ini, aku jadi merasa sangat terluka. Aku yakin dia belum tahu kalau Pahlawan payah itu gagal.

Prajurit tengkorak membukakan pintu penjara untukku, kemudian aku masuk dan duduk di hadapan Tuan Puteri Coleman.

Tuan Puteri bertanya dengan lembut, "Ada apa, Sarthis?"

"...Jangan panggil namaku, panggil aku Raja Iblis!" Kataku. "Jadi begini..."

Sejujurnya aku ingin terang-terangan menceritakan tentang si Pahlawan, tapi setelah melihat wajahnya, aku jadi tidak tega.

Jadi, terpaksa aku bertanya dengan berputar-putar, "Jika kamu punya musuh yang ditakdirkan untuk mengalahkanmu, tapi entah kenapa musuh ini sangat lemah sampai-sampai kamu tidak percaya, apa yang akan kamu lakukan?"

Tuan Puteri bertanya, "Apakah dia musuh yang harus dilawan pada tingkat yang sama?"

"Iya," Jawabku. Kalau tidak, aku bakalan ketahuan sengaja kalah!

Dia berpikir sejenak, lalu tersenyum dan menjawab, "Jika itu aku, aku akan membantunya menjadi lebih kuat."

"...Begitu."

Kutinggalkan penjara bawah tanah, dan berpikir apa yang dia katakan sangat masuk akal. Mungkin karena monster-monster yang kukirim tidak cukup memberikan EXP, jadinya dia tidak bertambah kuat.

Kalau begitu...

***

Malam kedua, pahlawan datang sekali lagi.

Kali ini, dia datang 10 menit lebih awal dibandingkan kemarin. Sepertinya dia sudah hapal jalan ke sini.

Hari ini, aku sudah menyiapkan begitu banyak goblin di bawah tangga singgasana dan mereka mengelilingi si Pahlawan. Dengan nada menyindir, aku menyambutnya, "Oh, kamu datang lagi. Belum menyerah juga, Pahlawan?"

"Aku akan datang setiap malam sampai aku mengalahkanmu, Raja Iblis Sarthis."

Meski dia sedang dikelilingi goblin, musuh bebuyutanku masih tetap tidak bergeming. Aku suka nyalinya.

Dengan ayunan tanganku, semua goblin berteriak sambil mengayunkan pentungan mereka dan mulai menyerang Pahlawan. Musuh bebuyutanku mengambil kuda-kuda dengan pedang di dada mengarah ke atas dan mengalirkan energi sihir ke pedangnya, lalu berteriak "Pedang suci, lindungi aku!"

Seluruh goblin dalam sekejap terpental oleh gelombang sihirnya dan menghantam dinding kastil.

"Itu dia! Itulah kenapa dia pantas menjadi musuhku, Raja Iblis Sarthis!!" Aku tertawa bahagia. Sepertinya aku bakalan bisa pensiun malam ini tanpa ada masalah! Fafnir juga merasakan kebahagiaanku dan menyemburkan nafas api.

Akan tetapi pedang suci di tangan Pahlawan menjadi bengkok lemas tidak berdiri lagi.

"... ... ..."

"... ... ..." (Fafnir)

Aku berhasil menahan diriku berkat bantuan Fafnir, dan menunjuk pedang suci si Pahlawan, "Apa yang terjadi dengan barangmu?"

Si Pahlawan dengan serius memeriksa pedang lembek bagaikan es krim jeli meleleh dan menatapku dengan menyesal, "Aku lupa meng-charger pedangku sebelum pergi tadi."

.........Apa-apaan senjata pahlawan ini?

***

Hari ini, Pahlawan gagal mengalahkanku lagi.

Hatiku sangat kecewa, tapi aku masih serius dan tidak akan menyerah.

[Chapter 3 : Musuh Bebuyutanku Sedikit Spesial]

Kugunakan pikiranku untuk bertemu dengan Raja Iblis dari dunia lain.

Sebenarnya, di waktu luang, kami sering pakai cara ini untuk bertemu. Ini adalah salah satu cara supaya Raja Iblis yang kesepian dapat bertemu satu sama lain. Karena kami semua kesepian di puncak kekuatan dan hanya bisa ngobrol bersama teman satu profesi yang sepantaran.

Kuseruput teh hitam dan menanyakan dengan serius ke Raja Iblis di depanku, "Pahlawan seperti apa yang kamu lawan?"

"Pahlawanku adalah pria yang terhormat dan jujur, sama seperti pahlawan di cerita-cerita Pahlawan dan Raja Iblis." Jawab Raja Iblis dari dunia A.

Raja Iblis Dunia B, "Pahlawan yang kutemui sangat kuat, aku kewalahan sampai tidak bisa bergerak."

Raja Iblis dunia C, "Kalau aku, kami bertarung dengan sangat liar. Sampai sekarang, aku masih ingat kekuatan Pahlawan itu, sangat luar biasa."

Setelah selesai, mereka bertanya balik ke arahku, "Bagaimana dengan pahlawanmu, Sarthis?"

Aku terdiam. Setelah beberapa lama, kututupi kedua mataku dengan satu tangan, "...Sangat buruk. Sangat buruk sampai aku menyerah, dia sama sekali tidak bisa menyentuhku."

Teman seprofesiku terkejut, "Oh, ini tipe yang belum pernah kudengar."

"Aku harus bagaimana?" Keluhku.

Mereka saling menatap satu sama lain dan menggelengkan kepala.

Raja Iblis A menepuk-nempuk pundakku, "Bertahanlah, Sarthis. Suatu hari nanti, dia akan menjadi lebih kuat."

Kubayangkan penampilan si Pahlawan kemarin, dan merasa sedikit depresi.

Aku merasa seperti orang tua yang berharap anak mereka mendapatkan masa depan yang gemilang, tapi mendapati anak mereka tidak punya harapan untuk sukses, dan tidak tahu harus berbuat apa sambil melihat anak mereka menganggur di rumah.

***

Setelah pertemuan dengan Raja Iblis dari dunia lain, aku kembali ke kastil Raja Iblis, dan tepat sebelum pertarungan malam ketiga.

Sebelum bertarung dengannya, aku memutuskan untuk berbicara dengannya hari ini.

Aku bertanya, "Kamu pernah berpikir kalau hubungan kita sangat aneh?"

Mendengar kata-kataku, pipi Pahlawan merona.

"Bukan, bukan seperti itu maksudku." kupijit tanduk di kepalaku gara-gara pusing, "Siapa yang mengajarimu berpedang?"

Pahlawan menjawabku dengan patuh, "Ayahku, mantan Pahlawan, Warner."

Darah Pahlawan dan Raja Iblis diwariskan dari generasi ke generasi, tidak ada masalah soal ini.

Lalu, kami berbincang lebih jauh. Aku mengetahui namanya Luke dan berumur 16 tahun. Dia dulu adalah seorang petani yang bekerja menanam padi di ladang tetangganya yang seorang nenek tua, lalu dia menjadi Pahlawan setelah menarik pedang suci.

Dengan persiapan seadanya, tidak heran kalau dia lebih lemah dari pada aku, yang sudah bersiap-siap selama beratus-ratus tahun. Tapi, dengan darah pahlawan di nadinya, dia seharusnya memiliki kekuatan yang lebih kuat dari orang rata-rata. Apa masalahnya?

Jangan-jangan checkpoint yang kuberikan padanya tidak cukup?

Mustahil, aku sudah melakukan semuanya sesuai dengan <Panduan Untuk Menjadi Raja Iblis Yang Sukses>.

Luke tersenyum dan berkata, "Aku sudah banyak bercerita tentang diriku, bagaimana denganmu, Sarthis?"

Wajahku berubah tanpa ekspresi dan menunjukkan wibawa Raja Iblis, "Ayahku adalah mantan Raja Iblis, yang dikalahkan oleh ayahmu."

"Jadi kamu ditakdirkan menjadi Raja Iblis? Tidak ada pekerjaan lain?"

"Tentu tidak," kataku.

Aku tidak menduga orang ini berani memasang wajah 'hidupmu sangat membosankan, aku jadi kasihan', itu menghancurkan kepercayaan diriku.

"Ngomong-ngomong, aku selalu penasaran," kata Luke. "Apa yang akan terjadi pada Raja Iblis setelah kalah?"

Setelah kalah? Kalau ayahku pergi ke dunia lain karena umur tuanya, dan sekarang kemungkinan dia sedang mancing di suatu danau di gunung.

"Kamu sangat aneh," kataku. "Kamu mungkin Pahlawan pertama yang peduli dengan Raja Iblis."

Dia tersenyum, "Aku juga pikir begitu. Sampai sekarang, aku tidak pernah menganggap hal Pahlawan ini nyata."

Dengan santai dia duduk sila di lantai. "Kalau aku bisa, aku ingin kembali ke desa dan menjadi petani. Jika kamu menanam di musim semi, di musim gugur kamu bisa memanen buah dan sayur-sayur yang kamu tanam. Rasa salad dingin dengan rempah-rempah sangat lezat."

Aku tidak tahu kenapa, tapi kata-katanya sangat menarik perhatianku.

Sedikit kubuka mulutku dan, "...ceritakan lagi."

Luke membalas dengan bingung, "Ceritakan apa?"

"...Tentang desamu."

***

Di malam ketiga, aku dan Pahlawan bicara sepanjang malam sampai jam dua pagi. Sebelum pergi, dia bilang kalau dia akan biarkan aku tidur nyenyak malam ini dan dia akan kembali besok malam.

Untuk apa kamu sok peduli padaku! Kalau kamu tidak jadi lebih kuat besok, jangan berani kembali ke sini!

[Chapter 4 : Musuhku Bebuyutanku Tidak Cocok Dengan Pekerjaannya]

Malam ini adalah malam keempat. Aku sengaja membawa Tuan Puteri ke ruang takhta Raja Iblis, untuk menunjukkan penampilan menyedihkannya di hadapan Pahlawan, supaya membuatnya lebih termotivasi.

Tuan Puteri Coleman duduk di bawah sayap Fafnir dan mencari postur duduk yang nyaman, "Duduk di sini, seperti ini, Sarthis?"

"Sudah kubilang, panggil aku Raja Iblis!" Jawabku ketus. "Kamu cuma perlu duduk di sana dengan tenang, dan kalau bisa menangislah, mengerti?"

Tuan Puteri tersenyum dan menjawab, "Baiklah."

"Tapi rasanya ada yang kurang..." dia berpikir sejenak, kemudian menarik tangan Fafnir supaya tubuhnya terlihat dicengkeram, "Sempurna."

Kupuji dia, "Aku tidak menduga meski kamu cuma Tuan Puteri, kamu tahu peranmu sangat baik."

Dengan begini, aku menunggu Pahlawan Luke.

Akan tetapi aku tidak pernah menduga, ketika dia tiba, selain membawa pedang sucinya yang terisi penuh, dia juga membawa kotak kayu besar.

Apa itu berisi semacam senjata rahasia? Akhirnya, sekarang kamu jadi lebih serius, musuh membuyutanku!

Si Pahlawan melihat Tuan Puteri Coleman yang sedang dicengkeram Fafnir, dan bertanya, "Anda baik-baik saja, Tuan Puteri?"

"Lumayan bagus." Kutatap Tuan Puteri, dia langsung mengerti tatapanku dan memasang wajah sedih sambil berkata, "Selamatkan aku, Luke."

"Tenanglah, Tuan Puteri Coleman. Aku akan mengalahkannya." Angguk Luke, "Tapi sebelum itu, kamu mau makan malam?"

Dia membuka kotak kayu besar yang dia bawa dan menunjukkan makanan mewah di dalamnya,  "Aku berpikir kemarin. Setiap kali aku kemari, sambutanmu sangat mewah. Aku merasa itu sangat memakan waktu dan mungkin kamu terlalu sibuk jadi tidak sempat makan, jadi aku membawakan makan malam untukmu hari ini."

Dia menunjukkan kotak makanan ke arahku, "Kamu mau makan bersamaku? Aku sudah bikin cukup untuk bertiga."

"... ... ..."

Ketika Fafnir melihat makanan, dia reflek bertanya meminta izin dengan menjulurkan kepalanya, kuijak dia diam-diam dan dia menarik kembali kepalanya, merasa bersalah.

Apa yang kamu lihat, kamu itu naga paling mengerikan di dunia, di mana harga diri ras naga!?

Lima menit kemudian, kami bertiga duduk di sekitar meja bulat dan makan dengan tenang, Fafnir di belakangku sebagai sandaran.

Ini sama sekali bukan karena aku lapar. Aku hanya ingin tahu kenapa Pahlawan ini begitu lemah dengan cara seperti ini.

Sejujurnya, Pahlawan ini berwajah sangat tampan yang sangat tidak cocok dengan kekuatannya. Kalau membicarakan kekuatan, aku kasih dia nilai lima. Tapi kalau soal wajah, kuberi dia 5000.

Ngomong-ngomong, kalau wajah dia 5000, masakan yang dia buat kuberi 50,000. Meski aku sudah hidup selama ratusan tahun, aku tidak pernah merasakan masakan selezat ini - goblin, yang bertanggung jawab sebagai koki di kastil Raja Iblis, masakan mereka tidak buruk kalau mereka bisa membuat masakan normal.

Dan supaya teman lamaku tidak kelaparan, kulempar daging besar ke Fafnir.

"Mau nambah?" Tanya musuh bebuyutanku ketika melihat mangkukku kosong.

"Ya... Nggak! Ehem." Aku tersadar wibawaku sebagai Raja Iblis hancur barusan, dan langsung duduk dengan serius, "Tidak perlu."

"Sayang sekali, padahal aku sudah bikin sepanci besar." Pahlawan memasang wajah kecewa.

Orang ini lumayan perhatian... Tidak, bukannya ini terlalu aneh?

Kulempar cangkir tehku dan menatap marah Pahlawan, "Oke, waktu makan sudah selesai, dan ini waktunya untuk pertarungan terbesar kita, Pahlawan Luke! Hari ini kita tentukan siapa pemenangnya!"

Luke sendawak.

"...Kamu meremehkan aku!?"

Dia langsung menjelaskan, "Tidak, ini, aku cuma mengantuk setelah makan..."

Lalu, tanpa rasa malu dia bertanya, "Hei, aku sudah membuatkan makan malam yang enak untukmu, boleh aku menginap di katil Raja Iblis hari ini? Akhir-akhir ini, aku tidur di tanah di luar kastil Raja Iblis, dan sangat tidak nyaman."

"Ngomong apa kamu? Mana mungkin kastil Raja Iblis jadi tempat tidurmu, hah!?"

"Aku bisa menyiapkan sarapan untukmu besok."

Jantungku bergetar sangat kuat bagaikan gempa bumi.

"Tidak apa-apa, kan, Sarthis? Kalau begitu, kita bisa sarapan dengan enak besok." Tuan Puteri Coleman tersenyum ceria dengan tangan di pipinya.

"Ditambah makan siang dan malam."

"...Baiklah, kuberikan kamu kesempatan untuk tinggal di sini. Tapi ingat, ini supaya kamu dapat beristirahat dan bertarung dengan segenap kekuatanmu, mengerti?"

Musuh bebuyutanku tersenyum, "Oke, aku mengerti."

***

Tidak hari ini, tapi besok, aku harus pensiun!!

...Kalau dia masih masak untuk besok lusa, aku pikir aku masih bisa bertahan untuk beberapa hari.

[Chapter 5 : Musuh Bebuyutanku Mungkin Ditakdirkan Menjadi Koki]

Pa... pada akhirnya, karena masakan buatan Pahlawan sangat lezat, aku mengundur pertarungan penentuan kami selama seminggu. Selama itu, pelayanannya meningkat sampai sangat sempurna. Aku hampir mengusir para goblin dari kastil Raja Iblis. Ini bukan karena main favorit, ini tidak ada unsur kebencian.

Ini semua untuk memahami dasar nutrisi yang dia makan, bukan karena aku rakus! Klanku, Klan Raja Iblis, tidak mungkin merasakan lapar.

Sejujurnya, kalau saja dia bukan Pahlawan, pasti langsung aku jadikan koki kastil Raja Iblis. Sayangnya, identitas kami sudah sangat terkenal, jadi itu semua hanya khayalanku saja.

"Sarthis, apa yang akan kamu lakukan ketika pensiun?"

Sekali lagi, aku menghadiri pertemuan Raja Iblis, dan Raja Iblis A menanyaiku ini. Raja Iblis A sekarang sedang berkelana ke dunia yang berbeda-beda semenjak pensiun.

"Aku?" Aku terkejut, dan mencoba mengingat apa yang sudah kuputuskan seratus tahun lalu.

Setelah kupikir-pikir, aku sama sekali tidak ada rencana yang jelas. Aku cuma ingin pensiun, dan sama sekali tidak memikirkan hal lain.

Apa yang akan kulakukan setelah pensiun...

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Sarthis?"

Pikiranku kembali ke tubuhku dan komplain, "Panggil aku Raja Iblis, jangan namaku! Kenapa kamu ikut-ikutan bertingkah seperti si Coleman!"

Luke berkata dengan santai, "Ah, tapi kalau aku panggil kamu Raja Iblis, bukannya kita terasa cuma seperti kenalan?"

"...Memangnya kita sudah saling mengenal satu sama lain?"

Dia meletakkan steak di depanku, "Kamu sudah memakan makananku beberapa hari ini."

Aku mencium aroma makanan lezat dan memutuskan membiarkan dia tinggal untuk satu malam lagi.

"Bagaimana kematangannya?" Dia menopang dagunya dengan kedua tangannya dan bertanya, sambil tersenyum.

Kugigit sedikit dan mulai mengunyah, "Aku lebih suka sedikit lebih matang."

"Oke." Dia melepaskan tangan kanannya dan menjentikkan jarinya. Api keluar dari ujung jarinya bagaikan penyembur api dan membakar steak di depanku sedikit lebih lama, "Selesai."

Aku sangat terkejut, apa-apaan dia, kenapa dia sangat pandai mengendalikan api!

Sangat sulit mengendalikan sihir elemen api. Entah apakah itu cuma percikan api atau api yang membara. Dia bisa mengontrol ukuran dan bentuk api dengan begitu lihai, apalagi menggunakannya untuk memasak...

Sudah diduga, orang ini memang berbakat jadi koki.

Ketika makan, aku mengatakan, "Dari pada itu, malam ini, kita harus tentukan pemenangnya, mengerti, Pahlawan?"

"Malam ini?" Pahlawan terlihat ragu.

"Ya." Anggukku. Kenapa? Karena aku sudah memutuskan-

Setelah pensiun, aku ingin tinggal di desa!

Kalau pemenang masih belum ditentukan juga, malam yang ditakdirkan akan berakhir tidak lama lagi. Jika masih tetap seperti itu, aku akan dipaksa menguasai dan menyelimuti dunia dengan kegelapan, dan menunggu 500 tahun lagi sampai Pahlawan selanjutnya muncul.

Entah kenapa, wajahnya terlihat sedikit sedih.

[Chapter 6 : Musuh Bebuyutanku Dan Aku...]

Aku berdiri di hadapan musuh bebuyutanku, dan sekali lagi, posisi kami bagaikan di malam pertama kami bertemu.

Hari ini, aku harus membuat dia menang! Kalau aku gagal lagi, aku tidak akan dipanggil Sarthis!!

Jadi aku dengan sabar mengajarinya, "Jangan pikirkan betapa kuatnya perisai ini, kamu harus fokuskan kekuatan sihirmu pada satu titik, mengerti?"

Luke mengangguk, "Mengerti."

Aku melanjutkan, "Dan ini adalah pedang sihirku, ada jeda di setiap semburan apinya, temukan waktu yang tepat untuk menyerang, oke?"

Luke mengangguk, "Oke."

Aku juga menunjuk ke Fafnir, "Kelemahannya ada di bagian bawah lehernya, cuma itu satu-satunya bagian tubuhnya yang tidak dilindungi sisik naga..."

Fafnir mendengus kesal, dia mungkin bertanya-tanya kenapa aku kasih tahu kelemahan dia ke Pahlawan lemah ini.

Dan setelah mengambil kuda-kuda, pertarungan kami pun dimulai sekali lagi. Meski aku ini bukan tipe yang suka mengalah, tapi kali ini aku hanya menggunakan 80% kekuatanku demi menjamin kekalahanku... Dan tanpa diduga, Pahlawan hari ini terasa sedikit berbeda.

Sial! Dia sangat kuat hari ini!!

Aku kewalahan menghindari serangan pedangnya, dia menyerang begitu cepat dan tanpa henti melontarkan berbagai teknik dan tipuan pedang. Setelah beberapa lama, kerangka Archaeoptery yang sangat berharga yang melindungi punggungku hacur berkeping-keping.

Kenapa!!

10 menit sebelumnya, dia cuma orang lemah yang terlihat bakalan jatuh di tanah rata!! Apa dia mempermainkan aku!!!

Serangannya begitu kuat dan tanpa mengenal batas menyerangku bertubi-tubi. Kecepatan, kekuatan, sihir dan teknik berpedangnya sangat berbeda jauh dari ketika pertama kali aku bertarng melawannya. Aku menyaksikan bagian demi bagian kastil Raja Iblis hancur satu per satu akibat amukannya, serangan gaya penghancuran. Setelah melepaskan jurus pamungkasnya, dia berhasil menang dan menghunuskan pedangnya ke arahku. Kupejamkan mataku, bersiap menerima kekalahan namun ujung pedangnya beehenti beberapa senti di depanku.

Kudengar dia mendesah, "Segitukah kamu ingin kalah dariku, Sarthis?"

Kubuka mataku dan melihat tidak hanya pedangnya saja yang sangat dekat denganku, tapi wajahnya juga sangat dekat. Malam ini, kekuatannya terlihat jelas di wajahnya. Mata hijau bagai permatanya menatapku dengan sedih, lalu dia menjauh dariku dan menyarungkan kembali pedangnya.

Luke menguap dan meregangkan tubuhnya, "Yah, sudah malam, waktunya tidur."

Aku terpaku di tempat, tidak mengerti apa yang terjadi dan mencoba mengehentikannya, "Tunggu, jangan pergi."

Dia berbalik dan menatapku heran, "Kamu tidak mau tidur? Atau kamu tidur bersamaku?"

".........Siapa yang ingin tidur denganmu!"

Beribu-ribu pertanyaan 'kenapa' muncul di kepalaku, aku tidak mungkin menanyakan semuanya. Jadi kupilih beberapa pertanyaan paling penting dan melemparkan semua ke arahnya bagaikan peluru:

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu tidak mengalahkan aku? Padahal tadu kamu punya kesempatan paling langka untuk membunuhku. Dan kenapa kamu tiba-tiba jadi sangat kuat? Apa kamu pura-pura sebelumnya? Kenapa kamu lakukan itu?"

Tentu saja, otak musuh bebuyutanku tidak mampu menjawab semua pertanyaan itu sekaligus, jadi dia hanya tersenyum dan berkata, "Karena aku menyukaimu, Sarthis!"

"Uhuk!"

Aku sudah menjadi Raja Iblis selama 500 tahun dan untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, aku terkejut.

Aku sudah hidup begitu lama dan sekarang seseorang menyatakan cinta padaku - dan langsung di hadapanku, semua itu membuat seluruh wajahku merona.

Kututpi wajahku, "Apa kamu bercanda?"

"Mana mungkin? Aku selalu serius dengan kata-kataku." Luke menghampiriku, berlutut dihadapanku dan menyentuh pipiku- aku tidak punya waktu untuk bereaksi dan dia menatap wajah meronaku.

"Itulah kenapa aku bertanya, apa yang akan Raja Iblis lakukan setelah dikalahkan oleh Pahlawan." Luke tersenyum sambil menatapku, ini sangat memalukan.

Pahlawan Luke terkejut, "Kamu......... ingin tinggal di desa, kalau begitu kenapa kamu tidak tinggal di desaku bersamaku?"

Aku terdiam selama beberapa detik, "Kamu punya sihir pembaca pikiran tingkat tinggi?"

"Ya." Jawab Luke. "Itu sebabnya aku tahu kamu tidak akan menolakku. Ditambah, kamu sudah makan makanan buatanku, dan aku yakin kamu tidak akan bisa makan makanan buatan orang lain lagi. Jadi kamu harus bergantung padaku untuk seterusnya."

Dia meraih tanganku dengan lembut.

"Aku ingin hidup bersamamu, hingga maut memisahkan kita."

***

Setelah Raja Iblis dikalahkan, apa hasilnya?

Raja Iblis A, Raja Iblis B dan Raja Iblis C terdiam sambil menatap Luke, yang memaksa ingin ikut pertemuan Raja Iblis.

Raja Iblis A mewakili semua Raja Iblis berata, "Semoga kalian bahagia."

Setelah itu, Raja Iblis B dan C juga mengerti dan memberikan restu mereka, yang membuatku gigiku sakit mendengarnya.

Luke tersenyum, "Terim kasih. Terima kasih telah menemani Sarthis. Ini adalah sayuran yang baru saja kami panen, kami sengaja bawa ke sini supaya bisa dicoba."

Aku bicara tanpa sedikitpun ekspresi di wajah, "Dia adalah kokiku. Dia memaksa untuk tetap tinggal di dekatku untuk membayar hutanya karena telah menghancurkan tengkorak archaeopteryz-ku."

Luke mengangguk, "Ya, tapi ini hubungan atas bawah yang penuh dengan gandengan tangan, ciuman dan tidur bersa-"

"Hentikan itu bodoh! Jangan ceritakan itu!"



Aku tidak tahu bagaimana dengan Raja Iblis lain...

Tapi untukku, aku mendapatkan akhir bahagia bersama musuh bebuyutanku.

[Akhir Chapter 6 : Musuh Bebuyutanku Dan Aku Berakhir Bahagia]

Halaman Utama Short Story

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia