“Shouko.”
“…”
“Shouko.”
“…”
“Oi, Shouko.”
“…Ah… maaf. Ada apa, Yuuji?”
“Berikan itu.”
“…Eh… Baiklah, mau bagaimana lagi.”
“Ada maksudmu ‘mau bagaimana lagi’? Berikan saja.”
“…Tapi…”
“Tidak ada tapi-tapian. Jangan banyak bicara dan berikan
itu.”
“…Tapi… aku belum hamil…”
“Tunggu, kayaknya ada yang aneh dengan otakmu!”
“?”
“Kenapa kamu pasang wajah kebingungan… Emangnya kamu kira
aku minta apa?”
“…ASI.”
“Oke. Ini bukan masalah salah kosa kata, tapi ganguan
komunikasi.”
“…Benar kan?”
“BENAR BANGET! APA YANG SALAH DENGAN OTAKMU? KENAPA BISA
KAMU BERPIKIR SEGILA ITU?”
“…Aku sedang membayangkan kehidupanku bersama Yuuji kelak
setelah kita menikah.”
“Benarkah? Kehidupan keluarga setelah menikah. Begitu.
Tapi, jawabanmu sangat mengerikan!”
“…Aku sedang diskusi dengan Yuuji tentang memiliki anak
lebih dari 10.”
“Tunggu dulu, sepertinya baru saja bertambah satu digit.”
“…Yuuji ingin 37, tapi aku ingin 38, jadi kita bertengkar
karenanya.”
“Kalau kita punya anak sebanyak itu, kurang satu juga
nggak bakalan ada bedanya.”
“…Tidak peduli seberapa harmonisnya hubungan antara suami
istri, ada beberapa hal yang aku tidak akan pernah menyerah.”
“Oh, oke oke. Aku tidak masalah, oke?”
“…Oh. Kalau bukan ASI, lalu Yuuji minta apa?”
“Kok kedengarannya aku seperti orang cabul …”
“…Aku tidak akan membiarkan siapa pun memperlakukan orang
cabul seperti Yuuji.”
“KAMU PENYEBABNYA! DAN JUGA JANGAN MEMUTAR BALIKKAN
KATA-KATANYA!? KAMU TIDAK ADA BEDANYA DENGAN ORANG CABUL!”
“…Jadi, apa yang kamu pinta?”
“Kamu sama sekali tidak peduli dan langsung mengganti
topik pembicaraan… ah, bodo amat. Ngerepotin. Aku minta kamu serahkan tas besar
yang kamu bawa itu.”
“…Tidak ada isinya.”
“Shouko, aku punya cicin nikah untukmu. Berikan tanganmu.”
“…Aku sangat bahagia.”
“Hah, dasar. Begitu aku sebut cincin nikah kamu langsung
nurut? Aku tidak tahu apa aku harus terkejut atau apa. Oke, coba kita lihat,
ini… majalah pernikahan, buku panduan menghipnotis, buku bagaimana caranya
melatih anjing – SIALAN, APA-APAAN INI!”
“…Kembalikan.”
“SIALAN! SIAPA JUGA YANG MAU! AKU AKAN MENYITA INI SEMUA
DEMI KESELAMATANKU!”
“…Jangan. Itu mau kupinjamkan ke Kubo.”
“Begitu ya. Tidak baik mengingkari janji. Ini ambil.”
“…Sebenarnya, apa yang kamu pikirkan?”
“Aku tahu ini sangat berisiko tapi karena bakalan ada hal
menarik yang terjadi pada Akihisa, aku tidak peduli.”
“…Yuuji kadang sadis juga.”
“Shouko, apa maksudmu? Aku cuma memikirkan kebahagiaan
orang itu.”
“…Kalau begitu, biarkan aku yang memikirkan caranya
memiliki keluarga bahagia bersama Yuuji.”
“Nggak usah pikirin itu. Aku nggak mau dengar.”
“…Pertama, lamaran Yuuji… lalu, pernyataan cinta…”
“Oi, kamu nggak dengar? Dan juga, urutannya salah!”
“…Upacara pernikahan… bulan madu…”
“Gawat… dia nggak dengar sama sekali. Dah kaya orang habis
nyimeng.”
“…Kehidupan bahagia sebagai sepasang kekasih… bulan madu
yang romantis…”
“Oh iya. Ibuku bilang dia punya sesuatu untukmu. Kalau
nggak salah dia bilang gaun pernikahan atau semacamnya.”
“…Perayaan… anak pertama…”
“Oi, Shouko, aku taruh di sini ya?”
“… Namanya Shoyu (kecap)… untuk anak perempuan…”
“Oi, kamu dengar nggak?”
“…Rumah yang indah… penuh dengan anak-anak kecil
berlarian… dan seekor anak anjing…”
“Ya sudah, aku taruh nih.”
“… Dan, Yuuji yang terikat dan dikunci…”
“NGGAK BAKALAN ADA KEBAHAGIAAN DI KELUARGA ITU! KATA
‘BAHAGIA’ SUDAH PASTI BUKAN UNTUKKU!”
“…Ah, maaf. Aku barusan memikirkan sesuatu… apa yang tadi
kamu katakan?”
“Kalau arti dari bahagia adalah aku yang terkunci di kandang anjing, terus di
mana anjingnya tinggal… banyak yang ingin aku protes… pokoknya, ini.”
“…Ah, terima kasih.”
“Pastikan kamu kasih itu ke Kubo!”
“…Aku akan kasih dia setelah sekolah.”
“Bagus, dengan begini, Kubo dan Akihisa akan bahagia.”
“…Yoshii? Kenapa?”
“Karena banyak hal yang akan terjadi. Kehidupan Akihisa
akan menjadi sangat menarik mulai sekarang.”
Comments
Post a Comment