Baka to Tesuto to Syokanju, Bahasa Indonesia, Volume 7 : Soal Keenam
Soal Keenam
“Yuuji… aku nggak nyangka kamu bakalan pakai cara
mengerikan seperti itu…”
“Awalnya aku juga nggak nyangka setting-nya bakalan
diubah seperti itu… aku bahkan merasa kasihan pada mereka…”
“Ano~, Akihisa-kun…”
Kami kembali ke ruang tunggu kelas F. Setelah berhasil
mendapatkan kemenangan dari kelas 3-A, kami semua tidak sabar untuk makan
siang, tapi anehnya aku tidak merasa senang sama sekali saat ini.
“Lagipula, aku tebak ‘kelas 3 nggak bakalan mau ambil tes
remedial buat melanjutkan pertandingan karena nggak ada barang mereka yang
disita’. Kalau bukan karena si nenek tua, ini tidak akan berakhir seperti ini.”
“Ano, Sakamoto-kun…”
Kami sangat menyesal dan kasihan pada senpai pemukul
keempat yang tewas di luar lapangan. Aku harap dia tidak mengalami luka mental…
hm, gimana dengan Toko-Natsu? Bodo amat.
“Dari yang kudengar, sepertinya kepala sekolah merasa
tadi itu keterlaluan. Setelah pertandingan dia janji bakalan ubah setting
kembali ke awal.”
“…Tadi itu sangat mengerikan.’
“Ano, Kinoshita-kun, Tsuchiya-kun…”
Setelah menyaksikan peristiwa mengerikan itu, nenek tua
mungkin merasa tidak pantas menjadi seorang guru karena sudah membuat keputusan
sekejam itu. Aku hanya bisa mendoakan untuk empat jiwa yang telah melayang itu.
“Oke, untuk pertandingan nanti…”
“Ano... KUMOHON DENGARKAN AKU!”
Kami semua pura-pura tidak sadar, mencoba menghindari
kenyataan, tapi sepertinya kami tidak bisa kabur lagi. Karenanya, kami berempat
hanya bisa menoleh dengan kikuk ke arah sumber suara sambil terlihat hampir menangis.
““““…Ya.””””
“Sebenarnya, aku sudah bikin bekal untuk kalian…”
Kata Himeji-san sambil menunjukkan sebuah kotak makan
besar yang ditutupi kain. Sebenarnya, kami semua sudah tahu… begitu kami
melihat Himeji-san membawa sebuah kotak besar, kami semua tahu kalau dia sedang
membawa kotak kematian. Hanya saja kami tidak ingin mengakuinya.
“Aduh, Mizuki, kamu rajin banget.”
Berdiri di samping Himeji-san, Minami memasang wajah
cemberut. Sepertinya dia sedang tidak senang.
“Eh, pokoknya, kalian berdua duduk dulu.”
Yuuji buru-buru berdiri dan memberikan tempat duduk buat
Himeji-san dan Minami, tapi dia membalikkan badannya dan pergi ke pintu.
“Oke, aku mau beli minuman dulu.”
“Tidaktidaktidak, aku yang akan beli, Yuuji. Aku yang
akan beli minuman.”
“Kalian ga usah repot-repot. Aku yang akan beli.”
“…Aku yang beli.”
Kami berempat berdiri dan saling berusaha menghalangi
yang lain. Orang-orang ini – mereka pasti ingin pakai alasan beli minuman
supaya bisa kabur, ya kan? Rendah sekali mereka! Apa mereka tidak tahu malu?
“Haha, nggak usah repot-repot, Akihisa. Kamu tidak punya
duit buat beli minuman, kan?”
“Nggak usah khawatir. Aku sudah hidup lumayan teratur
sekarang. Lagipula, kalau ada yang ingin disuruh-suruh pasti yang dipilih aku.
Aku yang paling pandai jadi kacung.”
“Tunggu dulu! Aku sudah jadi kacung kakakku selama 15
tahun. Jangan remehkan kemampuan berlariku. Akan kutunjukkan kemampuan
berlariku yang lebih cepat dari pada Akihisa!”
“…Tidak, jadi kacung yang terpenting adalah kecepatan.
Sudah pasti itu lebih cocok buatku ‘raja pelari di kegelapan’.”
Semua orang berusaha menjadi kacung supaya bisa kabur.
Kalau saja aku bisa kabur dari tatapan Himeji-san, pura-pura tersesat atau
alasan kalau minumannya habis makanya aku beli di luar, kira-kira tiga orang ini
yang bakalan jadi tumbal dan peduli setan dengan apa yang terjadi nanti.
“Kalian sombong banget ya! Kalian pikir kalian bisa
mengalahkan kecepatan lariku kalau aku lagi serius?”
“Omong kosong apa itu!? Kemampuan lariku lebih baik
ratusan kali lipat dari padamu! Karakter sampingan minggir saja!”
“Nyesek kalau kamu bilang aku karakter sampingan yang
nggak menonjol. Kamu berani ngomong kaya gitu karena belum melihat kecepatan
kakiku, kan?”
“…Berhenti ngebacot, sini biar aku yang beli.”
Kalian sama sekali tidak mengerti, akan kutunjukkan
kemampuanku buat bikin kalian pada diem semua. Akan kutunjukkan skill
rahasiaku.
“Ah, aku juga sudah menyiapkan minuman buat semuanya.”
““““… … … … Ahh… … … begitu... … …””””
Kebaikan Minami sungguh membuat kami menangis.
“Ayo buruan duduk.”
Himeji-san duduk di sebelah Minami.
“U, um… Himeji-san, bekal makan siang apa yang kamu
bawa?”
“Uu, uu, a, aku jadi nggak sabar…”
“Ya. Haha, hahahahaha…”
“…Jantungku sangat berdebar-debar, aku bahkan tidak bisa
menenangkannya…”
Keringat dingin mengalir di punggung kami, lalu
Himeji-san menarik kain penutup kotak kematian dan menunjukkan kami isinya.
“Eh? Aneh sekali? Kenapa lebih sedikit, Mizuki?”
Minami penasaran begitu melihat bekal buatan Himeji-san. Mendengar
apa yang dikatakan Minami, aku merasa ukurannya terlalu kecil. Selain kotak
kayu beberapa lapis, ada juga kotak bekal yang dua kali lipat lebih kecil.
Seingatku, Himeji-san selalu membuat lebih dari ini.
“Ah, ya. Sebenarnya itu karena aku gagal…”
Sambil mengatakan itu, Himeji-san membuka tutup kotak
kayu. Di dalamnya… ada onigiri segitiga ukuran kecil.
“Sebenarnya, aku bikin banyak, tapi…”
Jadi, kotak yang lain isinya makanan penutup. Begitu,
karena tidak ada lauk, bekal kali ini lebih sedikit dari biasanya.
“Kamu mau coba, Minami-chan?”
“Boleh? Kalau begitu kucoba satu.”
““““AH!!!!””””
Sebelum kami bisa menghentikannya, Minami mengambil
onigiri dan memakannya. Sialan! Kalau aku tahu bakalan begini jadinya, aku
pasti sudah melempar seluruh isi bekal ke mulut Yuuji.
Kami menahan nafas dan menunggu, Minami masih mengunyah
onigiri.
Eh, kok aneh ya? Kenapa… tidak ada reaksi?
“Hm, onigiri biasa, enak.”
“Benarkah? Syukurlah.”
Himeji-san tersenyum lega. Eh, Minami baik-baik saja?
“Oi, Himeji, gimana caramu membuat onigiri ini?”
Kayanya Yuuji sama-sama ragu sepertiku makanya dia
langsung nanya ke Himeji-san cara dia membuat onigiri. Aku tidak pernah dengar
kalau perut Minami lebih kuat dari manusia biasa, jadi kemungkinan ada rahasia
di dalam onigiri ini.
“Aku tidak menambahkan apapun. Aku cuma kasih garam ke
nasi hangat dan membentuknya jadi segitiga lalu menutupinya dengan rumput
laut.”
Begitu ya. Kalau seperti itu caranya, sudah pasti
hasilnya bakalan normal. Pasti itu sebabnya Minami masih bertahan hidup.
“Onigirinya sangat biasa, tapi aku terlalu berlebihan
dengan lauknya…”
Dengan kata lain, kotak bekal penuh onigiri ini bisa
dimakan—tidak, itu salah, onigiri ini pasti adalah onigiti kualitas terbaik
yang dibuat oleh tangan cantik Himeji-san! Kalau begitu, aku tidak perlu
khawatir.
“Itadakimasu, Himeji-san!”
“Ah, oke, silakan dimakan.”
Kuambil satu onigiri dan memakannya. Ini cuma onigiri
biasa yang ditambah garam dan rumput laut, tapi rasanya sangat enak.
“Oke, aku makan ya?”
“Kalau begitu aku juga.”
“…Itadakimasu.”
Yang lain juga ikut makan onigiri. Karena kami tahu
bagaimana Himeji-san membuat makanannya, kami jadi sangat mensyukuri onigiri
rasa biasa ini. Ini seperti pengelana yang tersesat di gurun dan menemukan air
minum segar yang bersih!
“Oh, oh iya, sebenarnya…”
“Hm? Ada apa, Minami?”
“Tidak, itu… uuu, katanya Mizuki gagal bikin lauknya, ya
kan? Yaa… kalau kalian mau…”
Minami dengan kikuk mengambil sesuatu dari belakangnya.
“Hm? Bukannya itu bekalmu, Minami?”
“Y, ya. Tapi aku juga makan onigiri Mizuki, jadi… aku
akan bagi ini…”
Sambil berkata seperti itu, Minami membuka kotak bekal
miliknya dengan tegang. Di dalamny ada sandwich dengan berbagai isi. Selain
tomat dan timun, ada juga telur, tuna, kentang dan sandwich keju. Selain itu,
juga ada lauk ayam goring dan omelet, bahkan sosis. Bukannya ini—bekal makan
siang mewah!
“Oh~ Bekalmu~”
“Kamu bilang itu bekalmu, tapi isinya banyak banget.”
“…Mencurigakan.”
Yuuji dan yang lain memasang tatapan curiga ketika
melihat bekal Minami. Untuk gadis seumurannya, porsi sebanyak ini terlalu
berlebihan—mereka pasti menyindir Minami dengan sikap mereka yang seperti itu.
Dasar, mereka ini benar-benar rendah.
“A, aku cuma bikin kebanyakan! Karena sandwich… walaupun
tidak habis, aku bisa bawa pulang.”
Tidak habis? Sayang sekali.
“Minami, seharusnya kamu bilang dari tadi. Dengan senang
hati aku akan bantu kaWAAAAA---“
Tiba-tiba seluruh tubuhku kejang-kejang akibat tersengat
listrik. Ini, bukannya ini… senjata kejut? Siapa yang menembakkannya ke
arahku?!
“Yoshii Akihisa… Miharu benci kamu! Kalau Miharu bisa
membunuh orang dengan kebencian, dari dulu kamu sudah mati…”
Terdengar suara gadis kelas 2-E entah dari mana. Membunuh
dengan kebencian… bukannya kamu baru saja menyerangku?!
“Hawa keberadaan ini… Miharu!!”
“Sial… ketahuan! Kalau begitu—akan kuserang sekarang!
ONEE-SAMAAAA!!!”
“Aku tidak punya waktu buat meladenimu sekarang!!”
Minami dengan panik menghindari makhluk yang berlari ke
arahnya. Woah, cepet banget.
“ONEE-SAMA~ ONEE-SAMA~! O-…NEE… AH~…”
“JANGAN, JANGAN DEKAT-DEKAT DENGANKU! SEMAKIN HARI KAMU
SEMAKIN ANEH!!!”
“APA YANG ONEE-SAMA KATAKAN? DEMI ONEE-SAMA, MIHARU
DENGAN SENANG HATI AKAN MELAKUKAN APAPUN, BAHKAN JIKA HARUS MEMBUAT KONTRAK
DENGAN IBLIS!!”
“ITU SEBABNYA AKU NGERI!”
Kenapa ini terjadi? Melihat Shimizu-san yang sekarang,
tiba-tiba aku teringat iblis yang muncul di tes keberanian.
“Yah, abaikan saja mereka. Begitu cara mereka mempererat
hubungan.”
“Ya, seperti Yuuji dan Kirishima.”
“…Hubungan yang sangat akrab.”
“Ini membuatku jadi tersenyum.”
“OI, KALIAN! BERHENTI BERSIKAP TIDAK PEDULI! KALIAN PIKIR
INI MENYENANGKAN? AKU HAMPIR MATI SETIAP KALI, TAHU!?”
Wajar bagi mereka yang menghalangi cinta seseorang akan
ditendang keluar, jadi aku rasa kami seharusnya tidak mengganggu mereka. Lebih
penting kalau kami fokus dengan bekal di depan kami.
“Kalau begitu aku akan coba sandwich buatan Minami.”
Kuambil sepotong sandwich dan memakannya. Sepertinya ini
sandwich rasa tuna dan kentang. Enaknya makan makanan seperti ini ketika perut
kosong. Terasa sedikit gurih dan kenyal, lalu sedikit butiran jagung, bahkan
ada potongan ham di dalamnya. Ditambah mayones, tuna dan kentang, lalu sentuhan
terakhir lada hitam untuk rasa. Rasa pedas mengejutkan ini sangat nikmat bagiku
yang suka makan makanan pedas.
“Mn, enak.”
“Ohh, ini lumayan.”
“Ayam goring dan omelet juga enak.”
“…Sangat enak.”
“Masakan Minami-chan sangat enak. Aku harus berjuang
lebih keras!”
Selama menikmati sandwich buatan Minami, kami semua hanya
bisa memuji makanan buatannya. Minami benar-benar seperti gadis sungguhan…
kalau saja dia tidak kasar, dia pasti populer di anak laki-laki. Sayang sekali.
“Makan siang hari ini lumayan mewah. Ayam goring dan
onigiri.”
“Yeah, aku rencananya pengen beli roti buat makan siang
di klub memasak, tapi tidak disangka aku bakalan makan-makanan enak seperti
ini.”
“…Sangat bersyukur.”
Aku makan ayam goring buatan Minami, dan ambil sepotong
onigiri buatan Himeji-san. Onigiri buatan Himeji-san sangat enak. Nasi putih
dimasak dengan sempurna, dan porsinya juga sangat pas. Bahkan bentuknya pun
sempurna. Inilah bedanya antara makan onigiri buatan tangan dengan yang dijual
di mini-market. Sederhana, tapi tidak akan pernah bosan.
“Oh iya, gimana dengan minumannya?”
“Oh iya baru
ingat, sepertinya Minami kabur sambil
bawa minumannya…”
Melihat ke arah lapangan olahraga, sepertinya mereka
berdua sedang membangun ikatan. Aku tidak tahu ke mana mereka pergi.
Kalau begitu, kami harus beli minuman kami sendiri.
““““…””””
Mataku bertemu dengan mata Yuuji, Hideyoshi dan Muttsurini.
Kami semua langsung membalikkan tubuh kami dan tanpa
bersuara memainkan suit. Mereka semua kompak pasang batu, dan aku gunting. Aku
kalah… sialan.
“Sorry Akihisa~ Aku cola.”
“Aku teh.”
“…Lemon soda.”
Mereka bertiga terlihat senang ketika memesan minuman.
Setiap kali, sama seperti ketika aku menyuruh orang lain buat beli minuman,
rasanya lebih enak dari pada ketika beli sendiri… karena yang kalah harus
mentraktir.
“Oke oke, aku ngerti. Kalau kamu, Himeji-san?”
“Eh? Apa maksudnya?”
“Aku tanya kamu mau minum apa. Aku traktir buat berterima
kasih untuk bekalmu.”
“Ah, tidak perlu. Aku merasa tidak enak.”
Dia menyiapkan bekal untuk kami semua dan aku hanya
memberikan minuman. Himeji-san seharusnya tidak perlu merasa sungkan.
“Kalau begitu, mau teh merah? Kamu suka minum itu pas
makan siang.”
“Y, ya.”
“Oke. Tunggu sebentar ya.”
Aku bangun dari tempat dudukku dan berjalan ke sekolah
dengan cepat. Kalau tidak, mereka semua bakalan ngabisin bekal makan siangnya. Jangankan
bekal Minami, tidak mungkin mereka memiliki hati nurani dan menyisakan sedikit
untukku.
***
“Oh? Yoshii-kun?”
“Ah, Kubo-kun.”
Begitu aku sedang membeli minuman di mesin penjual di
samping klub memasak, laki-laki dari kelas A, Kubo Toshimitsu, menyapaku. Apa
dia juga ingin beli minuman?
“Kamu kelihatan sedang buru-buru. Ada apa?”
Dia mengatakan itu sambil reflek menyisir rambutnya
dengan tangannya. Aku terkejut begitu tahu kalau dia peduli dengan gaya
rambutnya.
“Aku kalah suit, jadi aku harus traktir beli minuman.”
“Kebetulan sekali. Aku juga ingin beli.”
“Owh, begitu.”
Bukannya itu teh oolong di tangannya?
“Ngomong-ngomong, kudengar kelas F mengalahkan kelas
3-A.”
“Kalau itu—aku tidak tahu apa itu pantas dibilang menang
atau tidak, tapi kami berhasil sampai final.”
“Benarkan? Itu berita yang luar biasa.”
Kata-kata Kubo-kun sangat terus terang, tapi itu malah
membuatku merasa bersalah. Aku masih merasa bersalah tentang kemenangan itu.
Tapi aku dipuji oleh Kubo-kun karena menang melawan lawan
yang mengalahkan kelasnya. Aku rasa pertandingan melawan kelas 3-A sangat
berat. Lagipula, duo Toko-Natsu bukan lawan yang bisa dihadapi dengan enteng.
“Kalau kamu gimana, Kubo-kun? Apa kamu bakalan ikut
perlombaan? Ah, apa karena kelasmu tidak ada yang disita makanya kelasmu tidak
terlalu bersemangat?”
“Tidak, bukan begitu. Di kelas kami, tidak hanya ketua
kelas, Kirishima-san, aku dan Kudou-san juga sangat antusias.”
“Eh? Benarkah?”
Nggak usah tanya kalau Kirishima-san atau Kubou-san, aku
malah terkejut kalau Kubo-san juga berjuang di turnamen baseball. Kupikir dia
nggak bakalan tertarik dengan hal seperti itu.
“Karena barangku juga banyak yang disita, seperti bantal,
guling, tirai kamar mandi dan lain-lain, pokoknya banyak yang disita.”
Apa bantal guling jadi barang yang dibutuhkan anak SMA
jaman sekarang?
“Kalau begitu, kenapa…”
“Kami kalah karena lawannya terlalu kuat. Dan mereka
sangat pandai menyusun urutan pemukul berdasarkan mata pelajaran. Terutama
pemukul keempat, dia kuatnya benar-benar gila.”
“Eh, ooh… pemukul keempat…”
Ngomongin pemukul keempat, bukannya dia senpai malang
yang nyawanya dihajar sampai ke isekai ketika sedang menanti giliran di luar
lapangan? Botak-senpai yang kepalanya meledak kaya buah delima busuk atau
senpai pemukul keempat, aku sangat merasa kasihan pada mereka.
“Haah, mau gimana lagi. Aku cuma bisa merelakan
barang-barangku yang disita. Ini memang salahku sendiri karena membawa barang
yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar.”
“Benarkah? Hebat banget kalau kamu mau merelakannya.”
Kami sendiri bahkan sampai menyerang Tetsujin di kantor
guru, tapi tetap saja gagal. Kubo-san mau merelakannya, ketetapan hatinya
sangat kuat.
“Tidak. Aku cuma pendosa.”
“Eh?Benarkah?”
“Bukan… lebih tepatnya, ada tembok yang sangat kuat…”
Pada saat itu, Kubo-kun mengalihkan pandangannya dan
bergumam tidak jelas.
Ah, ini dia. Lagi-lagi aku merasakan aura misterius entah
dari mana. Dari mana sih.
“Oh, ya, Yoshii-kun…”
“Hm? Ada apa?”
“Bisa kamu lihat koin 5 yen ini?”
“Hm? Bisa kok…”
Kubo-kun menarik sebuah koin 5 yen yang diikat seutas
benag. Ada yang mau dia lakukan?
“Yoshii-kun…”
“Ada apa?”
“Berikan tanganmu.”
“Eh? Buat apa? Kenapa kamu seperti sedang melatih
anjing…”
“Ah, maaf. Bukan bgeitu. Aku tidak ada niatan buat
melatih Yoshii-kun seperti anjing.”
Aku mencoba tidak tersenyum garing, lalu Kubo-kun menaruh
koin 5 yen dengan benangnya kembali ke kantong, sepertinya dia menggumamkan
sesuatu.
“…coba saja buku hipnotis kirishima-san tidak disita…”
Aku tidak tahu apa yang dia katakan, tapi rasanya 10
tahun masa hidupku baru saja lenyap.
“Ah, aku harus pergi sekarang! Kalau tidak Yuuji dan yang
lain bakalan ngabisin makanannya!”
“Oh? Maaf sudah mengganggu. Kalau begitu buruan beli
minumannya.”
“Mn, sorry, Kubo-kun.”
“Tidak, jangan khawatir, Aki-cha—Maaf, Yoshii-kun.”
Kenapa aku merinding pas ngobrol dengan Kubo-kun?
Bodolah, pokoknya sekarang aku harus buruan kembali.
Setelah itu, aku berpisah dengan Kubo-kun dan kembali ke
teman-teman.
“NASINYA--!!”
Meninggalkan kata-kata terakhir, Hideyoshi pingsan di
lantai.
“Silakan dimakan♪”
“Ha, haha, ha… hahahahaha…”
“…(Gemetaran dengan kencang)).”
Di hadapan Himeji-san yang tersenyum, Yuuji dan
Muttsurini terlihat sangat ketakutan sambil gemetaran. Aku tidak tahu apa yang
sedang terjadi, tapi melihat pemandangan ini, insting bertahan hidupku
berteriak ‘kabur sekarang’.
“Ah, sial, kolanya habis. Akan kucari di tempat lai—“
“Oh, Akihisa! Akhirnya datang juga! Lupakan soal kola.
Duduk dulu sini!”
“…(Ngangguk seperti sedang menumbuk bawang)!”
Sialan, si Yuuji! Jadi dia pengen narik kau ke neraka
juga?! Si berengsek!
“Sorry, Yuuji, aku sudah SMA. Kalau aku tidak jadi kacung
dengan benar, harga diriku akan hancur. Sekalipun aku harus cari di luar
sekolah, aku harus mendapatkan kola!”
“Tidaktidaktidak, aku tidak terlalu ingin minum kola. Kamu
tidak perlu repot-repot. Dari pada itu, ayo sini duduk.”
“Tidak bisa. Aku sudah janji akan membelikan kola, tapi
aku malah tidak dapat. Rasa tanggung jawabku tidak akan membiarkannya. Jadi
bisa lepasin tanganmu nggak?”
“Hahaha… jangan begitu. Sudah kubilang duduk, berengsek!”
“Hahaha… ayolah, lepasin tanganmu, sampah!”
“Eh… Akihisa-kun, bukannya ditanganmu itu kola?”
Si Yuuji sialan, dia memegangi tanganku sampai biru
begini. Dia pasti pengen seret aku ke neraka!
“…Akihisa, kamu pembohong.”
“WAAAAAAAAAAHHH!”
Muttsurini tiba-tiba menendang kakiku, membuatku terjatuh
ke lantai. Perbuatan kedua orang ini dan mayat Hideyoshi yang terbaring tidak
jauh memberitahu diriku kalau sesuatu yang mematikan akan terjadi. Aku harus
kabur.
“Pokoknya, kamu pasti kelelahan, jauh-jauh buat beli
minuman. Ini, makan onigiri dulu.”
“Ah, oke…”
Yuuji tersenyum sambil mengoper onigiri. Seingatku ini
tidak berbahaya, ya kan?
Kuterima onigiri segitiga dan melemparnya ke dalam mulut.
Ini onigiri biasa.
“…Cih, dia selamat…”
“…Dia lagi beruntung.”
Mereka berdua sedang membisikkan sesuatu yang berbahaya
di sampingku. Ada apa sebenarnya?
“Ayo, jangan sungkan. Makan yang banyak.”
“Ah, terima kasih, Himeji-san.”
“Baiklah, ka, kalau begitu…”
“…(nelen ludah).”
Begitu Himeji-san mendorong kami untuk makan lebih
banyak, mereka berdua menatap onigiri di kotak bekal. Ada apa? Kenapa tiba-tiba
aku merasakan aura mematikan di sekitar kami…
“Hi, Himeji-san…”
“Ya, ada apa?”
“Apa kamu—nambahin sesuatu ke onigiri ini?”
Aku baru saja makan onigiri normal, tapi karena Yuuji dan
Muttsurini terlihat sangat ketakutan dan melihat mayat Hideyoshi, aku rasa ada
yang mencurigakan.
“Aku tidak punya banyak waktu, jadi aku tidak menambahkan
bumbu lain. Tapi…”
“Tapi?”
“Ada dua yang pakai bahan spesial yang kupakai untuk
membuat lauk.”
Tiba-tiba bekal Himeji-san berubah menjadi ranjau darat.
“Aku juga bawa makanan penutup. Silakan dimakan.”
“““Ha, haha, ha…”
Yuuji, aku dan Muttsurini hanya bisa terdiam sambil
memegang onigiri dit angan kami sambil tertawa garing. Tapi, kami sama sekali
tidak bisa mengumpulkan keberanian buat memakannya. Oh, oh iya, sebaiknya aku
coba mengulur waktu.
“U, um,ngomong-ngomong…
Himeji-san…”
“Ya, ada apa?”
“Kenapa kamu bisa gagal pas bikin lauk?”
Apa dia menumpahkan kotak bekalnya? Atau dia lupa bawa?
Kucoba menanyakan pertanyaan normal untuk mencari tahu keberadaa mengerikan
yang bersembunyi di dalam onigiri ini—
“Eh… karena aku gagal menyeimbangkan formula, kotaknya
jadi meleleh…”
BERTAHANLAH, YOSHII AKIHISA!! TIDAK ADA YANG ANEH DARI
KATA-KATANYA! YAKINKAN DIRIMU!!
“““…”””
Kami semua mematung dan terdiam seribu bahasa. Tiba-tiba
tangan Muttsurini bergerak. Gila! Apa dia bakalan makan?
“…(zzzt).”
Dengan suara kecil, Muttsurini menggerakkan tangannya,
berhati-hati supaya tidak ada butiran nasi yang jatuh. Perlahan-lahan dia
memposisikan onigirinya—
--Di depan mulutku.
“…Akihisa, aaaaa.”
“…”
DASAR ORANG GILA! DIA MEMBUANG HARGA DIRINYA DAN MENYUAPI
LAKI-LAKI DENGAN ‘AHH~”… JANGAN MAIN-MAIN! SIAPA YANG BILANG DIA BOLEH MENYUAPIKU
SEPERTI ITU!?
“Hahaha, Muttsurini, jangan bercanda.”
Aku tersenyum lembut, pura-pura tidak tahu candaannya dan
berbalik.
Tapi tidak disangka, ada onigiri yang menantiku ketika
aku berbalik.
“Akihisa, sini, aa~”
Terdengar suara serak yang sangat kubenci di telingaku,
tangan besar Yuuji memaksakan onigiri masuk ke dalam mulutku. Hahaha… bukannya
ini yang sering terjadi di manga, ketika dua orang kekasih yang diam-diam
menyelinap ke taman belakang istana.
Dua orang teman sekelasku sedang berusaha menyuapiku
onigiri dengan suara ‘aaah~’. Anak laki-laki yang sedang puber pasti
mendambakan hal seperti ini, ya kan? Jadi, kalau ada orang yang ingin bertukar
tempat denganku, silakan daftarkan nama kalian, dan aku akan memberikan
kehormatan ini tanpa ragu. Sungguh, aku tidak akan menyesal!
“Oi, Akihisa, kamu pemalu banget. Cepat buka mulutmu.”
“…Jangan sungkan.”
“Tidak tidak, jangan bercanda. Ini sangat memalukan!”
“Jangan khawatir. Tidak ada yang melihat, jadi buruan
buku mulutmu.”
“…Ini, aaa~”
“TIDAKTIDAKTIDAKTIDAK! AKU BUKAN TIDAK INGIN ONIGIRI! A,
AKU… KUMOHON JANGAN LAKUKAN HAL MEMALUKAN SEPERTI INI DI DEPAN UMUM!!”
DEWA! APA YANG HARUS KULAKUKAN? APA YANG HARUS KULAKUKAN
SUPAYA BISA KABUR DARI KEMATIAN INI?
Menghadapi pertarungan perebutan mempelai (gendernya
masih jadi masalah), aku hanya bisa berharap pada Dewa. Mungkin karena doaku
berhasil tembus ke surga, suara Dewi terdengar sampai ke kupingku.
“Akihisa-kun.”
“Ya!”
SELAMATKAN AKU, WAHAI DEWI!!!!
“—A, aaaah~”
Bahkan sekarang Himeji-san juga ikut-ikutan nyuapin
onigiri ke mulutku.
DEWA, YANG KUMAKSUD BUKAN INI! AKU BUKANNYA INGIN
HAREM-KU BERTAMBAH! AKU CUMA INGIN ONIGIRI INI BERUBAH MENJADI ONIGIRI YANG
TIDAK BERBAHAYA BAGI TUBUH!
“Oh ya ampun, Akihisa benar-benar pemalu. Mau gimana
lagi. Akan kubantu kamu membuka mulutmu.”
“UBOAAAAAAH!!”
“…(Lempar).”
“A, aku juga.”
“Apa? Kamu mau minum? Akihisa, kamu nggak usah sungkan.”
“GUABUABUABUAB!!”
Mulutku dibuka paksa, disumpel dengan tiga onigiri dan
sebotol minuman. Tidak ada lagi kesempatan untuk kabur. Saat ini, aku hanya
bisa berdoa kalau tidak ada satupun onigiri yang jackpot. Aku hanya bisa berdoa
pada dewa dengan tulus berharap supaya aku bisa melarikan diri dari malapetaka.
Selama momen singkat ini, pikiranku mulai dipenuhi dengan
banyak cuplikan. Masa-masa ketika aku masih di taman kanak-kanak, ketika aku
masuk sekolah dasar, setelah aku masuk SMP... cuplikan-cuplikan kenangan masa lalu yang tidak mau pudar ini membuat
emosikumenjadi tenang.
"Si idiot itu... apa dia sedang mengingat kenangan
masa lalunya...?"
"...Kita hanya bisa berdoa untuk perjalanan yang
mulus."
DEWA, APA SEGITUNYA KAMU MEMBENCIKU?
"UGH! SIAPA YANG BAKALAN MATI!?”
""Hm?""
Kutarik paksa setiap inci kekuatan terakhir yang tersisa
untuk menjaga nyawaku di dunia fana ini. Aku tidak bisa mati. Masih ada banyak hal
yang ingin kulakukan...
"Ba, bagaimana mungkin!? Akihisa, kenapa, kenapa
kamu masih hidup? ”
"…Luar biasa!"
Tunggu, woi? Kalian seharusnya senang bahwa aku masih
hidup, bukan?
"Karena aku selalu punya kesempatan untuk mencicipi
memasakan kakakku selama liburan musim panas… ”
"Begitu ... jadi kamu sudah dilatih..."
"...Pasti berat bagimu."
Kalau kalian benar-benar bersimpati padaku, bisa nggak
kalian sedikit lebih lembut padaku?
"Pokoknya, sisanya adalah onigiri biasa. Soalnya Akihisa
dan Hideyoshi sudah makan yang spesial. ”
"...Sayang sekali."
"Maaf, karena aku hanya membuat dua."
"Tidaktidaktidak, Himeji, kamu hanya perlu fokuskan
waktumu dan kerja kerasmu untuk membuat Akihisa senang. Kami hanya akan menikmati
milik kami sendiri. "
"...(Mengangguk kepala dengan kuat)."
"A, apa yang kamu katakan, Yuuji? Aku juga bisa bikin
makananku sendiri! Dan dengan kakakku di rumah, aku bisa makan dengan teratur.
"
"Haha, benar juga. Kalau aku membuatkan bekal khusus
Sakamoto-kun, Shouko-chan mungkin akan marah. ”
"Ah, itu benar."
"…Setuju."
Setelah mengetahui kalau keberadaan onigiri mematikan
yang akan membahayakan hidup telah tiada, suasananya kembali tenang dan damai.
Makan siang tuh harus seperti itu.
"Kamu agak beruntung, Yuuji."
“Hah? Apa yang kamu bicarakan?"
"Karena kamu barusan menyuapiku, bahkan pakai bilang
'aaa~' segala. Aku tidak tahu gimana Kirishima-san bakalan menghajarmu begitu
dia melihat itu."
Meskipun kami adalah laki-laki.
"Ohh, maksudnya itu. Yah... mungkin kamu benar.
Baru-baru ini, sudah kubilang padanya kalau 'dia laki-laki', tapi dia tidak mau
mendengarkan. Jadi kalau dia melihat itu sekarang, aku benar-benar tidak tahu
harus bilang apa. "
"Eh? Kamu sedang membicarakan Shouko-chan? Dia barusan
lewat. "
"…………Serius?"
"Iya."
Tuhan akan menjatuhkan hukuman yang sama kepada orang
bodoh. Kemungkinan besar, Muttsurini juga bakalan mengalami nasib yang sama.
"Selamat tinggal Yuuji. Merupakan suatu kehormatan bisa
menjadi teman yang menemani makan siang terakhirmu. "
“…Ayo bersenang-senang di kehidupan selanjutnya.”
“Tunggu dulu, kalian. Jangan mengucapkan perpisahan seakan-akan
aku bakalan mati.”
Kami baru saja makan makanan buatan tangan seorang gadis,
bahkan bermain suap-suapan pakai ‘aaa~’. Sudah pasti Yuuji nggak bakalan
selamat.
“Dasar, Akihisa-kun, Tsuchiya-kun, kalian bercandanya
keterlaluan! Shouko-chan tidak begitu marah!”
“Tidak, wanita itu pasti bakalan mengirimku ke neraka.”
Sayangnya, aku cuma bisa setuju dengan Yuuji.
“Kenapa kamu juga bilang seperti itu, Sakamoto-kun? Itu
tidak benar sama sekali! Kalau Shouko-chan benar-benar sangat marah, dia akan
langsung menghampirimu.”
Yang dikatakan Himeji-san tadi sangat aneh. Aku harap dia
menyadari apa yang dia katakan.
“Oh iya, ngomong-ngomong ini aneh. Sepertinya
Kirishima-san sedikit berbeda dari biasanya.”
“…(Ngangguk)”
Kalau dia tidak lihat, okelah, tapi kalau dia lihat dan
tidak menghajar Yuuji. Itu bukan dia sama sekali. Apa dia… akan menyiapkan
hukuman mengejutkan seperti di pantai waktu itu? tidak, itu terlalu aneh…
“Uu… dia mungkin sadar kalau tidak ada gunanya mengawasi
setiap gerakanku. Ini perubahan yang sangat bagus.”
Seakan-akan tidak peduli, Yuuji memakan onigiri terakhir
ke mulutnya.
“AH! Sialan…”
Tanpa kusadari, sandwich Minami sudah habis. Kedua
makanan sangat enak (kecuali onigiri spesial mematikan buatan Himeji-san), tapi
mereka berdua malah menghabiskannya.
“Ahh, sorry. Aku makan semua karena enak.”
“Fufu, senang mendengarnya.”
Himeji-san tersenyum bahagia sambil memegangi kotak bekal
yang sudah kosong. Makanan buatan Himeji-san yang aman dimakan sangat berharga,
tapi malah cepat habis…
“Jangan terlihat kecewa, Akihisa-kun. Aku juga bawa
makanan penutup kok.”
“Mau ke mana kamu, Akihisa?”
“…Kusetrum kalau kamu kabur.”
“Tidak, bukan begitu. Aku cuma ingin beli minuman!”
Tanganku langsung dipegangi erat-erat, dan sudah ada alat
setrum yang mencolek punggungku. Me, mereka berdua… mereka memanfaatkanku
sebagai perisai supaya nyawa mereka selamat?
“Rumahku memiliki kebun, jadi aku bawa ke sekolah.”
Himeji-san mengeluarkan kotak bekal yang lain dengan
makanan penutup di dalamnya. Eh? Buah? Kalau begitu, ini pasti aman dimakan.
“Begitu. Kalau begitu akan aku coba.”
“Buah? Aku jadi penasaran buah apa.”
“…Apa?”
“Ya, buah—“
Himeji-san membukan penutup kotak bekal dan menunjukkan
pada kami isinya.
“---Delima!”
Buah yang menanti dalam diam di kotak bekal terlalu mirip
dengan Syokanju Botak-senpai yang dikirim ke isekai.
***
“Dan sekarang, kita akan mengadakan lomba pemandu sorak
kelas 1. Semua murid kelas 1, harap—“
Terdengar suara dari speaker. Acara yang paling
dinanti-nantikan adalah lomba pemandu sorak. Semua kelas 1 mengenakan seragam
yang berbeda-beda warna sambil menari diiringi dengan musik.
Aku menyaksikan pertunjukan dari adik kelas sambil
menanti giliran kami.
“Sudah lama sekali semenjak terakhir aku pakai seragam
pelaut… mungkin semenjak SMP.”
“Huh? Akihisa, sekolahmu memakai seragam pelaut?”
“…Aku juga.”
“Sama.”
“Heh~ Hideyoshi, juga memakai seragam pelaut, ya?”
“Akihisa, sepertinya kita sedang tidak nyambung.”
Semua orang sedang memegang seragam yang telah disiapkan
untuk perlombaan sambil ngobrol santai. Saat ini, Minami datang berjalan sambil
mengenakan kostum pemandu sorak.
Kelihatan sedang ada masalah. ada apa?
Karena khawatir, aku melihat dia berjalan menuju
hideyoshi dengan tatapan serius.
“Oi, Kinoshita.”
“Nggak.”
“Uu… aku belum ngomong apa-apa.”
Jarang sekali melihat Hideyoshi bicara dengan nada dingin
seperti itu. apa yang Minami tanyakan?
“Jangan begitu dong. Lihat, bukannya ini sangat imut?”
“Karena itu imut makanya aku tidak mau.”
Hideyoshi mengalihkan pandangannya seakan-akan dia tidak
peduli dengan kostum pemandu sorak yang ditunjukkan Minami.
“Tidak peduli berapa kali kamu tanya, aku tidak akan mau
jadi pemandu sorak. Aku ingin gabung dengan kelompok laki-laki!”
“Terlalu banyak yang ikut di bagian laki, sedangkan kami cuma
berdua. Ini sangat sulit, jadi kumohon?”
Minami tidak menyerah. Sepertinya dia ingin Hideyoshi
bergabung di tim pemandu sorak, tapi kenapa? Permintaan Minami membuatku bingung.
“Ah, Minami-chan! Sudah hampir waktunya! Ayo buruan
ganti.”
Dengan mengenakan kostum pemandu sorak, Himeji-san datang
sambil berlari.
DOING, DOING, DOING… Himeji-san terlihat sangat membal. Jarang
sekali Himeji-san melakukan sesuatu yang sangat besar, dan sekarang dia
terlihat sangat aktif—benar, dia terlihat sangat bergelombang.
“…(Zzzzsst)”
Aku tidak melihatnya, tapi sepertinya aku bisa merasakan
Muttsurini yang di belakangku sedang menggambar salib di depan dadanya.
Jadi aku langsung menoleh ke bawah buat nutupin wajahku
yang merona. Ini… SANGAT MENGEJUTKAN!!!
“Itu sebabnya aku tidak ingin jadi pemandu sorak bersama
dia! Lihat bola-bola itu! kami harus lompat nanti! Sudah pasti aka nada keributan!”
“Meski kamu bilang seperti itu, aku ini laki-laki. Aku tidak
ingin jadi pemandu sorak.”
Minami dan Hideyoshi masih terus berdebat, mungkin agak
telat, tapi Muttsurini sudah pingsan akibat mimisan yang terlalu berlebihan. Bahaya
banget. Kalau aku lihat sedikit lebih lama, aku bakalan ikut ke isekai.
“Oh iya, kalau Minami ikut jadi pemandu sorak dengan
Himeji-san, bakalan ada banyak hal yang dibanding-bandingkan…”
“Dan dia sangat bersemangat! Kau merasa kalau dia berdiri
di sampingku cuma buat membullyku!”
Begitu. Jadi dia merasa terganggu dengan apa yang
dimiliki dan apa yang tidak dimiliki orang lain… itu sebabnya dia bersi keras
meminta Hideyoshi buat bergabung. Setidaknya trauma mentalnya tidak terlalu
besar. Minami pasti sangat kesulitan, meski banyak yang perlu dipertanyakan…
tapi aku rasa dia tidak perlu khawatir segitunya, karena Minami sudah lumayan
manis.
“Kumohon Hideyoshi, kabulkan permintaanku. Aku rasa kamu
sangat manis kalau kamu memakai kostum pemandu sorak.”
“Aku tidak mau.”
“Tapi bukannya kostum pemandu sorak lebih baik dari pada
membalut dadamu dengan perban?”
“Itu, itu karena kalau aku tidak pakai perban, kalian
bakalan komplain ke komite disiplin! Makanya aku memakai perban!”
Tentu saja. Kalau Hideyoshi menunjukkan dadanya seperti
itu, mereka mungkin bakalan memanggil polisi supaya menangkapnya dan memakaikan
perban. Itu keputusan yang tepat.
“Ano, Akihisa-kun… apa yang dilakukan Minami-chan dengan
Kinoshita-kun?”
Himeji-san yang berdiri di depanku melihat Hideyoshi dan
Minami yang sedang berdebat sengit, dan jadi sangat penasaran.
Eh, soal itu…
“Kenapa tidak mau? Bukannya ini imut?”
“Karena itu imut! Aku ini laki-laki! Aku tidak ingin
memakai pakaian imut!”
“Kinoshita, tenanglah dan dengarkan aku—“
“Apa?”
“Sebenarnya, yang memakai pakaian pemandu sorak… terlihat
jantan!”
“Hei… kenapa kamu memperlakukan aku seperti orang bodoh
setingkat Akihisa?!”
“Minami sedang membujuk Hideyoshi buat bergabung dengan
tim pemandu sorak.”
Aku tidak menjelaskan lebih detail, tapi setidaknya aku
tidak berbohong.
“Ohh… jadi dia ingin Kinoshita bergabung dengan pemandu
sorak juga… tapi kenapa?”
“Ahaha… kayanya Minami merasa terlalu sedikit perempuan
di kelas kita?”
“Ah, begitu ya.”
PA! Himeji-san menepuk kedua tangannya karena mengerti,
dan –
“Yah, memang sih terlalu sedikit…”
“Tunggu dulu, Himeji-san, kenapa kamu membawa kostum
pemandu sorak dan menatapku seperti itu?”
AKU TIDAK INGIN MEMAKAINYA! AKU TIDAK INGIN PAKAI PAKAIAN
SEPERTI ITU TIDAK PEDULI APA KATA ORANG!!
“Hahaha, Akihisa. Bukannya ini bagus? Aku khawatir karena
kelas kita perempuannya terlalu sedikit. Kalau kamu ikut pasti jadi lebih seru.”
“Yaah, Sakamoto-kun… kalau kamu juga…”
“TUNGGU DULU, HIMEJI! KENAPA KAMU MEMBAWA DUA KOSTUM DAN
MENATAPKU SEPERTI ITU!?”
Apa yang bisa kami lakukan? Aku rasa otak Himeji-san
baru-baru ini terjangkit penyakit mematikan.
Ini akan jadi sangat gawat kalau terus seperti ini. Sebaiknya
aku pura-pura tidak tahu dan mengganti topik.
“Oh iya, Himeji-san…”
“Ya, ada apa, Akihisa-kun?”
Suaraku terdengar sangat ketakutan. Melihat Himeji-san
yang dari tadi memegangi kostum pemandu sorak, aku hanya bisa gemetaran dan
bertanya.
“Kudengar kamu sangat serius latihan jadi pemandu sorak.”
“Ah, tidak, aku tidak terlalu serius…”
Himeji-san adalah pekerja keras, tapi tidak disangka dia
akan bekerja keras di hal yang bukan keahliannya. Itu sangat luar biasa.
“Tapi ketika kamu latihan dengan giat membuat Shimada khawatir.
Jangan terlalu memaksakan dirimu. Lomba pemandu sorak hanya lomba sampingan,
jadi tidak akan mempengaruhi peringkat kelas.”
Yuuji menambahkan. Aku bisa membayangkan kenapa Minami
jadi sangat khawatir… ada banyak alasannya…
“Ya, aku sudah periksa kondisi tubuhku, tapi---“
“Tapia pa?”
Berhenti sebentar, Himeji-san tersenyum.
Gimana aku bilangnya? Aku merasa Himeji-san sangat
berbeda dari biasanya. Beberapa saat yang lalu, dia sangat kesulitan gara-gara
tidak terlalu paham peraturan baseball, tapi sekarang, dia tidak terlihat
seperti itu. sebenarnya, aku sedikit senang melihatnya.
“Ah, um! Tentu saja!”
Alasan kenapa Himeji-san bisa berubah bukan karena kelas
A yang sangat mendukung murid untuk fokus belajar, tapi karena dia di kelas F.
memikirkannya, aku jadi merasa sangat—
“Oke, tolong dukung aku—dan kenakan ini!”
Biar kukoreksi kata-kataku. Dia memang berubah ke hal
yang buruk. Himeji-san benar-benar harus masuk ke kelas A.
Begitu aku ingin menasihati Himeji-san soal pakaian
laki-laki—
“Eh? Bukannya itu Kirishima-san?”
Aneh sekali. Ini benar-benar aneh sekali. Kirishima-san
ada di sini, tapi dia seperti tidak menyadari keberadaan Yuuji sama sekali dan
terus berjalan. Ada apa ini? Sepertinya dia sangat lesu.
“Oh, benar. Hei, Shouko, ada apa?”
Meski Yuuji yang mengajaknya bicara duluan, responnya
sama sekali tidak bersemangat. Ada apa? Dia terlihat tidak bernyawa.
“…Kelas kami… kalah main baseball…”
“Ya, aku tahu.”
Kami tidak lihat, tapi kami tahu kalau kelas 2-A yang
dipimpin oleh Kirishima-san kalah. Apa itu alasannya Kirishima-san sangat lesu?
“Tapi kami mengalahkan kelas 3-A, jadi aku sudah membalas
dendammu.”
“…Tapi barangku yang disita tidak akan pernah kembali
lagi…”
Kirishima-san bergumam sedih.
Barangnya yang disita, maksudnya formulir pernikahan, ya
kan? Begitu ya, jadi Kirishima-san ingin mendapatkan barangnya yang disita itu
dengan mengalahkan para guru. Tidak heran kalau dia sangat sedih karena kalah.
“Lagi-lagi barang sitaan? Dasar, kamu…”
Yuuji memasang wajah enggan dan menggaruk kepalanya. Lalu
berkata,
“…Aku ingin menyimpannya sampai upacara pernikahan…”
Mendengar itu—
“JANGAN BERCANDA! MESKI BARANG ITU TIDAK DISITA, AKU AKAN
BUANG KALAU AKU MENEMUKANNYA!!!”
Kata Yuuji dengan kasar.
“…Eh…”
Kirishima-san terlihat sangat terkejut ketika menatap
Yuuji, tapi Yuuji tidak peduli dengan responnya dan terus berteriak.
“APA MAKSUDMU DENGAN ‘EH’, HAH? BENDA ITU YANG DISITA, YA
KAN? KENAPA KAMU KAGET?”
“…Kamu bilang… benda itu…”
“KAMU SEDIH DAN LESU SEPERTI INI GARA-GARA BENDA ITU,
TIDAK HERAN KALAU KAMU KALAH MELAWAN DUO TOKO-NATS—“
Tiba-tiba—
“…ugh!”
---PAAAA
Terdengar suara nyaring dari depan kami.
“…Itu sesuatu… yang sangat berharga!”
Kirishima-san menangis sambil menggigit bibir bawahnya.
Eh? Apa… yang baru saja terjadi.
“CUMA YUUJI! AKU TIDAK AKAN BIARKAN YUUJI BERKATA SEPERTI
ITU!”
Teriakan kesedihan yang hampir menghantam pikiran dan
emosiku membuatku langsung memejamkan mataku—begitu kubuka mata, Kirishima-san
sudah berbalik menjauh.
“““…”””
Yuuji, Himeji-san dan aku terdiam di tempat. Apa? Apa
yang barusan terjadi?
“Aku, aku akan bicara dengan Shouko-chan!”
Himeji-san yang paling cepat kembali sadar langsung
berlari mengejar Kirishima-san.
Yuuji dan aku yang masih tidak mengerti apa yang terjadi
masih terdiam dan saling menatap satu sama lain.
Setelah beberapa saat, Yuuji akhirnya sembuh dari
keterkejutannya.
“…Shouko… sial…”
Sepertinya itu suara dari dasar paling dalam emosinya.
“Si Shouko… dia bilang ‘itu sesuatu yang berharga’.
FORMULIR PERNIKAHAN TANPA PERSETUJUAN DARIKU CUMA BENDA GOBLOK!!!”
Yuuji berteriak seperti orang gila kea rah langit. Meski dia
sering dihajar Kirishima-san, sepertinya kali ini dia menginjak ranjau, dan
Yuuji tidak akan memaafkannya.
“DIA TIDAK INGIN MENDENGARKU BERKATA KAYA GITU!?
SEHARUSNYA AKU YANG BILANG BEGITU! AKU TIDAK PERNAH BERJANJI PADANYA! WAJAR
KALAU AKU BILANG KAYA GITU!”
Panas. Kali ini Yuuji benar-benar marah. Kalau ada meja
atau lemari di depannya, pasti sudah dia tending gara-gara frustasi.
“Uu… kamu benar. Tidak peduli seberapa pentingnya itu
bagi Kirishima-san, seharusnya dia tidak perlu menangisi formulir pernikahan
tanpa persutujuan darimu.”
“BENAR! KALAU DIA TIDAK SUKA AKU SEBUT ITU ‘BENDA GOBLOK’
, AKAN KUSEBUT ITU ‘SAMPAH TIDAK BERGUNA’! DASAR IDIOT!!”
Sepertinya Yuuji tidak akan tenang sekarang. Aku sedikit
mengerti perasaannya. Bagiku, apa yang dilakukan Kirishima-san sangat tidak
masuk akal, dank arena Yuuji juga terlibat, sudah sewajarnya kalau dia marah
seperti itu.
Berdiri di hadapan Yuuji yang sedang mengamuk, aku hanya
bisa berdiri terdiam sambil memegangi costume pemandu sorak dan mengeluh. Haah,
merepotkan…
“Jadi, gimana, Kinoshita? Aku ada ide! Aku akan pakai
seragammu dan kamu pakai kostumku—“
“Itu sama sekali bukan jalan keluar bagiku!!”
Dari kejauhan, Hideyoshi dan Minami masih melanjutkan
perdebatan mereka, tanpa menyadari situasi kami di sini.
Sebagai informasi, Hideyoshi akhirnya menyerah dan
memakai seragam pelaut dengan perban menutupi dadanya dan rumbai-rumbai di tangannya
sambil menari bersama Himeji-san dan Minami. Semua orang berteriak senang
melihat pertunjukan itu dan suasana jadi terasa sangat panas.
Comments
Post a Comment