Baka to Tesuto to Syokanju, Bahasa Indonesia, Volume 7 : Soal Keenam


Soal Keenam




“Yuuji… aku nggak nyangka kamu bakalan pakai cara mengerikan seperti itu…”
“Awalnya aku juga nggak nyangka setting-nya bakalan diubah seperti itu… aku bahkan merasa kasihan pada mereka…”
“Ano~, Akihisa-kun…”

Kami kembali ke ruang tunggu kelas F. Setelah berhasil mendapatkan kemenangan dari kelas 3-A, kami semua tidak sabar untuk makan siang, tapi anehnya aku tidak merasa senang sama sekali saat ini.

“Lagipula, aku tebak ‘kelas 3 nggak bakalan mau ambil tes remedial buat melanjutkan pertandingan karena nggak ada barang mereka yang disita’. Kalau bukan karena si nenek tua, ini tidak akan berakhir seperti ini.”
“Ano, Sakamoto-kun…”

Kami sangat menyesal dan kasihan pada senpai pemukul keempat yang tewas di luar lapangan. Aku harap dia tidak mengalami luka mental… hm, gimana dengan Toko-Natsu? Bodo amat.

“Dari yang kudengar, sepertinya kepala sekolah merasa tadi itu keterlaluan. Setelah pertandingan dia janji bakalan ubah setting kembali ke awal.”
“…Tadi itu sangat mengerikan.’
“Ano, Kinoshita-kun, Tsuchiya-kun…”

Setelah menyaksikan peristiwa mengerikan itu, nenek tua mungkin merasa tidak pantas menjadi seorang guru karena sudah membuat keputusan sekejam itu. Aku hanya bisa mendoakan untuk empat jiwa yang telah melayang itu.

“Oke, untuk pertandingan nanti…”
“Ano... KUMOHON DENGARKAN AKU!”

Kami semua pura-pura tidak sadar, mencoba menghindari kenyataan, tapi sepertinya kami tidak bisa kabur lagi. Karenanya, kami berempat hanya bisa menoleh dengan kikuk ke arah sumber suara sambil terlihat hampir menangis.

““““…Ya.””””
“Sebenarnya, aku sudah bikin bekal untuk kalian…”

Kata Himeji-san sambil menunjukkan sebuah kotak makan besar yang ditutupi kain. Sebenarnya, kami semua sudah tahu… begitu kami melihat Himeji-san membawa sebuah kotak besar, kami semua tahu kalau dia sedang membawa kotak kematian. Hanya saja kami tidak ingin mengakuinya.

“Aduh, Mizuki, kamu rajin banget.”

Berdiri di samping Himeji-san, Minami memasang wajah cemberut. Sepertinya dia sedang tidak senang.

“Eh, pokoknya, kalian berdua duduk dulu.”

Yuuji buru-buru berdiri dan memberikan tempat duduk buat Himeji-san dan Minami, tapi dia membalikkan badannya dan pergi ke pintu.

“Oke, aku mau beli minuman dulu.”
“Tidaktidaktidak, aku yang akan beli, Yuuji. Aku yang akan beli minuman.”
“Kalian ga usah repot-repot. Aku yang akan beli.”
“…Aku yang beli.”

Kami berempat berdiri dan saling berusaha menghalangi yang lain. Orang-orang ini – mereka pasti ingin pakai alasan beli minuman supaya bisa kabur, ya kan? Rendah sekali mereka! Apa mereka tidak tahu malu?

“Haha, nggak usah repot-repot, Akihisa. Kamu tidak punya duit buat beli minuman, kan?”
“Nggak usah khawatir. Aku sudah hidup lumayan teratur sekarang. Lagipula, kalau ada yang ingin disuruh-suruh pasti yang dipilih aku. Aku yang paling pandai jadi kacung.”
“Tunggu dulu! Aku sudah jadi kacung kakakku selama 15 tahun. Jangan remehkan kemampuan berlariku. Akan kutunjukkan kemampuan berlariku yang lebih cepat dari pada Akihisa!”
“…Tidak, jadi kacung yang terpenting adalah kecepatan. Sudah pasti itu lebih cocok buatku ‘raja pelari di kegelapan’.”

Semua orang berusaha menjadi kacung supaya bisa kabur. Kalau saja aku bisa kabur dari tatapan Himeji-san, pura-pura tersesat atau alasan kalau minumannya habis makanya aku beli di luar, kira-kira tiga orang ini yang bakalan jadi tumbal dan peduli setan dengan apa yang terjadi nanti.

“Kalian sombong banget ya! Kalian pikir kalian bisa mengalahkan kecepatan lariku kalau aku lagi serius?”
“Omong kosong apa itu!? Kemampuan lariku lebih baik ratusan kali lipat dari padamu! Karakter sampingan minggir saja!”
“Nyesek kalau kamu bilang aku karakter sampingan yang nggak menonjol. Kamu berani ngomong kaya gitu karena belum melihat kecepatan kakiku, kan?”
“…Berhenti ngebacot, sini biar aku yang beli.”

Kalian sama sekali tidak mengerti, akan kutunjukkan kemampuanku buat bikin kalian pada diem semua. Akan kutunjukkan skill rahasiaku.

“Ah, aku juga sudah menyiapkan minuman buat semuanya.”
““““… … … … Ahh… … … begitu... … …””””

Kebaikan Minami sungguh membuat kami menangis.

“Ayo buruan duduk.”

Himeji-san duduk di sebelah Minami.

“U, um… Himeji-san, bekal makan siang apa yang kamu bawa?”
“Uu, uu, a, aku jadi nggak sabar…”
“Ya. Haha, hahahahaha…”
“…Jantungku sangat berdebar-debar, aku bahkan tidak bisa menenangkannya…”

Keringat dingin mengalir di punggung kami, lalu Himeji-san menarik kain penutup kotak kematian dan menunjukkan kami isinya.

“Eh? Aneh sekali? Kenapa lebih sedikit, Mizuki?”

Minami penasaran begitu melihat bekal buatan Himeji-san. Mendengar apa yang dikatakan Minami, aku merasa ukurannya terlalu kecil. Selain kotak kayu beberapa lapis, ada juga kotak bekal yang dua kali lipat lebih kecil. Seingatku, Himeji-san selalu membuat lebih dari ini.

“Ah, ya. Sebenarnya itu karena aku gagal…”

Sambil mengatakan itu, Himeji-san membuka tutup kotak kayu. Di dalamnya… ada onigiri segitiga ukuran kecil.

“Sebenarnya, aku bikin banyak, tapi…”

Jadi, kotak yang lain isinya makanan penutup. Begitu, karena tidak ada lauk, bekal kali ini lebih sedikit dari biasanya.

“Kamu mau coba, Minami-chan?”
“Boleh? Kalau begitu kucoba satu.”
““““AH!!!!””””

Sebelum kami bisa menghentikannya, Minami mengambil onigiri dan memakannya. Sialan! Kalau aku tahu bakalan begini jadinya, aku pasti sudah melempar seluruh isi bekal ke mulut Yuuji.
Kami menahan nafas dan menunggu, Minami masih mengunyah onigiri.
Eh, kok aneh ya? Kenapa… tidak ada reaksi?

“Hm, onigiri biasa, enak.”
“Benarkah? Syukurlah.”

Himeji-san tersenyum lega. Eh, Minami baik-baik saja?

“Oi, Himeji, gimana caramu membuat onigiri ini?”

Kayanya Yuuji sama-sama ragu sepertiku makanya dia langsung nanya ke Himeji-san cara dia membuat onigiri. Aku tidak pernah dengar kalau perut Minami lebih kuat dari manusia biasa, jadi kemungkinan ada rahasia di dalam onigiri ini.

“Aku tidak menambahkan apapun. Aku cuma kasih garam ke nasi hangat dan membentuknya jadi segitiga lalu menutupinya dengan rumput laut.”

Begitu ya. Kalau seperti itu caranya, sudah pasti hasilnya bakalan normal. Pasti itu sebabnya Minami masih bertahan hidup.

“Onigirinya sangat biasa, tapi aku terlalu berlebihan dengan lauknya…”

Dengan kata lain, kotak bekal penuh onigiri ini bisa dimakan—tidak, itu salah, onigiri ini pasti adalah onigiti kualitas terbaik yang dibuat oleh tangan cantik Himeji-san! Kalau begitu, aku tidak perlu khawatir.

“Itadakimasu, Himeji-san!”
“Ah, oke, silakan dimakan.”

Kuambil satu onigiri dan memakannya. Ini cuma onigiri biasa yang ditambah garam dan rumput laut, tapi rasanya sangat enak.

“Oke, aku makan ya?”
“Kalau begitu aku juga.”
“…Itadakimasu.”

Yang lain juga ikut makan onigiri. Karena kami tahu bagaimana Himeji-san membuat makanannya, kami jadi sangat mensyukuri onigiri rasa biasa ini. Ini seperti pengelana yang tersesat di gurun dan menemukan air minum segar yang bersih!

“Oh, oh iya, sebenarnya…”
“Hm? Ada apa, Minami?”
“Tidak, itu… uuu, katanya Mizuki gagal bikin lauknya, ya kan? Yaa… kalau kalian mau…”

Minami dengan kikuk mengambil sesuatu dari belakangnya.

“Hm? Bukannya itu bekalmu, Minami?”
“Y, ya. Tapi aku juga makan onigiri Mizuki, jadi… aku akan bagi ini…”

Sambil berkata seperti itu, Minami membuka kotak bekal miliknya dengan tegang. Di dalamny ada sandwich dengan berbagai isi. Selain tomat dan timun, ada juga telur, tuna, kentang dan sandwich keju. Selain itu, juga ada lauk ayam goring dan omelet, bahkan sosis. Bukannya ini—bekal makan siang mewah!

“Oh~ Bekalmu~”
“Kamu bilang itu bekalmu, tapi isinya banyak banget.”
“…Mencurigakan.”

Yuuji dan yang lain memasang tatapan curiga ketika melihat bekal Minami. Untuk gadis seumurannya, porsi sebanyak ini terlalu berlebihan—mereka pasti menyindir Minami dengan sikap mereka yang seperti itu. Dasar, mereka ini benar-benar rendah.

“A, aku cuma bikin kebanyakan! Karena sandwich… walaupun tidak habis, aku bisa bawa pulang.”

Tidak habis? Sayang sekali.

“Minami, seharusnya kamu bilang dari tadi. Dengan senang hati aku akan bantu kaWAAAAA---“

Tiba-tiba seluruh tubuhku kejang-kejang akibat tersengat listrik. Ini, bukannya ini… senjata kejut? Siapa yang menembakkannya ke arahku?!

“Yoshii Akihisa… Miharu benci kamu! Kalau Miharu bisa membunuh orang dengan kebencian, dari dulu kamu sudah mati…”

Terdengar suara gadis kelas 2-E entah dari mana. Membunuh dengan kebencian… bukannya kamu baru saja menyerangku?!

“Hawa keberadaan ini… Miharu!!”
“Sial… ketahuan! Kalau begitu—akan kuserang sekarang! ONEE-SAMAAAA!!!”
“Aku tidak punya waktu buat meladenimu sekarang!!”

Minami dengan panik menghindari makhluk yang berlari ke arahnya. Woah, cepet banget.

“ONEE-SAMA~ ONEE-SAMA~! O-…NEE… AH~…”
“JANGAN, JANGAN DEKAT-DEKAT DENGANKU! SEMAKIN HARI KAMU SEMAKIN ANEH!!!”
“APA YANG ONEE-SAMA KATAKAN? DEMI ONEE-SAMA, MIHARU DENGAN SENANG HATI AKAN MELAKUKAN APAPUN, BAHKAN JIKA HARUS MEMBUAT KONTRAK DENGAN IBLIS!!”
“ITU SEBABNYA AKU NGERI!”

Kenapa ini terjadi? Melihat Shimizu-san yang sekarang, tiba-tiba aku teringat iblis yang muncul di tes keberanian.

“Yah, abaikan saja mereka. Begitu cara mereka mempererat hubungan.”
“Ya, seperti Yuuji dan Kirishima.”
“…Hubungan yang sangat akrab.”
“Ini membuatku jadi tersenyum.”
“OI, KALIAN! BERHENTI BERSIKAP TIDAK PEDULI! KALIAN PIKIR INI MENYENANGKAN? AKU HAMPIR MATI SETIAP KALI, TAHU!?”

Wajar bagi mereka yang menghalangi cinta seseorang akan ditendang keluar, jadi aku rasa kami seharusnya tidak mengganggu mereka. Lebih penting kalau kami fokus dengan bekal di depan kami.

“Kalau begitu aku akan coba sandwich buatan Minami.”

Kuambil sepotong sandwich dan memakannya. Sepertinya ini sandwich rasa tuna dan kentang. Enaknya makan makanan seperti ini ketika perut kosong. Terasa sedikit gurih dan kenyal, lalu sedikit butiran jagung, bahkan ada potongan ham di dalamnya. Ditambah mayones, tuna dan kentang, lalu sentuhan terakhir lada hitam untuk rasa. Rasa pedas mengejutkan ini sangat nikmat bagiku yang suka makan makanan pedas.

“Mn, enak.”
“Ohh, ini lumayan.”
“Ayam goring dan omelet juga enak.”
“…Sangat enak.”
“Masakan Minami-chan sangat enak. Aku harus berjuang lebih keras!”

Selama menikmati sandwich buatan Minami, kami semua hanya bisa memuji makanan buatannya. Minami benar-benar seperti gadis sungguhan… kalau saja dia tidak kasar, dia pasti populer di anak laki-laki. Sayang sekali.

“Makan siang hari ini lumayan mewah. Ayam goring dan onigiri.”
“Yeah, aku rencananya pengen beli roti buat makan siang di klub memasak, tapi tidak disangka aku bakalan makan-makanan enak seperti ini.”
“…Sangat bersyukur.”

Aku makan ayam goring buatan Minami, dan ambil sepotong onigiri buatan Himeji-san. Onigiri buatan Himeji-san sangat enak. Nasi putih dimasak dengan sempurna, dan porsinya juga sangat pas. Bahkan bentuknya pun sempurna. Inilah bedanya antara makan onigiri buatan tangan dengan yang dijual di mini-market. Sederhana, tapi tidak akan pernah bosan.

“Oh iya, gimana dengan minumannya?”
“Oh iya  baru ingat, sepertinya Minami  kabur sambil bawa minumannya…”

Melihat ke arah lapangan olahraga, sepertinya mereka berdua sedang membangun ikatan. Aku tidak tahu ke mana mereka pergi.
Kalau begitu, kami harus beli minuman kami sendiri.

““““…””””

Mataku bertemu dengan mata Yuuji, Hideyoshi dan Muttsurini.
Kami semua langsung membalikkan tubuh kami dan tanpa bersuara memainkan suit. Mereka semua kompak pasang batu, dan aku gunting. Aku kalah… sialan.

“Sorry Akihisa~ Aku cola.”
“Aku teh.”
“…Lemon soda.”

Mereka bertiga terlihat senang ketika memesan minuman. Setiap kali, sama seperti ketika aku menyuruh orang lain buat beli minuman, rasanya lebih enak dari pada ketika beli sendiri… karena yang kalah harus mentraktir.

“Oke oke, aku ngerti. Kalau kamu, Himeji-san?”
“Eh? Apa maksudnya?”
“Aku tanya kamu mau minum apa. Aku traktir buat berterima kasih untuk bekalmu.”
“Ah, tidak perlu. Aku merasa tidak enak.”

Dia menyiapkan bekal untuk kami semua dan aku hanya memberikan minuman. Himeji-san seharusnya tidak perlu merasa sungkan.

“Kalau begitu, mau teh merah? Kamu suka minum itu pas makan siang.”
“Y, ya.”
“Oke. Tunggu sebentar ya.”

Aku bangun dari tempat dudukku dan berjalan ke sekolah dengan cepat. Kalau tidak, mereka semua bakalan ngabisin bekal makan siangnya. Jangankan bekal Minami, tidak mungkin mereka memiliki hati nurani dan menyisakan sedikit untukku.

***

“Oh? Yoshii-kun?”
“Ah, Kubo-kun.”

Begitu aku sedang membeli minuman di mesin penjual di samping klub memasak, laki-laki dari kelas A, Kubo Toshimitsu, menyapaku. Apa dia juga ingin beli minuman?

“Kamu kelihatan sedang buru-buru. Ada apa?”

Dia mengatakan itu sambil reflek menyisir rambutnya dengan tangannya. Aku terkejut begitu tahu kalau dia peduli dengan gaya rambutnya.

“Aku kalah suit, jadi aku harus traktir beli minuman.”
“Kebetulan sekali. Aku juga ingin beli.”
“Owh, begitu.”

Bukannya itu teh oolong di tangannya?

“Ngomong-ngomong, kudengar kelas F mengalahkan kelas 3-A.”
“Kalau itu—aku tidak tahu apa itu pantas dibilang menang atau tidak, tapi kami berhasil sampai final.”
“Benarkan? Itu berita yang luar biasa.”

Kata-kata Kubo-kun sangat terus terang, tapi itu malah membuatku merasa bersalah. Aku masih merasa bersalah tentang kemenangan itu.
Tapi aku dipuji oleh Kubo-kun karena menang melawan lawan yang mengalahkan kelasnya. Aku rasa pertandingan melawan kelas 3-A sangat berat. Lagipula, duo Toko-Natsu bukan lawan yang bisa dihadapi dengan enteng.

“Kalau kamu gimana, Kubo-kun? Apa kamu bakalan ikut perlombaan? Ah, apa karena kelasmu tidak ada yang disita makanya kelasmu tidak terlalu bersemangat?”
“Tidak, bukan begitu. Di kelas kami, tidak hanya ketua kelas, Kirishima-san, aku dan Kudou-san juga sangat antusias.”
“Eh? Benarkah?”

Nggak usah tanya kalau Kirishima-san atau Kubou-san, aku malah terkejut kalau Kubo-san juga berjuang di turnamen baseball. Kupikir dia nggak bakalan tertarik dengan hal seperti itu.

“Karena barangku juga banyak yang disita, seperti bantal, guling, tirai kamar mandi dan lain-lain, pokoknya banyak yang disita.”

Apa bantal guling jadi barang yang dibutuhkan anak SMA jaman sekarang?

“Kalau begitu, kenapa…”
“Kami kalah karena lawannya terlalu kuat. Dan mereka sangat pandai menyusun urutan pemukul berdasarkan mata pelajaran. Terutama pemukul keempat, dia kuatnya benar-benar gila.”
“Eh, ooh… pemukul keempat…”

Ngomongin pemukul keempat, bukannya dia senpai malang yang nyawanya dihajar sampai ke isekai ketika sedang menanti giliran di luar lapangan? Botak-senpai yang kepalanya meledak kaya buah delima busuk atau senpai pemukul keempat, aku sangat merasa kasihan pada mereka.

“Haah, mau gimana lagi. Aku cuma bisa merelakan barang-barangku yang disita. Ini memang salahku sendiri karena membawa barang yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar.”
“Benarkah? Hebat banget kalau kamu mau merelakannya.”

Kami sendiri bahkan sampai menyerang Tetsujin di kantor guru, tapi tetap saja gagal. Kubo-san mau merelakannya, ketetapan hatinya sangat kuat.

“Tidak. Aku cuma pendosa.”
“Eh?Benarkah?”
“Bukan… lebih tepatnya, ada tembok yang sangat kuat…”

Pada saat itu, Kubo-kun mengalihkan pandangannya dan bergumam tidak jelas.
Ah, ini dia. Lagi-lagi aku merasakan aura misterius entah dari mana. Dari mana sih.

“Oh, ya, Yoshii-kun…”
“Hm? Ada apa?”
“Bisa kamu lihat koin 5 yen ini?”
“Hm? Bisa kok…”

Kubo-kun menarik sebuah koin 5 yen yang diikat seutas benag. Ada yang mau dia lakukan?
“Yoshii-kun…”
“Ada apa?”
“Berikan tanganmu.”
“Eh? Buat apa? Kenapa kamu seperti sedang melatih anjing…”
“Ah, maaf. Bukan bgeitu. Aku tidak ada niatan buat melatih Yoshii-kun seperti anjing.”

Aku mencoba tidak tersenyum garing, lalu Kubo-kun menaruh koin 5 yen dengan benangnya kembali ke kantong, sepertinya dia menggumamkan sesuatu.

“…coba saja buku hipnotis kirishima-san tidak disita…”

Aku tidak tahu apa yang dia katakan, tapi rasanya 10 tahun masa hidupku baru saja lenyap.

“Ah, aku harus pergi sekarang! Kalau tidak Yuuji dan yang lain bakalan ngabisin makanannya!”
“Oh? Maaf sudah mengganggu. Kalau begitu buruan beli minumannya.”
“Mn, sorry, Kubo-kun.”
“Tidak, jangan khawatir, Aki-cha—Maaf, Yoshii-kun.”

Kenapa aku merinding pas ngobrol dengan Kubo-kun? Bodolah, pokoknya sekarang aku harus buruan kembali.

Setelah itu, aku berpisah dengan Kubo-kun dan kembali ke teman-teman.

“NASINYA--!!”

Meninggalkan kata-kata terakhir, Hideyoshi pingsan di lantai.

“Silakan dimakan♪”
“Ha, haha, ha… hahahahaha…”
“…(Gemetaran dengan kencang)).”

Di hadapan Himeji-san yang tersenyum, Yuuji dan Muttsurini terlihat sangat ketakutan sambil gemetaran. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi melihat pemandangan ini, insting bertahan hidupku berteriak ‘kabur sekarang’.

“Ah, sial, kolanya habis. Akan kucari di tempat lai—“
“Oh, Akihisa! Akhirnya datang juga! Lupakan soal kola. Duduk dulu sini!”
“…(Ngangguk seperti sedang menumbuk bawang)!”

Sialan, si Yuuji! Jadi dia pengen narik kau ke neraka juga?! Si berengsek!

“Sorry, Yuuji, aku sudah SMA. Kalau aku tidak jadi kacung dengan benar, harga diriku akan hancur. Sekalipun aku harus cari di luar sekolah, aku harus mendapatkan kola!”
“Tidaktidaktidak, aku tidak terlalu ingin minum kola. Kamu tidak perlu repot-repot. Dari pada itu, ayo sini duduk.”
“Tidak bisa. Aku sudah janji akan membelikan kola, tapi aku malah tidak dapat. Rasa tanggung jawabku tidak akan membiarkannya. Jadi bisa lepasin tanganmu nggak?”
“Hahaha… jangan begitu. Sudah kubilang duduk, berengsek!”
“Hahaha… ayolah, lepasin tanganmu, sampah!”
“Eh… Akihisa-kun, bukannya ditanganmu itu kola?”

Si Yuuji sialan, dia memegangi tanganku sampai biru begini. Dia pasti pengen seret aku ke neraka!

“…Akihisa, kamu pembohong.”
“WAAAAAAAAAAHHH!”

Muttsurini tiba-tiba menendang kakiku, membuatku terjatuh ke lantai. Perbuatan kedua orang ini dan mayat Hideyoshi yang terbaring tidak jauh memberitahu diriku kalau sesuatu yang mematikan akan terjadi. Aku harus kabur.

“Pokoknya, kamu pasti kelelahan, jauh-jauh buat beli minuman. Ini, makan onigiri dulu.”
“Ah, oke…”

Yuuji tersenyum sambil mengoper onigiri. Seingatku ini tidak berbahaya, ya kan?
Kuterima onigiri segitiga dan melemparnya ke dalam mulut. Ini onigiri biasa.

“…Cih, dia selamat…”
“…Dia lagi beruntung.”

Mereka berdua sedang membisikkan sesuatu yang berbahaya di sampingku. Ada apa sebenarnya?

“Ayo, jangan sungkan. Makan yang banyak.”
“Ah, terima kasih, Himeji-san.”
“Baiklah, ka, kalau begitu…”
“…(nelen ludah).”

Begitu Himeji-san mendorong kami untuk makan lebih banyak, mereka berdua menatap onigiri di kotak bekal. Ada apa? Kenapa tiba-tiba aku merasakan aura mematikan di sekitar kami…

“Hi, Himeji-san…”
“Ya, ada apa?”
“Apa kamu—nambahin sesuatu ke onigiri ini?”

Aku baru saja makan onigiri normal, tapi karena Yuuji dan Muttsurini terlihat sangat ketakutan dan melihat mayat Hideyoshi, aku rasa ada yang mencurigakan.

“Aku tidak punya banyak waktu, jadi aku tidak menambahkan bumbu lain. Tapi…”
“Tapi?”
“Ada dua yang pakai bahan spesial yang kupakai untuk membuat lauk.”

Tiba-tiba bekal Himeji-san berubah menjadi ranjau darat.

“Aku juga bawa makanan penutup. Silakan dimakan.”
“““Ha, haha, ha…”

Yuuji, aku dan Muttsurini hanya bisa terdiam sambil memegang onigiri dit angan kami sambil tertawa garing. Tapi, kami sama sekali tidak bisa mengumpulkan keberanian buat memakannya. Oh, oh iya, sebaiknya aku coba mengulur waktu.

“U, um,ngomong-ngomong…  Himeji-san…”
“Ya, ada apa?”
“Kenapa kamu bisa gagal pas bikin lauk?”

Apa dia menumpahkan kotak bekalnya? Atau dia lupa bawa? Kucoba menanyakan pertanyaan normal untuk mencari tahu keberadaa mengerikan yang bersembunyi di dalam onigiri ini—

“Eh… karena aku gagal menyeimbangkan formula, kotaknya jadi meleleh…”

BERTAHANLAH, YOSHII AKIHISA!! TIDAK ADA YANG ANEH DARI KATA-KATANYA! YAKINKAN DIRIMU!!

“““…”””

Kami semua mematung dan terdiam seribu bahasa. Tiba-tiba tangan Muttsurini bergerak. Gila! Apa dia bakalan makan?

“…(zzzt).”

Dengan suara kecil, Muttsurini menggerakkan tangannya, berhati-hati supaya tidak ada butiran nasi yang jatuh. Perlahan-lahan dia memposisikan onigirinya—
--Di depan mulutku.

“…Akihisa, aaaaa.”
“…”

DASAR ORANG GILA! DIA MEMBUANG HARGA DIRINYA DAN MENYUAPI LAKI-LAKI DENGAN ‘AHH~”… JANGAN MAIN-MAIN! SIAPA YANG BILANG DIA BOLEH MENYUAPIKU SEPERTI ITU!?

“Hahaha, Muttsurini, jangan bercanda.”

Aku tersenyum lembut, pura-pura tidak tahu candaannya dan berbalik.
Tapi tidak disangka, ada onigiri yang menantiku ketika aku berbalik.

“Akihisa, sini, aa~”

Terdengar suara serak yang sangat kubenci di telingaku, tangan besar Yuuji memaksakan onigiri masuk ke dalam mulutku. Hahaha… bukannya ini yang sering terjadi di manga, ketika dua orang kekasih yang diam-diam menyelinap ke taman belakang istana.
Dua orang teman sekelasku sedang berusaha menyuapiku onigiri dengan suara ‘aaah~’. Anak laki-laki yang sedang puber pasti mendambakan hal seperti ini, ya kan? Jadi, kalau ada orang yang ingin bertukar tempat denganku, silakan daftarkan nama kalian, dan aku akan memberikan kehormatan ini tanpa ragu. Sungguh, aku tidak akan menyesal!

“Oi, Akihisa, kamu pemalu banget. Cepat buka mulutmu.”
“…Jangan sungkan.”
“Tidak tidak, jangan bercanda. Ini sangat memalukan!”
“Jangan khawatir. Tidak ada yang melihat, jadi buruan buku mulutmu.”
“…Ini, aaa~”
“TIDAKTIDAKTIDAKTIDAK! AKU BUKAN TIDAK INGIN ONIGIRI! A, AKU… KUMOHON JANGAN LAKUKAN HAL MEMALUKAN SEPERTI INI DI DEPAN UMUM!!”

DEWA! APA YANG HARUS KULAKUKAN? APA YANG HARUS KULAKUKAN SUPAYA BISA KABUR DARI KEMATIAN INI?
Menghadapi pertarungan perebutan mempelai (gendernya masih jadi masalah), aku hanya bisa berharap pada Dewa. Mungkin karena doaku berhasil tembus ke surga, suara Dewi terdengar sampai ke kupingku.

“Akihisa-kun.”
“Ya!”

SELAMATKAN AKU, WAHAI DEWI!!!!

“—A, aaaah~”


Bahkan sekarang Himeji-san juga ikut-ikutan nyuapin onigiri ke mulutku.

DEWA, YANG KUMAKSUD BUKAN INI! AKU BUKANNYA INGIN HAREM-KU BERTAMBAH! AKU CUMA INGIN ONIGIRI INI BERUBAH MENJADI ONIGIRI YANG TIDAK BERBAHAYA BAGI TUBUH!

“Oh ya ampun, Akihisa benar-benar pemalu. Mau gimana lagi. Akan kubantu kamu membuka mulutmu.”
“UBOAAAAAAH!!”
“…(Lempar).”
“A, aku juga.”
“Apa? Kamu mau minum? Akihisa, kamu nggak usah sungkan.”
“GUABUABUABUAB!!”

Mulutku dibuka paksa, disumpel dengan tiga onigiri dan sebotol minuman. Tidak ada lagi kesempatan untuk kabur. Saat ini, aku hanya bisa berdoa kalau tidak ada satupun onigiri yang jackpot. Aku hanya bisa berdoa pada dewa dengan tulus berharap supaya aku bisa melarikan diri dari malapetaka.
Selama momen singkat ini, pikiranku mulai dipenuhi dengan banyak cuplikan. Masa-masa ketika aku masih di taman kanak-kanak, ketika aku masuk sekolah dasar, setelah aku masuk SMP... cuplikan-cuplikan kenangan  masa lalu yang tidak mau pudar ini membuat emosikumenjadi tenang.

"Si idiot itu... apa dia sedang mengingat kenangan masa lalunya...?"
"...Kita hanya bisa berdoa untuk perjalanan yang mulus."

DEWA, APA SEGITUNYA KAMU MEMBENCIKU?

"UGH! SIAPA YANG BAKALAN MATI!?”
""Hm?""

Kutarik paksa setiap inci kekuatan terakhir yang tersisa untuk menjaga nyawaku di dunia fana ini. Aku tidak bisa mati. Masih ada banyak hal yang ingin kulakukan...

"Ba, bagaimana mungkin!? Akihisa, kenapa, kenapa kamu masih hidup? ”
"…Luar biasa!"

Tunggu, woi? Kalian seharusnya senang bahwa aku masih hidup, bukan?

"Karena aku selalu punya kesempatan untuk mencicipi memasakan kakakku selama liburan musim panas… ”
"Begitu ... jadi kamu sudah dilatih..."
"...Pasti berat bagimu."

Kalau kalian benar-benar bersimpati padaku, bisa nggak kalian sedikit lebih lembut padaku?

"Pokoknya, sisanya adalah onigiri biasa. Soalnya Akihisa dan Hideyoshi sudah makan yang spesial. ”
"...Sayang sekali."
"Maaf, karena aku hanya membuat dua."
"Tidaktidaktidak, Himeji, kamu hanya perlu fokuskan waktumu dan kerja kerasmu untuk membuat Akihisa senang. Kami hanya akan menikmati milik kami sendiri. "
"...(Mengangguk kepala dengan kuat)."
"A, apa yang kamu katakan, Yuuji? Aku juga bisa bikin makananku sendiri! Dan dengan kakakku di rumah, aku bisa makan dengan teratur. "
"Haha, benar juga. Kalau aku membuatkan bekal khusus Sakamoto-kun, Shouko-chan mungkin akan marah. ”
"Ah, itu benar."
"…Setuju."

Setelah mengetahui kalau keberadaan onigiri mematikan yang akan membahayakan hidup telah tiada, suasananya kembali tenang dan damai. Makan siang tuh harus seperti itu.

"Kamu agak beruntung, Yuuji."
“Hah? Apa yang kamu bicarakan?"
"Karena kamu barusan menyuapiku, bahkan pakai bilang 'aaa~' segala. Aku tidak tahu gimana Kirishima-san bakalan menghajarmu begitu dia melihat itu."
Meskipun kami adalah laki-laki.
"Ohh, maksudnya itu. Yah... mungkin kamu benar. Baru-baru ini, sudah kubilang padanya kalau 'dia laki-laki', tapi dia tidak mau mendengarkan. Jadi kalau dia melihat itu sekarang, aku benar-benar tidak tahu harus bilang apa. "
"Eh? Kamu sedang membicarakan Shouko-chan? Dia barusan lewat. "
"…………Serius?"
"Iya."

Tuhan akan menjatuhkan hukuman yang sama kepada orang bodoh. Kemungkinan besar, Muttsurini juga bakalan mengalami nasib yang sama.

"Selamat tinggal Yuuji. Merupakan suatu kehormatan bisa menjadi teman yang menemani makan siang terakhirmu. "
“…Ayo bersenang-senang di kehidupan selanjutnya.”
“Tunggu dulu, kalian. Jangan mengucapkan perpisahan seakan-akan aku bakalan mati.”

Kami baru saja makan makanan buatan tangan seorang gadis, bahkan bermain suap-suapan pakai ‘aaa~’. Sudah pasti Yuuji nggak bakalan selamat.

“Dasar, Akihisa-kun, Tsuchiya-kun, kalian bercandanya keterlaluan! Shouko-chan tidak begitu marah!”
“Tidak, wanita itu pasti bakalan mengirimku ke neraka.”

Sayangnya, aku cuma bisa setuju dengan Yuuji.

“Kenapa kamu juga bilang seperti itu, Sakamoto-kun? Itu tidak benar sama sekali! Kalau Shouko-chan benar-benar sangat marah, dia akan langsung menghampirimu.”

Yang dikatakan Himeji-san tadi sangat aneh. Aku harap dia menyadari apa yang dia katakan.

“Oh iya, ngomong-ngomong ini aneh. Sepertinya Kirishima-san sedikit berbeda dari biasanya.”
“…(Ngangguk)”

Kalau dia tidak lihat, okelah, tapi kalau dia lihat dan tidak menghajar Yuuji. Itu bukan dia sama sekali. Apa dia… akan menyiapkan hukuman mengejutkan seperti di pantai waktu itu? tidak, itu terlalu aneh…

“Uu… dia mungkin sadar kalau tidak ada gunanya mengawasi setiap gerakanku. Ini perubahan yang sangat bagus.”

Seakan-akan tidak peduli, Yuuji memakan onigiri terakhir ke mulutnya.

“AH! Sialan…”

Tanpa kusadari, sandwich Minami sudah habis. Kedua makanan sangat enak (kecuali onigiri spesial mematikan buatan Himeji-san), tapi mereka berdua malah menghabiskannya.

“Ahh, sorry. Aku makan semua karena enak.”
“Fufu, senang mendengarnya.”

Himeji-san tersenyum bahagia sambil memegangi kotak bekal yang sudah kosong. Makanan buatan Himeji-san yang aman dimakan sangat berharga, tapi malah cepat habis…

“Jangan terlihat kecewa, Akihisa-kun. Aku juga bawa makanan penutup kok.”
“Mau ke mana kamu, Akihisa?”
“…Kusetrum kalau kamu kabur.”
“Tidak, bukan begitu. Aku cuma ingin beli minuman!”

Tanganku langsung dipegangi erat-erat, dan sudah ada alat setrum yang mencolek punggungku. Me, mereka berdua… mereka memanfaatkanku sebagai perisai supaya nyawa mereka selamat?

“Rumahku memiliki kebun, jadi aku bawa ke sekolah.”

Himeji-san mengeluarkan kotak bekal yang lain dengan makanan penutup di dalamnya. Eh? Buah? Kalau begitu, ini pasti aman dimakan.

“Begitu. Kalau begitu akan aku coba.”

“Buah? Aku jadi penasaran buah apa.”
“…Apa?”
“Ya, buah—“

Himeji-san membukan penutup kotak bekal dan menunjukkan pada kami isinya.

“---Delima!”

Buah yang menanti dalam diam di kotak bekal terlalu mirip dengan Syokanju Botak-senpai yang dikirim ke isekai.

***

“Dan sekarang, kita akan mengadakan lomba pemandu sorak kelas 1. Semua murid kelas 1, harap—“

Terdengar suara dari speaker. Acara yang paling dinanti-nantikan adalah lomba pemandu sorak. Semua kelas 1 mengenakan seragam yang berbeda-beda warna sambil menari diiringi dengan musik.
Aku menyaksikan pertunjukan dari adik kelas sambil menanti giliran kami.

“Sudah lama sekali semenjak terakhir aku pakai seragam pelaut… mungkin semenjak SMP.”
“Huh? Akihisa, sekolahmu memakai seragam pelaut?”
“…Aku juga.”
“Sama.”
“Heh~ Hideyoshi, juga memakai seragam pelaut, ya?”
“Akihisa, sepertinya kita sedang tidak nyambung.”

Semua orang sedang memegang seragam yang telah disiapkan untuk perlombaan sambil ngobrol santai. Saat ini, Minami datang berjalan sambil mengenakan  kostum pemandu sorak. Kelihatan sedang ada masalah. ada apa?
Karena khawatir, aku melihat dia berjalan menuju hideyoshi dengan tatapan serius.

“Oi, Kinoshita.”
“Nggak.”
“Uu… aku belum ngomong apa-apa.”

Jarang sekali melihat Hideyoshi bicara dengan nada dingin seperti itu. apa yang Minami tanyakan?

“Jangan begitu dong. Lihat, bukannya ini sangat imut?”
“Karena itu imut makanya aku tidak mau.”

Hideyoshi mengalihkan pandangannya seakan-akan dia tidak peduli dengan kostum pemandu sorak yang ditunjukkan Minami.

“Tidak peduli berapa kali kamu tanya, aku tidak akan mau jadi pemandu sorak. Aku ingin gabung dengan kelompok laki-laki!”
“Terlalu banyak yang ikut di bagian laki, sedangkan kami cuma berdua. Ini sangat sulit, jadi kumohon?”

Minami tidak menyerah. Sepertinya dia ingin Hideyoshi bergabung di tim pemandu sorak, tapi kenapa? Permintaan Minami membuatku bingung.

“Ah, Minami-chan! Sudah hampir waktunya! Ayo buruan ganti.”

Dengan mengenakan kostum pemandu sorak, Himeji-san datang sambil berlari.
DOING, DOING, DOING… Himeji-san terlihat sangat membal. Jarang sekali Himeji-san melakukan sesuatu yang sangat besar, dan sekarang dia terlihat sangat aktif—benar, dia terlihat sangat bergelombang.

“…(Zzzzsst)”

Aku tidak melihatnya, tapi sepertinya aku bisa merasakan Muttsurini yang di belakangku sedang menggambar salib di depan dadanya.
Jadi aku langsung menoleh ke bawah buat nutupin wajahku yang merona. Ini… SANGAT MENGEJUTKAN!!!

“Itu sebabnya aku tidak ingin jadi pemandu sorak bersama dia! Lihat bola-bola itu! kami harus lompat nanti! Sudah pasti aka nada keributan!”
“Meski kamu bilang seperti itu, aku ini laki-laki. Aku tidak ingin jadi pemandu sorak.”

Minami dan Hideyoshi masih terus berdebat, mungkin agak telat, tapi Muttsurini sudah pingsan akibat mimisan yang terlalu berlebihan. Bahaya banget. Kalau aku lihat sedikit lebih lama, aku bakalan ikut ke isekai.

“Oh iya, kalau Minami ikut jadi pemandu sorak dengan Himeji-san, bakalan ada banyak hal yang dibanding-bandingkan…”
“Dan dia sangat bersemangat! Kau merasa kalau dia berdiri di sampingku cuma buat membullyku!”

Begitu. Jadi dia merasa terganggu dengan apa yang dimiliki dan apa yang tidak dimiliki orang lain… itu sebabnya dia bersi keras meminta Hideyoshi buat bergabung. Setidaknya trauma mentalnya tidak terlalu besar. Minami pasti sangat kesulitan, meski banyak yang perlu dipertanyakan… tapi aku rasa dia tidak perlu khawatir segitunya, karena Minami sudah lumayan manis.

“Kumohon Hideyoshi, kabulkan permintaanku. Aku rasa kamu sangat manis kalau kamu memakai kostum pemandu sorak.”
“Aku tidak mau.”
“Tapi bukannya kostum pemandu sorak lebih baik dari pada membalut dadamu dengan perban?”
“Itu, itu karena kalau aku tidak pakai perban, kalian bakalan komplain ke komite disiplin! Makanya aku memakai perban!”

Tentu saja. Kalau Hideyoshi menunjukkan dadanya seperti itu, mereka mungkin bakalan memanggil polisi supaya menangkapnya dan memakaikan perban. Itu keputusan yang tepat.

“Ano, Akihisa-kun… apa yang dilakukan Minami-chan dengan Kinoshita-kun?”

Himeji-san yang berdiri di depanku melihat Hideyoshi dan Minami yang sedang berdebat sengit, dan jadi sangat penasaran.
Eh, soal itu…

“Kenapa tidak mau? Bukannya ini imut?”
“Karena itu imut! Aku ini laki-laki! Aku tidak ingin memakai pakaian imut!”
“Kinoshita, tenanglah dan dengarkan aku—“
“Apa?”
“Sebenarnya, yang memakai pakaian pemandu sorak… terlihat jantan!”
“Hei… kenapa kamu memperlakukan aku seperti orang bodoh setingkat Akihisa?!”


“Minami sedang membujuk Hideyoshi buat bergabung dengan tim pemandu sorak.”

Aku tidak menjelaskan lebih detail, tapi setidaknya aku tidak berbohong.

“Ohh… jadi dia ingin Kinoshita bergabung dengan pemandu sorak juga… tapi kenapa?”
“Ahaha… kayanya Minami merasa terlalu sedikit perempuan di kelas kita?”
“Ah, begitu ya.”

PA! Himeji-san menepuk kedua tangannya karena mengerti, dan –

“Yah, memang sih terlalu sedikit…”
“Tunggu dulu, Himeji-san, kenapa kamu membawa kostum pemandu sorak dan menatapku seperti itu?”

AKU TIDAK INGIN MEMAKAINYA! AKU TIDAK INGIN PAKAI PAKAIAN SEPERTI ITU TIDAK PEDULI APA KATA ORANG!!

“Hahaha, Akihisa. Bukannya ini bagus? Aku khawatir karena kelas kita perempuannya terlalu sedikit. Kalau kamu ikut pasti jadi lebih seru.”
“Yaah, Sakamoto-kun… kalau kamu juga…”
“TUNGGU DULU, HIMEJI! KENAPA KAMU MEMBAWA DUA KOSTUM DAN MENATAPKU SEPERTI ITU!?”

Apa yang bisa kami lakukan? Aku rasa otak Himeji-san baru-baru ini terjangkit penyakit mematikan.
Ini akan jadi sangat gawat kalau terus seperti ini. Sebaiknya aku pura-pura tidak tahu dan mengganti topik.

“Oh iya, Himeji-san…”
“Ya, ada apa, Akihisa-kun?”

Suaraku terdengar sangat ketakutan. Melihat Himeji-san yang dari tadi memegangi kostum pemandu sorak, aku hanya bisa gemetaran dan bertanya.

“Kudengar kamu sangat serius latihan jadi pemandu sorak.”
“Ah, tidak, aku tidak terlalu serius…”

Himeji-san adalah pekerja keras, tapi tidak disangka dia akan bekerja keras di hal yang bukan keahliannya. Itu sangat luar biasa.

“Tapi ketika kamu latihan dengan giat membuat Shimada khawatir. Jangan terlalu memaksakan dirimu. Lomba pemandu sorak hanya lomba sampingan, jadi tidak akan mempengaruhi peringkat kelas.”

Yuuji menambahkan. Aku bisa membayangkan kenapa Minami jadi sangat khawatir… ada banyak alasannya…

“Ya, aku sudah periksa kondisi tubuhku, tapi---“
“Tapia pa?”

Berhenti sebentar, Himeji-san tersenyum.
Gimana aku bilangnya? Aku merasa Himeji-san sangat berbeda dari biasanya. Beberapa saat yang lalu, dia sangat kesulitan gara-gara tidak terlalu paham peraturan baseball, tapi sekarang, dia tidak terlihat seperti itu. sebenarnya, aku sedikit senang melihatnya.

“Ah, um! Tentu saja!”

Alasan kenapa Himeji-san bisa berubah bukan karena kelas A yang sangat mendukung murid untuk fokus belajar, tapi karena dia di kelas F. memikirkannya, aku jadi merasa sangat—

“Oke, tolong dukung aku—dan kenakan ini!”

Biar kukoreksi kata-kataku. Dia memang berubah ke hal yang buruk. Himeji-san benar-benar harus masuk ke kelas A.
Begitu aku ingin menasihati Himeji-san soal pakaian laki-laki—

“Eh? Bukannya itu Kirishima-san?”

Aneh sekali. Ini benar-benar aneh sekali. Kirishima-san ada di sini, tapi dia seperti tidak menyadari keberadaan Yuuji sama sekali dan terus berjalan. Ada apa ini? Sepertinya dia sangat lesu.

“Oh, benar. Hei, Shouko, ada apa?”

Meski Yuuji yang mengajaknya bicara duluan, responnya sama sekali tidak bersemangat. Ada apa? Dia terlihat tidak bernyawa.

“…Kelas kami… kalah main baseball…”
“Ya, aku tahu.”

Kami tidak lihat, tapi kami tahu kalau kelas 2-A yang dipimpin oleh Kirishima-san kalah. Apa itu alasannya Kirishima-san sangat lesu?

“Tapi kami mengalahkan kelas 3-A, jadi aku sudah membalas dendammu.”
“…Tapi barangku yang disita tidak akan pernah kembali lagi…”

Kirishima-san bergumam sedih.
Barangnya yang disita, maksudnya formulir pernikahan, ya kan? Begitu ya, jadi Kirishima-san ingin mendapatkan barangnya yang disita itu dengan mengalahkan para guru. Tidak heran kalau dia sangat sedih karena kalah.

“Lagi-lagi barang sitaan? Dasar, kamu…”

Yuuji memasang wajah enggan dan menggaruk kepalanya. Lalu berkata,

“…Aku ingin menyimpannya sampai upacara pernikahan…”

Mendengar itu—

“JANGAN BERCANDA! MESKI BARANG ITU TIDAK DISITA, AKU AKAN BUANG KALAU AKU MENEMUKANNYA!!!”

Kata Yuuji dengan kasar.

“…Eh…”

Kirishima-san terlihat sangat terkejut ketika menatap Yuuji, tapi Yuuji tidak peduli dengan responnya dan terus berteriak.

“APA MAKSUDMU DENGAN ‘EH’, HAH? BENDA ITU YANG DISITA, YA KAN? KENAPA KAMU KAGET?”
“…Kamu bilang… benda itu…”
“KAMU SEDIH DAN LESU SEPERTI INI GARA-GARA BENDA ITU, TIDAK HERAN KALAU KAMU KALAH MELAWAN DUO TOKO-NATS—“

Tiba-tiba—

“…ugh!”

---PAAAA


Terdengar suara nyaring dari depan kami.

“…Itu sesuatu… yang sangat berharga!”

Kirishima-san menangis sambil menggigit bibir bawahnya.
Eh? Apa… yang baru saja terjadi.

“CUMA YUUJI! AKU TIDAK AKAN BIARKAN YUUJI BERKATA SEPERTI ITU!”

Teriakan kesedihan yang hampir menghantam pikiran dan emosiku membuatku langsung memejamkan mataku—begitu kubuka mata, Kirishima-san sudah berbalik menjauh.

“““…”””

Yuuji, Himeji-san dan aku terdiam di tempat. Apa? Apa yang barusan terjadi?

“Aku, aku akan bicara dengan Shouko-chan!”

Himeji-san yang paling cepat kembali sadar langsung berlari mengejar Kirishima-san.
Yuuji dan aku yang masih tidak mengerti apa yang terjadi masih terdiam dan saling menatap satu sama lain.
Setelah beberapa saat, Yuuji akhirnya sembuh dari keterkejutannya.

“…Shouko… sial…”

Sepertinya itu suara dari dasar paling dalam emosinya.

“Si Shouko… dia bilang ‘itu sesuatu yang berharga’. FORMULIR PERNIKAHAN TANPA PERSETUJUAN DARIKU CUMA BENDA GOBLOK!!!”

Yuuji berteriak seperti orang gila kea rah langit. Meski dia sering dihajar Kirishima-san, sepertinya kali ini dia menginjak ranjau, dan Yuuji tidak akan memaafkannya.

“DIA TIDAK INGIN MENDENGARKU BERKATA KAYA GITU!? SEHARUSNYA AKU YANG BILANG BEGITU! AKU TIDAK PERNAH BERJANJI PADANYA! WAJAR KALAU AKU BILANG KAYA GITU!”

Panas. Kali ini Yuuji benar-benar marah. Kalau ada meja atau lemari di depannya, pasti sudah dia tending gara-gara frustasi.

“Uu… kamu benar. Tidak peduli seberapa pentingnya itu bagi Kirishima-san, seharusnya dia tidak perlu menangisi formulir pernikahan tanpa persutujuan darimu.”
“BENAR! KALAU DIA TIDAK SUKA AKU SEBUT ITU ‘BENDA GOBLOK’ , AKAN KUSEBUT ITU ‘SAMPAH TIDAK BERGUNA’! DASAR IDIOT!!”

Sepertinya Yuuji tidak akan tenang sekarang. Aku sedikit mengerti perasaannya. Bagiku, apa yang dilakukan Kirishima-san sangat tidak masuk akal, dank arena Yuuji juga terlibat, sudah sewajarnya kalau dia marah seperti itu.
Berdiri di hadapan Yuuji yang sedang mengamuk, aku hanya bisa berdiri terdiam sambil memegangi costume pemandu sorak dan mengeluh. Haah, merepotkan…

“Jadi, gimana, Kinoshita? Aku ada ide! Aku akan pakai seragammu dan kamu pakai kostumku—“
“Itu sama sekali bukan jalan keluar bagiku!!”

Dari kejauhan, Hideyoshi dan Minami masih melanjutkan perdebatan mereka, tanpa menyadari situasi kami di sini.
Sebagai informasi, Hideyoshi akhirnya menyerah dan memakai seragam pelaut dengan perban menutupi dadanya dan rumbai-rumbai di tangannya sambil menari bersama Himeji-san dan Minami. Semua orang berteriak senang melihat pertunjukan itu dan suasana jadi terasa sangat panas.

 (TLN: Kepada pembaca mohon maaf, saya akan cuti/hiatus sampai bulan Agustus 2019 karena fokus pada skripsi. Maaf ya.)



<<Prev                      Next>>

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]