Short Story : Gosip! Pangeran Dan Naga, Pasangan Memalukan Itu (Chapter 6-10)


[Chapter 6]

Si naga dengan ragu bertanya, "Pangeran seperti apa yang Nee-chan cari?"

Kujawab dalam sekali tarik nafas, "Lebih kuat darimu, pintar, pandai bertarung dan juga tampan."

*Ting* Seakan teringat sesuatu dia membalas, "Aku tahu di mana."

"Ada sebuah kerajaan di barat laut, dan pangeran kerajaan itu sangat kuat."

Aku takut pangeran yang dia sebut sama seperti sebelumnya, jadi buru-buru kutanya, "Benarkah?"

Naga muda menjawab dengan ceria, "Aku dulu sering main dengan pangeran itu ketika dia masih kecil, tapi tidak pernah bertemu dengannya lagi. Kudengar dia sudah tumbuh dewasa dan jadi kuat."

Aku jadi tenang mendengannya, "Kalau begitu yang ini." Dan berjalan ke arah barat laut.

Setelah berkeliling beberapa kali sambil menggendong naga di tanganku, aku bertanya ke naga muda dengan sedikit malu.

*Ehem* "Umm..."

"Barat laut di sebelah kanan atau kiri?"

Si naga tersenyum.

Senyumannya sangat manis, tapi aku tahu dia sedang menertawakan aku.

"Kerajaan kami tidak pakai timur, selatan, barat dan utara, kami cuma pakai atas bawah, kanan kiri." teriakku.

Mata dan bibir nya melengkung menatapku lalu bilang, "Dan kita berakhir tersesat?"

"Benar." Jawabku serius sambil menatap matanya.

Tapi aku tidak akan pernah mengakui kalau sebenarnya kerajaan kami bisa membedakan antara timur, selatan, barat dan utara, hanya aku saja yang tidak tahu itu.

Sejujurnya, sebelum aku bertemu naga muda ini, aku selalu membayangkan pristiwa ketika aku diculik naga akan jadi seperti,

Aku berteriak sambil menangis, 'Lepaskan aku, kumohon! Aku ingin pulang, huhuhu-'

Si naga meletakkan aku di atas punggung lebar naganya, dan terbang menembus awan, lalu dengan suara yang menggetarkan langit dan bumi 'teruslah bermimpi, aku akan membawamu, dan kamu tidak akan pernah kembali!'

Tapi sekarang, situasi malah jadi seperti ini.

Setelah jalan beberapa jam sambil menggendong naga, aku bertanya, "Kamu haus?"

Dia mengangguk nurut, "Sedikit."

Kuambil botol air dan melepaskan penyumbatnya, "Minum saja ini dulu, akan kucari air yang bersih untukmu nanti."

Dengan manis dia menjawab, "Terima kasih", dan menenggak sedikit air.

Kuelus kepalanya.

Anak baik.

[Chapter 7]

Aku ingin segera bertemu dengan pangeran, itu sebabnya aku terus berjalan.

Kami jalan begitu lama, sampai tanpa sadar sekitar kami menjadi gelap dan aku ingat kami belum makan.

Aku merasa sedikit bersalah dan meminta maaf ke naga muda, "Maaf, aku lupa tanya kalau kamu lapar."

Dia menggelengkan kepalanya sedikit, "Tidak apa-apa, aku tidak lapar."

Aku baru saja ingin menurunkannya.

Supaya kami sampai lebih cepat, kami tidak mengambil jalan utama. Sekarang, kami sedang berada di tengah-tengah hutan liar, dan tidak ada satu orang pun yang kami temui.

Aku bertanya, "Bagaimana kamu biasanya makan?"

Dia mengambil sekeping koin emas dan dengan santai berkata, "Aku punya uang."

Kusentuh koin perak di kantongku, diriku langsung dipenuhi kesedihan dan amarah.

Sial.

Dia lebih cantik dan manis dari padaku, dan juga lebih kaya dari pada aku.

Apa ini yang namanya ketidakadilan tuhan?

Tapi sekarang, di tempat ini, uang tidak berguna.

Kulihat ke sekeliling dan memutuskan untuk berburu hewan.

"Kamu tunggu di sini dan jangan bergerak, aku akan mencari sesuatu untuk dimakan."

Dia mengambil beberapa daun yang sangat lebar dan mengikutiku selangkah demi selangkah, "Aku bisa mencari air."

Aku biasanya menggulung daun untuk minum air, tapi air di sini cuma ada di sungai, dan aku tidak punya botol.

Karena tidak ingin merepotkannya, maka aku berkata, "Tidak perlu mengkhawatirkan aku, cari saja air untuk dirimu."

Dia berkedip, dan di hadapanku, dia mengubah daun lebar di tangannya menjadi wadah seperti mangkuk, dan menunjukkannya padaku.

"Lihat, Nee-chan, Nee-chan tidak perlu khawatir."

.........

Jadi sebenarnya aku yang bodoh?

Apa-apaan naga ini? Kenapa dia pandai membuat kerajinan tangan?

Hmph!

Kepercayaan diriku mendorongku kabur meninggalkan dia.

Tapi wajahnya terlihat seperti ingin dipuji, sehingga terpaksa kuelus kepalanya dan memberi pujian, "Ya, itu sangat bagus."

Matanya berbinar-binar ketika dia pergi mencari air.

Aku kembali sadar dan menghela nafas.

Penggila wajah tampan tidak pantas memibicarakan soal kepercayaan diri.

[Chapter 8]

Aku mengetahui kalau si naga muda, meski terlihat rapuh dan lemah, sebenarnya pandai membuat BBQ.

Aku menangkap dua kelinci dan dia yang membakarnya.

Dia lebih terampil dari pada orang di kerajaan kami.

Cih.

Aku duduk di rumput, melepehkan tulang, dan bertanya dengan rasa cemburu dan sakit hati, "Kamu bahkan pandai masak."

Dia duduk di depan api, memanggang kelinci, dan dia terlihat 10.000 kali lebih elegan dari padaku.

"Ayahku bilang, jaman sekarang naga kejam dan menakutkan tidak populer lagi. Tuan Putri lebih menyukai tipe yang lembut dan jantan. Sebagai seekor naga, aku harus mengikuti perkembangan jaman, jadi aku wajib bisa masak dan melakukan perkerjaan rumah."

Mendengarnya membuat ekspresiku masam.

"Kalian, para naga... ternyata lumayan modis."

"Eh..."

"Dengan wajahmu yang seperti itu, kamu tidak perlu mengkhawatirkan popularitasmu."

Dia membumbui kelinci dengan rempah-rempah, membungkusnya dengan daun dan menyerahkannya padaku, dengan wajah berseri-seri.

"Benarkah?"

Kuterima daging buatannya dan kugigit semulut penuh.

Enak.

Kujawab dengan nada datar, "Ya, jaman sekarang, semua orang menilai dari wajah."

Dia tersenyum.

"Pasti banyak orang yang menyukai nee-san."

Kutepuk dadaku dengan bangga, "Tentu saja, banyak orang yang mengejar-ngejarku karena tergila-gila padaku semenjak aku kecil. Jika semua orang yang menyukaiku dikumpulkan, mereka bisa membuat lingkaran mengitari ibu kota."

Bohong.

Sebenarnya, hanya satu orang yang mengejar-ngejarku, di kelas 2 SD, dengan alasan keamanan.

Apa-apaan melindungiku.

Semua laki-laki itu babi.

Kulanjutkan menggigit daging kelinci dengan emosi, dan menyadari naga muda sedang menatapku.

Apa dia melihat kebohonganku? Malu jadinya kalau dia tahu.

Aku berdehem, dan bertanya dengan sombong, "Tidak percaya?"

Dia menggeleng, "Tidak, hanya saja..."

Jari telunjuknya menunjuk ke dadanya.

"Baju nee-san kena minyak."

... ... ...

Kulihat bajuku.

Si naga muda memiliki pola sisik merah di dada bajunya.

Sedangkan aku, memiliki cetakan telapak tangan berminyak di dadaku.

Ugh.

Seharunya aku bawa baju ganti.

[Chapter 9]

Aku jalan bersama naga muda selama beberapa hari, dan menyadari kalau dia naga yang sangat menarik.

Dia bertanya kenapa aku harus diculik oleh naga?

Aku jawab, karena itu aturan dari jaman nenek moyang.

Kepalanya penuh dengan tanda tanya: "Apa wajib diikuti?"

Aku ragu sejenak, "Tidak juga. Hanya saja semua orang menganggap itu sebagai sesuatu yang wajar terjadi."

Dia memegangi dagunya dan entah kenapa berkata, "Ayahku bilang aku harus membawa seorang tuan putri ke rumah, dan kalau itu mustahil, tidak apa-apa bawa seorang pangeran, atau ayah tidak akan membiarkan aku pulang pada saat tahun baru. Aku merasa itu sangat tidak masuk akal. Sebenarnya, anaknya itu aku atau orang yang aku culik?"

Kami berdua mengalami hal yang sama.

Kutepuk pundaknya dan membalas dengan simpati, "Aku juga. Aku pikir aku cukup pandai, aku bisa memimpin dan menjadi raja. Tapi semua orang bilang kalau tuan putri itu harus menunggu pangeran datang untuk menyelamatkannya dari naga, lalu menjadi ratu, dan tidak bisa menjadi raja. Aku bingung, bagaimana kalau pangeran yang menyelamatkan aku itu idiot? Apa aku juga harus jadi ratu idiot?"

Hah?

Apa itu bisa diterima?

Kenapa tidak kepikiran dari dulu?

Si naga muda menatapku dengan mata yang berkelap-kelip seperti bintang di langit, "Nee-san sangat keren, nee-san pasti bisa jadi raja yang hebat."

Aku tidak tahan dipuji.

Begitu dia memujiku, aku langsung besar kepala.

Kuletakkan tanganku di pinggang dan membusungkan dadaku.

"Oke! Begitu aku bertemu pangeran untuk menyelamatkan aku, aku akan kembali pulang dan menjadi raja."

"Kenapa masih ingin mencari pangeran?"

"Formalitas! Formalitas! Mengerti? Semuanya harus ada formalitas."

"Mengertii. Nee-san memang keren."

"Anak baik."

[Chapter 10]

Supaya bisa menemukan pangeran secepat mungkin, dan menyelesaikan tugas ini dengan segera, kupercepat langkah sambil menggendong naga muda.

Karena aku buru-buru ingin dimahkotai sebagai raja.

Aku sudah bosan makan hewan-hewan kecil di gunung.

Jadi aku putuskan membawa naga muda untuk makan makanan enak di kota.

Kami menelurusi jalan utama.

Dan akhirnya kami  tidur di hotel dan makan makanan normal.

Meski makanannya tidak seenak buatan si naga muda, setidaknya aku tidak perlu berburu makananku sendiri.

Kebahagiaan adalah mendapatkan sesuatu tanpa melakukan sesuatu.

Apalagi ketika aku tidak perlu membayar.

Bagitu kerajaan tujuan kami sudah sangat dekat, naga muda dan aku berencana mencari restoran mewah untuk makan.

Aku mengambil menu dan memesan semua yang ada tanpa menahan diri.

"Halaman ini, halaman ini dan halaman ini, masing-masing satu."

Melihatku begitu dermawan, boss restoran tersenyum sangat lebar sampai matanya tidak terlihat lagi.

Tapi setelah makan dan minum sampai puas, si naga muda menarik-narik lengan bajuku, dan berkata dengan malu, "Nee-san, koin emasku habis."

Ah?

Mataku melebar, "Semuanya habis?"

Mendengarnya aku langsung membayangkan semua ayam, bebek, ikan, angsa, kelinci dan daging yang barusan aku makan...

Sepertinya si naga tidak makan banyak...

Aku terbaruk canggung dan buru-buru mencari koin yang kumiliki.

Delapan koin perak.

Sudah pasti tidak cukup.

Naga muda menggit bibirnya dan terlihat sangat menyesal, "Apa perlu aku mencari orang untuk meminjam uang?"

Kuayunkan tanganku, "Kamu tidak kenal daerah sini dan orang-orangnya juga, kan? Siapa yang mau meminjami kamu uang?"

Dengan berat hati, aku berdiri.

"Kalau begini, terpaksa aku harus pakai wajahku. Tunggu di sini, aku akan bicara dengan boss."

Boss mengira aku datang untuk bayar, makanya dia tersenyum dan menyerahkan tagihan.

"Nona, totalnya 32 koin perak."

Kutatap tagihannya dan tersenyum lembut ke boss.

Dan boss membalas senyumanku dengan senyuman yang lebih lebar.

"Boleh..."

Suaraku semakin berat.

"...Aku berhutang?"

"..."

"Oi oi oi, kalau tidak terima bilang saja tidak, kalau ada yang kamu mau katakan saja, jangan panggil keamanan --- Aaaaaah tolong! Naga kecil! Tolong aku!"

"..."

Ugh.

Hari-hari yang penuh dengan penghinaan.



<<Prev                      Next>>

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]